Anda di halaman 1dari 94

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339237855

BATUBARA (JILID 1)

Book · October 2008

CITATIONS READS

0 5,208

1 author:

Pasymi Pasymi
Universitas Bung Hatta
10 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

LPPM Universitas Bung Hatta View project

DRPM DIKTI Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Pasymi Pasymi on 13 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BATUBARA
(JILID-1)

DR. PASYMI, ST., MT.

PENERBIT
BUNG HATTA UNIVERSITY PRESS
2008
1
Kata Pengantar

Alhamdulillah hirabbil ‘alamiin.


Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah menurunkan ‘ilmu
dan hikmah sehingga penulis dapat menyusun sebuah buku yang
berjudul “Batubara”.
Penyusunan buku ini didasari oleh kurangnya literatur tentang
perbatubaraan (Si Mutiara Hitam) yang dapat diperoleh di Sumatera
Barat. Padahal Sumatera Barat merupakan salah satu pemilik
cadangan batubara terbesar di Indonesia. Buku ini berisikan tentang
definisi batubara, teori pembentukan batubara, kualitas/rank
batubara, analisa dan pengujian batubara, klasifikasi batubara,
pembakaran batubara serta potensi perbatubaraan Indonesia.
Insya Allah dalam waktu dekat ini, penulis juga akan
menerbitkan buku Batubara jilid 2, yang akan lebih fokus membahas
tentang Teknologi Pemanfaatan Batubara. Buku tersebut diharapkan
dapat menjadi referensi bagi mahasiswa, pemerhati, dan pebisnis
batubara di Indonesia.
Penyusunan buku ini melibatkan bantuan dan masukan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih
terutama kepada pihak-pihak yang tersebut di bawah ini :
1. Dr. M. Amri, MSi. selaku Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Bung Hatta, yang
telah memberikan bantuan pendanaan untuk penyusunan buku
ini.

2
2. Seluruh dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas Bung Hatta
yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam
penyusunan buku ini
3. Rekan-rekan di Bung Hatta University Press atas jasa editing
dan penerbitan buku ini.
Penulis menyadari isi buku ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan masukan-masukan dari pembaca
sekalian. Terimakasih.

Padang, September 2008


Penulis,

DR. Pasymi, ST., MT.

3
RINGKASAN

Batubara adalah batuan organik yang terbentuk dari fosil


tumbuh-tumbuhan, berwarna gelap dan sedikit terasosiasi oleh
kandungan mineral. Struktur kimianya diperkirakan berbentuk
polimer padat yang tersusun dari grup aromatik dan grup polisiklik
yang dihubungkan oleh struktur alifatik dan gugus fungsional
oksigen. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yakni
proses biokimia dan proses dinamokimia. Secara keseluruhan
proses ini dipengaruhi oleh tipe lingkungan pengendapan (insitu atau
drift), temperatur, tekanan, dan skala waktu geologi. Ada empat rank
utama batubara yang dihasilkan dari proses pembentukan batubara,
yakni: lignite (brown coal), sub bituminus, bituminus, dan antrasit.
Rank sub bituminus dapat dikelompokkan lagi menjadi sub bituminus
A, sub bituminus B, dan sub bituminus C. Rank Bituminus dapat
dikelompokkan lagi menjadi low volatile bituminus, medium volatile
bituminus, dan high volatile bituminus. Sementara antrasit dapat
dikelompokkan lagi menjadi semi antrasit, antrasit, dan meta
antrasit. Meskipun memiliki potensi sumberdaya batubara yang
berlimpah (90,452 milyar ton), tingkat konsumsi batubara Indonesia
hingga saat ini masih sangat rendah (< 200 juta ton/tahun), bahkan
di bawah tingkat konsumsi Malaysia yang jumlah sumberdaya
batubaranya jauh di bawah Indonesia. Dengan semakin menipisnya
cadangan bahan bakar minyak dan gas serta dengan telah
ditemukannya teknologi batubara bersih, maka sudah saatnya
pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk memprioritaskan
pemanfaatan batubara sebagai sumber energi primer seperti yang
banyak dilakukan oleh negara-negara raksasa ekonomi seperti Cina,
India, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat, dan Polandia. Pada
umumnya kualitas batubara Indonesia termasuk peringkat rendah
(nilai kalor rendah dan zat terbang tinggi), namun batubara
Indonesia juga memiliki keunggulan tersendiri, yakni kandungan abu
dan sulfur relatif rendah (< 1 %). Penggunaan teknologi pengolahan
batubara yang tepat akan menjadikan batubara sebagai sumber
energi primer yang murah dan ramah lingkungan, sehingga akan
berdampak pada daya saing ekonomi bangsa Indonesia.

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ii
Ringkasan Iv
Daftar Isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar Ix

Bab I Pengertian Batubara


1.1 Definisi Batubara
1.2 Struktur Kimia Batubara
1.3 Sejarah Penggunaan Batubara
Bab 2 Pembentukan Batubara
2.1 Proses Pembentukan Batubara
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Batubara
2.3 Rank Batubara
Bab 3 Analisa dan Pengujian Batubara
3.1 Analisa Proksimat
3.1.1 Pengujian Kadar Air
3.1.2 Pengujian Kadar Zat Terbang
3.1.3 Pengujian Kadar Abu
3.1.4 Pengujian Kadar Karbon Tertambat
3.2 Analisa Ultimat
3.2.1 Penentuan Kadar Karbon dan Hidrogen

5
3.2.2 Penentuan Kadar Nitrogen
3.2.3 Penentuan Kadar Sulfur
3.2.4 Penentuan Kadar Posfor
3.2.5 Penentuan Kadar Oksigen
3.3 Analisa dan Pengujian Lainnya
3.3.1 Pengujian Nilai Kalor
3.3.2 Penentuan Porositas
3.3.3 Penentuan Kuat Tekan
3.3.4 Pengujian Gray King
3.3.5 Pengujian Free Swelling Indek
3.3.6 Pengujian Dilatometri
3.3.7 Pengujian Indeks Roga
Bab 4 Klasifikasi Batubara
4.1 Americans Society for Testing and Materials
4.2 National Coal Board
4.3 International Standard Organization
Bab 5 Pembakaran Batubara
5.1 Mekanisme Pembakaran Batubara
5.2 Reaksi Pembakaran Batubara
5.2.1 Reaksi Utama
5.2.2 Reaksi Samping
5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses
Pembakaran Batubara
Bab 6 Perbatubaraan Indonesia
6.1 Potensi Batubara Indonesia
6.1.1 Sumber Daya Batubara Indonesia
6.1.2 Cadangan Batubara Indonesia

6
6.1.3 Sebaran Cadangan Batubara Indonesia
6.2 Produksi dan Konsumsi Batubara Indonesia
6.2.1 Produksi Batubara Indonesia
6.2.2 Konsumsi Batubara Indonesia
6.3 Dampak Lingkungan Pemanfaatan Batubara
6.3.1 Periode Penambangan
6.3.2 Periode Transfortasi dan Penyimpanan
6.3.3 Periode Pemanfaatan
6.4 Teknologi Batubara Bersih
Daftar Pustaka
Glosari
Subject Indexes

7
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel-1 Perubahan Komposisi Batubara selama Proses
Coalifikasi
Tabel-2 Skala Waktu Geologi Pembentukan Batubara
Tabel-3 Type Lingkungan Pengendapan Batubara
Tabel-4 Interpretasi Hasil Dilatometri
Tabel-5 Hubungan Indeks Roga dengan Sifat Caking
Batubara
Tabel-6 Klasifikasi Batubara menurut Standar ASTM
Tabel-7 Klasifikasi Batubara menurut Standar NCB
Tabel-8 Klasifikasi Batubara menurut Standar ISO
Tabel-9 Endapan batubara Eosin Indonesia
Tabel-10 Endapan Batubara Miosen Indonesia

8
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar-1 Contoh Batubara
Gambar-2 Struktur Kimiawi Batubara
Gambar-3 Proses Pembentukan Batubara
Gambar-4 Urut-Urutan Rank Batubara
Gambar-5 Type Coke Standar
Gambar-6 Type Kerak Standar
Gambar-7 Kurva Standar Dilatometri
Gambar-8 Metode Circular untuk Penghitungan
Sumberdaya Batubara
Gambar-9 Konsumsi Perkapita Batubara di 8 Negara
Gambar 10 Distribusi Pemanfaatan Batubara Indonesia

9
BAB I
PENGERTIAN BATUBARA

1.1. Definisi Batubara


Secara umum batubara didefinisikan sebagai batuan organik
berwarna gelap yang terbentuk dari jasad tumbuh-tumbuhan.
Kandungan utama batubara adalah atom karbon, hidrogen, dan
oksigen.

Gambar 1 Contoh Batubara

Beberapa definisi batubara lainnya yang digunakan oleh para


ahli dalam berbagai literatur antara lain :
• Batubara adalah batuan yang diturunkan dari jasad tumbuh-
tumbuhan yang telah mengalami perubahan fisik dan kimiawi
dalam kurun waktu yang panjang oleh Winans & Crelling.

10
• Batubara adalah batuan yang tersusun dari dominasi senyawa
organik dan senyawa pengotor anorganik/mineral oleh
Hendricks, Grimes & Meyer.
“Batuan yang mengandung senyawa anorganik > 50 %
dinamakan Hendricks sebagai carbonaceous shale”
• Batubara adalah batuan sedimen yang tersusun dari maceral
dan mineral oleh Davidson. Maceral tersebut meliputi : vitrinite,
exinite dan innernite.
• batubara adalah batuan yang struktur utamanya tersusun dari
senyawa-senyawa aromatik dan hidro aromatic oleh Van
Krevelen & Meyer.
• Batubara adalah batuan yang tersusun dari kopolimer yang
amorphous melalui ikatan silang dari gugus aromatik yang stabil
oleh Edger.

Sementara pengertian tentang batubara dari berbagai sudut


pandang bidang ilmu diberikan berikut ini :

Bidang Kimia Sains


Batubara adalah sumber bahan kimia alami karena batubara
tersusun lebih dari ratusan jenis senyawa berharga. Pengembangan
rute rute isolasi senyawa berharga dari batubara sudah dilakukan
oleh para ahli kimia dari abad ke 19.

Bidang Teknik Kimia


Batubara adalah senyawa alam yang dapat dikonversi ke dalam
bentuk lainnya. Batubara dapat dikonversi menjadi bentuk briket
(coal briquetting process), bentuk arang/kokas (coal carbonization
11
process), bentuk cair (coal liquifaction process) dan bentuk gas (coal
gasification process). Pengembangan pabrik-pabrik komersial untuk
proses-proses diatas juga sudah dilakukan oleh para ahli teknik
kimia sejak awal abad ke 19.

Bidang Energi
Batubara merupakan sumber energi yang sangat melimpah dan
murah. Sebagai bahan bakar batubara dapat dimanfaatkan dalam
bentuk padat (batubara bongkah atau briket), bentuk cair (minyak
batubara dan coal water fuel) dan bentuk gas (coal gas synthesis).
Sebelum ditemukannya cadangan minyak bumi dan gas pada abad
ke 19, batubara merupakan sumber energi primer utama di dunia.
Peranannya dalam revolusi industri di abad ke 18 sangat besar
terutama dengan ditemukannya mesin uap.

Bidang Lingkungan
Batubara merupakan pencemar lingkungan yang sangat besar.
Flue gas hasil pembakaran batubara mengandung COx, SOx dan
NOx dalam jumlah yang besar. Disamping itu abu terbang batubara
(fly ash) juga merupakan penyumbang total suspended solid ke
udara. Sebagian para pencinta lingkungan menolak penggunaan
batubara sebagai bahan bakar, karena dinilai merupakan
penyumbang utama terhadap pemanasan global. Sementara
sebagian yang lainnya terus berupaya mendorong untuk
pengembangan teknologi batubara bersih/ramah lingkungan.

12
Bidang Ekonomi
Batubara adalah suatu komoditas yang mempunyai prosfek
ekonomi yang sangat baik. Karena potensi yang dimilikinya; baik
sebagai bahan bakar maupun sebagai sumber bahan kimia,
batubara sudah sejak lama menjadi sebuah komoditas ekonomi
yang sangat penting. Apalagi ditengah melambungnya harga minyak
dunia batubara semakin menjadi primadona ekonomi seperti yang
terjadi di India, Cina, Australia, Amerika Serikat, Polandia, Afrika
Selatan, Ukraina dan Indonesia.
Komoditas ini mempunyai volume perdagangan yang sangat
besar, baik dalam negeri, antar negara bahkan antar benua.

1.2. Struktur Kimia Batubara


Struktur kimia batubara diperkirakan berbentuk polimer padat
yang tidak larut dalam pelarut organik. Batubara tersusun dari group
aromatik dan group polisiklik yang masing-masingnya dihubungkan
oleh struktur alifatik dan gugus fungsional oksigen.
Berdasarkan hasil analisis nuclear magnetic resonance (nmr)
spectroscopy, semakin tinggi peringkat batubara maka semakin
tinggi pula kandungan group aromatiknya. Batubara sub bituminus
dan bituminus mempunyai kandungan group aromatik antara 40 – 75
% (Gavalas, 1982).
Jumlah cincin aromatik dalam batubara juga ditentukan oleh
peringkat batubara; batubara dengan kandungan carbon 70 – 80 %
rerata mempunyai cincin aromatik dua, kandungan carbon 85 – 90 %
rerata cincin aromatiknya 3 – 5 dan kandungan carbon 95 % rerata
cincin aromatiknya bisa mencapai 40-an (Tsai, 1982).

