Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrosefalus menggambarkan keadaan peningkatan tekanan intrakranial


karena peningkatan cairan cerebrospinal (CSF). Sejarah Hidrosefalus sudah
banyak dikenal sejak ± abad ke-5 SM, Hippocrates menggambarkan hidrosefalus
sebagai presentasi klinis karena akumulasi air di intrakranial. Kemudian, Galen
menjelaskan tentang Plexus Choroid dan hubungannya dengan cairan
cerebrospinal di dalam otak, walaupun pengetahuan tentang hal ini masih kurang
pemahamannya. Pada abad ke-17, Willis menjelaskan bahwa plexus choroid
mensekresikan cairan cerebrospinal dan absorbsinya ke dalam sistem vena dalam
otak, walaupun penjelasan ini masih kurang dapat dijelaskannya. Pada 1701,
Pachioni menjelaskan tentang granulationes arachnoidea, walau masih belum
tepat menjelaskan fungsinya dalam produksi cairan cerebrospinal daripada fungsi
absorbsinya, namun akhirnya padaakhir abad ke-19, penjelasan tentang fisiologi
produksi cairan cerebrospinal dan absorbsinya telah dapat dijelaskan dengan lebih
baik.

Evolusi dalam tatalaksana hidrosefalus juga terbagi dalam 3 tahap. Tahap


pertama, pada masa Renaisance, ditandai dengan pemahaman yang kurang
mengenai proses fisiologis dan patologisnya, sehingga tatalaksana pembedahan
maupun tanpa pembedahan tidak memberikan hasil yang bermanfaat. Tahap
kedua, periode antara abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20, dimana fisiologi
dan patologi cairan cerebrospinal dapat dijelaskan dengan lebih baik, namun
pilihan tatalaksana masih terlalu dini dilakukan. Pada tahun 1891, Quincke
melakukan pungsi lumbal sebagai modalitas diagnostik dan terapi pada
hidrosefalus. Sedangkan Keen melakukan drainase ventrikel cerebri melalui
pendekatan temporal. Beragam kanulisasi lumbal dan ventrikel cerebri telah
dilakukan dengan hasil yang berbeda satu dengan lainnya. Chusing melaporkan
tatalaksana hidrosefalus dengan cara membuat hubungan (shunting) lumbal-

1
peritoneum. Lespinasse pada tahun 1910 merupakan yang pertama kali
mengenalkan koagulasi plexus choroidea dan penggunaan endoskopik
(sistoskopik) pada kanulasi ventrikel cerebri. Pada tahun 1922, Dandy merupakan
orang pertama yang melakukan third ventriculostomy menggunakan pendekatan
subfrontal, dan setahun kemudian Mixter melakukan ETV (endoscopic third
ventriculostomy) pada hisdrosefalus non komunikan dengan menggunakan
uretroskopik. Pada tahun 1939, Torkildsen mengenalkan penggunaan valveless
rubber catether untuk menghubungkan ventrikel lateral dengan sisterna magna
pada hidrosefalus non komunikan. Tahap ketiga dari evolusi tatalaksana
hidrosefalus dimulai saat perkembangan shunt silikon yang dengan unidirectional
valve pada tahun 1950an. Nulsen dan Spitz menggunakan stainless steel
unidirectional valves yang dihubungkan ke kateter berbahan karet untuk diversi
CSF dari ventrikel ke 2 dalam vena jugularis pada pasien anak-anak dengan
hidrosefalus.

Hal inilah yang melandasi perkembangan dan variasi dalam tata laksana
hidrosefalus. Sehingga, ventriculoperitoneal shuntings merupakan standar
tatalaksana operatif pada hidrosefalus, walaupun dalam perkembangannya
terdapat beragam lokasi dan cara shunting CSF. Bagaimanapun juga sistem
shunting tersebut menyebabkan tubuh harus “mengenal” adanya benda asing yang
ditanam dalam tubuh, sehingga komplikasi dan resiko dalam sistem shunting
dapat berhubungan dengan terjadinya infeksi dan masalah pada insersi shunt yang
sering terjadi pada praktiknya. Perkembangan teknologi dan endoskopik dengan
penggunaan endoscopic third ventriculostomy (ETV) dalam tatalaksana operatif
hidrosefalus non komunikan dapat menjadi alternatif pilihan mengingat
komplikasi pada sistem shunting

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa dari pengertian hidrosefalus?


