net/publication/339237855
BATUBARA (JILID 1)
CITATIONS READS
0 5,208
1 author:
Pasymi Pasymi
Universitas Bung Hatta
10 PUBLICATIONS 6 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Pasymi Pasymi on 13 February 2020.
PENERBIT
BUNG HATTA UNIVERSITY PRESS
2008
1
Kata Pengantar
2
2. Seluruh dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas Bung Hatta
yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam
penyusunan buku ini
3. Rekan-rekan di Bung Hatta University Press atas jasa editing
dan penerbitan buku ini.
Penulis menyadari isi buku ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan masukan-masukan dari pembaca
sekalian. Terimakasih.
3
RINGKASAN
4
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ii
Ringkasan Iv
Daftar Isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar Ix
5
3.2.2 Penentuan Kadar Nitrogen
3.2.3 Penentuan Kadar Sulfur
3.2.4 Penentuan Kadar Posfor
3.2.5 Penentuan Kadar Oksigen
3.3 Analisa dan Pengujian Lainnya
3.3.1 Pengujian Nilai Kalor
3.3.2 Penentuan Porositas
3.3.3 Penentuan Kuat Tekan
3.3.4 Pengujian Gray King
3.3.5 Pengujian Free Swelling Indek
3.3.6 Pengujian Dilatometri
3.3.7 Pengujian Indeks Roga
Bab 4 Klasifikasi Batubara
4.1 Americans Society for Testing and Materials
4.2 National Coal Board
4.3 International Standard Organization
Bab 5 Pembakaran Batubara
5.1 Mekanisme Pembakaran Batubara
5.2 Reaksi Pembakaran Batubara
5.2.1 Reaksi Utama
5.2.2 Reaksi Samping
5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses
Pembakaran Batubara
Bab 6 Perbatubaraan Indonesia
6.1 Potensi Batubara Indonesia
6.1.1 Sumber Daya Batubara Indonesia
6.1.2 Cadangan Batubara Indonesia
6
6.1.3 Sebaran Cadangan Batubara Indonesia
6.2 Produksi dan Konsumsi Batubara Indonesia
6.2.1 Produksi Batubara Indonesia
6.2.2 Konsumsi Batubara Indonesia
6.3 Dampak Lingkungan Pemanfaatan Batubara
6.3.1 Periode Penambangan
6.3.2 Periode Transfortasi dan Penyimpanan
6.3.3 Periode Pemanfaatan
6.4 Teknologi Batubara Bersih
Daftar Pustaka
Glosari
Subject Indexes
7
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel-1 Perubahan Komposisi Batubara selama Proses
Coalifikasi
Tabel-2 Skala Waktu Geologi Pembentukan Batubara
Tabel-3 Type Lingkungan Pengendapan Batubara
Tabel-4 Interpretasi Hasil Dilatometri
Tabel-5 Hubungan Indeks Roga dengan Sifat Caking
Batubara
Tabel-6 Klasifikasi Batubara menurut Standar ASTM
Tabel-7 Klasifikasi Batubara menurut Standar NCB
Tabel-8 Klasifikasi Batubara menurut Standar ISO
Tabel-9 Endapan batubara Eosin Indonesia
Tabel-10 Endapan Batubara Miosen Indonesia
8
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar-1 Contoh Batubara
Gambar-2 Struktur Kimiawi Batubara
Gambar-3 Proses Pembentukan Batubara
Gambar-4 Urut-Urutan Rank Batubara
Gambar-5 Type Coke Standar
Gambar-6 Type Kerak Standar
Gambar-7 Kurva Standar Dilatometri
Gambar-8 Metode Circular untuk Penghitungan
Sumberdaya Batubara
Gambar-9 Konsumsi Perkapita Batubara di 8 Negara
Gambar 10 Distribusi Pemanfaatan Batubara Indonesia
9
BAB I
PENGERTIAN BATUBARA
10
• Batubara adalah batuan yang tersusun dari dominasi senyawa
organik dan senyawa pengotor anorganik/mineral oleh
Hendricks, Grimes & Meyer.
“Batuan yang mengandung senyawa anorganik > 50 %
dinamakan Hendricks sebagai carbonaceous shale”
• Batubara adalah batuan sedimen yang tersusun dari maceral
dan mineral oleh Davidson. Maceral tersebut meliputi : vitrinite,
exinite dan innernite.
• batubara adalah batuan yang struktur utamanya tersusun dari
senyawa-senyawa aromatik dan hidro aromatic oleh Van
Krevelen & Meyer.
• Batubara adalah batuan yang tersusun dari kopolimer yang
amorphous melalui ikatan silang dari gugus aromatik yang stabil
oleh Edger.
Bidang Energi
Batubara merupakan sumber energi yang sangat melimpah dan
murah. Sebagai bahan bakar batubara dapat dimanfaatkan dalam
bentuk padat (batubara bongkah atau briket), bentuk cair (minyak
batubara dan coal water fuel) dan bentuk gas (coal gas synthesis).
Sebelum ditemukannya cadangan minyak bumi dan gas pada abad
ke 19, batubara merupakan sumber energi primer utama di dunia.
Peranannya dalam revolusi industri di abad ke 18 sangat besar
terutama dengan ditemukannya mesin uap.
Bidang Lingkungan
Batubara merupakan pencemar lingkungan yang sangat besar.
Flue gas hasil pembakaran batubara mengandung COx, SOx dan
NOx dalam jumlah yang besar. Disamping itu abu terbang batubara
(fly ash) juga merupakan penyumbang total suspended solid ke
udara. Sebagian para pencinta lingkungan menolak penggunaan
batubara sebagai bahan bakar, karena dinilai merupakan
penyumbang utama terhadap pemanasan global. Sementara
sebagian yang lainnya terus berupaya mendorong untuk
pengembangan teknologi batubara bersih/ramah lingkungan.
12
Bidang Ekonomi
Batubara adalah suatu komoditas yang mempunyai prosfek
ekonomi yang sangat baik. Karena potensi yang dimilikinya; baik
sebagai bahan bakar maupun sebagai sumber bahan kimia,
batubara sudah sejak lama menjadi sebuah komoditas ekonomi
yang sangat penting. Apalagi ditengah melambungnya harga minyak
dunia batubara semakin menjadi primadona ekonomi seperti yang
terjadi di India, Cina, Australia, Amerika Serikat, Polandia, Afrika
Selatan, Ukraina dan Indonesia.
Komoditas ini mempunyai volume perdagangan yang sangat
besar, baik dalam negeri, antar negara bahkan antar benua.
13
Group polisiklik batubara biasanya terdiri dari gugus fungsional
oksigen, nitrogen dan sulfur (Shinn, 1984).