13
Group polisiklik batubara biasanya terdiri dari gugus fungsional
oksigen, nitrogen dan sulfur (Shinn, 1984).
Sementara struktur alifatik yang menghubungkan masing-
masing group terdiri dari alifatik rantai pendek (methyl dan ethyl),
jembatan (metilen dan etilen) dan struktur hidroaromatik ( Tsai,
1982). Biasanya jembatan metilen lebih reaktif dari pada senyawa
alifatik. Jumlah struktur alifatik berkurang dengan naiknya peringkat
batubara (Gavalas, 1982)
Gugus fungsional oksigen yang banyak terdapat dalam
batubara antara lain senyawa metoksi, karboksil, karbonil, hidroksil,
eter, dan heterosiklik. Pada umumnya kandungan gugus fungsional
oksigen dalam batubara berbanding terbalik dengan peringkat
batubara (Tsai, 1982).
Struktur kimiawi batubara diberikan pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Struktur Kimiawi Batubara

14
1.3. Sejarah Penggunaan Batubara
Belum ada informasi yang pasti tentang siapa dan kapan
pertama sekali batubara digunakan sebagai bahan bakar. Petunjuk
paling awal tentang pengenalan batubara berasal dari Aristoteles
yang menyebutkan bahwa ada arang yang menyerupai batu.
Beberapa ahli sejarah yakin bahwa penggunaan batubara
pertama kali secara komersial berlangsung di Cina. Hal ini
didasarkan pada sebuah laporan yang menyatakan bahwa sekitar
tahun 1000 SM ada suatu tambang di timur laut Cina yang
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk
mencetak uang logam.
Pada tahun 400 sebelum masehi, para ahli sejarah juga
menemukan bukti penggunaan batubara di Inggris. Hal ini terindikasi
dari ditemukannya abu batubara pada reruntuhan bangunan bangsa
Romawi di Inggris, yang saat itu menduduki Inggris.
Sejarah juga mencatat bahwa di abad pertengahan
penambangan batubara juga sudah terjadi di Eropa, bahkan suatu
perdagangan internasional batubara dari Inggris ke Belgia melalui
laut juga berlangsung pada abad pertengahan tersebut.
Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan
batubara meningkat pesat. Penemuan revolusional mesin uap oleh
James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan
dalam pertumbuhan penggunaan batubara. Oleh karena itu, riwayat
penambangan dan penggunaan batubara tidak dapat dilepaskan dari
sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan
baja, transportasi kereta api dan kapal uap.

15
Keprimadonaan batubara memuncak pada masa perang dunia
pertama, dimana sebagian besar kendaraan perang Jerman saat itu
digerakkan dengan batubara.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi
primer mulai berkurang seiring dengan ditemukannya minyak
mentah saat usai perang dunia pertama. Sejak tahun 1960, akhirnya
minyak mentah mampu menggantikan batubara sebagai sumber
energi primer. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara
akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai sumber energi primer.
Kenyataannya sampai saat ini batubara tidak pernah hentinya
digunakan sebagai salah satu sumber energi primer di dunia.
Bahkan krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak
pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu
sumber energi primer, dalam hal ini minyak mentah, akan
menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi dunia secara
kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah
yang merupakan produsen minyak terbesar di dunia juga sangat
berpengaruh pada stabilitas pasokan maupun fluktuasi harga
minyak. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor
batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor -
faktor berikut ini:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan
batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang
tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi
dunia pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun
untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per
tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan
16
batubara tersebut diperkirakan an dapat bertahan hingga 164
tahun ke depan. Sebaliknya, dengan tingkat produksi minyak
seperti pada saat ini, diperkirakan cadangan minyak mentah
dunia akan habis dalam waktu 41 tahun ke depan, sedangkan
gas akan habis dalam waktu 67 tahun ke depan. Disamping itu,
sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan
minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di negara
Timur Tengah dan Rusia. Sehingga membutuhkan tambahan
biaya transportasi yang cukup besar untuk sampai ketangan
konsumen yang tersebar di seluruh dunia.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka
memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP
Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar
negara ・negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah
Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika
Selatan, dan Ukraina. Sehingga batubara dapat diperoleh dari
banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil,
karena tersedia hampir di semua benua.
3. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan
gas. Menurut suatu sumber yang dapat dipercaya, harga energi
yang bersumber dari batubara lebih kurang sepertiga dari harga
energi yang bersumber dari minyak mentah.
4. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan. Karena
titik nyala batubara yang cukup tinggi apalagi bila dalam bentuk
bongkah maka batubara aman untuk ditransportasikan dan
disimpan (tidak rawan meledak atau terbakar seperti halnya
minyak dan gas).

17
5. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik,
atau lokasi sementara. Kualitas batubara tidak banyak
terpengaruh oleh cuaca maupun hujan (daya oksidasinya
rendah).
6. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji
dan handal. Sampai saat ini sebagian besar listrik dunia masih
diproduksi melalui PLTU. Kecenderungan yang sama juga terjadi
pada industri besi baja, dimana pemakaian batubara juga
mendominasi pada industri tersebut hingga saat ini.
7. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan
lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga
teknologi batubara bersih (clean coal technology) sudah dapat
dikembangkan dan diaplikasikan. Sehingga tidak ada lagi
kekhawatiran terhadap efek lingkungan yang berlebihan dari
pemakaian batubara.
Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan
batubara dalam penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting.
Karena itu pada bab selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang
teori pembentukan batubara dan parameter umum yang menjadi
penentu kualitas batubara.

18
BAB II
PEMBENTUKAN BATUBARA

2.1. Proses Pembentukan Batubara


Proses pembentukan induk batubara (peat) dari fosil tumbuh-
tumbuhan dinamakan proses koalifikasi.
Proses ini memerlukan kondisi-kondisi tertentu, karena itu
proses koalifikasi hanya terjadi pada tempat-tempat dan era-era
tertentu saja sepanjang sejarah geologi.
Era/zaman karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah
era pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir
seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk pada era tersebut.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-
endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan,
seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier
(70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lainnya.
Ada tiga teori tentang proses pembentukan induk batubara yang
dikemukakan oleh para ahli yakni :

i. Teori Taylor
Menurut Taylor pembetukan induk batubara diawali dengan
perubahan tingkat kebasaan lapisan tanah yang disebabkan oleh
perubahan senyawa komplek kalsium alumino menjadi senyawa
komplek natrium alumino. Senyawa ini selanjutnya dihidrolisa oleh
air membentuk larutan alkali yang menyebabkan lapisan tanah
menjadi impermeable terhadap gas dan air. Setelah lapisan
19
impermeable ini terbentuk maka bakteri anaerob akan melakukan
aksi dekomposisi membentuk humid acid. Humid acid yang
terbentuk akan dinetralkan oleh larutan alkali yang terdapat pada
lapisan tanah tersebut. Proses ini terus berlanjut sampai terbentuk
induk batubara (peat).
Jadi proses pembentukan induk batubara semata mata hanya
akibat aksi bakteri anaerob (bio processing), tidak dipengaruhi oleh
aksi panas dan tekanan.

ii. Teori Bergious


Teori Bergious ini didasarkan pada hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa bila material kayu dipanaskan sampai
temperatur ± 340 0 C dalam kondisi inert (tidak berkontak dengan
oksigen/udara) maka akan diperoleh padatan yang mirip batubara
dengan kandungan carbon mencapai 80 %. Kandungan karbon bisa
melebihi 80 % bila pemanasan dilakukan pada temperatur yang lebih
tinggi.
Jadi menurut Bergious pembentukan batubara dalam lapisan
tanah diawali dengan tumbang/robohnya tumbuh-tumbuhan,
kemudian jasad tumbuhan tersebut tertimbun oleh lapisan tanah
disekitarnya. Dengan berjalannya waktu maka jasad tumbuhan
tersebut akan semakin jauh tertimbun dari permukaan bumi, dimana
temperatur dan tekanan juga semakin tinggi, sehingga jasad
tumbuhan akan terdekomposisi membentuk batubara. Kualitas
batubara akan ditentukan oleh temperatur dan tekanan dekomposisi
yang dialami oleh jasad tumbuhan serta biasanya berbanding lurus
dengan perjalanan waktu.

20
iii. Teori Kombinasi
Menurut teori kombinasi pembentukan batubara diawali dari
proses biokimia yakni proses pembusukan kayu oleh bakteri. Proses
ini dipengaruhi oleh peredaran air, temperatur, keasaman, dan
toksisitas dari lingkungan tempat terjadinya pembusukan. Proses
pembusukan ini dikenal juga dengan proses penggambutan
(peatification) yang akan menghasilkan induk batubara. Tahap
penggambutan adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO 2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan
fungi diubah menjadi gambut (Susilawati 1992).
Setelah peat terbentuk dalam tahap biokimia, selanjutnya proses
pembentukan batubara diikuti oleh tahap dinamokimia yakni proses
penimbunan peat oleh lapisan tanah disekitarnya sehingga peat
akan mendapatkan tekanan dari lapisan tanah diatasnya
(overburden) dan dari samping sebagai akibat dari pergeseran kulit
bumi. Pada tahap ini terjadi proses dekomposisi terhadap peat
sehingga prosentase karbonnya akan meningkat, sedangkan
prosentase hidrogen dan oksigennya akan berkurang (Susilawati
1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai
tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit (brown
coal), sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta
antrasit.

21
Perubahan komposisi batubara selama proses koalifikasi
diberikan oleh table berikut ini :

Tabel 1 Perubahan Komposisi Kayu ke Batubara


V.M
JENIS MOISTURE KARBON HIDROGEN OKSIGEN
(9000C)
Wood 20 50 6 42,5 75
Peat 90 60 5,5 32,3 65
Brown Coal 40 – 60 60 – 70 +5 > 25 > 50
Lignit 20 – 40 65 – 75 +5 16 – 25 40 – 50
Subbituminus 10 - 20 75 - 85 4,5 – 5,5 12 – 21 + 45
Bituminus 10 75 – 90 4,5 – 5,5 5 – 20 18 – 40
Semi Antrasit >5 90 – 92 4,0 – 4,5 4–5 5 – 20
Antrasit <5 92 - 94 3,0 – 4,0 3–4 15
Ket : V.M (9000 C) adalah bagian dari bahan organic (batubara) yang hilang bila
bahan organic tersebu dipanaskan dalam kondisi inert pada temperature 9000 C.

Jadi menurut teori kombinasi proses pembentukan batubara


merupakan gabungan dari aksi bakteri (bio kimia) serta aksi panas
dan aksi tekanan (dinamo kimia).

Keadaan Topografi
Persyaratan topografi yang memungkinkan terbentuknya
endapan batubara secara umum adalah sebagai berikut :
1. Ada dataran rendah dengan hutan yang lebat
2. Dekat dengan daerah rawa yang sukar kering (daerah ini
diharapkan sebagai tempat penumpukan jasad kayu)
3. Dekat dengan daerah yang tinggi (daerah ini diharapkan sebagai
penimbun jasad kayu).
4. Penurunan tanahnya terjadi perlahan-lahan sehingga keadaan
rawa tetap bisa dipertahankan (daerah tingginya tidak rawan
longsor).

22
5. Muara-muara/delta sungai. Bila daerah hutan lebat berada di
daerah aliran sungai maka keberadaan muara/delta sungai akan
menyamai fungsi rawa pada daerah air tergenang yakni sebagai
tempat penumpukan jasad tumbuhan.

Gambaran umum proses pembentukan batubara (coalification


process) diberikan pada gambar berikut ini.

Gambar 3 Proses Pembentukan Batubara

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara


Ada empat factor utama yang mempengaruhi proses
pembentukan batubara yakni :
a) Type lingkungan pengendapan,
b) Temperatur,
c) Tekanan,
d) Skala waktu geologi.

23
A. Pengaruh Type Lingkungan Pengendapan
Ada dua type endapan batubara berdasarkan tempat
terbentuknya penumpukan jasad tumbuhan, yakni :

i. Endapan Insitu
Endapan insitu adalah endapan batubara yang terletak didekat
tumbuhan pembentuknya tumbuh (di daerah rawa).
Contoh endapan seperti ini adalah : endapan batubara Ombilin
di Sawah Lunto, Sumatera Barat.

ii. Endapan Drift


Endapan drift adalah endapan batubara yang terletak dimuara-
muara sungai (jauh dari tempat tumbuhan pembentuknya tumbuh).
Contoh endapan seperti ini adalah : endapan batubara Bukit
Asam di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Secara lebih spesifik, lingkungan pengendapan batubara dapat
dikelompokkan lagi kedalam 6 lingkungan pengendapan seperti
yang akan dijelaskan berikut ini.

Lingkungan Pengendapan Batubara


Batubara merupakan hasil akumulasi tumbuh-tumbuhan pada
kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah
dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary.
Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan
tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol
penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara.
Untuk pembentukan suatu endapan diperlukan suatu susunan
24
pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan
penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi
dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirukulasi air yang
cepat sehingga tercipta kondisi anaerob dan zat organik dapat
terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan
paralik (pantai atau muara sungai) dan limnik (rawa-rawa).
Menurut Diessel (1984) lebih dari 90% batubara di dunia
terbentuk di lingkungan paralik (daerah seperti ini dapat dijumpai di
dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil) dan sisanya
dilingkungan limnik.
Diessel juga mengemukakan bahwa terdapat 6 type lingkungan
pengendapan utama pembentuk batubara (Tabel 3) yaitu gravelly
braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain,
lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap
lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan
karakter batubara yang berbeda.

