Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU

“Makalah Ilmu dan Bahasa”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. SUYITNO, M.Pd

Disusun Oleh:
Adiesti Mutia Ayu Fadhila Agustin (9901819010)
Dena Diana Putri (9901819003)

TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan karunia yang melimpah kepada
penulis, sehingga dapat menyelesaikan “Makalah Ilmu dan Bahasa” ini.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang
mengikuti beliau hingga hari akhir.
Makalah ini merupakan sebuah tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang
diampu oleh Prof. Dr. Suyitno, M.Pd. Selesainya makalah ini adalah
berkat pertolongan Allah SWT, serta bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak yang membantu penulis untuk mengatasi berbagai hambatan dan
kesulitan. Penulis menyadari sepenuhnya dalam menyusun makalah ini,
masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan
adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun. Penulis
mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis,
umumnya bagi semua pembaca.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II KERANGKA TEORI.................................................................................3
A. Hakikat Bahasa.........................................................................................................3
B. Fungsi bahasa...........................................................................................................5
C. Hakikat Ilmu.............................................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................8
A. Terminologi: Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Sains....................................................8
B. Hubungan Bahasa Dan Ilmu Pengetahuan...............................................................9
C. Quo Vadis dalam Ilmu dan Bahasa......................................................................10
D. Politik Bahasa Nasional..........................................................................................11
BAB IV PENUTUP.............................................................................................13
A. Kesimpulan............................................................................................................13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sepanjang sejarah peradaban manusia, filsafat telah menjadi suatu
ilmu yang mendapat perhatian yang sangat dalam karena filsafat
memberikan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Perdebatan-
perdebatan akan kebenaran dengan cara memperolehnya akan menjadi
sesuatu yang sangat penting diantara para filsufuf sejak zaman dahulu
sampai abad modern ini. Ariestoteles, Plato, Sokrates adalah pelopor-
pelopor yang menghiasi dunia ilmu pengetahuan dengan pandangan-
pandangan filsafatinya pada masa kejayan yunani.
Perkembangan ilmu filsafat ini memberikan pengaruh kepada
berbagai ilmu lainnya termasuk filsafat bahasa, terjadinya perbedaaan
pemikiran tentu saja tidak dapat diterima bulat-bulat atau ditolak begitu
saja. Karena masing-masing tentu memiliki dasar yang cukup kuat untuk
menyampaikan teorinya masing-masing. Pembenaran akan satu teori dan
penafikan antara teori lainnya hanya akan kembali membawa kita kepada
konflik berkepanjangan tentang bahasa sebagai ilmu pengetahuan. Setiap
mahluk hidup didunia ini memiliki alat komunikasi yang bisa digunakan
untuk berkomunikasi atau ber interaksi sesamanya. Alat komunikasi
manusia yaitu bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang ada, maka
bahasa juga menjadi salah satu objek kajian filsafat, bahkan bahasa juga
menjadi alat untuk berfilsafat.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, filsafat telah menjadi sebuah
ilmu sebagai dasar pemikiran yang mendapat perhatian sangat dalam
karena filsafat memberikan dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
Telah berabad abad lamanya ilmu pengetahuan dikaji dan berkembang
sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri serta memberikan perhatian
terhadap kehidupan manusia. Faktor-faktor perkembangan ilmu filsafat ini
tentu memberikan pengaruh atau kontrubusi yang signifikan kepada
berbagai ilmu lainnya termasuk filsafat bahasa. Filsafat bahasa selalu

