Anda di halaman 1dari 45

BAB II

DASAR TEORI

II. 1 Sistem Tenaga Listrik

Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah, dam aman untuk
mengirimkan daya listrik adalah dalam bentuk daya listrik [1]. Daya listrik tersebut
sudah diatur dalam sebuah sistem yang disebut dengan istilah sistem daya listrik
dimana didalamnya terdapat komponen – komponen mulai dari pembangkit sampai
kepada pelanggan yang menyebabkan daya listrik dapat memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Suatus sistem energi listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur, yaitu
pembangkit, transmisi, distribusi dan pemakaian tenga listrik atau beban. Pada pusat
pembangkit, energi primer banyak berasal dari sumber daya alam, seperti Pusat
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik
Tenaga Bayu (PLTB), Pusat Listrik Tenaga Gas, dan masih banyak lagi energi primer
lainnya yang di konversikan menjadi energi listrik. Daya listrik yang dibangkitkan di
pusat tenaga listrik harus disalurkan atau ditransmisikan ke pusat – pusat pemakai
melalui kawat (saluran) [2].

Dalam sistem tenaga listrik, generator sinkron pada pusat pembangkit


mengubah energi mekanis yang dihasilkan pada poros turbin menjadi energi listrik
tiga fasa. Lalu melalui transformator penaik tegangan (step up transformer) energi
listrik ini kemudian dikirimkan melalui saluran transmisi bertegangan tinggi menuju
pusat – pusat beban [1]. Ketika saluran transmisi mencapai pusat beban, tegangan
tersebut kembali diturunkan menjadi tegangan menengah, melalui transformator
penurun tegangan (step down transformer). Lalu daya listrik akan dipasok ke seluruh
pelanggan melalui transformator distribusi. Sistem pengadaan daya listrik ini dapat
digambarkan seperti gambar 2.1 berikut.

1
Gambar 2.1 Sistem Pengadaan Energi Listrik [3]
Dalam saluran transmisi, apabila disalurkan tenaga listrik bertegangan tinggi
ke pusat – pusat beban dalam jumlah besar, maka saluran distribusi berfungsi
membagikan tenaga listrik tersebut kepada pihak pemakai melalui saluran tegangan
rendah. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa generator sinkron di pusat
pembangkit biasanya menghasilkan tenaga listrik dengan tegangan antara 6 – 20 kV
yang kemudian, dengan bantuan transformator, tegangan tersebut dinaikkan menjadi
150 – 500 kV. Saluran tegangan tinggi (STT) menyalurkan tenaga listrik menuju
pusat penerima; disini tegangan diturunkan menjadi tegangan subtransmisi 70 kV.
Pada Gardu Induk (GI), tenaga listrik yang diterima kemudian dilepaskan menuju
trafo distribusi dalam bentuk tegangan menengah 20 kV. Melalui trafo distribusi yang
tersebar di berbagai pusat – pusat beban, tegangan distribusi primer ini diturunkan
menjadi tegangan rendah distribusi. Penjelasan ini dapat digambarkan pada gambar
2.2. [1]. Penyaluran energi listrik melalui jarak yang jauh yang dilakukan dengan
menaikkan tegangan guna memperkecil kerugian yang terjadi, berupa rugi – rugi
daya.[4]

2
Gambar 2.2 Skema Tegangan Pembangkit Sampai ke Beban

II. 2 Transmisi Daya Listrik

Sistem tenaga listrik seperti yang dijelaskan diatas terdiri dari beberapa
komponen dan salah satunya adalah jaringan transmisi. Transmisi tenaga listrik
merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik
(Power Plant) hingga substation distribution sehingga dapat disalurkan sampai pada
konsumen penguna listrik melalui satu bahan konduktor.

3
Gambar 2. 3 Single Line Diagram of Genereation, Transmission, and
Distribution

Gambar diatas menunjukkan blok diagram dasar dari sistem transmisi dan
distribusi tenaga listrik. Yang terdiri dari dua stasiun pembangkit. Transmisi berada
pada bagian yang diarsir tebal. Fungsi dari bagian transmission substation
menyediakan servis untuk merubah dalam menaikkan dan menurunkan tegangan pada
saluran tegangan yang ditransmisikan serta meliputi regulasi tegangan. Standarisasi
range tegangan internasional yaitu 345 kV hingga 765 kV untuk Saluran Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) dan 115 kV hingga 230 kV untuk Saluran Tegangan Tinggi
(SUTT) [ Gonan Turen]. Sementara standarisasi tegangan transmisi di Indonesia
adalah 500 kV untuk SUTET dan 150 kV untuk SUTT. Pada sistem tenaga listrik,
jarak antara pembangkit dengan beban yang cukup jauh, akan menimbulkan adanya
penurunan kualitas tegangan yang diakibatkan oleh rugi – rugi pada jaringan.
Sehingga dibutuhkan suatu peralatan untuk memperbaiki kualitas tegangan dan
diletakkan pada saluran yang mengalami drop tegangan. SVC (Static Var
Compensator) berfungsi sebagai pemelihara kestabilan kondisi steady state dan
dinamika voltase dalam batasan yang sudah ditentukan pada jaringan transmisi

4
berjarak jauh dan berbeban tinggi (heavily loaded). Synchronous Condenser, sebagai
generator pensuplay arus gangguan, dan transformer dengan taps yaang variabel, Ini
adalah jenis khusus transformator listrik yang dapat menambah atau mengurangi
powered gulungan kawat, sehingga meningkatkan atau menurunkan medan magnet
dan tegangan keluaran dari transformator. Distribution Substation, pada bagian ini
merubah tegangan aliran listrik dari tegangan medium menjadi tegangan rendah
dengan transformator step-down, dimana memiliki tap otomatis dan memiliki
kemampuan untuk regulator tegangan rendah. Tegangan rendah meliputi rentangan
dari 120/240V single phase sampai 600V, 3 phase. Bagian ini melayani perumahan,
komersial dan institusi serta industri kecil. Interconnecting substation, pada bagian ini
untuk melayani sambungan percabangan transmisi dengan power tegangan yang
berbeda serta untuk menambah kestabilan pada keseluruhan jaringan. Setiap
substation selalu memiliki Circuit Breakers, Fuses, lightning arresters untuk
pengaman peralatan. Antara lain dengan penambahan kontrol peralatan, pengukuran,
switching, pada setiap bagian substation. Energi listrik yang di transmisikan didisain
untuk Extra-high Voltage (EHV), High Voltage (HV), Medium Voltage (MV), dan
Low Voltage (LV). Klasifikasi nilai tegangan ini dibuat berdasarkan skala
standarisasi tegangan yang di tunjukkan pada tabel.

Menurut sistem saluran transmisi dikenal sistem bolak – balik (AC =


Alternating Current) dan sistem arus searah (DC = Direct Current). Pada sistem AC
penaiikkan dan penurunan tegangan mudah dilakukan yaitu dengan menggunakan
transformator. Itulah sebabnya maka sampai dewasa ini saluran transmisi di dunia
sebagian besar menggunakan sistem AC. Tetapi sudah ada yang menerapkan sistem
DC di beberapa negara seperti Amerika Serikat. Didalam sistem AC ada yang
menggunakan sistem satu fasa dan sistem tiga fasa. Sistem tiga fasa mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan sistem satu fasa karena,

a. Daya yang disalurkan lebih besar


b. Nilai sesaat (Instantaneous value) konstan dan
c. Mempunyai medan magnit putar.

5
Berhubung dengan keuntungan – keuntungan yang dimiliki, hamper seluruh
penyaluran tenaga listrik di dunia dilakukan dengan arus bolak balik. