PENDAHULUAN
1
peritoneum. Lespinasse pada tahun 1910 merupakan yang pertama kali
mengenalkan koagulasi plexus choroidea dan penggunaan endoskopik
(sistoskopik) pada kanulasi ventrikel cerebri. Pada tahun 1922, Dandy merupakan
orang pertama yang melakukan third ventriculostomy menggunakan pendekatan
subfrontal, dan setahun kemudian Mixter melakukan ETV (endoscopic third
ventriculostomy) pada hisdrosefalus non komunikan dengan menggunakan
uretroskopik. Pada tahun 1939, Torkildsen mengenalkan penggunaan valveless
rubber catether untuk menghubungkan ventrikel lateral dengan sisterna magna
pada hidrosefalus non komunikan. Tahap ketiga dari evolusi tatalaksana
hidrosefalus dimulai saat perkembangan shunt silikon yang dengan unidirectional
valve pada tahun 1950an. Nulsen dan Spitz menggunakan stainless steel
unidirectional valves yang dihubungkan ke kateter berbahan karet untuk diversi
CSF dari ventrikel ke 2 dalam vena jugularis pada pasien anak-anak dengan
hidrosefalus.
Hal inilah yang melandasi perkembangan dan variasi dalam tata laksana
hidrosefalus. Sehingga, ventriculoperitoneal shuntings merupakan standar
tatalaksana operatif pada hidrosefalus, walaupun dalam perkembangannya
terdapat beragam lokasi dan cara shunting CSF. Bagaimanapun juga sistem
shunting tersebut menyebabkan tubuh harus “mengenal” adanya benda asing yang
ditanam dalam tubuh, sehingga komplikasi dan resiko dalam sistem shunting
dapat berhubungan dengan terjadinya infeksi dan masalah pada insersi shunt yang
sering terjadi pada praktiknya. Perkembangan teknologi dan endoskopik dengan
penggunaan endoscopic third ventriculostomy (ETV) dalam tatalaksana operatif
hidrosefalus non komunikan dapat menjadi alternatif pilihan mengingat
komplikasi pada sistem shunting
2
4. Apa saja Klasifikasi Hidrosefalus?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Hidrosefalus?
6. Bagaimana Diagnosis Hidrosefalus?
7. Bagaimana Terapi Hidrosefalus?
8. Bagaimana Prognosis Hidrosefalus?
9. Bagaimana Cara Mencegah Hidrosefalus?
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
3
BAB II
PEMBAHASAN
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan
CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat ialah foramen Monroi, foramen
Luscha dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal
akan menyebabkan terjadinya hidrosepalus (Ngastiah, Perawatan Anak Sakit.
EGC).
4
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah
kelainan bawaan (kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan:
1. Kelainan Bawaan
1.1 Stenosis Aqueduktus Sylvii
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.
2. Infeksi
5
purulen di aqueduktus sylvii atau sistem basalis. Hidrosepalus banyak terjadi
pada klien pascameningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sistem basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar kismatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma
4. Perdarahan
6
penekanan pada otak sehingga memaksa otak untuk mendorong tulang tengkorak
atau merusak jaringan otak.
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susuna saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal.
Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun
100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS yang normal
ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat
ini melalui saluran yang sempit Aquaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luscha dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi
CSS oleh sistem kapiler.
Hidrosepalus secara teoritis tejadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu
produksi likuor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, serta
peningkatan tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme tersebut, adalah
peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi.
7
seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vana ini tergantung dari
komplians tengkorak (Muslihatun, Wati Nur, 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan
Balita. Fitramaya: Yogyakarta).
1. Berdasarkan Sumbatannya
2. Berdasarkan Perolehannya
a. Hidrosefalus Kongenital
b. Hidrosefalus Akuisita
8
Pada hidrosefalus jenis ini, terjadi pertumbuhan otak yang sudah
sempurna dan kemudian terjadi gangguan oleh karena adanya tekanan
intrakranial yang tinggi.
9
2.6 Diagnosis Hidrosefalus
10
Penanganan alternatif (selain shunting), misalnya pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu
aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk
melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
2.8 Prognosis
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian 7%. Setelah operasi sekitar
51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental
ringan.
11
2.9 Pencegahan Hidrosefalus
1. TATALAKSANA NON-OPERATIF
2. TATALAKSANA OPERATIF
Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke ruang atau
organ tubuh lain yangmemiliki kemampuan reabsorbsi seperti pericardium,
peritoneum, rongga pleura.Proses kanulasi ventrikel dapat dilakukan melalui
12
pendekatan frontal, parietal, dan occipital. Beberapa ahli bedah saraf lebih
memilih pendekatan secara parietal karena mudah jangkauannya dari scalp ke
abdomen. Metode yang dilakukan bervariasi seperti pada tabel 6.7.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba
Medika: Jakarta
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/gejala-hidrosefalus-pada-anak/
https://media.neliti.com/media/publications/71161-ID-hidrosefalus-pada-anak.pdf
https://www.google.com/search?
q=jurnal+hidrosefalus&oq=jurnal+hidrosefalus&aqs=chrome..69i57j0l5.20614j0j
7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
15