Tabel 3 Type Lingkungan Pengendapan Batubara


Environment Sub Environment Coal Characteristics
Gravelly Bars, channel, mainly dull coals, medium to
braid plain overbank plains, low TPI, low GI, low sulphur
swamps, raised bogs
Sandy braid Bars, channel, mainly dull coals, medium to
plain overbank plains, high TPI, low to medium GI,
swamp, raised bogs, low sulphur
Alluvial valley channels, point bars, mainly bright coals, high TPI,
and upper floodplains and medium to high GI, low

25
delta plain basins, swamp, fens, sulphur
raised bogs
Lower delta Delta front, mouth mainly bright coals, low to
plain bar, splays, channel, medium TPI, high to very high
swamps, fans and GI, high sulphur
marshes
Backbarrier Off-, near-, and transgressive : mainly bright
strand plain backshore, tidal coals, medium TPI, high GI,
inlets, lagoons, fens, high sulphur
swamp, and marshes regressive : mainly dull coals,
low TPI and GI, low sulphur
Estuary channels, tidal flats, mainly bright coal with high
fens and marshes GI and medium TPI

Proses pengendapan batubara pada umumnya berasosiasi


dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari
endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta
dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers,
1998).
Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks
pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial).
Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah
endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp.
Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan
struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur
sedimen cross bedding, graded bedding, paralel lamination, dan
cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di bagian
26
bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang
berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral
endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan
flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul
alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen
melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi
batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple
lamination dan paralel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural
levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan
oleh batupasir halus – sedang dengan struktur sedimen cross
bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir,
batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir
berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya
memperlihatkan pola mengasar ke atas.
Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral
menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan
sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi dari air
limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau,
batulempung, dan batubara berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak
membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang
terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk
akumulasi gambut.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan
didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan
batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plain

27
didominasi oleh tumbuhan pohon – pohon nipah yang menghasilkan
batubara berlapis (Allen, 1985).

B. Pengaruh temperatur
Ada tiga bentuk aksi temperatur yang bekerja pada endapan
batubara yakni :

1. Geothermal Gradient
Temperatur endapan batubara sangat ditentukan oleh jarak
endapan tersebut dari perut bumi. Semakin jauh letak endapan
batubara dari permukaan bumi maka semakin tinggi
temperaturnya. Secara umum temperature lapisan tanah naik 3
– 4 0C setiap penambahan kedalaman 100 m.

2. Igneous Intrusion
Igneous intrusion adalah peristiwa intrusi lapisan batubara oleh
lelehan magma akibat aktifitas vulkanik. Intrusi lapisan batubara
secara vertical oleh lelehan magma dinamakan dyke. Sementara
intrusi lapisan batubara secara horizontal oleh lelehan magma
disebut sill.

3. Tectonic Activity
Aktivitas tektonik seperti pergeseran lempeng bumi atau blok
batuan yang terjadi disekitar daerah endapan akan menimbulkan
panas sehingga mempengaruhi temperature pada daerah
endapan tersebut.

28
C. Pengaruh Tekanan
Ada dua bentuk tekanan yang lazim bekerja pada endapan
batubara yakni :

• Tekanan Overburden
Tekanan yang disebabkan oleh beban lapisan tanah yang
menimbun endapan batubara dari arah atas ke arah bawah.

• Tekanan Trush
Tekanan mendatar yang disebabkan oleh pergeseran kulit bumi
sebagai akibat dari aktivitas tektonik.

D. Pengaruh Waktu Geologi


Skala waktu pembentukan geologi batubara akan
mempengaruhi tingkat kematangan batubara. Ada delapan waktu
geologi pembentukan batubara seperti diberikan pada table berikut
ini :
Tabel 2 Skala Waktu Geologi Pembentukan Batubara

No. Periode Waktu Geologi


1 Quarternary Sekarang – 2 juta tahun yang lalu
2 Tertiary 2 – 65 juta tahun yang lalu
3 Cretaceous 65 – 135 juta tahun yang lalu
4 Jurrasic 135 – 180 juta tahun yang lalu
5 Treasic 180 – 225 juta tahun yang lalu
6 Permian 225 – 275 juta tahun yang lalu
7 Carboniferous 275 – 350 juta tahun yang lalu
8 Devonian 350 – 410 juta tahun yang lalu

Pada umumnya batubara Indonesia terbentuk pada periode


waktu geologi tertiary, yang terbagi lagi kedalam 5 periode yakni

29
Paleocene (65 – 59 jtl), Eocene (59 – 34 jtl), oligicene (34 – 25 jtl),
Miocene (25 – 12 jtl) dan Pliocene (12 – 2jtl).

2.3. Rank Batubara


Rank batubara adalah tingkat kematangan batubara yang
ditentukan oleh temperatur, tekanan dan umur geologi batubara
tersebut. Ada empat rank utama batubara yakni lignite (brown coal),
sub bituminus, bituminus dan antrasit.
Rank sub bituminus terbagi lagi menjadi sub bituminus A, sub
bituminus B dan sub bituminus C. Rank Bituminus terbagi menjadi
low volatile bituminus, medium volatile bituminus dan high volatile
bituminus. Sementara antrasit terbagi menjadi semi antrasit, antrasit
dan meta antrasit.

Gambar 4 Urut-Urutan Rank Batubara


30
Identifikasi rank batubara secara sederhana dapat dilakukan
sebagai berikut :
1. Batubara lignit (brown coal) : mempunyai warna agak coklat dan
struktur kayunya masih terlihat sacara visual.
2. Bituminus coal : struktur kayunya hanya terlihat dengan
pemeriksaan mikroskop.
3. Antrasit : bila struktur kayunya sudah tidak terlihat lagi meskipun
dengan mikroskop.

Identifikasi rank batubara secara lebih lanjut akan membutuhkan


analisa-analisa dan pengujian-pengujian batubara.

31
BAB III
ANALISA DAN PENGUJIAN BATUBARA

3.1. Analisa Proksimat


Analisa proksimat adalah analisa batubara yang bertujuan untuk
menentukan kelompok senyawa penyusun batubara. Analisa ini
meliputi pengujian kandungan uap air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon tertambat (fixed carbon) dan Abu (ash).

Basis Analisa
Basis analisa adalah penetapan berat pembanding dalam suatu
analisa. Ada beberapa basis analisa yang sering digunakan dalam
melakukan analisa proksimat dan ultimat diantaranya : as received
(ar), air dried basis (adb), dry basis (db), dry ash free (daf), mineral
matter free (mmf), moisture mineral matter free (mmmf), moisture
and ash free (maf).
As received adalah basis analisa yang didasarkan pada berat
batubara yang belum mendapatkan perlakuan apa-apa (sample
langsung diambil dari tempat penyimpanan batubara). Air dried basis
adalah basis analisa yang didasarkan pada berat batubara yang
sudah dikering anginkan. Dry basis adalah basis analisa yang
didasarkan pada berat batubara kering. Dry ash free adalah basis
analisa yang didasarkan pada berat batubara kering dan bebas abu.
Mineral matter free adalah basis analisa yang didasarkan pada berat
kandungan organic batubara saja. Moisture mineral matter free
adalah basis analisa yang didasarkan pada berat kandungan organic

32
batubara dalam keadaan lembab. Moisture and ash free adalah
basis analisa yang didasarkan pada berat batubara lembab bebas
abu. Pemilihan basis analisa didasarkan pada tujuan analisa.

3.1.1. Pengujian Kadar Air


Kadar air batubara dapat dikelompokkan kedalam dua macam,
yakni :
1. Kadar air bebas/air permukaan (free misture content)
2. Kadar air terikat (inherent moisture content)
Kadar air bebas sangat ditentukan oleh kondisi penambangan
dan keadaan udara saat penyimpanan batubara. Kadar air bebas ini
dapat hilang dengan cara penguapan alami misalnya dengan
menjemur batubara dibawah terik matahari (air drying). Sementara
kadar air terikat adalah kadar air yang terperangkap dalam pori
batubara sebagai akibat dari sifat hidroskopi batubara. Kadar air
jenis ini baru bisa dihilangkan bila batubara dipanaskan pada
temperatur ± 105 0C. Kadar air total batubara adalah penjumlahan
dari kadar air bebas dan kadar air terikat.

Prosedur Baku Pengujian Kandungan Air Batubara

Basis analisa : as received (ar)

Prinsip : Kadar air batubara dapat ditentukan dengan


menghitung kehilangan bobot batubara bila
dipanaskan pada temperatur dan lama waktu
tertentu.

33
Prosedur :
1. Tentukan berat botol timbang dalam keadaan kering dan kosong
2. Masukkan satu (1) gram bubuk batubara yang berukuran 60
mesh kedalam botol timbang diatas
3. Masukkan botol timbang yang sudah berisi sample kedalam
oven yang bertemperatur 105-110 0C selama 1 jam
4. Dinginkan botol timbang yang berisi sample didalam desikator
selama ± 30 menit, lalu timbang berat botol timbang yang berisi
sample kering tersebut
5. Hitung selisih berat botol timbang yang berisi sample sebelum
dan sesudah dikeringkan.
6. Hitung kadar air dengan rumus sbb. :

( gr.sample.awal − gr.sample. ker ing )


kadar.air = x100%
gr.sample.awal

3.1.2. Pengujian Kadar Zat Terbang (volatile Matter)


Zat terbang adalah bagian dari batubara yang hilang bila
batubara tersebut dipanaskan tanpa udara pada temp 950 0C. Zat
terbang ini akan berpengaruh pada kinerja pembakaran batubara
karena akan memberikan nyala yang panjang dan asap yang banyak
saat dibakar. Zat terbang tersusun dari ratusan jenis senyawa yang
dikelompokkan menjadi kelompok combustible (kelompok zat
terbang yang bisa terbakar) seperti H2, CO, dan bermacam-macam
hydrocarbon serta kelompok Uncombustible (kelompok zat terbang
yang tidak bisa terbakar) seperti SO2, H2O dan CO2.

34
Prosedur Baku Pengujian Kadar Zat Terbang Batubara

Basis analisa : dry basis (db)

Prinsip : Kandungan zat terbang batubara dapat ditentukan


dengan menghitung kehilangan berat sample bila
batubara tersebut dipanaskan dalam kondisi inert
pada temperatur dan lama waktu tertentu
kemudian dikoreksi dengan kadar air.

Prosedur :
1. Tentukan berat tube sample kosong (tube sample harus memiliki
tutup yang rapat)
2. Masukkan 1 gram sample berukuran 60 mesh kedalam tube
tersebut kemudian tutup
3. Masukkan tube berisi sample tersebut kedalam furnace yang
bertemperatur 950 0C selama ± 7 menit.
4. Dinginkan sample dalam desikator sampai temperatur kamar
(selama ± 30 menit), lalu timbang beratnya
5. Hitung kadar zat terbang semu dengan rumus sbb :

( gr.sample.awal − gr.sample. ker ing )


kadar.v.m = x100%
gr.sample.awal
6. Hitung kadar zat terbang sebenarnya dengan rumus sbb :
Kadar Zat Terbang Sebenarnya = zat terbang semu – kadar air

35
3.1.3. Pengujian Kadar Abu
Abu batubara adalah bagian batubara yang tersisa saat
batubara dibakar secara sempurna. Abu batubara tersusun dari
senyawa an organik seperti clay, pirit, limestone, pasir dll. Secara
kimiawi abu batubara terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO,
Ti2O, Na2O, K2O, SO3, dll (hampir sama dengan komposisi semen).
Kadar abu batubara akan mempengaruhi nilai kalor dan kinerja
pembakaran batubara (kerak abu cenderung menghambat
perpindahan panas).

Prosedur Baku Analisa Kadar Abu Batubara

Basis analisa : dry basis (db)

Prinsip : Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang


berat hasil pembakaran bila batubara dibakar
secara sempurna.

Prosedur :
1. Tentukan berat cawan porselin kosong
2. Masukkan 1 gram sample berukuran 60 mesh ke dalam cawan
porselin tersebut
3. Masukkan sample kedalam oven lalu naikkan temperatur oven
sampai mencapai temperatur 700 0C secara bertahap.
(Lanjutkan pemanasan, bila terindikasi masih ada bagian
batubara yang belum terbakar).
4. Dinginkan hasil pembakaran sampai temperatur kamar dalam
desikator (± 30 menit)
36
5. Hitung kadar abu dengan rumus sbb:

berat.sisa. pembakaran
Kadar. Abu = x100%
berat.sample. ker ing

3.1.4. Pengujian Kadar Karbon Tertambat


Karbon tertambat adalah karbon yang tertinggal pada batubara
saat batubara dipanaskan dalam kondisi inert pada temperatur dan
lama waktu tertentu. Perhitungan kadar karbon tertambat dihitung
melalui selisih berat batubara terhadap penjumlahan kadar zat
terbang, kadar air dan kadar abu.
Kadar Karbon Tertambat = Berat sample - (berat air + berat Abu
+ berat Zat terbang)

3.2. Analisa Ultimat


Analisa ultimat adalah analisa batubara yang bertujuan untuk
menentukan kandungan elemen-elemen penyusun batubara.
Analisa ini meliputi penentuan kadar karbon, hidrogen, sulfur,
nitrogen dan oksigen.