2. Bagaimana etiologi dari hidrosefalus?
3. Bagaiman Patofisiologi dan Patogenesis Hidrosefalus?

2
4. Apa saja Klasifikasi Hidrosefalus?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Hidrosefalus?
6. Bagaimana Diagnosis Hidrosefalus?
7. Bagaimana Terapi Hidrosefalus?
8. Bagaimana Prognosis Hidrosefalus?
9. Bagaimana Cara Mencegah Hidrosefalus?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan


sehingga mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Pada Neonatus Bayi
dengan kasus Hidrosefalus

Tujuan Khusus

1. Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan penugasan TM 3 P2MB di


Universitas Jember Kampus Lumajang
2. Mahasiswa mampu melaksanakan pendokumentasian pada kasus
Hidrosefalus pada Bayi

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah ilmu pengetahuan, dan pemahaman terkait kasus Hidrosefalus


sehin gga bisa meningkatkan kualitas Asuhan yang akan diberikan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di


dalam otak. Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.

cairan cerebrospinal dalam otak dapat meningkat karena berbagai hal, di


antaranya:

 Sumbatan di otak atau sumsum tulang belakang.


 Pembuluh darah tidak mampu menyerap cairan serebrospinal.
 Otak menghasilkan cairan serebrospinal yang terlalu banyak sehingga tidak
mampu diserap sepenuhnya oleh pembuluh darah.

2.2 Etiologi Hidrosefalus

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan
CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat ialah foramen Monroi, foramen
Luscha dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal
akan menyebabkan terjadinya hidrosepalus (Ngastiah, Perawatan Anak Sakit.
EGC).

4
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah
kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan:

1. Kelainan Bawaan
1.1 Stenosis Aqueduktus Sylvii

Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-


90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau
abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosepalus
terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir.

1.2 Spina Bifida dan Kranium Bifida

Hidrosepalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan


sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula
oblongata dan serebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.

1.3 Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang


menyebabkan hidrosepalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel
terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan
suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.

1.4 Kista Arachnoid

Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.

2. Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningens sehingga dapat terjadi


obliterasi ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat

5
purulen di aqueduktus sylvii atau sistem basalis. Hidrosepalus banyak terjadi
pada klien pascameningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sistem basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar kismatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.

3. Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat


aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan
apabila tumor tidak diangkat (tidak mungkin operasi), maka dapat dilakukan
tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau.
Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau aqueduktus sylvii bagian akhir
biasanya paling banyak disebabkan oleh glikoma yang berasal dari serebellum,
sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kranio faringioma.

4. Perdarahan

Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir


dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah
basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat dari darah itu sendiri
(Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta).

2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Hidrosefalus

Cairan serebrospinal dibuat di dalam otak dan biasanya beredar ke seluruh


bagian otak, selaput otak serta kanalis spinalis, kemudian diserap ke dalam sistem
peredaran darah. Jika terjadi gangguan pada peredaran maupun penyerapan cairan
serebrospinal, atau jika cairan yang dibentuk terlalu banyak, maka volume cairan
di dalam otak menjadi lebih tinggi dari normal. Penimbunan cairan menyebabkan

6
penekanan pada otak sehingga memaksa otak untuk mendorong tulang tengkorak
atau merusak jaringan otak.

CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susuna saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal.

Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun
100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS yang normal
ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat
ini melalui saluran yang sempit Aquaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luscha dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi
CSS oleh sistem kapiler.

Hidrosepalus secara teoritis tejadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu
produksi likuor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, serta
peningkatan tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme tersebut, adalah
peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi.

Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung


berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosepalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari beberapa hal, yakni kompresi sistem serebrovaskuler,
redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler, perubahan
mekanis dari otak, serta pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal
sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebiha disebabkan tumor pleksus khoroid.


Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosepalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan reabsorbsi yang

7
seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vana ini tergantung dari
komplians tengkorak (Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan
Balita. Fitramaya: Yogyakarta).