Sementara struktur alifatik yang menghubungkan masing-
masing group terdiri dari alifatik rantai pendek (methyl dan ethyl),
jembatan (metilen dan etilen) dan struktur hidroaromatik ( Tsai,
1982). Biasanya jembatan metilen lebih reaktif dari pada senyawa
alifatik. Jumlah struktur alifatik berkurang dengan naiknya peringkat
batubara (Gavalas, 1982)
Gugus fungsional oksigen yang banyak terdapat dalam
batubara antara lain senyawa metoksi, karboksil, karbonil, hidroksil,
eter, dan heterosiklik. Pada umumnya kandungan gugus fungsional
oksigen dalam batubara berbanding terbalik dengan peringkat
batubara (Tsai, 1982).
Struktur kimiawi batubara diberikan pada gambar 2 berikut ini.
14
1.3. Sejarah Penggunaan Batubara
Belum ada informasi yang pasti tentang siapa dan kapan
pertama sekali batubara digunakan sebagai bahan bakar. Petunjuk
paling awal tentang pengenalan batubara berasal dari Aristoteles
yang menyebutkan bahwa ada arang yang menyerupai batu.
Beberapa ahli sejarah yakin bahwa penggunaan batubara
pertama kali secara komersial berlangsung di Cina. Hal ini
didasarkan pada sebuah laporan yang menyatakan bahwa sekitar
tahun 1000 SM ada suatu tambang di timur laut Cina yang
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk
mencetak uang logam.
Pada tahun 400 sebelum masehi, para ahli sejarah juga
menemukan bukti penggunaan batubara di Inggris. Hal ini terindikasi
dari ditemukannya abu batubara pada reruntuhan bangunan bangsa
Romawi di Inggris, yang saat itu menduduki Inggris.
Sejarah juga mencatat bahwa di abad pertengahan
penambangan batubara juga sudah terjadi di Eropa, bahkan suatu
perdagangan internasional batubara dari Inggris ke Belgia melalui
laut juga berlangsung pada abad pertengahan tersebut.
Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan
batubara meningkat pesat. Penemuan revolusional mesin uap oleh
James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan
dalam pertumbuhan penggunaan batubara. Oleh karena itu, riwayat
penambangan dan penggunaan batubara tidak dapat dilepaskan dari
sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan
baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
15
Keprimadonaan batubara memuncak pada masa perang dunia
pertama, dimana sebagian besar kendaraan perang Jerman saat itu
digerakkan dengan batubara.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi
primer mulai berkurang seiring dengan ditemukannya minyak
mentah saat usai perang dunia pertama. Sejak tahun 1960, akhirnya
minyak mentah mampu menggantikan batubara sebagai sumber
energi primer. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara
akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai sumber energi primer.
Kenyataannya sampai saat ini batubara tidak pernah hentinya
digunakan sebagai salah satu sumber energi primer di dunia.
Bahkan krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak
pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu
sumber energi primer, dalam hal ini minyak mentah, akan
menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi dunia secara
kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah
yang merupakan produsen minyak terbesar di dunia juga sangat
berpengaruh pada stabilitas pasokan maupun fluktuasi harga
minyak. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor
batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor -
faktor berikut ini:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan
batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang
tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi
dunia pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun
untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per
tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan
16
batubara tersebut diperkirakan an dapat bertahan hingga 164
tahun ke depan. Sebaliknya, dengan tingkat produksi minyak
seperti pada saat ini, diperkirakan cadangan minyak mentah
dunia akan habis dalam waktu 41 tahun ke depan, sedangkan
gas akan habis dalam waktu 67 tahun ke depan. Disamping itu,
sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan
minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di negara
Timur Tengah dan Rusia. Sehingga membutuhkan tambahan
biaya transportasi yang cukup besar untuk sampai ketangan
konsumen yang tersebar di seluruh dunia.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka
memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP
Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar
negara ・negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah
Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika
Selatan, dan Ukraina. Sehingga batubara dapat diperoleh dari
banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil,
karena tersedia hampir di semua benua.
3. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan
gas. Menurut suatu sumber yang dapat dipercaya, harga energi
yang bersumber dari batubara lebih kurang sepertiga dari harga
energi yang bersumber dari minyak mentah.
4. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan. Karena
titik nyala batubara yang cukup tinggi apalagi bila dalam bentuk
bongkah maka batubara aman untuk ditransportasikan dan
disimpan (tidak rawan meledak atau terbakar seperti halnya
minyak dan gas).
17
5. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik,
atau lokasi sementara. Kualitas batubara tidak banyak
terpengaruh oleh cuaca maupun hujan (daya oksidasinya
rendah).
6. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji
dan handal. Sampai saat ini sebagian besar listrik dunia masih
diproduksi melalui PLTU. Kecenderungan yang sama juga terjadi
pada industri besi baja, dimana pemakaian batubara juga
mendominasi pada industri tersebut hingga saat ini.
7. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan
lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga
teknologi batubara bersih (clean coal technology) sudah dapat
dikembangkan dan diaplikasikan. Sehingga tidak ada lagi
kekhawatiran terhadap efek lingkungan yang berlebihan dari
pemakaian batubara.
Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan
batubara dalam penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting.
Karena itu pada bab selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang
teori pembentukan batubara dan parameter umum yang menjadi
penentu kualitas batubara.
18
BAB II
PEMBENTUKAN BATUBARA
i. Teori Taylor
Menurut Taylor pembetukan induk batubara diawali dengan
perubahan tingkat kebasaan lapisan tanah yang disebabkan oleh
perubahan senyawa komplek kalsium alumino menjadi senyawa
komplek natrium alumino. Senyawa ini selanjutnya dihidrolisa oleh
air membentuk larutan alkali yang menyebabkan lapisan tanah
menjadi impermeable terhadap gas dan air. Setelah lapisan
19
impermeable ini terbentuk maka bakteri anaerob akan melakukan
aksi dekomposisi membentuk humid acid. Humid acid yang
terbentuk akan dinetralkan oleh larutan alkali yang terdapat pada
lapisan tanah tersebut. Proses ini terus berlanjut sampai terbentuk
induk batubara (peat).
Jadi proses pembentukan induk batubara semata mata hanya
akibat aksi bakteri anaerob (bio processing), tidak dipengaruhi oleh
aksi panas dan tekanan.
20
iii. Teori Kombinasi
Menurut teori kombinasi pembentukan batubara diawali dari
proses biokimia yakni proses pembusukan kayu oleh bakteri. Proses
ini dipengaruhi oleh peredaran air, temperatur, keasaman, dan
toksisitas dari lingkungan tempat terjadinya pembusukan. Proses
pembusukan ini dikenal juga dengan proses penggambutan
(peatification) yang akan menghasilkan induk batubara. Tahap
penggambutan adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO 2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan
fungi diubah menjadi gambut (Susilawati 1992).