1
dipahami oleh dua prespektif yang berbeda, yaitu pertama sebagai alat
analisis konsep-konsep, kedua sebagai kajian tentang materi bahasa yang
dianalisis. Dalam keterkaitan konsep-konsep dan analisi, filsafat telah
melahirkan bahasa tentang bentuk bahasa ekspresi (expression) dan
makna (meaning) .bentuk bahasa secara umum direpresentasikan oleh
tata bahasa, sedangkan makna dibahassecara mendalamdalam kajian
sematik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
yang dapat diambil adalah:
1. Bagaimana terminologi ilmu, ilmu pengetahuan, dan sains?
2. Bagaimana hubungan bahasa dan ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana quo vadis dalam ilmu dan bahasa?
4. Bagaimana politik bahasa nasional?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan,
maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami terminologi ilmu, ilmu pengetahuan
dan sains.
2. Mengetahui dan memahami hubungan bahasa dan
ilmu pengetahuan.
3. Mengetahui dan memahami quo vadis dalam ilmu dan bahasa.
4. Mengetahui dan memahami politik bahasa nasional
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Hakikat Bahasa
Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia
diciptakan, bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat
dipisahkan dari seluruh kehidupan umat manusia. Oleh karena itulah,
bahasa sampai saat ini merupakan salah satu persoalan yang sering
dimunculkan dan dicari jawabannya. Mulai dari pertanyaan “apa itu
bahasa”? sampai dengan “darimana bahasa itu?”
Banyak jawaban dan teori yang telah disodorkan. Akan tetapi,
semuanya belum memuaskan. Mengapa demikian? Karena bahsa
senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri manusia, dalam
alam, bahkan dalam wahyu Tuhan. Tuhan itu sendiri menampakkan diri
pada manusia bukan melalui zat-Nya, tapi lewat bahasa-Nya, yaitu
bahasa alam dan kitab suci-Nya.
Harimurti dalam Asep memberikan batasam bahasa sebagai sistem
lambing arbiter yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Batasan ini merupakan batasan
yang lazim diungkapkan, baik oleh para ilmuwan bahasa maupun ilmuwan
lainnya.
Bahasa dalam kamus besar bahasa Indonesia memberikan
pengertian “bahasa” dalam tiga batasan, yaitu: 1. Sistem lambing bunyi
berartikulasi (yang dihaslkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenang-
wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk
melahirkan perasaan dan pikiran. 2. Perkataan-perkataan yang dipakai
oleh suatu bangsa (suatu daerah, bangsa, bahkan Negara, 3. Percakapan
(perkataan) yang baik: sopan santun, tingkah laku yang baik.
Dua ilmuwan barat Bloch dan Trager mendefinisikan bahasa
sebagai suatu “sistem symbol-simbol bunyi yang arbiter yang
dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk
berkomunikasi.
Senada dengan Bloch dan Trager, Joseph Bram mengatakan
bahwa bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari symbol-simbol
bunyi arbiter yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial
sebagai alat bergaul satu sama lain.
Dari definisi-defini yang telah diungkapkan didapatkan kata kunci
yang mengandung pengertian khusus dan sekaligus mengandung
pengertian umum, yaitu kata “simbol” artinya bahwa bahasa pada
dasarnya merupakan sistem simbol yang ada di alam ini. Seluruh
fenomena simbolis yang ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah
bahasa.
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata symbolon
yang artinya tanda pengenal,lencana atau semboyan. Semboyan di
Yunani dipakai sebagai bukti identitas, yang salah satu fungsinya adalah
untuk mengikat persahabatan yaitu dari sebuah batu yang dibelah
sehingga pemegang setiap potongan dari batu tersebut mempunyai bukti
konkret dari persahabatan mereka.
Berdasarkan uraian diatas kita dapat memberi arti tantang “simbol”
yaitu sebagai sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Pengertian ini
berarti bahwa di sekeliling kita terdapat banyak simbol. Simbol itu ada
pada alam, dalam pikiran, pada manusia, pada wahyu Tuhan, pada
margasatwa, dan lain-lainnya. Karena bahasa sebagai sistem simbol
maka yang memiliki bahasa tidak hanya manusia, hewan pun memiliki
bahasanya tersendiri. Sehubungan dengan pernyataan ini, Charles
Osgood mengemukakan pendapatnya bahwa binatang juga memiliki alat
untuk mengadakan interaksi. Dalam kehidupan binatang, kata Osgood
dalam Aminudin 1985; alat interaksi itu digunakan sewaktu mengadakan
hubungan, membutuhkan makanan. Namun berbeda dengan bahasa
manusia yang melibatkan proses berpikir dan kesadaran, bentuk bahasa
binatang semata-mata bersifat fisis. Bentuk tanda yang oleh Osgood
diistilahkan sebagai distal sign antara lain dapat berupa geraman, gerakan
ekor, ataupun gerakan bagian tubuh lainnya.
B. Fungsi bahasa
Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi,
bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama dari bahasa. Kata
komunikasi atau dalambahasa inggris disebut dengan communication
berasal dari bahasa Latin Communicatio dan bersumber dari kata
Communis yang artinya sama. Maksudnya adalah sama makna. Karl
Raimund Popper, salah seorang filsif barat abad ke 20, mengatakan
bahwa bahasa memiliki empat fungsi. Keempat fungsi bahasa tersebut
adalah
1. Fungsi ekspresif; merupakan proses pengungkapan situasi dalam
ke luar. Pada manusia menjadi suatu ungkapan diri pribadi
2. Fungsi signal; merupakan level lebih tinggi dan sekaligus
mengadakan fungsi ekspresif. Pada manusia tanda menyebabkan
reaksi, sebagai jawaban atas tanda
3. Fungsi deskriptif; mengadakan fungsi ekspresif dan signal. Ciri
khas fungsi ini ialah bahwa bahasa itu menjadi suatu pernyataan
yang bisa benar, bisa juga salah
4. Fungsi argumentative; bahasa merupakan alat atau media untuk
mengungkapkan seluruh gagasan manusia, termasuk dalam
berargumentasi di dalam mempertahankan suatu pendapat dan
juga untuk meyakinkan orang lain dengan alasan-alasan yang valid
dan logis.
P.W.J. Nababan seorang linguis Indonesia, membagi fungsi bahasa
sebagai komunikasi dalam kaitannya dengan masyarakat dan pendidikan
menjadi empat fungsi yaitu
1. Fungsi kebudayaan
2. Fungsi kemasyarakatan
3. Fungsi perorangan dan
4. Fungsi pendidikan
Fungsi kebudayaan dalam bahasa adalah sebagai sarana
perkembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan inventasris
ciri-ciri kebudayaan. Sedangkan fungsi kemasyarakatan menujukkan
peranan khusus suatu bahasa dalam kehidupan masyarakat. Nababan
mengklasifikasikan fungsi kemasyarakatan bahasa ke dalam dua bagian
yaitu 1. Berdasarkan ruang lingkup dan 2. Berdasarkan bidang
pemakaian. Yang pertama mengandung “bahasa nasional” dan “bahasa
kelompok”. Bahasa nasional berfungsi sebagai lambing kebanggan
kebangsaaan, lambing identitas bangsa; alat penyatuan berbagai suku
bangsa dengan berbagai latar belakang sosial budaya dan bahasa, dan
sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Yang kedua,
bahasa kelompok ialah bahasa yang digunakan oleh kelompok yang lebih
kecil dari suatu bangsa, seperti suku bangsa atau suatu daerah subsuku,
sebagai lambing identitas kelompok dan alat pelaksanaan kebudayaan
kelompok itu.
Klasifikasi bahasa ketiga yaitu fungsi perorangan yaitu bahasa
digunakan dengan disesuaikan pada siapa seseorang tersebut
berkomunikasi. Terakhir, fungsi pendidikan dari bahasa didasarkan
banyaknya penggunaan bahasa dalam pendidikan dan pengajaran.
Berdasarkan beberapa penjelasan dari ahli tersebut, jelaslah
bahwa dengan bahasa itulah manusia berkata, bercakap-cakap,
berkomunikasi, mengungkapkan gejolak yang ada dalam perasaannya
dan berargumentasi. Dengan demikian, manusia dengan bahasa menjadi
meningkat martabatnya, baik disisi Tuhan maupun umat manusia. Karena
itulah, manusia sampai kapanpun tidak akan bisa melepaskan diri dari
adanya bahasa sebagai suatu yang mesti ada.