3.2.1. Penentuan Kadar Carbon Dan Hidrogen


Penentuan kadar karbon dan hidrogen dilakukan secara
bersamaan dengan cara membakar sejumlah batubara dengan
oksigen dalam suatu combustion tube pada kondisi tertentu. Gas
CO2 dan H2O yang terbentuk dari hasil pembakaran tersebut diserap
dengan pelarut tertentu, lalu ditentukan berat masing-masingnya.
Kadar karbon dan hidrogen dihitung dari berat CO2 dan H2O yang
terbentuk dari proses pembakaran tersebut.
37
Berat karbon dalam CO2 = ratio berat atom karbon terhadap
berat molekul CO2 dikalikan dengan berat CO2.
Berat hidrogen dalam H2O = ratio berat atom gas hydrogen (H2)
terhadap berat molekul H2O dikalikan dengan berat H2O.

3.2.2. Penentuan Kadar Nitrogen


Penentuan kadar nitrogen dilakukan dengan metode kjedahl.
Sejumlah batubara dioksidasi menggunakan larutan campuran asam
sulfat pekat, potasium sulfat, dan air raksa. Kadar nitrogen dihitung
dari jumlah gas amoniak (NH3) yang terbentuk dari proses oksidasi
tersebut.
Berat nitrogen dalam NH3 = ratio berat atom nitrogen terhadap
berat molekul NH3 dikalikan dengan berat NH3.

3.2.3. Penentuan Kandungan Sulfur


Kandungan sulfur dalam batubara terdapat dalam 3 bentuk :
• Firit (FeS2)
• Sulfur organik (RSR)
• CaSO4
Penentuan kadar sulfur dilakukan dengan cara mengoksidasi
sulfur batubara menjadi SO2 dan SO3. Gas ini selanjutnya diubah
menjadi endapan garam sulfat (BaSO4). Berat sulfur dihitung dari
berat endapan BaSO4 yang diperoleh.
Berat sulfur dalam BaSO4 = ratio berat atom sulfur terhadap
berat molekul BaSO4 dikalikan dengan berat BaSO4.

38
3.2.4. Penentuan Kandungan Posfor
Kandungan posfor dalam batubara ditentukan dengan
membakar batubara secara sempurna lalu dilakukan analisa kadar
posfor terhadap abu yang terbentuk.

3.2.5. Penentuan Kandungan Oksigen


Kadar oksigen dalam batubara ditentukan dengan menentukan
selisih berat batubara terhadap penjumlahan berat C, H2, N, S dan
P.
Terkadang analisa elemen penyusun batubara hanya dilakukan
tehadap 4 elemen utama saja yakni :
• Kadar Karbon
• Kadar Hidrogen
• Kadar sulfur
• Kadar oksigen
Hal ini disebabkan kandungan Nitrogen dan Posfor dalam
batubara biasanya hanya sedikit.

3.3. Analisa /Pengujian Lain


Ada beberapa pengujian penting lainnya yang dibutuhkan untuk
tujuan pengklasifikasian dan penjualan batubara, antara lain :
1. Pengujian Nilai Kalor
2. Pengujian Porositas
3. Penentuan Kuat Tekan
4. Pengujian Gray King
5. Pengujian Free Swelling Index
6. Pengujian Dilatometer
7. Pengujian Roga Index
39
3.3.1. Pengujian Nilai Kalor
Nilai kalor batubara adalah panas yang dihasilkan dari
pembakaran sejumlah batubara pada kondisi standar. Metoda yang
lazim digunakan dalam menentukan nilai kalor batubara adalah
bomb calorimetre.
Prinsip pengujian : melakukan proses pembakaran adiabatik
dalam suatu ruangan sehingga semua panas hasil pembakaran akan
terakumulasi dalam ruangan tersebut. Panas sensible yang
diperoleh dari kenaikan temperatur ruangan sebelum dan sesudah
pembakaran setelah dikurangi beberapa koreksi dapat dinyatakan
sebagai nilai kalor.

Prosedur Pengujian Nilai Kalor


1. Cuci dan keringkan cawan kwarsa yang ada dalam unit bomb
calorimeter
2. Isi cawan tersebut dengan 1 gram sample batubara yang
berukuran 60 mesh
3. Pasangkan kembali cawan kwarsa ke dalam bomb calorimeter
4. Hubungkan kutub positif dan kutub negative bomb calorimeter
dengan kawat Ni-Cr dan kontakkan kawat tersebut dengan
sample
5. Isilah wadah cairan bomb dengan ± 5 ml air suling kemudian
tutuplah bomb rapat-rapat. Isi juga kantung udara bomb
dengan udara sampai tekanan 30 atm
6. Pasangkan bomb pada unit bomb calorimeter, lalu tekan
tombol tekan test bomb untuk meyakinkan bahwa kawat yang
menghubungkan kutup positif dengan kutup negative

40
tersambung dengan baik. Bila kedua kutup tersambung dengan
baik maka lampu indicator akan menyala
7. Hidupkan aliran air pendingin dan tunggu sampai temperature
vessel sama dengan temperature jacket.
8. Catat temperature awal vessel dengan menunggu
pembacaannya konstan
9. Tekan tombol fire selama beberapa saat, sampai kawat
penghubung kutub positif dengan kutub negative terputus (±10
menit)
10. Catat temperature akhir vessel bila penunjukannya sudah
mencapai angka yang konstan
11. Matikan aliran listrik dan keluarkan bomb dari unit bomb
calorimeter
12. Bebaskan gas yang terdapat dalam kantong udara bomb dan
tuangkan cairan yang terdapat dalam wadah cairan bomb
kedalam gelas piala sambil dibilas dengan air suling
13. Panaskan cairan tersebut sampai mendidih, kemudian setelah
agak dingin tambahkan 2 tetes indicator PP lalu titrasi dengan
larutan Ba(OH)2 0,1 N. Catat volume titrannya
14. Tambahkan lagi 5 ml larutan Na2CO3 0,1 N ke dalam cairan hasil
titrasi, kemudian panaskan lagi sampai mendidih
15. Setelah dingin saring endapan yang terbentuk
16. Tambahkan 2 tetes indicator Methylen Blue (MO) ke dalam
filtrate yang diperoleh kemudian titrasi lagi dengan larutan HCl
0,1 N. Catat volume titrannya
17. Hitung nilai kalor batubara dengan rumus sebagai berikut :

41
Na(Ta − To) − B
Nilai _ Kalor = cal / gr
Berat _ Contoh
Dimana :
Na = Nilai air calorimeter (2459 kalori)
Ta= Temperatur akhir vessel
To= Temperatur awal vessel
B = Jumlah nilai koreksi HNO3, H2SO4 dan kawat Ni-Cr
Koreksi HNO3 = (b-c) x 1,5 kal
Koreksi H2SO4 = (a-(b-c)) x 3,6 kal
Koreksi kawat = Panjang kawat (cm) x 1,4 kal
a = volume titran Ba(OH)2
b = volume Na2CO3 yang ditambahkan (5 ml)
c = volume titran HCl
Panjang kawat = 10 cm

3.3.2. Penentuan Porositas


Porositas didefinisikan sebagai fraksi volume pori dari sebuah
sample padatan.
Porositas dapat ditentukan dengan menghitung daya serap
sample terhadap suatu senyawa dalam keadaan tertentu.

Prosedur Penentuan Porositas Batubara


1. Timbang sample sejumlah berat tertentu (ukuran sample 3-5
cm)
2. Hubungkan desikator dengan pompa vakum dan kranan air
3. Masukkan sample ke dalam desikator dan tutup dengan rapat

42
4. Vakumkan desikator selama 15 menit atau tingkat kevakuman
mencapai 0,1 psi
5. Setelah itu buka kran air ke desikator sampai 1/3 dari sample
terendam
6. Ulangi langkah ke-4
7. Buka lagi kran air ke desikator sampai 2/3 sample terendam
8. Ulangi langkah ke-4
9. Buka kran air ke desikator sampai semua sample terendam
10. Diamkan sampai jenuh (24 jam)
11. Tentukan berat jenuh sample
12. Kemudian tentukan pula berat jenuh sample tergantung dalam
air dengan cara sbb:
Gunakan neraca dua lengan, dimana salah satu lengannya
digantungkan pengait (pemegang contoh). Letakkan gelas piala
yang berisi aquades tepat di bawah lengan yang mempunyai
pengait tersebut sedemikian sehingga saat penimbangan,
pemegang sample tepat berada ditengah tengah gelas piala.
13. Setelah itu keringkan contoh dalam oven pada temperature 105
– 110 0C selama 24 jam (sampai tidak terjadi lagi perubahan
berat sample bila dikeringkan lebih lama)
14. Tentukan berat contoh setelah pengeringan tersebut
15. Tentukan porositas dengan rumus sebagai berikut :

Berat.Jenuh − Berat. ker ing


Porositas = x100%
berat. jenuh − berat. jenuh.tergt.dlm.air

43
3.3.3. Penentuan Kuat Tekan
Kuat tekan didefinisikan sebagai besarnya beban aksial per
satuan luas pada saat benda uji tersebut mengalami keruntuhan
bila diberi beban.
Pengukuran kuat tekan dapat dilakukan dengan alat
Unconfined Compressive Machine.

Prosedur Penentuan Nilai Kuat Tekan


1. Siapkan sample dalam bentuk silinder dimana tingginya dua kali
diameternya atau balok dimana tingginya dua kali sisinya
2. Usahakan kedua sisi muka tekan silinder/balok benar-benar
rata dengan menggunakan pisau dan amplas
3. Letakkan contoh dipermukaan alat tekan
4. Kalibrasi jarum penunjukan beban dan jarum penunjukan
regangan
5. Berikan beban dengan perlahan-lahan dengan memutar engkol
beban
6. Catat penunjukan berat beban saat sample mengalami
keruntuhan atau bila regangan telah mencapai 20 %
7. Hitung kuat tekan dengan rumus sebagai berikut :
Kuat tekan, () = G/A
Dimana :
G = Berat beban yang membuat sample runtuh
A = Luas muka tekan terkoreksi
Sementara :
A = A0/(1-)
 = ((L-L0)/L0) x 100 %

44
L0= Panjang awal benda uji
(L-L0) = Selisih panjang benda uji
A0 = Luas muka tekan asli
 = Regangan

3.3.4. Pengujian Gray King


Pengujian Gray King bertujuan untuk menentukan tipe coke
yang terbentuk bila batubara dipanaskan dalam kondisi inert
(analisa untuk menentukan sifat plastis batubara).

Cara pengujian :
Batubara dengan ukuran 72 mesh dimasukkan ke dalam suatu
retort dan dipanaskan dari temperatur 300 – 600 0C selama 1 jam
0
(laju pemanasannya 5 C/menit). Coke yang terbentuk
dibandingkan dengan coke standart. Ada 16 type code coke standar
yakni; A, B, C, D, E, F, G, G1, G2, G3, G4, G5, G6, G7,G8,G9.

Gambar 5 Type Coke Standar

45
Semakin kebawah type coke standar yang diperoleh, semakin
tinggi sifat coking (sifat plastis) batubara tersebut dan sebaliknya.

3.3.5. Pengujian Free Swelling Indeks


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat mengerak
(sifat caking) batubara.

Cara pengujian :
Batubara dengan ukuran 72 mesh dipanaskan dalam suatu
crucible dalam keadaan kontak dengan udara selama 1,5 menit
0
pada temperatur 800 C. Selanjutnya kerak yang terbentuk
dibandingkan tipe kerak standar. Ada 17 type standar nilai muai
bebas residu yakni; 1, 1 1/2, 2, 2 1/2, 3,…, 9, seperti diberikan pada
gambar berikut ini.

Gambar 6 Type Kerak Standar


46
Semakin besar kode kerak standarnya, maka semakin besar pula
sifat caking batubara tersebut dan sebaliknya.

3.3.6. Pengujian Dilatometri


Pengujian dilatometri dimaksudkan untuk menentukan sifat
plastis (sifat coking) batubara. Pengujian ini akan menggambarkan
kurva prilaku volume batubara bila diberikan perlakuan panas.
Peristiwa tersebut akan digambarkan pada suatu kertas oleh suatu
pena yang terhubung dengan sample. Bila batubara coking
dipanaskan, pertama-tama volumenya akan menyusut lalu
selanjutnya akan mengembang. Hasil dilatometri dari suatu sample
akan dibandingkan dengan profil kurva standar, seperti yang
diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 7 Kurva Standar dilatometri

47
Interpretasi kurva hasil dilatometri terhadap peringkat dan
kapasitas plastis batubara diberikan pada table berikut ini.

Tabel 4 Interpretasi Hasil Dilatometri


Observasi Dilatometri Peringkat Plastis Kapasitas plastis
Tetap 0 Non coking
Hanya menyusut 1 Very weak
coking
Menyusut & mengembang 2 Weak coking
namun masih dibawah volume
awal
Menyusut dan mengembang 3 Middle coking
hingga 50 %
Menyusut dan mengembang 4 Good coking
hingga 50 % - 140 %
Menyusut dan mengembang 5 Excess coking
hingga > 140 %

3.3.7. Pengujian Indeks Roga


Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan sifat mengerak
(sifat caking) batubara.