Setelah peat terbentuk dalam tahap biokimia, selanjutnya proses
pembentukan batubara diikuti oleh tahap dinamokimia yakni proses
penimbunan peat oleh lapisan tanah disekitarnya sehingga peat
akan mendapatkan tekanan dari lapisan tanah diatasnya
(overburden) dan dari samping sebagai akibat dari pergeseran kulit
bumi. Pada tahap ini terjadi proses dekomposisi terhadap peat
sehingga prosentase karbonnya akan meningkat, sedangkan
prosentase hidrogen dan oksigennya akan berkurang (Susilawati
1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai
tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit (brown
coal), sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta
antrasit.
21
Perubahan komposisi batubara selama proses koalifikasi
diberikan oleh table berikut ini :
Keadaan Topografi
Persyaratan topografi yang memungkinkan terbentuknya
endapan batubara secara umum adalah sebagai berikut :
1. Ada dataran rendah dengan hutan yang lebat
2. Dekat dengan daerah rawa yang sukar kering (daerah ini
diharapkan sebagai tempat penumpukan jasad kayu)
3. Dekat dengan daerah yang tinggi (daerah ini diharapkan sebagai
penimbun jasad kayu).
4. Penurunan tanahnya terjadi perlahan-lahan sehingga keadaan
rawa tetap bisa dipertahankan (daerah tingginya tidak rawan
longsor).
22
5. Muara-muara/delta sungai. Bila daerah hutan lebat berada di
daerah aliran sungai maka keberadaan muara/delta sungai akan
menyamai fungsi rawa pada daerah air tergenang yakni sebagai
tempat penumpukan jasad tumbuhan.
23
A. Pengaruh Type Lingkungan Pengendapan
Ada dua type endapan batubara berdasarkan tempat
terbentuknya penumpukan jasad tumbuhan, yakni :
i. Endapan Insitu
Endapan insitu adalah endapan batubara yang terletak didekat
tumbuhan pembentuknya tumbuh (di daerah rawa).
Contoh endapan seperti ini adalah : endapan batubara Ombilin
di Sawah Lunto, Sumatera Barat.
25
delta plain basins, swamp, fens, sulphur
raised bogs
Lower delta Delta front, mouth mainly bright coals, low to
plain bar, splays, channel, medium TPI, high to very high
swamps, fans and GI, high sulphur
marshes
Backbarrier Off-, near-, and transgressive : mainly bright
strand plain backshore, tidal coals, medium TPI, high GI,
inlets, lagoons, fens, high sulphur
swamp, and marshes regressive : mainly dull coals,
low TPI and GI, low sulphur
Estuary channels, tidal flats, mainly bright coal with high
fens and marshes GI and medium TPI
27
didominasi oleh tumbuhan pohon – pohon nipah yang menghasilkan
batubara berlapis (Allen, 1985).
B. Pengaruh temperatur
Ada tiga bentuk aksi temperatur yang bekerja pada endapan
batubara yakni :
1. Geothermal Gradient
Temperatur endapan batubara sangat ditentukan oleh jarak
endapan tersebut dari perut bumi. Semakin jauh letak endapan
batubara dari permukaan bumi maka semakin tinggi
temperaturnya. Secara umum temperature lapisan tanah naik 3
– 4 0C setiap penambahan kedalaman 100 m.
2. Igneous Intrusion
Igneous intrusion adalah peristiwa intrusi lapisan batubara oleh
lelehan magma akibat aktifitas vulkanik. Intrusi lapisan batubara
secara vertical oleh lelehan magma dinamakan dyke. Sementara
intrusi lapisan batubara secara horizontal oleh lelehan magma
disebut sill.
3. Tectonic Activity
Aktivitas tektonik seperti pergeseran lempeng bumi atau blok
batuan yang terjadi disekitar daerah endapan akan menimbulkan
panas sehingga mempengaruhi temperature pada daerah
endapan tersebut.
28
C. Pengaruh Tekanan
Ada dua bentuk tekanan yang lazim bekerja pada endapan
batubara yakni :
• Tekanan Overburden
Tekanan yang disebabkan oleh beban lapisan tanah yang
menimbun endapan batubara dari arah atas ke arah bawah.
• Tekanan Trush
Tekanan mendatar yang disebabkan oleh pergeseran kulit bumi
sebagai akibat dari aktivitas tektonik.
29
Paleocene (65 – 59 jtl), Eocene (59 – 34 jtl), oligicene (34 – 25 jtl),
Miocene (25 – 12 jtl) dan Pliocene (12 – 2jtl).
31
BAB III
ANALISA DAN PENGUJIAN BATUBARA
Basis Analisa
Basis analisa adalah penetapan berat pembanding dalam suatu
analisa. Ada beberapa basis analisa yang sering digunakan dalam
melakukan analisa proksimat dan ultimat diantaranya : as received
(ar), air dried basis (adb), dry basis (db), dry ash free (daf), mineral
matter free (mmf), moisture mineral matter free (mmmf), moisture
and ash free (maf).
As received adalah basis analisa yang didasarkan pada berat
batubara yang belum mendapatkan perlakuan apa-apa (sample
langsung diambil dari tempat penyimpanan batubara). Air dried basis
adalah basis analisa yang didasarkan pada berat batubara yang
sudah dikering anginkan. Dry basis adalah basis analisa yang
didasarkan pada berat batubara kering. Dry ash free adalah basis
analisa yang didasarkan pada berat batubara kering dan bebas abu.
Mineral matter free adalah basis analisa yang didasarkan pada berat
kandungan organic batubara saja. Moisture mineral matter free
adalah basis analisa yang didasarkan pada berat kandungan organic
32
batubara dalam keadaan lembab. Moisture and ash free adalah
basis analisa yang didasarkan pada berat batubara lembab bebas
abu. Pemilihan basis analisa didasarkan pada tujuan analisa.
33
Prosedur :
1. Tentukan berat botol timbang dalam keadaan kering dan kosong
2. Masukkan satu (1) gram bubuk batubara yang berukuran 60
mesh kedalam botol timbang diatas
3. Masukkan botol timbang yang sudah berisi sample kedalam
oven yang bertemperatur 105-110 0C selama 1 jam
4. Dinginkan botol timbang yang berisi sample didalam desikator
selama ± 30 menit, lalu timbang berat botol timbang yang berisi
sample kering tersebut
5. Hitung selisih berat botol timbang yang berisi sample sebelum
dan sesudah dikeringkan.
6. Hitung kadar air dengan rumus sbb. :
34
Prosedur Baku Pengujian Kadar Zat Terbang Batubara
Prosedur :
1. Tentukan berat tube sample kosong (tube sample harus memiliki
tutup yang rapat)
2. Masukkan 1 gram sample berukuran 60 mesh kedalam tube
tersebut kemudian tutup
3. Masukkan tube berisi sample tersebut kedalam furnace yang
bertemperatur 950 0C selama ± 7 menit.