2.4 Klasifikasi Hidrosepalus

Terdapat dua klasifikasi hidrosepalus, yang pertama berdasarkan


sumbatannya dan yang kedua berdasarkan perolehannya.

1. Berdasarkan Sumbatannya

1.1 Hidrosepalus Obstruktif

Tekanan CSS yang meningkat disebabkan adanya obstruksi pada salah


satu tempat pembentukan CSS, antara lain pada pleksus koroidalis dan
keluarnya ventrikel IV melalui foramen luschka dan magendie.

1.2 Hidrosepalus Komunikan

Adanya peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai adanya


penyumbatan pada salah satu tempat pembentukan CSS.

2. Berdasarkan Perolehannya

a. Hidrosefalus Kongenital

Hidrosefalus sudah diderita sejak lahir (sejak dalam kandungan). Ini


berarti pada saat lahir, otak terbentuk kecil atau pertumbuhan otak
terganggu akibat terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial.

b. Hidrosefalus Akuisita

8
Pada hidrosefalus jenis ini, terjadi pertumbuhan otak yang sudah
sempurna dan kemudian terjadi gangguan oleh karena adanya tekanan
intrakranial yang tinggi.

2.5 Gejala Hidrosefalus

Hidrosefalus kongenital yang terjadi saat bayi baru lahir biasanya


menunjukkan gejala berupa:

• Bayi terlihat mengantuk terus atau kurang responsif terhadap kondisi di


sekitarnya.
• Kaki dan tangan berkontraksi terus sehingga terlihat kaku dan sulit
digerakkan.
• Bayi mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya umur 6 bulan belum
bisa tengkurap, atau umur 9 bulan belum bisa duduk.
• Kepala bayi terlihat lebih besar, juga bertambah besar setiap saat
dibandingkan anak seusianya.
• Kulit kepala bayi tipis, dan pembuluh darahnya dapat terlihat dengan jelas.
• Napas tidak teratur.
• Mengalami kejang berulang.

Sementara itu, gejala hidrosefalus jenis didapat (acquired hydrocephalus) dapat


berupa:

a. Penderita tampak lemas


b. Keluhan sakit kepala hebat
c. Muntah menyemprot
d. Terlihat mengantuk, bingung, atau mengalami disorientasi
e. Kejang berulang
f. Mengalami gangguan penglihatan, berupa penglihatan kabur atau penglihatan
ganda
g. Mengompol

9
2.6 Diagnosis Hidrosefalus

Diagnosis hidrosepalus pada bayi dibuat berdasarkan ukuran lingkar kepala


yang melebihi satu atau lebih garis pada bagan pengukuran dalm periode 2-4
minggu, dikaitkan dengan tanda-tanda neurologik yang ada dan progresif. Meski
demikian, pemeriksaan diagnostik lainnya diperlukan untuk menentukan lokasi
tempat obstruksi CSS. Pengukuran rutin lingkar kepala bayi setiap hari dilakukan
pada bayi dengan meningokel dan infeksi intrakranial. Pada saat mengevaluasi
bayi prematur, bagan pencatatan lingkar kepala yang diadaptasi secara khusus
dibuat untuk membedakan pertumbuhan kepala abnormal dari pertumbuhan
kepala yang normal dan cepat.

Alat diagnostik primer untuk mendeteksi hidrosepalus adalah CT dan MRI.


Sedasi diperlukan karena anak harus benar-benar diam untuk menghasilkan foto
yang akurat. Evaluasi diagnostik pada anak-anak yang mengalami gejala
hidrosepalus setelah masa bayi sama dengan yang dilakukan pada pasien-pasien
dengan dugaan tunir intrakranial. Pada neonatus, ekoensefalografi (EEG)
merupakan pemeriksaan yang berguna untuk membandingkan rasio ventrikel
lateralis dengan korteks serebri.

2.7 Terapi Hidrosefalus

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosepalus, yaitu


mengurangi produksi CSS, mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS
dengan tempat absorbsi, serta pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ
ekstrakranial.

Penanganan hidrosepalus juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu penanganan


alternatif (selain shunting), serta operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting).
Penanganan sementara ditempuh melalui pemberian terapi konservatif
medikamentosa. Pemberian terapi ini ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosepalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan reabsorbsinya.