Cara pengujiannya:
Satu (1) gr batubara dicampur dengan 5 gr antrasit (kokas) lalu
ditekan selama 30 detik oleh beban 6 kg. Setelah itu campuran
tersebut dipanaskan dalam kondisi inert pada 850 0C, selama 15
menit. Timbang berat hasil pemanasan sample (Q). Setelah itu hasil
pemanasan diayak pada ayakan 1 mm, lalu timbang berat residu
yang tertinggal pada ayakan (a). Selanjutnya lagi, residu tersebut
dimasukkan kedalam drum yang berputar dengan kecepatan
tertentu selama 5 menit. Ayak hasil penghancuran dalam drum

48
dengan ayakan 1 mm dan timbang berat residunya (b). Ulangi
penghancuran dalam drum ini sebanyak 3 kali. Lalu hitung indek
roganya dengan persamaan sebagai berikut :

a+d 100
Dimana :
RI = ( + b + c)
2 3xQ
Q= Berat residu hasil Karbonisasi
a = berat coke hasil penyaringan ke 1
b = berat coke hasil penyaringan ke 2
c = berat coke hasil penyaringan ke 3
d = berat coke hasil penyaringan ke 3

Tabel 5 Hubungan Indeks Roga dengan Sifat Caking Batubara

ROGA INDEX SIFAT CAKING


0-5 0 = NON CAKING
5-20 1= WEAK CAKING
20-45 2 = MODERATE CAKING
>45 3 = STRONG CAKING

49
BAB IV
KLASIFIKASI BATUBARA

Sebagai bahan yang terbentuk secara alami, komposisi batubara


berbeda dari suatu tempat ke tempat lain dan dari suatu masa ke
masa yang lain. Perbedaan komposisi batubara tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor berikut ini :
1. Perbedaan jenis tumbuhan pembentuknya (mempengaruhi
tahap bio kimia)
2. Perbedaan letak endapan ; insitu atau drift (akan mempengaruhi
kadar mineral dalam batubara)
3. Perbedaan umur endapan (akan mempengaruhi rank batubara)
4. Perbedaan topografi daerah endapan (akan mempengaruhi
tahap dinamo kimia)
Karena itu untuk menentukan mutu/kelasnya, untuk pedoman
dalam perdagangannya dan untuk pedoman dalam pemakaian/
pemanfaatannya, maka batubara perlu diklasifikasikan.
Ada tiga macam klasifikator batubara yang sering digunakan
yakni Americans Society For Testing & Materials (ASTM), National
Coal Board (NCB) dan International Standard Organization (ISO).

I. Americans Society for Testing and Materials


Standar klasifikasi ini dikembangkan oleh Americans Society
sejak tahun 1958. Pengklasifikasian dengan metode ini didasarkan
pada analisa proksimat yakni kadar fixed carbon (dmmf), volatile
matter (dmmf) dan nilai kalor (mmmf). Standar klasifikasi ini

50
mengelompokkan batubara ke dalam 5 kelompok utama yakni lignit,
sub bituminus, bituminus, semi antrasit dan antrasit.
Untuk batubara dengan kandungan volatile matter ≤ 31 %,
klasifikasi hanya didasarkan pada kandungan fixed carbon semata,
tanpa memperhatikan nilai kalor. Ketentuannya adalah sebagai
berikut :
• Bila kandungan fixed carbon > 98 % batubaranya termasuk rank
Meta Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 92 S/D 98 %, batubaranya
termasuk rank Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 86 S/D 92 %, batubaranya
termasuk rank Semi Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 78 S/D 86 %, batubaranya
termasuk rank Low Volatile Bituminus,
• Bila kandungan fixed carbon > 69 S/D 78 %, batubaranya
termasuk rank Medium Volatile Bituminus
Untuk batubara dengan kandungan volatile matter > 31 %,
klasifikasi hanya didasarkan pada nilai kalor semata tanpa
memperhatikan kadar fixed carbon. Ketentuannya adalah sebagai
berikut :
• Bila nilai kalor batubara antara 13.000-14.000 Btu/lb,
batubaranya termasuk rank Bituminus (high volatile A
bituminous, High Volatile B bituminous dan high volatile C
bituminous)
• Bila nilai kalor batubara antara 8.300-13.000 Btu/lb, batubaranya
termasuk rank Sub Bituminous (sub bituminous A, sub
bituminous B dan sub bituminous C)

51
• Bila nilai kalor batubara < 8.300 Btu/lb, batubaranya termasuk
rank Lignit dan brown coal.
Berikut ini diberikan table klasifikasi batubara menurut
standar ASTM.

Tabel 6 klasifikasi batubara menurut standar ASTM

Class Group Batasan Hasil Sifat Fisik


Analisa (mmf)
Anthracite Meta Anthracite Dry FC ≥ 98 %, dry
VM ≤ 2 %
Anthracite Dry FC  98 % - ≥
92 %, dry VM > 2 %
-≤8%
Semi Anthracite Dry FC < 92 % - ≥
86 %, dry VM > 8 % Non Aglomerating
- ≤ 14 %
Bituminous Low Volatile Dry FC < 86 % - ≥ Aglomerating
78 %, dry VM >14 % commonly
- ≤ 22 %
Medium Volatile Dry FC < 78 % - ≥
69 %, dry VM >22 %
- ≤ 31 %
High Volatile A Dry FC < 69 %, dry
VM > 31 %, NK ≥
14.000 Btu
High Volatile B NK < 14.000 - ≥
13.000 Btu Either
High Volatile C NK < 13.000 - ≥ Aglomerating or
11.500 Btu Non Aglomerating
Sub Bituminous Subbituminus A NK < 11.500 - ≥ Non Aglomerating
10.500 Btu
Subbituminus B NK < 10.500 - ≥
9.500 Btu
Subbituminus C NK < 9.500 - ≥
8.300 Btu
Lignitic Lignit A NK < 8.300 Btu Non Aglomerating
Lignit B NK < 6.300 Btu

National Coal Board


Standar klasifikasi ini diperkenalkan di Inggris pada tahun
1946. Pengklasifikasian batubara menurut standar ini didasarkan
pada hasil analisa zat terbang (V.M) dan hasil pengujian Gray King.

52
Menurut standar klasifikasi ini batubara dikelompokkan ke dalam
group, kelas dan sub kelas, dengan ketentuan sebagai berikut :
• Pembagian group ditentukan oleh kadar zat terbang dan hasil
pengujian Gray King

• Pembagian kelas ditentukan oleh kadar zat terbang semata,


tanpa dipengaruhi oleh hasil pengujian Gray King

• Pembagian sub kelas ditentukan oleh hasil pengujian Gray King


semata, tanpa dipengaruhi oleh kadar zat terbang.

Berdasarkan standar klasifikasi ini, batubara dikelompokkan


kedalam 9 group, 22 kelas dan 4 sub kelas.

Tabel 7 Klasifikasi Batubara menurut Standard NCB

Kode Batubara Batasan Analisa


Kelas Sub % VM G-K Keterangan
Kelas
Utama Kelas (dmmmf) coke
100 < 9,0 A Antrasit
101 < 6,1 A
102 6,1 – 9,0 A
200 9,1 – 19,5 A – G8 Low Volatile
Steam Coal
201 9,1 – 13,5 A-C Dry Steam Coal
201a 9,1 – 11,5 A–B
201b 11,6 – 13,5 B-C
202 13,6 – 15 B-G Coking Steam
203 15,1 - 17 E – G4 Coal
204 17,1 – 19,5 G1 –
G8
300 19,6 - 32 A – G9 Medium Volatile
Coal
301 19,6 – 32 ≥ G4 Prime Coking
301a 19,6 – 27,5 ≥ G4 Coal
53
301b 27,6 – 32 ≥ G4
302 19,6 – 32 G – G3 Medium caking
coal
303 19,6 - 32 A-F Weakly caking
coal
400 - 900 > 32 A – G9 High Vol coal
400 > 32 ≥ G9 High vol, very
strongly caking
401 32,1 - 36 ≥ G9 coal
402 > 36 ≥ G9
500 > 32 G5- G8 High Vol strongly
501 32,1 - 36 G5- G8 caking coal
502 > 36 G5- G8
600 > 32 G1-G4 High vol,
601 32,1 – 36 G1-G4 medium caking
602 > 36 G1-G4 coal
700 > 32 E –G High vol, weakly
701 32,1 – 36 E –G caking coal
702 > 36 E –G
800 > 32 C-D High vol, very
801 32,1 – 36 C–D weakly caking
802 > 36 C-D coal
900 > 32 A-B High volatile non
901 32,1 - 36 A-B caking coal
902 > 36 A-B

International Sandard Organization (ISO)


Standar klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1949 oleh
Komisi Ekonomi Eropa. Pengklasifikasian batubara menurut standar
ini didasarkan pada kadar zat terbang (V.M), nilai kalor, hasil
pengujian Gray King, hasil pengujian dilatometri, hasil pengujian
indek Roga dan hasil pengujian indeks muai bebas (free swelling
index).

54
Menurut standar ini batubara diklasifikasikan oleh 3 angka yakni
angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan
group dan angka ketiga menunjukkan sub group.
Angka kelas ditentukan oleh kadar zat terbang dan nilai kalor.
Terdapat 10 nomor angka kelas pada standar klasifikasi ini yakni 0,
1,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 dan 9.
Angka group ditentukan oleh hasil pengujian indeks Roga dan
hasil pengujian indeks muai bebas. Terdapat 4 nomor angka group
dalam standar klasifikasi ini yakni 0, 1, 2, dan 3.
Angka sub group ditentukan oleh hasil pengujian dilatometri dan
hasil pengujian Gray King. Terdapat 6 nomor angka sub group pada
standar klasifikasi ini yakni 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.
Contoh, batubara dengan kode angka 702 berarti nomor kelas
batubaranya 7, nomor groupnya 0 dan nomor sub groupnya 2
(sebuah batubara dengan kadar zat terbang > 33 %, nilai kalor
antara 12.960 – 13.950 Btu/lb, bersifat non caking dan non coking).
Tabel lengkap klasifikasi batubara menurut standar ISO
diberikan pada table berikut ini.

55
56
BAB V
PEMBAKARAN BATUBARA

Mekanisme Pembakaran Batubara


Mekanisme pembakaran batubara ditentukan oleh bentuk dan
ukuran batubara. Batubara dalam bentuk bongkah mempunyai
mekanisme pembakaran yang lebih kompleks bila dibandingkan
dengan batubara dalam bentuk bubuk. Namun secara umum
mekanisme pembakaran batubara dapat dikelompokkan menjadi 4
tahapan yakni :
1. Tahap pemanasan bodi.
Pada saat disulut pertama sekali, batubara akan mengalami
pemanasan bodi, dimana batubara akan mengalami kenaikan
temperatur disepanjang bodinya sampai mencapai temperature
tertentu. Pada tahap ini biasanya batubara akan mengalami
kehilangan kandungan air.
2. Tahap Evolusi zat terbang
Setelah pemanasan bodi batubara mencapai temperature
tertentu (temperature dekomposisi aktifnya), maka batubara
akan mengalami penguraian/pemecahan senyawa. Selanjutnya
senyawa hasil dekomposisi termal batubara (zat terbang) akan
keluar melalui pori batubara ke permukaan bodi batubara.
3. Tahap pembakaran zat terbang
Zat terbang yang keluar dari permukaan bodi batubara,
sebagiannya akan terbakar sesaat setelah ia meninggalkan bodi
batubara sehingga temperature disekitar bodi batubara
semakin tinggi. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan fixed
57
carbon yang terikat dalam batubara secara bertahap akan
berubah menjadi rangkaian karbon bebas (free carbon
skeleton). Bagian zat terbang yang tidak sempat terbakar
dipermukaan bodi batubara akan meninggalkan batubara
sebagai asap.
4. Tahap pembakaran carbon
Pada tahap ini, molekul udara (oksigen) akan menyerang
rangkaian karbon bebas yang ada dipermukaan batubara
sehingga terjadi reaksi pembakaran ( C + O 2 ➔ CO2 ). Reaksi ini
akan berlangsung secara bertahap mulai dari bagian luar
batubara hingga ke bagian pusat batubara sampai semua bagian
batubara terbakar.

Kecepatan berlangsungnya masing-masing tahap pembakaran


batubara sangat ditentukan oleh jenis batubara, ukuran batubara,
hasil analisa ultimat batubara dan ketersediaan oksigen.
Untuk batubara dalam bentuk bubuk biasanya tahap 1, 2 dan 3
berlangsung sangat cepat, sehingga seolah-olah pembakaran
batubara bubuk hanya mengikuti tahap ke 4 saja.

Reaksi Pembakaran Batubara


Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu
bahan bakar dengan suatu oksidan. Reaksi pembakaran biasanya
bersifat eksotermis (menghasilkan panas), menghasilkan nyala
bahkan pendar api.

58
5.2.1 Reaksi Utama
Secara teoritis dalam reaksi pembakaran batubara ada tiga
komponen utama yang akan mengalami oksidasi yakni :
C + O2 ➔ CO2 + 32.800 kJ/kg karbon
H2 + ½ O2 ➔ H2O + 142.140 kJ/kg hidrogen
S + O2 ➔ SO2 + 9.270 kJ/kg sulfur

Atau secara total dapat ditulis sebagai berikut :


Batubara + Udara ➔ Flue gas + Panas
C + H2 + S + 5/2 O2 + N2 ➔ CO2 + SO2 + H2O + N2 + q

Mengingat semua reaksi pembakaran membutuhkan oksigen


maka untuk menjamin terjadinya reaksi pembakaran yang
sempurna, ketersediaan oksigen yang cukup merupakan syarat yang
mutlak.
Sebagai contoh, bila ketersediaan oksigen kurang maka oksidasi
carbon oleh oksigen akan menghasilkan carbon monoksida, bukan
karbon dioksida. Secara thermokimia, proses pembakaran tak
sempurna tersebut merupakan suatu kerugian karena panas reaksi
pembentukan CO jauh lebih kecil dari panas reaksi pembentukan
CO2, hal ini dapat dilihat pada reaksi-reaksi dibawah ini.