C. Hakikat Ilmu
Pada zaman Yunani Kuno, ilmu dengan filsafat sukar dipisahkan.
Pembuktian empirik kurang mendapat perhatian dan metode imliah
tampaknya belum berkembang. Sedikit demi sedikit dengan semakin
berkembangnya penalaran dan metode ilmiah, dengan makin kuatnya dan
makin dihargainya pembuktian empirik, dan seiring dengan itu, makin
meluasnya penggunaan intrumen penelitian, satu persatu cabang-cabang
ilmu mulai melepaskan diri dari filsafat. Pada waktu masih merupakan
bagian dari filsafat, definisi ilmu bergantung pada sistem filsafat yang
dianut, sedangkan sewaktu posisi ilmu lebih bebas dan lebih mandiri,
definisi ilmu umumnya didasarkan pada apa yang dikerjakan oleh ilmu itu
dengan melihat metode yang digunakannya. Berkembanglah ilmu-ilmu
alamiah (natural science) dan ilmu-ilmu sosial (social science).
Suatu pengetahuan termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila
pengetahuan itu dan cara memperolehnya telah memenuhi syarat
tertentu. Bila syarat itu belum dipenuhi, maka suatu pengetahuan dapat
digolongkan ke dalam pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun juga
tidak usah termasuk filsafat. Pada umumnya kalangan ilmiah sependapat
bahwa sifat-sifat berikut ini merupakan syarat-syarat terpenting bagi suatu
pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu atau pengetahuan
ilmiah; syarat-syarat tersebut adalah dasar pembenaran, sifat sistematis
dan sifat intersubjektif.
Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa latin
dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering
juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama. Ilmu adalah adalah hal sistematis yang
membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan serta
prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta
(Mirriam Webster dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian
utama dari pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan.
Proses pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui
dunia. Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan dan membuat
prediksi tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji,
missal pertanyaan “Apakah Bumi datar atau bulat?” bisa diuji dan
dipelajari melalui penelitian, terdapat bukti untuk dievaluasi dan
menentukan apakah itu mendukung bumi bulat atau datar. Tujuan ilmiah
yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang
berbeda untuk menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari
proses ilmiah untuk semua ilmuwan (Carpi & Egger, 2011).
BAB III
PEMBAHASA
N

A. Terminologi: Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Sains


Manusia dengan segenap kemampun kemanusiannya seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu
menangkap alam hidupnya dan mengabstraksikan tangkapan tersebut
dalam dirinya dalam berbagai bentuk "ketahuan umpamanya kebiasaan,
akal sehat, seni, sejarah, filsafat.
Terminologi ketahuan ini adalah termonologi artifisial yang bersifat
sementara sebagai analisis yang pokoknya diartikan sebagai keseluruhan
bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui
sesuatu . Apa yang kita peroleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa
memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya kita masukan kedalam
kategori yang disebut ketahuan ini. Ketahuan atau knowledge ini
merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita
tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam dan biologi itu
sendiri. Berdasarkan kajian teoritik mengenai ilmu, seluruh bentuk dapat
digolongkan dalam kategori pengetahuan (knowledge) di mana masing-
masing bentuk dapat dicirikan oleh karakter obyek ontologis, landasan
epistemologis dan landasan aksiologi masing-masing. Salah satu bentuk
knowledge ditandai dengan:
1. Obyek Ontologis yaitu pengalaman manusia yakni segenap wujud
yang dapat dijangkau lewat panca indra atau alat yang membantu
kemampuan pancaindra;
2. Landasan epistemologis yaitu metode ilmiah yang berupa
gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan
hipotesis atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi;
3. Landasan aksiologi: kemaslahatan manusia artinya segenap wujud
pengetahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup
manusia.
B. Hubungan Bahasa Dan Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana telah dijelaskan pada sebelumnya, fungsi dari
bahasa adalah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan
kepada orang lain. Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan
diketahui oleh khalayak manakala tidak dikomunikasan melalui bahasa.
Bahasa juga tidak saja sebagai alat komunikasi untuk
mengantarkan proses hubungan antarmanusia, tetapi jangan lupa bahasa
pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya, bahwa
bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Sekelompok manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu
tidak akan bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.
Kearifan melayu mengatakan “Bahasa adalah cermin budaya bangsa.
Hilang budaya maka hilang bangsa”.
Karena itu, siapapun akan senantiasa melakukan relasi yang erat
dengan bahasa. Seorang ilmuan atau filosof misalnya, ia akan senantiasa
bergantung kepada bahasa. Fakta telah menunjukkan bahwa ungkapan
pikiran dan hasil hasil perenungan filosofis seseorang tidak dapat
dilakukan tanpa bahasa. Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat
adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof tidak mungkin bisa
mengungkapkan hasil-hasil perenungan kefilsafatannya kepada orang
lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah
pikiran kefilsafatan.
Louis O. Katsoff (1986:39) berpendapat bahwa suatu sistem filsafat
sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa,
dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya
penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa akan
senantiasa beriringan, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal
ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem simbol-simbol.
Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab atau makna
dari seluruh simbol yang menampakkan diri di alam semesta ini. Bahasa
juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia simbol-simbol
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis membuat kerangka berpikir
mengenai keterkaitan antara bahasa, filsafat dan ilmu pengetahuan.