4. Dinginkan sample dalam desikator sampai temperatur kamar
(selama ± 30 menit), lalu timbang beratnya
5. Hitung kadar zat terbang semu dengan rumus sbb :
35
3.1.3. Pengujian Kadar Abu
Abu batubara adalah bagian batubara yang tersisa saat
batubara dibakar secara sempurna. Abu batubara tersusun dari
senyawa an organik seperti clay, pirit, limestone, pasir dll. Secara
kimiawi abu batubara terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO,
Ti2O, Na2O, K2O, SO3, dll (hampir sama dengan komposisi semen).
Kadar abu batubara akan mempengaruhi nilai kalor dan kinerja
pembakaran batubara (kerak abu cenderung menghambat
perpindahan panas).
Prosedur :
1. Tentukan berat cawan porselin kosong
2. Masukkan 1 gram sample berukuran 60 mesh ke dalam cawan
porselin tersebut
3. Masukkan sample kedalam oven lalu naikkan temperatur oven
sampai mencapai temperatur 700 0C secara bertahap.
(Lanjutkan pemanasan, bila terindikasi masih ada bagian
batubara yang belum terbakar).
4. Dinginkan hasil pembakaran sampai temperatur kamar dalam
desikator (± 30 menit)
36
5. Hitung kadar abu dengan rumus sbb:
berat.sisa. pembakaran
Kadar. Abu = x100%
berat.sample. ker ing
38
3.2.4. Penentuan Kandungan Posfor
Kandungan posfor dalam batubara ditentukan dengan
membakar batubara secara sempurna lalu dilakukan analisa kadar
posfor terhadap abu yang terbentuk.
40
tersambung dengan baik. Bila kedua kutup tersambung dengan
baik maka lampu indicator akan menyala
7. Hidupkan aliran air pendingin dan tunggu sampai temperature
vessel sama dengan temperature jacket.
8. Catat temperature awal vessel dengan menunggu
pembacaannya konstan
9. Tekan tombol fire selama beberapa saat, sampai kawat
penghubung kutub positif dengan kutub negative terputus (±10
menit)
10. Catat temperature akhir vessel bila penunjukannya sudah
mencapai angka yang konstan
11. Matikan aliran listrik dan keluarkan bomb dari unit bomb
calorimeter
12. Bebaskan gas yang terdapat dalam kantong udara bomb dan
tuangkan cairan yang terdapat dalam wadah cairan bomb
kedalam gelas piala sambil dibilas dengan air suling
13. Panaskan cairan tersebut sampai mendidih, kemudian setelah
agak dingin tambahkan 2 tetes indicator PP lalu titrasi dengan
larutan Ba(OH)2 0,1 N. Catat volume titrannya
14. Tambahkan lagi 5 ml larutan Na2CO3 0,1 N ke dalam cairan hasil
titrasi, kemudian panaskan lagi sampai mendidih
15. Setelah dingin saring endapan yang terbentuk
16. Tambahkan 2 tetes indicator Methylen Blue (MO) ke dalam
filtrate yang diperoleh kemudian titrasi lagi dengan larutan HCl
0,1 N. Catat volume titrannya
17. Hitung nilai kalor batubara dengan rumus sebagai berikut :
41
Na(Ta − To) − B
Nilai _ Kalor = cal / gr
Berat _ Contoh
Dimana :
Na = Nilai air calorimeter (2459 kalori)
Ta= Temperatur akhir vessel
To= Temperatur awal vessel
B = Jumlah nilai koreksi HNO3, H2SO4 dan kawat Ni-Cr
Koreksi HNO3 = (b-c) x 1,5 kal
Koreksi H2SO4 = (a-(b-c)) x 3,6 kal
Koreksi kawat = Panjang kawat (cm) x 1,4 kal
a = volume titran Ba(OH)2
b = volume Na2CO3 yang ditambahkan (5 ml)
c = volume titran HCl
Panjang kawat = 10 cm
42
4. Vakumkan desikator selama 15 menit atau tingkat kevakuman
mencapai 0,1 psi
5. Setelah itu buka kran air ke desikator sampai 1/3 dari sample
terendam
6. Ulangi langkah ke-4
7. Buka lagi kran air ke desikator sampai 2/3 sample terendam
8. Ulangi langkah ke-4
9. Buka kran air ke desikator sampai semua sample terendam
10. Diamkan sampai jenuh (24 jam)
11. Tentukan berat jenuh sample
12. Kemudian tentukan pula berat jenuh sample tergantung dalam
air dengan cara sbb:
Gunakan neraca dua lengan, dimana salah satu lengannya
digantungkan pengait (pemegang contoh). Letakkan gelas piala
yang berisi aquades tepat di bawah lengan yang mempunyai
pengait tersebut sedemikian sehingga saat penimbangan,
pemegang sample tepat berada ditengah tengah gelas piala.
13. Setelah itu keringkan contoh dalam oven pada temperature 105
– 110 0C selama 24 jam (sampai tidak terjadi lagi perubahan
berat sample bila dikeringkan lebih lama)
14. Tentukan berat contoh setelah pengeringan tersebut
15. Tentukan porositas dengan rumus sebagai berikut :
43
3.3.3. Penentuan Kuat Tekan
Kuat tekan didefinisikan sebagai besarnya beban aksial per
satuan luas pada saat benda uji tersebut mengalami keruntuhan
bila diberi beban.
Pengukuran kuat tekan dapat dilakukan dengan alat
Unconfined Compressive Machine.
44
L0= Panjang awal benda uji
(L-L0) = Selisih panjang benda uji
A0 = Luas muka tekan asli
= Regangan
Cara pengujian :
Batubara dengan ukuran 72 mesh dimasukkan ke dalam suatu
retort dan dipanaskan dari temperatur 300 – 600 0C selama 1 jam
0
(laju pemanasannya 5 C/menit). Coke yang terbentuk
dibandingkan dengan coke standart. Ada 16 type code coke standar
yakni; A, B, C, D, E, F, G, G1, G2, G3, G4, G5, G6, G7,G8,G9.
45
Semakin kebawah type coke standar yang diperoleh, semakin
tinggi sifat coking (sifat plastis) batubara tersebut dan sebaliknya.
Cara pengujian :
Batubara dengan ukuran 72 mesh dipanaskan dalam suatu
crucible dalam keadaan kontak dengan udara selama 1,5 menit
0
pada temperatur 800 C. Selanjutnya kerak yang terbentuk
dibandingkan tipe kerak standar. Ada 17 type standar nilai muai
bebas residu yakni; 1, 1 1/2, 2, 2 1/2, 3,…, 9, seperti diberikan pada
gambar berikut ini.