C + ½ O2 ➔ CO + 9.210 kJ/kg karbon .............................(1)

C + O2 ➔ CO2 + 32.800 kJ/kg karbon..............................(2)

Panas reaksi (2) jauh lebih besar dari panas reaksi (1).

59
Pada umumnya reaksi pembakaran memperoleh oksigen (O 2)
dari udara lingkungan sehingga gas hasil pembakaran (flue gas)
akan mengandung nitrogen atau senyawa turunannya :

C + Udara ➔ CO2 + N2 + Panas

Jadi jika udara yang digunakan sebagai sumber oksigen dalam


proses pembakaran, maka komposisi gas hasil bakar akan
dinominasi oleh gas nitrogen atau NO x (NOx biasanya terbentuk bila
pembakaran berlangsung pada temperature yang sangat tinggi, ±
1000 0C).
Karena pada kenyataannya reaksi pembakaran batubara tidak
pernah berlangsung secara sempurna maka secara umum gas hasil
pembakaran batubara akan mengandung senyawa-senyawa sebagai
berikut CO, CO2, SO2, H2O, N2, O2 dan NOx. Beberapa diantara
senyawa ini merupakan polutan karena dapat menyebabkan hujan
asam dan perusakan lapisan ozon (gas rumah kaca).

5.2.2 Reaksi-Reaksi Ikutan/Samping


Reaksi-reaksi samping yang sering menyertai terjadinya reaksi
utama pembakaran batubara adalah sebagai berikut :

• 2 CO + O2 =➔ 2 CO2 + 135,3 kkal/kg

• C + CO2 =➔ 2 CO - 41,2 kkal/kg

• C + H2O =➔ CO + H2 – 31,4 kkal/kg

• C + 2 H2O =➔ CO2+ 2 H2 – 21,5 kkal/kg

• CO + H2O =➔ CO2 + H2 + 9,8 kkal/kg

60
Walaupun ada beberapa reaksi samping ini yang bersifat
endotermis namun secara keseluruhan reaksi pembakaran batubara
tetaplah eksotermis.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembakaran


Batubara
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembakaran
batubara, yakni :
1. Ratio batubara terhadap udara pembakar.
Ratio batubara terhadap bahan bakar akan menentukan
jenis dan derajat reaksi yang akan berlangsung. Ratio yang
tidak tepat akan menyebabkan beberapa hal diantaranya
banyak muncul asap, temperatur ruang bakar rendah dan lain-
lain.
2. Temperatur ruang bakar
Temperatur ruang bakar juga akan mempengaruhi jenis dan
derajat reaksi yang akan berlangsung. Semakin tinggi
temperatur ruang bakar biasanya kinerja pembakaran batubara
cenderung membaik.
3. Waktu tinggal batubara dalam ruang bakar
Waktu tinggal batubara dalam ruang bakar juga
berhubungan dengan derajat keberlangsungan reaksi. Bila
waktu tinggal kurang maka derajat keberlangsungan reaksi juga
rendah sehingga cenderung menimbulkan asap.
4. Karakteristik Batubara
Beberapa karakteristik batubara yang mempengaruhi kinerja
pembakarannya antara lain :

61
• Nilai kalor batubara
Semakin tinggi nilai kalor batubara, semakin tinggi pula
adiabatic flame temterature yang dihasilkannya dan
sebaliknya. Batubara dengan nilai adiabatic flame temperature
yang rendah hanya cocok untuk penggunaan rumahtangga dan
industri kecil saja. Sementara batubara dengan nilai adiabatic
flame temperature yang tinggi cocok untuk sektor industri
besar seperti PLTU, pengecoran dan reduksi logam serta Pabrik
Semen.
• Kandungan abu dan sifat fusi abu
Kandungan dan komposisi abu batubara akan mempengaruhi
proses pembakaran yang berlangsung. Pada PLTU, Batubara
dengan kandungan abu yang besar, cenderung menghasilkan
abu terbang (fly ash) yang besar sehingga akan membutuhkan
ukuran alat penangkap debu yang besar pula, bila tidak maka
abu terbang tersebut akan menempel pada alat penukar panas
(boiler) PLTU sehingga efisiensi panas boiler akan menurun.
Sementara pada pabrik semen kandungan abu batubara yang >
8 % akan merusak kualitas semen yang dihasilkan karena abu
tersebut akan tercampur bersama semen.
Disamping kandungan abu, komposisi abu juga akan
mempengaruhi proses pembakaran batubara terutama bila
dikaitkan dengan sifat melebur abu. Abu dengan temperature
lebur/fusi yang rendah akan cenderung melebur pada
temperature pembakaran sehingga akan menimbulkan
permasalahan slagging atau fouling pada ruang bakar.

62
• Kandungan sulfur
Pengaruh kandungan sulfur terhadap proses pembakaran
batubara terletak pada permasalahan korosi dan pencemaran
lingkungan. Batubara dengan kandungan sulfur tinggi akan
cenderung berifat korosif dan memberikan polusi SO x yang
besar kelingkungan. Pada pabrik semen kandungan sulfur > 1 %
akan cenderung menimbulkan permasalahan pada saluran gas
buang karena besarnya potensi pembentukan garam/alkali
sulfat. Sementara kadar sulfur yang sangat rendah juga
berpengaruh buruk pada PLTU karena akan menimbulkan
kesulitan dalam penangkapan abu terbang mengingat
meningkatnya electrical resistivity dari fly ash.
• Kandungan zat terbang
Kandungan zat terbang batubara akan sangat mempengaruhi
nyala dan kadar asap dari pembakaran. Batubara dengan
kandungan zat terbang rendah akan memberikan nyala api yang
pendek dan cenderung tidak berasap dan sebaliknya. Salah satu
cara menanggulangi emisi asap yang berlebihan keudara adalah
dengan pengaturan temperature dan waktu tinggal asap dalam
ruang bakar serta pengaturan ratio udara terhadap batubara.
Pengaturan ratio udara-batubara yang cocok, temperatur ruang
bakar yang tinggi dan waktu tinggal asap yang cukup dalam
ruang bakar akan dapat menekan emisi asap kelingkungan dan
sebaliknya.
• Kandungan air
Kandungan air batubara terutama sekali akan sangat
berpengaruh terhadap titik nyala batubara. Semakin tinggi

63
kadar air batubara maka semakin tinggi pula titik nyala
batubara sehingga menyulitkan proses pembakaran. Kadar air
batubara yang tinggi juga akan berpengaruh pada masalah
handling, volume ruang bakar, sistem pengering dan
temperatur keluar flue gas.
• Sifat plastis
Sifat plastis batubara akan sangat mempengaruhi sifat alir
batubara saat dibakar terutama apabila dibakar dalam bentuk
bubuk (fluidized bed dan entrainment). Batubara dengan sifat
plastis yang tinggi akan cenderung menggumpal saat
dipanaskan sehingga menghambat akses oksigen menuju proses
pembakaran serta akses flue gas untuk keluar dari proses
pembakaran.

64
BAB VI
PERBATUBARAAN INDONESIA

6.1 Potensi Batubara Indonesia


Ada dua klasifikasi potensi batubara yakni sumber daya dan
cadangan. Sumber daya batubara (coal resources) adalah bagian
dari potensi batubara yang baru terindikasi dari hasil penyelidikan
awal. Sementara cadangan batubara (coal reserves) adalah bagian
dari potensi batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran
kuantitas, dan kualitasnya, sebagai hasil dari
pengkajian/penyelidikan rinci yang telah dilakukan. Biasanya potensi
cadangan sudah mempunyai kelayakan untuk ditambang.
Untuk mengubah status potensi sumber daya menjadi cadangan
biasanya diperlukan penyelidikan/kajian geologi yang rinci baik
secara teknis maupun secara ekonomis. Bila penyelidikan ini
dinyatakan layak maka status sumber daya akan naik menjadi status
cadangan.

6.1.1 Sumber Daya Batubara Indonesia


Klasifikasi sumber daya dapat dibagi lagi ke dalam kelas-kelas
sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologinya; yang
secara kualitatif ditentukan oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas
dan secara kuantitatif ditentukan oleh jarak titik informasi. Beberapa
pengklasifikasian sumber daya batubara berdasarkan tingkatan
keyakinan geologinya diberikan berikut ini :

65
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal
Resource)
Sumber daya batubara hipotetik adalah sumber daya batubara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Kelas sumber daya ini biasanya terdapat di daerah perluasan
sumberdaya tereka atau disuatu daerah/wilayah yang mempunyai
kondisi geologi yang sama dengan sumberdaya tereka. Pada
umumnya, sumberdaya jenis ini berada pada daerah dimana titik-titik
sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan
keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan,
lubang-lubang galian serta sumur-sumur. Jika eksplorasi
menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah
serta ranknya, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai
sumber daya tereka (inferred resources).

2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)


Sumber daya batubara tereka adalah sumber daya batubara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga
penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber
daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank,
dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. Termasuk ke
66
dalam kelas sumber daya ini antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm
atau lebih, serta lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.

3. Sumber Daya Batubara Terunjuk (Indicated Coal Resource)


Sumber daya batu bara terunjuk adalah sumber daya batu bara
di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan
penafsiran secara realistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan
jumlah insitu batubara serta ditafsir tidak akan mempunyai variasi
yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah
kelas sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah
penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling
berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km.
Termasuk dalam kelas sumber daya ini antrasit dan bituminus
dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan
75 cm atau lebih, serta lignit dengan ketebalan 150 cm.

4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)


Sumber daya batu bara terukur adalah sumber daya batu bara di
daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan
untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas,
kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini
67
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan
kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti
geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk dalam kelas sumber daya ini
antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, serta lignit dengan
ketebalan 150 cm.

Dari semua kelas sumberdaya yang disebutkan diatas, total


potensi sumber daya batubara Indonesia sudah mencapai 90,452
milyar ton. Gambaran sebaran potensi sumber daya batubara
tersebut adalah sebagai berikut :
• Sumatera 53,824 miliar ton
• Kalimantan 36,225 miliar ton,
• Jawa 14 juta ton,
• Sulawesi 233 juta ton,
• Maluku 213 juta ton,
• Papua 153 juta ton.

Bila potensi ini terbukti diperkirakan akan dapat memenuhi


pasokan energi Indonesia sampai 500 tahun ke depan.

Penghitungan Sumber Daya


Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung
potensi sumber daya batubara di daerah penelitian. Pemakaian
metode disesuaikan dengan kualitas data, jenis data yang diperoleh,
dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut
penambangan). Karena kebanyakan data yang digunakan dalam
penghitungan hanya berupa data singkapan, maka metode yang
68
sering digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah
penelitian adalah metode Circular (USGS).

Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat


dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Tonnase batubara = A x B x C

dimana :
A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau
meter
B = berat batubara per metric ton atau per satuan volume yang
sesuai.
C = area batubara dalam acre atau hektar

69
Gambar 8 Metode Circular untuk Penghitungan Sumberdaya
Batubara

70
Menurut Fariz Tirasonjaya, kemiringan lapisan batubara juga
memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya batubara.
Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka
perhitungan dilakukan secara terpisah.

Untuk kemiringan 0 – 100, perhitungan tonase dilakukan


langsung dengan menggunakan rumus Tonnase = ketebalan
batubara x berat jenis batubara x luas area batubara

Untuk kemiringan 100 – 300, tonase batubara harus dibagi


dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.

Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan nilai


cosinus kemiringan lapisan batubara.

6.1.2 Cadangan Batubara Indonesia


Cadangan merupakan bagian dari potensi sumber daya yang
sudah dikenai penyelidikan/eksplorasi rinci dan dinyatakan layak
untuk ditambang. Seperti halnya potensi sumberdaya, otensi
cadangan batubara juga mempunyai beberapa tingkatan/kelas yakni
cadangan hipotetik, cadangan terindikasi dan cadangan terukur.
Menurut Agus Sugiyono, seorang peneliti BPPT, Indonesia
memiliki cadangan batubara yang cukup besar, jauh melebihi
cadangan sumber energi lainnya. Secara total cadangan batubara
Indonesia setidaknya mencapai 44,13 milyar ton, atau setara dengan
166,79 milyar barel minyak. Sementara itu cadangan gas alam
Indonesia adalah 137,79 TSCF (Tera Standard Cubic Feet), setara
dengan 23,9 milyar barel minyak dan cadangan minyak bumi
Indonesia hanya sebesar 9,1 milyar barel.
71
Dari 44.13 milyar ton tersebut, sekitar 11.484 juta mlyar ton
merupakan cadangan terukur, 27.284 milyar ton cadangan
terindikasi dan sekitar 5.362 milyar ton cadangan hipotetik. Sebagian
besar cadangan ini terletak di Pulau Kalimantan (61 %), sisanya 38
% di Pulau Sumatera dan 1 % di pulau-pulau lainnya (Jawa,
Sulawesi, Papua dll).
Bila dibandingkan dengan cadangan batubara dunia,
cadangan batubara Indonesia hanya menempati urutan ke 13 atau
setara dengan 1,3 persen seluruh cadangan batubara dunia.
Cadangan batubara terbukti tertinggi dimiliki oleh Rusia yakni 157
milyar ton dan diikuti oleh Cina dengan cadangan 114 milyar ton.
Menurut Calvin, kalau tingkat produksi batubara nasional
mencapai 200 juta ton per tahun, maka cadangan batubara terbukti
tersebut baru akan habis dalam 57 tahun ke depan. Namun jika
dihitung berdasarkan cadangan batubara terukur dan terindikasi
maka cadangan batubara tersebut baru akan habis dalam 194 tahun
ke depan.
Cadangan batubara terbukti Indonesia mayoritas merupakan
kualitas rendah; lignite (59%), sub-bituminous (27%), bituminous
(14%) dan antrasit (< 0.5%) dari total cadangan.