Bahasa Filsafat Bahasa

Keterkaitan bahasa dan filsafat.

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki


hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum
kausalitas (sebab dan akibat) yang tidakdapat ditolak kehadirannya.
Sebab itulah, seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung dan tidak
langsung akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai kawan karibnya.
Bahkan akhir-akhir ini bahasa telah dijadikan objek yang sangat menarik
bagi perenungan, pembahasan, dan penelitian dunia filsafat. Hal ini selain
bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian
filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan
dengan fungsi dan peranannya yang begitu luas dan kompleks. Salah
satu kelemahannya itu di antaranya ialah ia tidak mengetahui dirinya
secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat
dirinya sendiri.

C. Quo Vadis dalam Ilmu dan Bahasa


Dalam Konperensi Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III LIPI
yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 saya
menyarankan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan
pengetahuan untuk knowledge. Adapun alasan untuk perubahan tersebut
adalah 1. Ilmu adalah sebagian dari pengetahuan, 2. Ilmu adalah
pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu yakni ciri-ciri ilmiah. 3.
Berdasarkan tata bahasa Indonesia berdasarkan hokum
(D)iterangkan/(M)enerangkan maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D)
yang bersifat pengetahuan (M), dan pada hakikatnya adalah ilmu adalah
pengetahuan yang bersifat ilmiah. 4. Kata ganda dari dua katabenda yang
termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua obyek yang
berbeda seperti emas perak yang berarti emas dan perak, laki bini yang
berarti laki dan bini. Begitupun dengan ilmu pengetahuan, maka kata yang
terdapat adalalah ilmu dan pengetahuan.
Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge,
secara defacto dalam kalangan dunia keilmuwan terminologi ilmu sudah
sering dipergunakan seperti dalam metode ilmiah dan ilmu-ilmu sosial
atau ilmu-ilmu alam. Adapun kelemahan dari pilihan ini ialah bahwa kita
terpaksa meninggalkan kata ilmu pengetahuan dan hanya menggunakan
kata ilmu saja untuk sinonim science dalam bahasa inggris. Alternatif
pertama menggunakan ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan
untuk knowledge.

D. Politik Bahasa Nasional


Berdasarkan fungsinya, bahasa mempunyai dua fungsi yaitu; (1)
sebagai sarana komunikasi dan (2) sebagai sarana budaya yang
mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa
tersebut. Fungsi pertama dapat disebut sebagai fungsi komunikatif dan
fungsi kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pada fungsi kedua
bahasa sebagai sarana budaya yang dapat digunakan untuk
mempersatukan kelompok manusia. Dalam hal ini bahasa juga dapat
dijadikan alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia, jauh sebelum
kemerdekaan bangsa Indonesia yakni ketika bangsa Indonesia masih
dalam Hindia Belanda dan beberapa wilayah, para pemuda Indonesia
sepakat bahwa bahasa nasional adalah bahasa Indonesia. Jika kita
melihat pada sejarah, maka peristiwa ini disebut dengan Sumpah
Pemuda. Sumpah pemuda adalah sebutan sebuah keputusan kongres
pemuda yang dilaksanakan selama dua hari di Batavia atau Jakarta yaitu
pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Keputusan ini menegaskan cita-cita
akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa
Indonesia"
Pada tanggal 28 Oktober 1928, atau pada Sumpah Pemuda
tersebut, salah satu keputusannya adalah bangsa Indonesia memilih
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Hal ini sesuai dengan
keputusan kongres pemuda pada bunyi ketiga keputusan tersebut;
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda adalah sebuah pernyataan politik bahwa cita-cita