10
Penanganan alternatif (selain shunting), misalnya pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu
aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk
melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.

Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting), bertujuan membuat saluran baru


antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang
terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari
ventrikel, namun kadang pada hidrosepalus komunikans ada yang di drain ke
rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode
pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian.

2.8 Prognosis

Anak dengan hidrosefalus meningkat resikonya untuk berbagai


ketidakmampuan perkembangan. Rata-rata quosien intelegensi berkurang
dibandingkan dengan populasi umum, terutama untuk kemampuan tugas sebagai
kebalikan dari kemampuan verbal. Kebanyakan anak menderita kelainan dalam
fungsi memori.

Hidrosepalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan


neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus)
sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal.

Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian 7%. Setelah operasi sekitar
51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental
ringan.

11
2.9 Pencegahan Hidrosefalus

Pencegahan hidrosefalus dimulai sejak dalam kehamilan. Ibu hamil harus


melakukan kontrol berkala agar bila ada infeksi virus, dapat diketahui dan
ditangani segera. Pastikan bahwa ibu hamil, bayi, dan anak mendapatkan
imunisasi yang lengkap sesuai dengan jadwal pemerintah. Beberapa penyebab
hidrosefalus seperti infeksi rubella, radang selaput otak, dan radang otak dapat
dicegah dengan imunisasi.

2.10 TATALAKSANA HIDROSEFALUS

Tatalaksana hidrosefalus meliputi : non-opratif dan operatif.

1. TATALAKSANA NON-OPERATIF

Manajemen ini ditujukan untuk menurunkan produksi CFS dan


meningkatkan absorbsinya. Manajemen yang dilakukan adalah pemberian
farmakoterapi dengan pemberian Azetazolamide (carbonic anhydrse inhibitor)
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan Furosemide (diuretik) dengan dosis 1
mg/kgBB/hari. Perlu diperhatikan juga bahwa obat-obat tersebut diatas juga
memberikan resioko atau efek samping seperti metabolisme asidosis, letargis,
penurunan nafsu makan, ketidakseimbangan elektrolit, takipneu, dan diare. Obat
lain juga meliputi Hyaluronidase, manitol, urea, dan gliserol.

2. TATALAKSANA OPERATIF

Tatalaksana ini dibagi lagi menjadi 2 prosedur : shunting dan non-shunting.


Pada prosedur nonshunting berupa : ETV, reseksi lesi yang menyumbat aliran
CSF, dan apabila diperlukan ablasi plexus choroidea.

Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang atau
organ tubuh lain yangmemiliki kemampuan reabsorbsi seperti pericardium,
peritoneum, rongga pleura.Proses kanulasi ventrikel dapat dilakukan melalui

12
pendekatan frontal, parietal, dan occipital. Beberapa ahli bedah saraf lebih
memilih pendekatan secara parietal karena mudah jangkauannya dari scalp ke
abdomen. Metode yang dilakukan bervariasi seperti pada tabel 6.7.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan


antara produksi dan absorbsi dari CSS. Hidrosefalus dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi/tempat obstruksi CSS, etiologinya, dan usia penderitanya.
Diagnosa hidrosefalus selain berdasarkan gejala klinis juga diperlukan
pemeriksaan khusus. Penentuan terapi hidrosefalus berdasarkan ada tidaknya
fasilitas. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel.

Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu:

1. Mengurangi produksi CSS


2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
3. Pengeluaran likuor (CSS) ke dalam organ ekstrakranial

3.2 Saran

Bagi petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat melakukan


penatalaksanaan dan asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah
terjadinya infeksi sehingga dapat menurunkan angka kematian pada bayi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba
Medika: Jakarta

https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/gejala-hidrosefalus-pada-anak/

https://media.neliti.com/media/publications/71161-ID-hidrosefalus-pada-anak.pdf

https://www.google.com/search?
q=jurnal+hidrosefalus&oq=jurnal+hidrosefalus&aqs=chrome..69i57j0l5.20614j0j
7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

15

Anda mungkin juga menyukai