47
Interpretasi kurva hasil dilatometri terhadap peringkat dan
kapasitas plastis batubara diberikan pada table berikut ini.
Cara pengujiannya:
Satu (1) gr batubara dicampur dengan 5 gr antrasit (kokas) lalu
ditekan selama 30 detik oleh beban 6 kg. Setelah itu campuran
tersebut dipanaskan dalam kondisi inert pada 850 0C, selama 15
menit. Timbang berat hasil pemanasan sample (Q). Setelah itu hasil
pemanasan diayak pada ayakan 1 mm, lalu timbang berat residu
yang tertinggal pada ayakan (a). Selanjutnya lagi, residu tersebut
dimasukkan kedalam drum yang berputar dengan kecepatan
tertentu selama 5 menit. Ayak hasil penghancuran dalam drum
48
dengan ayakan 1 mm dan timbang berat residunya (b). Ulangi
penghancuran dalam drum ini sebanyak 3 kali. Lalu hitung indek
roganya dengan persamaan sebagai berikut :
a+d 100
Dimana :
RI = ( + b + c)
2 3xQ
Q= Berat residu hasil Karbonisasi
a = berat coke hasil penyaringan ke 1
b = berat coke hasil penyaringan ke 2
c = berat coke hasil penyaringan ke 3
d = berat coke hasil penyaringan ke 3
49
BAB IV
KLASIFIKASI BATUBARA
50
mengelompokkan batubara ke dalam 5 kelompok utama yakni lignit,
sub bituminus, bituminus, semi antrasit dan antrasit.
Untuk batubara dengan kandungan volatile matter ≤ 31 %,
klasifikasi hanya didasarkan pada kandungan fixed carbon semata,
tanpa memperhatikan nilai kalor. Ketentuannya adalah sebagai
berikut :
• Bila kandungan fixed carbon > 98 % batubaranya termasuk rank
Meta Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 92 S/D 98 %, batubaranya
termasuk rank Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 86 S/D 92 %, batubaranya
termasuk rank Semi Antrasit,
• Bila kandungan fixed carbon > 78 S/D 86 %, batubaranya
termasuk rank Low Volatile Bituminus,
• Bila kandungan fixed carbon > 69 S/D 78 %, batubaranya
termasuk rank Medium Volatile Bituminus
Untuk batubara dengan kandungan volatile matter > 31 %,
klasifikasi hanya didasarkan pada nilai kalor semata tanpa
memperhatikan kadar fixed carbon. Ketentuannya adalah sebagai
berikut :
• Bila nilai kalor batubara antara 13.000-14.000 Btu/lb,
batubaranya termasuk rank Bituminus (high volatile A
bituminous, High Volatile B bituminous dan high volatile C
bituminous)
• Bila nilai kalor batubara antara 8.300-13.000 Btu/lb, batubaranya
termasuk rank Sub Bituminous (sub bituminous A, sub
bituminous B dan sub bituminous C)
51
• Bila nilai kalor batubara < 8.300 Btu/lb, batubaranya termasuk
rank Lignit dan brown coal.
Berikut ini diberikan table klasifikasi batubara menurut
standar ASTM.
52
Menurut standar klasifikasi ini batubara dikelompokkan ke dalam
group, kelas dan sub kelas, dengan ketentuan sebagai berikut :
• Pembagian group ditentukan oleh kadar zat terbang dan hasil
pengujian Gray King
54
Menurut standar ini batubara diklasifikasikan oleh 3 angka yakni
angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan
group dan angka ketiga menunjukkan sub group.
Angka kelas ditentukan oleh kadar zat terbang dan nilai kalor.
Terdapat 10 nomor angka kelas pada standar klasifikasi ini yakni 0,
1,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 dan 9.
Angka group ditentukan oleh hasil pengujian indeks Roga dan
hasil pengujian indeks muai bebas. Terdapat 4 nomor angka group
dalam standar klasifikasi ini yakni 0, 1, 2, dan 3.
Angka sub group ditentukan oleh hasil pengujian dilatometri dan
hasil pengujian Gray King. Terdapat 6 nomor angka sub group pada
standar klasifikasi ini yakni 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.
Contoh, batubara dengan kode angka 702 berarti nomor kelas
batubaranya 7, nomor groupnya 0 dan nomor sub groupnya 2
(sebuah batubara dengan kadar zat terbang > 33 %, nilai kalor
antara 12.960 – 13.950 Btu/lb, bersifat non caking dan non coking).
Tabel lengkap klasifikasi batubara menurut standar ISO
diberikan pada table berikut ini.
55
56
BAB V
PEMBAKARAN BATUBARA
58
5.2.1 Reaksi Utama
Secara teoritis dalam reaksi pembakaran batubara ada tiga
komponen utama yang akan mengalami oksidasi yakni :
C + O2 ➔ CO2 + 32.800 kJ/kg karbon
H2 + ½ O2 ➔ H2O + 142.140 kJ/kg hidrogen
S + O2 ➔ SO2 + 9.270 kJ/kg sulfur
Panas reaksi (2) jauh lebih besar dari panas reaksi (1).
59
Pada umumnya reaksi pembakaran memperoleh oksigen (O 2)
dari udara lingkungan sehingga gas hasil pembakaran (flue gas)
akan mengandung nitrogen atau senyawa turunannya :
60
Walaupun ada beberapa reaksi samping ini yang bersifat
endotermis namun secara keseluruhan reaksi pembakaran batubara
tetaplah eksotermis.
61
• Nilai kalor batubara
Semakin tinggi nilai kalor batubara, semakin tinggi pula
adiabatic flame temterature yang dihasilkannya dan
sebaliknya. Batubara dengan nilai adiabatic flame temperature
yang rendah hanya cocok untuk penggunaan rumahtangga dan
industri kecil saja. Sementara batubara dengan nilai adiabatic
flame temperature yang tinggi cocok untuk sektor industri
besar seperti PLTU, pengecoran dan reduksi logam serta Pabrik
Semen.
• Kandungan abu dan sifat fusi abu
Kandungan dan komposisi abu batubara akan mempengaruhi
proses pembakaran yang berlangsung. Pada PLTU, Batubara
dengan kandungan abu yang besar, cenderung menghasilkan
abu terbang (fly ash) yang besar sehingga akan membutuhkan
ukuran alat penangkap debu yang besar pula, bila tidak maka
abu terbang tersebut akan menempel pada alat penukar panas
(boiler) PLTU sehingga efisiensi panas boiler akan menurun.
Sementara pada pabrik semen kandungan abu batubara yang >
8 % akan merusak kualitas semen yang dihasilkan karena abu
tersebut akan tercampur bersama semen.
Disamping kandungan abu, komposisi abu juga akan
mempengaruhi proses pembakaran batubara terutama bila
dikaitkan dengan sifat melebur abu. Abu dengan temperature
lebur/fusi yang rendah akan cenderung melebur pada
temperature pembakaran sehingga akan menimbulkan
permasalahan slagging atau fouling pada ruang bakar.