Indonesia sebagai sebuah jalan politik tidak hilang dan selesai, tetapi
justru tengah menemukan bentuk-bentuk barunya yang saat itu dipelopori
oleh kaum inteligensia baru yang berlatar belakang kaum priyayi kelas
dua yang muak akan alam budaya aristokratik asal sosial mereka yang
hierarkis; dan juga hendak menggugat antara nilai-nilai kesetaraan dan
modernitas yang mereka dapatkan di bangku sekolah dan kenyataan
kolonialisme yang menyengsarakan rakyatnya. Golongan yang bersatu
dalam Sumpah Pemuda adalah golongan kawanan “binatang-binatang
jalang” dari kumpulan awalnya yang terbuang, dan sedang membangun
kekuatan politik baru melalui penegasan posisi politik. Dengan alasan
utama yaitu fungsi kohesif bahasa Indonesia sebagai sarana yang
mengintegrasikaan berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia.
Fenomena Sumpah Pemuda, terutama dalam keputusan
penggunaan bahasa sebagai bahasa nasional jika dikaitkan dengan fungsi
kedua dari bahasa maka jelaslah bahwa bangsa Indonesia sebagai
sarana budaya yang mempersatukan kelompok. Dimana hal demikian
menjadi sebuah alat politik untuk menyatukan bangsa Hindia Belanda dan
wilayah jajahan Belanda untuk bersatu, memerdekakan diri dan menjadi
satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pada kajian dan pembahasan yang telah dilakukan


tentang ilmu dan bahasa, maka dapat disimpulkan antara ilmu dan bahasa
keduanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Ilmu dapat berkembang,
melalui publikasi ilmiah dengan menggunakan komunikasi bahasa yang
baik. Keterkaitan ini didukung dengan hakikat dari ilmu dan bahasa itu
sendiri. Begitupula terminologi ilmu, ilmu pengetahuan dan sains memilki
terkaitan tersendiri. Hakikat ilmu Suriasumantri (1990: 293) mengatakan:
“knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap
bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara
menyulam, dan biologi...“. Ilmu (science) merupakan bagian dari
pengetahuan (knowledge), membahas bidang pengetahuan tertentu yang
tersusun secara sistematis, diperoleh dengan observasi yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.
Hakikat bahasa, bahasa memiliki fungsi komunikatif dan fungsi
integratif. Terminologi terdiri dari obyek ontologis (obyek yang ditelaah
yang menghasilkan pengetahuan), landasan epistemologis (cara
mendapatkan pengetahuan) dan landasan aksiologis (nilai kegunaan
suatu pengetahuan).

B. Saran
Melalui mengkaji dan menelaah mengenai filsafat ilmu dan bahasa
penulis menyadari belum sempurnanya menulisan makalah ini. Maka ada
beberapa saran agar makalah ini dapat bermanfaat, dan menjabaran
filsafat ilmu dan bahasa bisa terus berkembang untuk mendukung
berkembangnya ilmu pengetahuan dan sains.
Merujuk pada keterkaitan antara ilmu dan bahasa, sebaiknya
dilakukan pengembangan bahasa sebagai sarana berpikir dan berbicara
dalam kalangan masyarakat yang berkeilmuan, moderat dan dinamis pada
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 1985. Semantika Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar


Baru.
Carpi, A & Egger, A. E. 2011. “The Nature of Scientific Knowledge”
Visionlearning. 3 (2). Science: definition of science in Mirriam Webster
Online Dictionary,
(2018).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hidayat, Asep. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna
dan Tanda. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Suriasumantri, Jujun. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

xiv

Anda mungkin juga menyukai