Anda di halaman 1dari 4

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG

OLEH:

TAREQ JATI PAMUNGKAS

20181440021

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan dalam artian umum adalah peristiwa membeli barang dari suatu tempat
atau pada suatu waktu dan menjual barang tersebut ditempat lain atau pada waktu yang
berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Perdagangan telah menjadi kegiatan
keseharian di dalam kegiatan masyarakat, sehingga terbuka banyaknya kemungkinan akan
terjadinya sengketa dalam proses perdagangan.
Penyelesaian Sengketa Dagang adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan
antara salah satu pihak dengan pihak yang lain. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelesaian sengketa dagang dapat diselesaikan dalam beberapa cara yaitu secara
ligitasi atau melalui prosedur formal beracara dipengadilan dan secara non-ligitasi yang
mencakup arbitrase, mediasi, APS, konsiliasi, dan lain-lain yang semacamnya.
Berikut penjelasan mengenai Arbitrase, Mediasi, Konsiliasi.
1. Konsiliasi: Suatu prosedur yang terlebih tidak formal daripada arbitrase atau litigasi dan
yang melibatkan seeorang yang meninjau ulang tuntutan kedua pihak dalam suatu
sengketa dan menwarkan kesimpulan penyelesaian yang secara prinsip tidak berfokus
pada pengalokasian kesalahan namun terhadap perbaikan atas kerugian yang telah
diakibatkan ataupun diancam oleh sengketa terhadap hubungan bisnis antara para pihak.
2. Arbitrase: Suatu prosedur yang serupa dengan litigasi (dalam sistem peradilan) namun
yang tergantung dari masukan berarti dari pihak tentang identitas para arbitrator,
peraturan yang akan dipakai oleh arbiter tersebut dalam menentukan hak dan kewajiban
para pihak, dan prosedur termasuk batas waktunya yang harus diikuti oleh para arbriter
dalam mencapai suatu keputusan dan mengumumkannya, dan Bahasa serta lokasi
persidangan arbitrasenya.
3. Mediasi: Prosedur “penengahan” dimana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk
komunikasi antar para pihak, sehingga pandangan mereka berbeda atas sengketa itu
dapat dipahami dan mungkin didamaikan, namun tanggung jawab utama agar tercapai
suatu perdamaian tetap berada ditangan para pihak itu sendiri.

• Contoh Kasus Sengketa Dagang


Sengketa impor daging ayam antara Indonesia dengan Brazil; Permasalahan ini berawal dari
upaya Indonesia untuk memastikan kesehatan dan keamanan produk lebih lanjut telah
mengakibatkan penghentian beberapa langkah yang ditentang oleh Brazil dalam prosesnya.
Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Larangan impor potongan daging ayam dan daging ayam yang disiapkan atau
diawetkan lainnya
2. Batasan produk impor
3. Prosedur perizinan impor ketat Indonesia
4. Batasan pada produk impor
5. Larangan umum pada impor daging ayam dan produk ayam
6. Penerapan diskriminatif persyaratan pelabelan halal
Dari langkah-langkah yang tersebut diatas penghentian itu telah melanggar ketentuan
WTO dengan klaim-klaim hukum sebagai berikut:

a) Klaim yang terkait dengan tindakan perbatasan yang menciptakan pembatasan


perdagangan.
Indonesia memberlakukan larangan umum terhadap produk Brazil yang
melanggar Pasal XI: 1 GATT 1994 dan Pasal 4.2 Agreement on Agriculture (AoA).
Prosedur perizinan impor Indonesia juga merupakan bagian dari rezim lisensi non-
otomatis yang penerapan dan adminiistrasinya menyebabkan efek pembatasan
perdagangan pada impor yang melanggar Pasal 3.2 Agreemen on Import Licensing
Procedures.
b) Klaim yang terkait dengan perlakuan diskriminatif.
Perlakuan yang berbeda terhadap produk impor, Brazil tidak dapat mencapai
saluran distribusi yang paling penting di negara tersebut, dimana sebagian besar
pembelian makanan terjadi. Kiriman dari Brazil digunakan untuk restoran di
Jakarta tidak dapat diarahkan kepasar tradisional. Oleh karena itu, persyaratan
penggunaan yang dimaksud memiliki efek yang berbeda dan melanggar kedua
Pasal XI: 1 dan III: 4.
c) Klaim terkait dengan hambatan sanitasi.
Dalam perselisihan ini, ketiadaan respon sepenuhnya setelah tujuh tahun
proposal pertama adalah bukti yang jelas bahwa pihak berwenang Indonesia telah
secara tidak adil menunda prosedur untuk memeriksa dan memastikan
pemenuhan persyaratan sanitasi yang akan memungkinkan untuk ekspor produk
Brazil. Dengan tidak menjawab, pihak Indnonesia melanggar lampiran C (1) (a)
dari Perjanjian SPS.

Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk penyelesaian masalah sengketa impor daging ayam antara


Indonesia dengan Brazil?

Analisis dan Pembahasan

Dispute settlement Body (DSB) sebagai badan penyelesaian sengketa WTO


dalam memberikan rekomendasi dan merumuskan aturan tidak diperkenankan
menambah atau mengurangi hak dan kewajiban dari negara anggota yang
tercantum dalam perjanjian tercakup dalam daftar sebagai perjanjian yang bisa
diajukan menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa Pasal 3 DSU yang
terdiri dari konsultasi, penyelesaian sengketa berdasarkan Pasal XXIII (Panel),
proses panel, hasil keputusan WTO, naik banding melalui Appelatte Body,
implementasi keputusan, retaliasi sebagai pelaksaan keputusan.

Keputusan akhir untuk sengketa impor daging ayam yakni Indonesia


memenangkan 3 ketentuan karena Brazil dianggap gagal membuktikan
ketentuan tersebut bertentangan dengan perjanjian WTO, yaitu diskriminasi
persyaratan pelabelan halal, persyaratan pengangkutan langsung, pelanggaran
umum terhadap impor daging ayam dan produk ayam. Sedangkan 4 ketentuan
yang dimenangkan Brazil karena dianggap bertentangan dengan perjanjian WTO,
yaitu daftar produk yang dapat diimpor, prosedur perizinan impor, persyaratan
penggunaan produk impor, penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan
veteriner.

Atas keputusan kemenangan Brazil di WTO, Indonesia dan Brazil bersepakat


untuk tidak melakukan banding. Implikasi dengan tidak dilakukannya banding
maka Indonesia harus menyesuaikan putusan final panel WTO yang akan
dilakukan dengan perubahan dan penyederhanaan sebagaimana dalam
Peraturan Menteri Pertanian No. 34 Tahun 2016. Dalam negosiasi tersebut Brazil
menerima tawaran Indonesia untuk tidak mengimpor daging ayam ke Indonesia
karena Indonesia dalam kondisi kelebihan produksi dan mengambil kesempatan
untuk mengekspor daging sapi ke Indonesia dan kerja sama lainnya yang
menguntungkan kedua belah pihak.

Kesimpulan

Penyebab sengketa impor daging ayam antara Indonesia dan Brazil yaitu
kebijakan Indonesia yang menghentikan pengimporan ayam Brazil sejak tahun
2009 yang menyebabkan Brazil mengalami kerugian. Brazil menuntut bahwa
Indonesia telah melakukan proteksi perdagangan dimana hal ini melanggar
berbagai aturan WTO termasuk Agreement on Sanitary and Phytosanitary
Measures, Agreement on Technical Barries to Trade,Agreement on Agriculture,
the agreement on import licensing procedures, dan Agreement on Preshipment
Inspection.

Penyelesaian sengketa diselesaikan melalui mekanisme DSB WTO dengan


aturan-aturan dari DSU dalam keputusan final report tanggal 7 Oktober 2017
dimenangkan oleh pihak Brazil, empat ketentuan yang dimenangkan oleh Brazil
karena dianggap bertentangan dengan perjanjian WTO, yaitu daftar produk yang
bisa diimpor, persyaratan penggunaan produk impor, prosedur perizinan impor,
penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner. Indonesia dan
Brazil menyepakati bahwa tidak akan mengajukan banding dan menyepakati
bahwa Brazil menerima tawaran Indonesia untuk tidak mengimpor daging ayam
ke Indonesia dan mengambil kesepakatan untuk beralih ke impor daging sapi
kepada Indonesia dan kerjasama lainnya yang menguntungkan kedua belah
pihak.

Daftar Pustaka

Report of The Panel DS:484 Indonesia -Measures Meat Chiken Meat and Chiken
products.

Tony hartwan, ‘Indonesia Stop Impor Daging Brazil dari Brazil´, Tempo. Co.

https: //doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i04.p08.

Anda mungkin juga menyukai