6.1.3 Sebaran Cadangan Batubara Indonesia


Pada umumnya endapan batubara Indonesia yang bernilai
ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan). Pada
umumnya endapan batubara tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batubara berumur Eosen (kira-kira 45 juta tahun yang lalu skala

72
waktu geologi) dan batubara berumur Miosen (kira-kira 20 juta tahun
yang lalu skala waktu geologi).
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba
sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi saat ini. Beberapa
diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air
tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral
anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah
dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada
batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya
lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan
batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau
delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat
ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang
dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-
cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan
Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut
Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah
ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan mulai berlangsung
pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada
Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam,
yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-
Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen
itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau
yang dangkal.
73
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi
sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih
muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera
bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal
kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan
fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang terjadi pada
dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif
oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada
cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan
Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah
dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera
Tengah (Riau).
Berikut ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan
batubara Eosen di Indonesia.

Tabel 9 Endapan Batubara Eosin Indonesia

TM IM abu VM S NK
Tambang Cekungan Perusahaan
(%ar) (%ad) (%ad) (%ad) (%ad) (kkal/kg)

Asam- PT Arutmin
Satui 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
asam Indonesia
PT Arutmin
Senakin Pasir 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Indonesia
PT BHP
Petangis Pasir 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Kendilo Coal
0.50 -
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00 36.50 6900
0.60
Parambah PT Allied Indo 10.00 37.30 0.50
Ombilin 4.00 - 6900 (ar)
an Coal (ar) (ar) (ar)

(ar) - as received, (ad) - air dried,


Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

74
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah
pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada era Oligosen hingga Awal
Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana
terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan
sekuen batu gamping. Pengangkatan dan kompresi adalah
kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan
maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis
terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan
Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan
Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen juga secara ekonomis
ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta
dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang saat ini terjadi di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya
adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan
batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga
kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi
geografisnya menguntungkan.
Namun di beberapa lokasi, batubara Miosen juga tergolong
kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC),
endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan
Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan
Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa
endapan batubara Miosen di Indonesia.

75
Tabel 10 Endapan Batubara Miosen Indonesia
TM IM abu VM S NK
Tambang Cekungan Perusahaan
(%ar) (%ad) (%ad) (%ad) (%ad) (kkal/kg)
PT Kaltim
Prima Kutai 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Prima Coal
PT Kaltim
Pinang Kutai 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Prima Coal
Roto PT Kideco Jaya
Pasir 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
South Agung
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Sumatera
Air Laya PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Selatan
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber:
Indonesian Coal Mining Association, 1998

6.2 Produksi dan Konsumsi Batubara Indonesia


6.2.1 Produksi Batubara Indonesia
Walaupun cadangan batubara Indonesia cukup melimpah,
namun tingkat produksinya masih sangat sedikit. Dilihat dari rasio
cadangan tehadap produksi (R/P Ratio), batubara diperkirakan
masih mampu digunakan selama lebih dari 500 tahun ke depan.
Sedangkan gas alam dan minyak bumi masing-masing 43 tahun
dan 16 tahun. Melihat volume cadangan ini, batubara diperkirakan
akan mempunyai peran yang lebih besar sebagai penyedia energi
primer nasional.
Pada tahun 2004, produksi batubara Indonesia baru mencapai
127 juta MT pertahun, meningkat dari tahun sebelumnya yang
berjumlah 120 juta MT. Sementara pada tahun 2005 produksi batu
bara Indonesia meningkat lagi mencapai 150 juta ton per tahun.

76
Dari jumlah produksi tersebut, sekitar 86% berasal dari
kontraktor PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara) generasi I-III, sementara PTBA (PT Tambang Batubara
Bukit Asam Persero) memproduksi kurang dari 10% dari total
produksi tersebut dan sisanya diproduksi oleh perusahaan
pemegang Kuasa Penambangan (KP) dan KUD.
Sebagaian besar produksi (67,5%) digunakan untuk memenuhi
pasar ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik,
seperti Jepang, Taiwan, Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya
sebesar 32,5% digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara
lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp dan lainnya.
Pemakaian batubara terbesar adalah untuk industri listrik (PLTU)
yang mencapai 20 juta ton per tahun, diikuti oleh industri semen
sebesar 4,2 juta ton per tahun, dan sisanya untuk industri lain.
Penggunaan batu bara diperkirakan meningkat menyusul
rencana pemerintah mengembangkan sejumlah proyek PLTU
batubara dalam waktu dekat. Tender pembangkit listrik diutamakan
untuk batubara dan gas. Jadi akan ada peningkatan kapasitas
konsumsi domestik dalam waktu tiga hingga lima tahun ke depan.
Pengusahaan batubara di Indonesia umumnya dikelola oleh
perusahaan milik negara (BUMN), perusahaan dalam rangka kontrak
kerjasama dengan Perum batubara (KKS), perusahaan swasta
nasional dan koperasi. Jumlah kuasa pertambangan yang dikelola
swasta nasional (KP Swasta) dan Koperasi/KUD (KP-Koperasi)
tahun 2004 mencapai 251 perusahaan, terdiri dari 216 perusahaan
swasta nasional sedangkan sisanya perusahaan asing.
Pertambangan batubara Indonesia pada umumnya
memproduksi batubara dengan calorific values bervariasi antara
77
5.000 – 7.000 kcal/kg, dengan kadar abu dan belerang yang rendah.
Kadar belerang dalam batubara Indonesia pada umumnya kecil dari
1,0 %, sehingga dapat digolongkan sebagai batubara ramah
lingkungan karena menghasilkan emisi gas SO2 yang rendah.

6.2.2 Konsumsi dan Pemanfaatan Batubara Indonesia


Menurut data Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara,
penjualan batubara di pasar dalam negeri pada 2003 sekitar 30,1
juta ton, meningkat 11,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara, volume pada 2004 terealisasi 40,7 juta ton yang
dipasok dari kontraktor KP, termasuk BUMN tambang sebanyak 7,3
juta ton dan suplai kontraktor PKP2B sebesar 33,4 juta ton.
Konsumsi batubara domestik tahun 2005 diproyeksikan
mencapai 45,5 juta ton. Kebutuhan pasar domestik tersebut akan
dipasok dari produksi kontraktor kuasa pertambangan (KP) sebesar
5,6 juta ton dan 39,9 juta ton dari kontraktor PKP2B.
Konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9%
per tahun. Diharapkan konsumsi ini akan semakin meningkat
dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk
mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya
semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari
migas bagi kelangsungan pembangunan. Namun, pengembangan
pemanfaatan batubara dalam negeri masih terkendala dengan
keterbatasan infrastruktur pendukung terutama dalam hal
transportasi dan distribusi. Disamping itu, harga jual batubara dalam
negeri yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional
menyebabkan produsen batubara lebih menyukai pasar luar negeri
dibandingkan pasar dalam negeri.
78
Oleh karena itu, guna menjamin ketersediaan batubara untuk
keperluan domestik, maka Pemerintah perlu mengatur keamanan
suplai karena dapat berdampak kepada terganggunya kegiatan
sektor lainnya terutama pasokan batubara untuk pembangkit listrik.
Pada awal 2005, harga batubara di pasar internasional meningkat
cukup tajam. Tingginya harga tersebut terkait dengan naiknya
konsumsi batubara pada hampir semua negara konsumen terutama
Cina dan dampak dari tingginya harga minyak di pasar internasional
(sejak terjadinya perang di Irak) sehingga banyak industri yang
beralih dari minyak kepada gas dan batubara. Indonesia tidak dapat
memanfaatkan momentum ini walaupun dari sisi cadangan hal ini
sangat dimungkinkan. Hal ini disebabkan karena sejak lima tahun
terakhir tidak ada investasi untuk pembangunan tambang baru
akibat berbagai permasalahan internal seperti keamanan, sistem
perpajakan, tumpang tindih penggunaan lahan, dan isu-isu lainnya.
Sepanjang tahun 2005-2006, Indonesia menjadi negara
pengekspor batubara terbesar di dunia. Ekspor tersebut mampu
menutup 25 persen permintaan pasar batubara dunia. Ironisnya,
konsumsi batubara perkapita Indonesia justru termasuk yang
terendah diantara negara-negara produsen batubara. Bahkan
konsumsi batubara perkapita Indonesia hanya separuh dari Malaysia
dan Thailand, padahal kedua negara tersebut tergolong miskin
cadangan batubara.
Gambaran komsumsi batubara perkapita dari delapan besar
negara penghasil batubara diberikan pada tabel berikut ini :

79
Gambar 9 Konsumsi Perkapita Batubara di 8 Negara
Negara-negara besar yang memiliki produksi batubara besar
umumnya memprioritaskan pemakaian batubara untuk kebutuhan
domestik. Amerika Serikat dan China, misalnya, memanfaatkan lebih
dari 95 persen produksi batubara mereka untuk konsumsi domestik.
India bahkan memanfaatkan seluruh batubara mereka untuk
konsumsi dalam negeri. Kondisi serupa juga terjadi di Rusia,
Polandia dan Afrika Selatan, dimana lebih dari 70 persen produksi
digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Sementara di Indonesia
kondisinya sangat bertolak belakang, 75 persen produksi batubara
justru diarahkan untuk tujuan ekspor dan hanya 25 % untuk
konsumsi domestik.

80
Gambar 10 Distribusi Pemanfaatan Batubara Indonesia
Peranan penting batubara tidak bisa dilepaskan dari sejarah
industrialisasi umat manusia. Tersedianya batubara yang melipah di
negara-negara Eropa telah menghantarkan mereka memasuki era
industrialisasi dan kemakmuran seperti sekarang ini.
Di Amerika, selama satu abad terakhir batubara telah
menjadi penggerak ekonomi negara tersebut dengan menyediakan
lebih dari separuh kebutuhan listrik mereka. Kondisi ini diperkirakan
masih akan berlangsung hingga beberapa tahun yang akan datang,
Laporan yang disusun oleh Pennsylvania State University
menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya batubara di negera
tersebut untuk pembangkitan listrik diperkirakan akan menciptakan
pemberdayaan ekonomi pada jutaan usaha dan industri kecil serta

81
rumah tangga dan membuka 6.8 juta lapangan kerja baru [Rose,
2006].
Dua raksasa ekonomi Asia, Cina dan India, juga memilih
memanfaatkan sebagian besar batubaranya untuk keperluan
domestik sebagai sumber energi pembangunan ekonomi ketimbang
sebagai komoditi ekspor.
Di Korea, konsumi batubara terbukti memiliki pengaruh
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi negaranya.
Konsekuensinya, hambatan pada konsumsi batubara akan
berpotensi besar dalam menghambat pertumbuhan ekonomi Korea.
Ini mendorong pemerintah Korea untuk meningkatkan jaminan
pasokan batubara untuk jangka panjang [Yoo, 2006].
Kenyataan serupa juga berlaku di negara-negara yang lain.
Alasannya sangat jelas, selama ini batubara masih merupakan
pilihan paling murah dan berlimpah dalam penyediaan energi untuk
pembangunan ekonomi.
Berkaca dari pengalaman negara-negara tersebut Indonesia
semestinya memanfaatkan sumber daya batubara yang dimilikinya
untuk mendukung pembangunan industri. Tentu pemanfaatan
batubara tersebut harus tetap mempertimbangkan aspek-aspek
lingkungan dan keselamatan. Menjadikan batubara sebagai komoditi
ekspor andalan adalah suatu kebijakan yang keliru.

6.4 Dampak Lingkungan Pemanfaatan Batubara


Dampak lingkungan pemanfaatan batubara dapat
dikelompokkan ke dalam 3 periode yakni periode penambangan,
periode transfortasi dan penyimpanan serta periode pemanfaatan.

82
Periode Penambangan
Dampak lingkungan pemanfaaan batubara pada periode
penambangan antara lain adalah terganggunya kestabilan tanah di
daerah sekitar bekas tambang sehingga berpotensi menimbulkan
longsor, adanya daerah-daerah cekungan yang cenderung banjir
dan longsor pada musim hujan, munculnya emisi gas bakar (gas
methan dll) sehingga berpotensi menimbulkan peledakan/kebakaran
di sekitar daerah tambang.
Oleh karena itu pelaku-pelaku tambang harus melakukan upaya-
upaya untuk meminimalkan dampak lingkungan dari operasi
penambangan seperti melakukan operasi penambangan sesuai
prosedur operasional standar, melakukan reclamasi terhadap daerah
bekas tambang, melakukan reboisasi pada daerah bekas tambang
dan lain-lain.
Saat ini, kota Sawahlunto malah mencoba menjadikan daerah
bekas tambang sebagai daerah objek wisata.