62
• Kandungan sulfur
Pengaruh kandungan sulfur terhadap proses pembakaran
batubara terletak pada permasalahan korosi dan pencemaran
lingkungan. Batubara dengan kandungan sulfur tinggi akan
cenderung berifat korosif dan memberikan polusi SO x yang
besar kelingkungan. Pada pabrik semen kandungan sulfur > 1 %
akan cenderung menimbulkan permasalahan pada saluran gas
buang karena besarnya potensi pembentukan garam/alkali
sulfat. Sementara kadar sulfur yang sangat rendah juga
berpengaruh buruk pada PLTU karena akan menimbulkan
kesulitan dalam penangkapan abu terbang mengingat
meningkatnya electrical resistivity dari fly ash.
• Kandungan zat terbang
Kandungan zat terbang batubara akan sangat mempengaruhi
nyala dan kadar asap dari pembakaran. Batubara dengan
kandungan zat terbang rendah akan memberikan nyala api yang
pendek dan cenderung tidak berasap dan sebaliknya. Salah satu
cara menanggulangi emisi asap yang berlebihan keudara adalah
dengan pengaturan temperature dan waktu tinggal asap dalam
ruang bakar serta pengaturan ratio udara terhadap batubara.
Pengaturan ratio udara-batubara yang cocok, temperatur ruang
bakar yang tinggi dan waktu tinggal asap yang cukup dalam
ruang bakar akan dapat menekan emisi asap kelingkungan dan
sebaliknya.
• Kandungan air
Kandungan air batubara terutama sekali akan sangat
berpengaruh terhadap titik nyala batubara. Semakin tinggi
63
kadar air batubara maka semakin tinggi pula titik nyala
batubara sehingga menyulitkan proses pembakaran. Kadar air
batubara yang tinggi juga akan berpengaruh pada masalah
handling, volume ruang bakar, sistem pengering dan
temperatur keluar flue gas.
• Sifat plastis
Sifat plastis batubara akan sangat mempengaruhi sifat alir
batubara saat dibakar terutama apabila dibakar dalam bentuk
bubuk (fluidized bed dan entrainment). Batubara dengan sifat
plastis yang tinggi akan cenderung menggumpal saat
dipanaskan sehingga menghambat akses oksigen menuju proses
pembakaran serta akses flue gas untuk keluar dari proses
pembakaran.
64
BAB VI
PERBATUBARAAN INDONESIA
65
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal
Resource)
Sumber daya batubara hipotetik adalah sumber daya batubara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Kelas sumber daya ini biasanya terdapat di daerah perluasan
sumberdaya tereka atau disuatu daerah/wilayah yang mempunyai
kondisi geologi yang sama dengan sumberdaya tereka. Pada
umumnya, sumberdaya jenis ini berada pada daerah dimana titik-titik
sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan
keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan,
lubang-lubang galian serta sumur-sumur. Jika eksplorasi
menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah
serta ranknya, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai
sumber daya tereka (inferred resources).
Tonnase batubara = A x B x C
dimana :
A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau
meter
B = berat batubara per metric ton atau per satuan volume yang
sesuai.
C = area batubara dalam acre atau hektar
69
Gambar 8 Metode Circular untuk Penghitungan Sumberdaya
Batubara
70
Menurut Fariz Tirasonjaya, kemiringan lapisan batubara juga
memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya batubara.
Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka
perhitungan dilakukan secara terpisah.
72
waktu geologi) dan batubara berumur Miosen (kira-kira 20 juta tahun
yang lalu skala waktu geologi).
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba
sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi saat ini. Beberapa
diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air
tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral
anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah
dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada
batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya
lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan
batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau
delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat
ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang
dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-
cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan
Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut
Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah
ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan mulai berlangsung
pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada
Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam,
yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-
Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen
itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau
yang dangkal.
73
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi
sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih
muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera
bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal
kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan
fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang terjadi pada
dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif
oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada
cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan
Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah
dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera
Tengah (Riau).
Berikut ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan
batubara Eosen di Indonesia.
TM IM abu VM S NK
Tambang Cekungan Perusahaan
(%ar) (%ad) (%ad) (%ad) (%ad) (kkal/kg)
Asam- PT Arutmin
Satui 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
asam Indonesia
PT Arutmin
Senakin Pasir 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Indonesia
PT BHP
Petangis Pasir 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Kendilo Coal
0.50 -
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00 36.50 6900
0.60
Parambah PT Allied Indo 10.00 37.30 0.50
Ombilin 4.00 - 6900 (ar)
an Coal (ar) (ar) (ar)
74
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah
pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada era Oligosen hingga Awal
Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana
terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan
sekuen batu gamping. Pengangkatan dan kompresi adalah
kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan
maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis
terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan
Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan
Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen juga secara ekonomis
ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta
dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang saat ini terjadi di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya
adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan
batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga
kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi
geografisnya menguntungkan.
Namun di beberapa lokasi, batubara Miosen juga tergolong
kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC),
endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan
Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan
Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa
endapan batubara Miosen di Indonesia.
75
Tabel 10 Endapan Batubara Miosen Indonesia
TM IM abu VM S NK
Tambang Cekungan Perusahaan
(%ar) (%ad) (%ad) (%ad) (%ad) (kkal/kg)
PT Kaltim
Prima Kutai 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Prima Coal
PT Kaltim
Pinang Kutai 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Prima Coal
Roto PT Kideco Jaya
Pasir 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
South Agung
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Sumatera
Air Laya PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Selatan
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber:
Indonesian Coal Mining Association, 1998
76
Dari jumlah produksi tersebut, sekitar 86% berasal dari
kontraktor PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara) generasi I-III, sementara PTBA (PT Tambang Batubara
Bukit Asam Persero) memproduksi kurang dari 10% dari total
produksi tersebut dan sisanya diproduksi oleh perusahaan
pemegang Kuasa Penambangan (KP) dan KUD.
Sebagaian besar produksi (67,5%) digunakan untuk memenuhi
pasar ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik,
seperti Jepang, Taiwan, Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya
sebesar 32,5% digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara
lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp dan lainnya.
Pemakaian batubara terbesar adalah untuk industri listrik (PLTU)
yang mencapai 20 juta ton per tahun, diikuti oleh industri semen
sebesar 4,2 juta ton per tahun, dan sisanya untuk industri lain.
Penggunaan batu bara diperkirakan meningkat menyusul
rencana pemerintah mengembangkan sejumlah proyek PLTU
batubara dalam waktu dekat. Tender pembangkit listrik diutamakan
untuk batubara dan gas. Jadi akan ada peningkatan kapasitas
konsumsi domestik dalam waktu tiga hingga lima tahun ke depan.
Pengusahaan batubara di Indonesia umumnya dikelola oleh
perusahaan milik negara (BUMN), perusahaan dalam rangka kontrak
kerjasama dengan Perum batubara (KKS), perusahaan swasta
nasional dan koperasi. Jumlah kuasa pertambangan yang dikelola
swasta nasional (KP Swasta) dan Koperasi/KUD (KP-Koperasi)
tahun 2004 mencapai 251 perusahaan, terdiri dari 216 perusahaan
swasta nasional sedangkan sisanya perusahaan asing.
Pertambangan batubara Indonesia pada umumnya
memproduksi batubara dengan calorific values bervariasi antara
77
5.000 – 7.000 kcal/kg, dengan kadar abu dan belerang yang rendah.
Kadar belerang dalam batubara Indonesia pada umumnya kecil dari
1,0 %, sehingga dapat digolongkan sebagai batubara ramah
lingkungan karena menghasilkan emisi gas SO2 yang rendah.
79
Gambar 9 Konsumsi Perkapita Batubara di 8 Negara
Negara-negara besar yang memiliki produksi batubara besar
umumnya memprioritaskan pemakaian batubara untuk kebutuhan
domestik. Amerika Serikat dan China, misalnya, memanfaatkan lebih
dari 95 persen produksi batubara mereka untuk konsumsi domestik.
India bahkan memanfaatkan seluruh batubara mereka untuk
konsumsi dalam negeri. Kondisi serupa juga terjadi di Rusia,
Polandia dan Afrika Selatan, dimana lebih dari 70 persen produksi
digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Sementara di Indonesia
kondisinya sangat bertolak belakang, 75 persen produksi batubara
justru diarahkan untuk tujuan ekspor dan hanya 25 % untuk
konsumsi domestik.
80
Gambar 10 Distribusi Pemanfaatan Batubara Indonesia
Peranan penting batubara tidak bisa dilepaskan dari sejarah
industrialisasi umat manusia. Tersedianya batubara yang melipah di
negara-negara Eropa telah menghantarkan mereka memasuki era
industrialisasi dan kemakmuran seperti sekarang ini.
Di Amerika, selama satu abad terakhir batubara telah
menjadi penggerak ekonomi negara tersebut dengan menyediakan
lebih dari separuh kebutuhan listrik mereka. Kondisi ini diperkirakan
masih akan berlangsung hingga beberapa tahun yang akan datang,
Laporan yang disusun oleh Pennsylvania State University
menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya batubara di negera
tersebut untuk pembangkitan listrik diperkirakan akan menciptakan
pemberdayaan ekonomi pada jutaan usaha dan industri kecil serta
81
rumah tangga dan membuka 6.8 juta lapangan kerja baru [Rose,
2006].
Dua raksasa ekonomi Asia, Cina dan India, juga memilih
memanfaatkan sebagian besar batubaranya untuk keperluan
domestik sebagai sumber energi pembangunan ekonomi ketimbang
sebagai komoditi ekspor.
Di Korea, konsumi batubara terbukti memiliki pengaruh
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi negaranya.
Konsekuensinya, hambatan pada konsumsi batubara akan
berpotensi besar dalam menghambat pertumbuhan ekonomi Korea.
Ini mendorong pemerintah Korea untuk meningkatkan jaminan
pasokan batubara untuk jangka panjang [Yoo, 2006].
Kenyataan serupa juga berlaku di negara-negara yang lain.
Alasannya sangat jelas, selama ini batubara masih merupakan
pilihan paling murah dan berlimpah dalam penyediaan energi untuk
pembangunan ekonomi.
Berkaca dari pengalaman negara-negara tersebut Indonesia
semestinya memanfaatkan sumber daya batubara yang dimilikinya
untuk mendukung pembangunan industri. Tentu pemanfaatan
batubara tersebut harus tetap mempertimbangkan aspek-aspek
lingkungan dan keselamatan. Menjadikan batubara sebagai komoditi
ekspor andalan adalah suatu kebijakan yang keliru.
82
Periode Penambangan
Dampak lingkungan pemanfaaan batubara pada periode
penambangan antara lain adalah terganggunya kestabilan tanah di
daerah sekitar bekas tambang sehingga berpotensi menimbulkan
longsor, adanya daerah-daerah cekungan yang cenderung banjir
dan longsor pada musim hujan, munculnya emisi gas bakar (gas
methan dll) sehingga berpotensi menimbulkan peledakan/kebakaran
di sekitar daerah tambang.
Oleh karena itu pelaku-pelaku tambang harus melakukan upaya-
upaya untuk meminimalkan dampak lingkungan dari operasi
penambangan seperti melakukan operasi penambangan sesuai
prosedur operasional standar, melakukan reclamasi terhadap daerah
bekas tambang, melakukan reboisasi pada daerah bekas tambang
dan lain-lain.
Saat ini, kota Sawahlunto malah mencoba menjadikan daerah
bekas tambang sebagai daerah objek wisata.
83
Namun demikian perhatian khusus perlu diberikan bila
mentransfortasikan atau menyimpan batubara dalam bentuk bubuk,
karena mempunyai potensi untuk terbakar bahkan meladak terutama
pada temperatur yang moderat.
Periode Pemanfaatan
Pada periode pemanfaatan ada beberapa dampak lingkungan
yang dtimbulkan oleh pemanfaatan batubara diantaranya adalah
limbah padat berupa abu dan arang, limbah cair berupa senyawa
organik dan aquos solution dan limbah gas berupa emisi beberapa
polutan ke udara seperti abu terbang (fly ash), asap, COx, NOx dan
SOx.
Limbah cair batubara biasanya berasal dari hasil pencucian atau
proses pengolahan batubara. Limbah ini berpotensi meningkatkan
BOD dan COD badan air karena sebagian besar merupakan
senyawa organik.
Abu terbang merupakan polutan yang berasal dari kandungan
abu batubara yang akan meningkatkan total suspended solid di
udara. Batubara yang mengandung kadar abu tinggi cenderung
menghasilkan abu terbang yang tinggi pula dan sebaliknya.
Asap merupakan produk samping dari proses pembakaran
batubara yang lepas kelingkungan sebelum sempat terbakar. Asap
biasanya muncul bila pembakaran tidak sempurna (ratio udara-
batubara kurang atau temperatur dan waktu tinggal dalam ruang
bakar kurang). Asap ini biasanya bewarna hitam (kegelapan) yang
terdiri dari senyawa hidrokarbon rantai panjang. Bila asap ini
dikondensasikan maka didapatkanlah tar (asap cair). Untuk
mengeliminasi terbentuknya asap maka batubara yang digunakan
84
pada proses pembakaran harus mengandung zat terbang yang
rendah. Ini bisa diperoleh dengan menggunakan batubara peringkat
tinggi (bituminus atau antrasit) atau dengan mengkarbonisasi
batubara peringkat rendah (lignit atau sub bituminus) sebelum
dibakar.
COx (CO atau CO2) merupakan senyawa hasil reaksi utama
pembakaran batubara. Kedua senyawa ini berpotensi merusak
lapisan ozon yang selanjutnya akan memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global. Produksi COx dari pembakaran batubara
ditentukan oleh kualitas batubaranya; batubara kualitas tinggi
(antrasit) cenderung menghasilkan COx yang lebih besar
dibandingkan batubara kualitas rendah (Sub bituminus atau lignit),
karena batubara kualitas tinggi mengandung kadar carbon yang
lebih tinggi.
NOx (NO dan NO2) adalah produk samping dari reaksi
pembakaran batubara terutama bila reaksi pembakaran berlangsung
pada temperatur yang tinggi (± 1000 0C). Senyawa-senyawa ini
cenderung menyebabkan hujan asam. Cara menekan emisi ini
adalah dengan mengatur ratio udara terhadap batubara saat dibakar
dan dengan mengendalikan temperatur ruang bakar.
SOx (SO2 dan SO3) adalah produk samping proses pembakaran
batubara yang bersifat korosif dan mempunyai potensi untuk
menyebabkan hujan asam. Strategi mengurangi emisi ini dapat
dilakukan dengan tiga cara yakni melakukan desulfurisasi batubara
sebelum dibakar, menambahkan batu kapur ke ruang bakar dan
memasang alat penangkap sulfur setelah proses pembakaran.
85
6.5 Teknologi Batubara Bersih
Meskipun mempunyai potensi cemaran yang tinggi, penggunaan
batubara sebagai sumber energi primer tidak dapat dihindarkan lagi.
Untuk itu para ahli telah mengembangkan teknologi batubara bersih
(clean coal technology); dimana mulai dari tahap sebelum
pemanfaatan (pre utilization), tahap pemanfaatan (utilization) dan
tahap setelah pemanfaatan (post utilization) senantiasa dilakukan
upaya-upaya untuk meminimalkan munculnya cemaran ke
lingkungan.
Dengan demikian, penggunaan batubara sebagai sumber energi
primer atau sebagai sumber bahan kimia sudah tidak perlu
ditakutkan lagi karena sudah relatif ramah terhadap lingkungan.
Beberapa upaya yang termasuk dalam penerapan clean coal
technology antara lain coal blending, coal dewatering, coal
desulfurization, coal briqueting, coal carbonization, coal liquifaction,
coal gasification dan lain-lain.
Coal blending adalah upaya untuk meningkatkan kualitas
batubara dengan mencampurkan batubara kualitas rendah dengan
batubara kualitas tinggi. Misalnya ada batubara X yang kadar
sulfurnya > 1 %, untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar di pabrik
semen harus dicampurkan dengan batubara lain yang kadar
sulfurnya sangat rendah sehingga kadar sulfur campurannya tetap
memenuhi standar (< 1%).
Coal dewatering adalah upaya untuk menurunkan kadar air
batubara dengan cara merusak gugus karboksilnya. Upaya ini
biasanya digunakan untuk meningkatkan nilai kalor dari batubara
kualitas rendah.
86
Coal desulfusization adalah upaya untuk
menghilangkan/mengurangi kadar sulfur batubara baik secara
mekanik maupun secara biologi.
Coal briquetting adalah suatu upaya untuk meningkatkan kinerja
pembakaran batubara dalam bentuk bongkahan sekaligus
memudahkan penanganannya.
Coal carbonization adalah suatu upaya untuk menurunkan kadar
zat terbang dari batubara dengan perlakuan thermal (thermal
dekomposition).
Coal liquifaction adalah upaya untuk mengubah batubara
menjadi bahan bakar cair baik secara langsung maupun secara tak
langsung. Dengan demikian emisi CO dan CO2 nya dalam
pembakaran bisa berkurang.
Coal gasification adalah upaya untuk mengubah batubara
menjadi bahan bakar gas (syn gas). Hal ini ditujukan untuk
menjadikannya bahan bakar ramah lingkungan dan memiliki nilai
kalor tinggi.
87
DAFTAR PUSTAKA
88
GLOSARI
89
Thermokimia : Cabang ilmu kimia yang mempelajari
keterlibatan panas dalam reaksi
Eksotermis : Reaksi kimia yang menghasilkan panas
Endotermis : Reaksi kimia yang membutuhkan panas
Coal water fuel : Bahan bakar cair yang merupakan
campuran bubuk batubara dengan air
Temperatur Temperatur yang menunjukkan awal
dekomposisi : terjadinya evolusi zat terbang batubara
Mesh : Ukuran ayakan (mesh = banyaknya
jumlah lubang dalam 1 inch panjang)
90
SUBJECT INDEXES
91
Eksotermis, 52 Syn gas, 3, 77
Sill, 19 Topografi, 14, 41
Thermokimia, 50 USGS, 59
Temperatur dekomposisi, 48 Uncombustible, 25
Trust, 20 Unconfined compressive
machine, 34
Tectonic, 19, 20 Vulkanik, 19
92
Penulis dilahirkan di Padang Ganting tanggal
16 September 1968. Menamatkan pendidikan
sekolah dasar di SDN 4 Padang Ganting, Kab.
Tanah Datar pada tahun 1982. Pada tahun 1985
menamatkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di
MTsN Gunung Pangilun Padang. Pendidikan
lanjutan tingkat atas ditamatkan tahun 1988 di
SMAN 3 Padang. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Teknik Kimia Universitas Sriwijaya
tahun 1988 s/d 1993. Sementara pendidikan
magister dan doktor diselesaikan di
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung tahun 1998 dan
2019.
Penulis mulai mengenal ilmu dan pengetahuan tentang batubara dari
matakuliah teknologi batubara yang diikuti ketika menempuh pendidikan
sarjana di Program Studi Teknik Kimia Universitas Sriwajaya. Ilmu dan
pengetahuan tentang batubara ini selanjutnya diperdalam penulis waktu
mengikuti pendidikan magister di Program Studi Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung dengan mengambil materi tesis tentang teknologi
karbonisasi batubara. Pendalaman ilmu dan pengetahuan tentang
perbatubaraan terus dilakukan penulis secara konsisten. Tahun 2010,
penulis mengikuti magang di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
tentang teknologi pengolahan batubara. Hingga sekarang, beliau masih
mengasuh matakuliah teknologi batubara di Jurusan Teknik Kimia
Universitas Bung Hatta. Beberapa penelitian dan seminar tentang
perbatubaraan juga sering diikuti oleh penulis baik ditingkat nasional
maupun ditingkat internasional.
93