Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

Fluor Albus Fisiologis

Pembimbing:

Dr. Ekarini Aryasatiani, SpOG(K)

Disusun Oleh :

Christianto Buntu Patandianan 112019085

KEPANITERAAN KLINIK OBGYN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 31 JANUARI 2021


Pendahuluan

Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang paling sering terjadi dikalangan wanita
adalah keputihan /lekorea /fluor albus. Keputihan merupakan masalah yang paling sering
dikeluhkan wanita dari berbagai usia. Keputihan sendiri dibagi menjadi 2 yaitu keputihan yang
fisiologis dan keputihan patologis. Keputihan adalah keluarnya cairan yang berasal dari vagina
yang bukan merupakan menstruasi. Keputihan fisiologis jika dibiarkan akan berisiko menjadi
keputihan yang patologis. Sehingga diperlukan perubahan perilaku sehari-hari untuk menjaga
organ intim tetap kering dan tidak lembab. Berbeda dengan keputihan fisiologis yang biasanya
mengeluarkan cairan jernih dan tidak berbau dan tidak gatal keputihan patologis biasanya
mengeluarkan cairan berwarna yang banyak leukosit, jumlahnya berlebihan, berbau tidak sedap
dan terasa gatal atau panas, sehingga sering kali menyebabkan luka akibat garukan didaerah
mulu vagina yang biasa disebabkan infeksi (jamur, bakteri,virus), kanker,dll.1

Fluoralbus bukan merupakan penyakit melainkan salah satu tanda gejala dari suatu
penyakit organ reproduksi wanita, akan tetapi masalah keputihan ini jika tidak segera ditangani
akan menyebabkan masalah yang serius. Faktor predisposisi dari fluor albus antara lain meliputi
usia, status pernikahan, paritas, siklus menstruasi, metode kontrasepsi, riwayat gangguan
reproduksi, status pendidikan dan status bekerja.1

Angka keputihan yang tinggi terutama dikalangan remaja dan wanita dewasa. Di dunia,
presentase wanita yang setidaknya pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam seumur
hidupnya mencapai 75%, sedangkan di Eropa, presentase wanita yang pernah mengalami
keputihan mencapai 25%. Di Indonesia sendiri sekitar 75% mengalami keputihan minimal sekali
seumur hidup dan 45% sisanya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih dalam seumur
hidup. Pada penelitian dalam skala yang lebih kecil lagi yang dilakukan di SMAN semarang
didapatkan 48 siswi (96%) siswi mengalami keputihan dari jumlah total 50 siswi. Sebanyak 23
orang mengalami keputihan karena kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi yang
baik dan benar dan 25 siswi sisanya dikarenakan ketidakseimbangan hormonal.1
Fluor Albus

Definisi

Keputihan (leukorea/fluor albus/vaginal discharge) adalah semua pengeluaran cairan dari


alat genitalia yang tidak berupa darah. Keputihan bukanlah penyakit tersendiri, tetapi merupakan
manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan. Penyebab utama keputihan harus
dicari dengan anamnesa, pemeriksaan kandungan, dan pemeriksaan laboratorium.2

Klasifikasi

1. Keputihan fisiologis: Berupa cairan jernih, tidak berbau dan tidak gatal, mengandung
banyak epitel dengan leukosit yang jarang.

2. Keputihan patologis Cairan eksudat yang berwarna, mengandung banyak leukosit,


jumlahnya berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas, sehingga seringkali
menyebabkan luka akibat garukan di daerah mulut vagina.2

Fisiologi Cairan Vagina

Cairan vagina adalah campuran yang terdiri dari lendir servik (sebagian besar), cairan
endometrium dan tuba falopii, eksudat dari Kelenjar Bartholine dan Skene, transudat dari epitel
pipih vagina yang mengalami eksfoliasi, produk metabolisme mikroflora vagina. Cairan vagina
terdiri dari protein, polisakarida, asam amino, enzym dan imunoglobulin. Peningkatan jumlah
cairan vagina dan cairan endoservikal secara fisiologis terjadi pada kehamilan, pertengahan
siklus menstruasi dan selama sanggama. Pada masa pasca menopause (tidak menggunakan
hormon estrogen), terjadi penurunan jumlah cairan vagina secara drastis sehingga keadaan ini
merupakan predisposisi terjadinya infeksi dari berbagai mikroflora eksogen seperti Eschericia
coli, spesies Staphylococcus dan Streptococcus.3
Etiologi

Keputihan yang fisiologis terjadi pada:

a. Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormone estrogen dan progesteron
sang ibu.

b. Masa sekitar menarche atau pertama kali datang haid.

c. Setiap wanita dewasa yang mengalami kegairahan seksual, ini berkaitan dengan kesiapan
vagina untuk menerima penetrasi saat senggama.

d. Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut rahim.

e. Kehamilan yang menyebabkan peningkatan suplai darah ke daerah vagina dan mulut rahim,
serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina.

f. stress, kelelahan,atau konsumsi obat-obat hormonal.4

Keputihan tidak selalu mendatangkan kerugian, jika keputihan ini wajar dan tidak
menunjukan bahaya lain. Sebenarnya, cairan yang disebut keputihan ini berfungsi sebagai sistem
pelindung alami saat terjadi gesekan di dinding vagina saat anda berjalan dan saat melakukan
hubungan seksual. Keputihan ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari bakteri
yang menjaga kadar keasaman pH wanita. Cairan ini selalu berada di dalam alat genital tersebut.
Keasaman pada vagina wanita harus berkisar antara 3,8 sampai 4,2, maka sebagian besar bakteri
yang ada adalah bakteri menguntungkan. Bakteri menguntungkan ini hampir mencapai 95%
sedangkan yang lain adalah bakteri merugikan dan menimbulkan penyakit (patogen). Jika
keadaan ekosistem seimbang, artinya wanita tidak mengalami keadaan yang membuat keasaman
tersebut bertambah dan berkurang, maka bakteri yang menimbulkan penyakit tersebut tidak akan
mengganggu.4

Epidemiologi

WHO menyebutkan bahwa remaja di dunia hampir 20% dari total seluruh penduduk
dunia. Jumlah wanita di dunia pada tahun 2013 sebanyak 6,7 milyar jiwa dan yang pernah
mengalami keputihan sekitar 75%, sedangkan wanita Eropa pada tahun 2013 sebanyak
739.004.470 jiwa dan yang mengalami keputihan sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia pada
tahun 2013 sebanyak 237.641.326 jiwa dan yang mengalami keputihan berjumlah 75%. Salah
satu penyebab tingginya angka keputihan di Indonesia diakibatkan oleh cuaca yang lembab
sehingga dengan mudah untuk terinfeksi jamur Candida Albicans5

Kejadian keputihan di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan hasil


penelitian mengatakan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 50% wanita Indonesia pernah
mengalami keputihan, kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 60%, pada tahun 2006
meningkat menjadi 70% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan setidaknya sekali dalam
hidupnya. Dewasa ini sedikitnya 90% perempuan berpotensi untuk terserang keputihan,
termasuk remaja putri dikarenakan negara Indonesia adalah daerah beriklim tropis memiliki
cuaca yang panas sepanjang waktu, sehingga penduduk Indonesia mempunyai tubuh mudah
berkeringat. Hal tersebut yang mengakibatkan tubuh memiliki kadar kelembaban, sehingga
jamur dengan mudah berkembang, terutama pada bagian intim wanita yang bisa mengalami
gangguan seperti bau yang tidak sedap maupun infeksi yang menyebabkan banyaknya kasus
keputihan. Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2010
menunjukkan bahwa wanita yang rentan mengalami keputihan yaitu wanita yang berusia 15-24
tahun5

Diagnosis (pemeriksaan)

 Anamnesis:

1. Sejak kapan mengalami keputihan.

2. Bagaimana konsistensi, warna, bau, jumlah dari keputihannya.

3. Riwayat penyakit sebelumnya.

4. Riwayat penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.

5. Riwayat penggunaan bahan-bahan kimia dalam membersihkan alat genialia

6. Higienis alat genitalia5


 Pemeriksaan Fisis:

Pemeriksaan fisis harus dapat diarahkan diagnosis

apabila dijumpai:

1. Inspeksi : kekentalan, bau dan warna leukore

2. Warna kuning kehijauan berbusa:parasit

3. Warna kuning, kental : GO

4. Warna putih : jamur

5. Warna merah muda : bakteri non spesifik

6. Palpasi : pada kelenjar bartolini5

 Pemeriksaan ginekologi

1. Inspekulo

2. Pemeriksaan bimanual

3. Laboratorium

4. Pemeriksaan pH normal vagina : 3,8 – 4,5

• Pulasan dengan pewarnaan gram

• Pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH 10%

• Kultur5
Pencegahan keputihan

Harus menjaga kebersihan daerah vagina Kebersihan organ kewanitaan hendaknya sejak
bangun tidur dan mandi pagi.5

1) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak menggangu kestabilan pH di sekitar
vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini
mampu menjaga keseimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan
menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptic biasa umumnya bersifat
keras dan terdapat flora normal di vagina, tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam
jangka panjang.

2) Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan kering
sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip di sana sini dan
akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.

3) Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.

4) Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti
dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya anda membawa cadangan celana dalam
untuk berjaga-jaga.

5) Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari bahan
satin atau bahan sintetik lain membuat suasana di sekitar organ intim panas dan lembab.

6) Pakaian luar juga diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya sangat
rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi udara di sekitar organ intim
bergerak leluasa.

7) Ketika haid sering-seringlah berganti pembalut.

8) Gunakan panty liner di saat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar
rumah dan lepaskan sekembalinya anda di rumah. Selain itu untuk mencegah keputihan, wanita
pun harus selalu menjaga kebersihan dan kesehatan daerah kewanitaannya.
9) Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti meminjam
perlengkapan mandi dan sebagainya.

10) pola hidup sehat dengan diet seimbang, istirahat cukup, hondari rokok dan alcohol, serta
hindari stress berkepanjangan.5
Daftar Pustaka

1. Khairunisa DA. Hubungan pengetahuan perilaku kesehatan reproduksi dengan


kejadian keputihan pada siswi SMA di Tangerang. Jakarta 2015:3;h.15-17.
2. Manuaba IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetric dan ginekologi. Jakarta: EGC;
2-10:2010.

3. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Bradshaw KD, Cunningham
FG. Benign general gynecology: gynecologic infection. Williams Gynecology.
Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Bradshaw KD, Cunningham
FG, editors. 2nd ed. McGraw Hill: China, 2012. P. 64-88.
4. Sibagariang EE, Pusmaika R, Rismalinda. Kesehatan reproduksi wanita. Jakarta
2011: Trans Info Media h.24-28.
5. Ramdhani IA. Hubungan antara perilaku hygiene dengan fluor albus di Marasah
Aliyah Hasanudin Gowa. Makassar,2019: h. 2.

Anda mungkin juga menyukai