Periode transfortasi dan penyimpanan


Dampak lingkungan pemanfaatan batubara pada periode
transfortasi dan penyimpanan relatif lebih kecil. Kecuali dalam
bentuk bubuk, transfortasi batubara untuk semua moda transfortasi
(darat dan laut) cukup aman terhadap bahaya kebakaran/peledakan
karena titik nyalanya yang jauh diatas kondisi atmosferik. Begitu juga
penyimpanan batubara, tidaklah memberikan dampak lingkungan
yang berarti. Siraman air hujan terhadap tumpukan batubara tidak
cukup signifikan meningkatkan BOD dan COD badan air disekitar
daerah penyimpanan.

83
Namun demikian perhatian khusus perlu diberikan bila
mentransfortasikan atau menyimpan batubara dalam bentuk bubuk,
karena mempunyai potensi untuk terbakar bahkan meladak terutama
pada temperatur yang moderat.

Periode Pemanfaatan
Pada periode pemanfaatan ada beberapa dampak lingkungan
yang dtimbulkan oleh pemanfaatan batubara diantaranya adalah
limbah padat berupa abu dan arang, limbah cair berupa senyawa
organik dan aquos solution dan limbah gas berupa emisi beberapa
polutan ke udara seperti abu terbang (fly ash), asap, COx, NOx dan
SOx.
Limbah cair batubara biasanya berasal dari hasil pencucian atau
proses pengolahan batubara. Limbah ini berpotensi meningkatkan
BOD dan COD badan air karena sebagian besar merupakan
senyawa organik.
Abu terbang merupakan polutan yang berasal dari kandungan
abu batubara yang akan meningkatkan total suspended solid di
udara. Batubara yang mengandung kadar abu tinggi cenderung
menghasilkan abu terbang yang tinggi pula dan sebaliknya.
Asap merupakan produk samping dari proses pembakaran
batubara yang lepas kelingkungan sebelum sempat terbakar. Asap
biasanya muncul bila pembakaran tidak sempurna (ratio udara-
batubara kurang atau temperatur dan waktu tinggal dalam ruang
bakar kurang). Asap ini biasanya bewarna hitam (kegelapan) yang
terdiri dari senyawa hidrokarbon rantai panjang. Bila asap ini
dikondensasikan maka didapatkanlah tar (asap cair). Untuk
mengeliminasi terbentuknya asap maka batubara yang digunakan
84
pada proses pembakaran harus mengandung zat terbang yang
rendah. Ini bisa diperoleh dengan menggunakan batubara peringkat
tinggi (bituminus atau antrasit) atau dengan mengkarbonisasi
batubara peringkat rendah (lignit atau sub bituminus) sebelum
dibakar.
COx (CO atau CO2) merupakan senyawa hasil reaksi utama
pembakaran batubara. Kedua senyawa ini berpotensi merusak
lapisan ozon yang selanjutnya akan memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global. Produksi COx dari pembakaran batubara
ditentukan oleh kualitas batubaranya; batubara kualitas tinggi
(antrasit) cenderung menghasilkan COx yang lebih besar
dibandingkan batubara kualitas rendah (Sub bituminus atau lignit),
karena batubara kualitas tinggi mengandung kadar carbon yang
lebih tinggi.
NOx (NO dan NO2) adalah produk samping dari reaksi
pembakaran batubara terutama bila reaksi pembakaran berlangsung
pada temperatur yang tinggi (± 1000 0C). Senyawa-senyawa ini
cenderung menyebabkan hujan asam. Cara menekan emisi ini
adalah dengan mengatur ratio udara terhadap batubara saat dibakar
dan dengan mengendalikan temperatur ruang bakar.
SOx (SO2 dan SO3) adalah produk samping proses pembakaran
batubara yang bersifat korosif dan mempunyai potensi untuk
menyebabkan hujan asam. Strategi mengurangi emisi ini dapat
dilakukan dengan tiga cara yakni melakukan desulfurisasi batubara
sebelum dibakar, menambahkan batu kapur ke ruang bakar dan
memasang alat penangkap sulfur setelah proses pembakaran.

85
6.5 Teknologi Batubara Bersih
Meskipun mempunyai potensi cemaran yang tinggi, penggunaan
batubara sebagai sumber energi primer tidak dapat dihindarkan lagi.
Untuk itu para ahli telah mengembangkan teknologi batubara bersih
(clean coal technology); dimana mulai dari tahap sebelum
pemanfaatan (pre utilization), tahap pemanfaatan (utilization) dan
tahap setelah pemanfaatan (post utilization) senantiasa dilakukan
upaya-upaya untuk meminimalkan munculnya cemaran ke
lingkungan.
Dengan demikian, penggunaan batubara sebagai sumber energi
primer atau sebagai sumber bahan kimia sudah tidak perlu
ditakutkan lagi karena sudah relatif ramah terhadap lingkungan.
Beberapa upaya yang termasuk dalam penerapan clean coal
technology antara lain coal blending, coal dewatering, coal
desulfurization, coal briqueting, coal carbonization, coal liquifaction,
coal gasification dan lain-lain.
Coal blending adalah upaya untuk meningkatkan kualitas
batubara dengan mencampurkan batubara kualitas rendah dengan
batubara kualitas tinggi. Misalnya ada batubara X yang kadar
sulfurnya > 1 %, untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar di pabrik
semen harus dicampurkan dengan batubara lain yang kadar
sulfurnya sangat rendah sehingga kadar sulfur campurannya tetap
memenuhi standar (< 1%).
Coal dewatering adalah upaya untuk menurunkan kadar air
batubara dengan cara merusak gugus karboksilnya. Upaya ini
biasanya digunakan untuk meningkatkan nilai kalor dari batubara
kualitas rendah.

86
Coal desulfusization adalah upaya untuk
menghilangkan/mengurangi kadar sulfur batubara baik secara
mekanik maupun secara biologi.
Coal briquetting adalah suatu upaya untuk meningkatkan kinerja
pembakaran batubara dalam bentuk bongkahan sekaligus
memudahkan penanganannya.
Coal carbonization adalah suatu upaya untuk menurunkan kadar
zat terbang dari batubara dengan perlakuan thermal (thermal
dekomposition).
Coal liquifaction adalah upaya untuk mengubah batubara
menjadi bahan bakar cair baik secara langsung maupun secara tak
langsung. Dengan demikian emisi CO dan CO2 nya dalam
pembakaran bisa berkurang.
Coal gasification adalah upaya untuk mengubah batubara
menjadi bahan bakar gas (syn gas). Hal ini ditujukan untuk
menjadikannya bahan bakar ramah lingkungan dan memiliki nilai
kalor tinggi.

87
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin M. and Parmanoan D., Teknologi Pembakaran Batubara :


Tinjauan Khusus di Pabrik Semen, PT. Semen Padang, 2000
2. Berkowitz N., The Chemistry of Coal, Coal Science and
Technology 7, Elsevier Scientific Publishing Company,
Amsterdam, 1985
3. Greb S., Eble, C., Peters D., and Papp A., Coal and the
Environment, The American Geological Institute, (2006).
4. Ismail S., Pengantar Perbatubaraan, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang, 1988.
5. Ismail S., Proses Perbatubaraan dan Aspek Lingkungannya,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya,
Palembang, 1989.
6. Tsai S.C., Fundamentals of Coal Beneficiation and Utilization,
Coal Science and Technology 2, Elsevier Scientific Publishing
Company, Amsterdam, 1981
7. Unsworth J. F., Barrat D.J. and Roberts P.T., Coal Quality and
Combustion Performance, Elsevier, Amsterdam, 1991
8. Zimmerman R.E., Evaluating and Testing the Cooking Properties
of Coal,Miller Freeman Publications Inc., San Francisco, 1979

88
GLOSARI

Adiabatic flame Temperatur nyala api tertinggi yang


temperature : dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
tertentu dalam sebuah furnace adiabatik
Fludized bed : Fenomena unggun mengalir
Entrainment : Fenomena unggun terbang
Maceral : Kandungan organik dari suatu bahan
Suspended solid : Partikel padat yang tersuspensi dalam
fasa gas/udara
Polimer : Senyawa yang terdiri dari penggabungan
monomer-monomer
Kopolimer : Polimer yang tersusun dari monomer
yang tidak seragam (bila tersusun dari
monomer yang seragam dinamakan
homopolimer)
Carbonaceous shale : Batuan yang kandungan organiknya kecil
dari 50 %
Syn gas : Gas hasil proses gasifikasi batubara
Anaerob Kondisi tanpa oksigen
USGS : United State Geology Survey
BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
Panas sensibel : Panas yang dimiliki oleh benda yang
temperaturnya berbeda dengan
temperatur referensi

89
Thermokimia : Cabang ilmu kimia yang mempelajari
keterlibatan panas dalam reaksi
Eksotermis : Reaksi kimia yang menghasilkan panas
Endotermis : Reaksi kimia yang membutuhkan panas
Coal water fuel : Bahan bakar cair yang merupakan
campuran bubuk batubara dengan air
Temperatur Temperatur yang menunjukkan awal
dekomposisi : terjadinya evolusi zat terbang batubara
Mesh : Ukuran ayakan (mesh = banyaknya
jumlah lubang dalam 1 inch panjang)

90
SUBJECT INDEXES

Adiabatic flame temperature, 52 Electrical resistivity, 53


Analisa proksimat, 23 Entrainment, 54
Analisa ultimat, 23, 28 Fludized bed, 54
ASTM, 41, 43 Free moisture, 24
Anaerob, 11, 12, 16 Hujan asam, 75
Bomb calorimetre, 30 Impermeable, 10, 11
BPPT, 61 Insitu, 15, 41
Carbonaceous shale, 2 Inherent moisture, 24
Coke, 35, 39 ISO, 41, 45, 46
Combustible, 25 Kopolimer, 2
Coal blending, 76 Maceral, 2
Coal dewatering, 76 Mesin uap, 6
Coal desulfurization, 77 Metode Kedahl, 28
Coal water fuel, 3, 77 Mesh, 24, 26, 27, 35
Coal briquetting, 3, 77 NCB, 41, 43, 44
Coal carbonization, 3, 77 Oksidan, 49
Coal liquifaction, 3, 77 Overburden, 12, 20
Coal gasification, 3, 77 Oven, 25, 27
Clean coal technology, 76 Porositas, 30, 33, 34
Dyke, 19 Panas sensible, 30
Dilatometry, 30, 37, 38 Polimer, 4
Desikator,25, 26, 27, 33 Peatification, 12
Drift, 15, 41 Reclamasi, 73
Endotermis, 52 Suspended solid, 3, 74

91
Eksotermis, 52 Syn gas, 3, 77
Sill, 19 Topografi, 14, 41
Thermokimia, 50 USGS, 59
Temperatur dekomposisi, 48 Uncombustible, 25
Trust, 20 Unconfined compressive
machine, 34
Tectonic, 19, 20 Vulkanik, 19

92
Penulis dilahirkan di Padang Ganting tanggal
16 September 1968. Menamatkan pendidikan
sekolah dasar di SDN 4 Padang Ganting, Kab.
Tanah Datar pada tahun 1982. Pada tahun 1985
menamatkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di
MTsN Gunung Pangilun Padang. Pendidikan
lanjutan tingkat atas ditamatkan tahun 1988 di
SMAN 3 Padang. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Teknik Kimia Universitas Sriwijaya
tahun 1988 s/d 1993. Sementara pendidikan
magister dan doktor diselesaikan di
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung tahun 1998 dan
2019.
Penulis mulai mengenal ilmu dan pengetahuan tentang batubara dari
matakuliah teknologi batubara yang diikuti ketika menempuh pendidikan
sarjana di Program Studi Teknik Kimia Universitas Sriwajaya. Ilmu dan
pengetahuan tentang batubara ini selanjutnya diperdalam penulis waktu
mengikuti pendidikan magister di Program Studi Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung dengan mengambil materi tesis tentang teknologi
karbonisasi batubara. Pendalaman ilmu dan pengetahuan tentang
perbatubaraan terus dilakukan penulis secara konsisten. Tahun 2010,
penulis mengikuti magang di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
tentang teknologi pengolahan batubara. Hingga sekarang, beliau masih
mengasuh matakuliah teknologi batubara di Jurusan Teknik Kimia
Universitas Bung Hatta. Beberapa penelitian dan seminar tentang
perbatubaraan juga sering diikuti oleh penulis baik ditingkat nasional
maupun ditingkat internasional.

Buku ini berisi tentang definisi batubara, teori pembentukan batubara,


rank batubara, analisa/pengujian batubara, klasifikasi batubara serta potensi
perbatubaraan Indonesia. Dengan membaca buku ini diharapkan pembaca
dapat memahami perbatubaraan Indonesia dan potensi ekonomi yang
dimilikinya terutama disaat cadangan minyak dunia semakin menipis yang
berimbas pada kelangkaan dan kenaikan harga minyak.
Bagi para pengambil kebijakan, khususnya di Sumatera Barat
seyogyanya segera mengambil kebijakan strategis tentang strategi
pemanfaatan batubara mengingat batubara merupakan sumber bahan bakar
alternatif yang paling memungkinkan (murah dan tersedia dalam jumlah
berlimpah) untuk dikembangkan saat ini. Isu pencemaran lingkungan oleh
penggunaan batubara tidak perlu dikhawatirkan lagi karena saat ini telah
banyak dikembangkan teknologi batubara bersih (clean coal technology).

93

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai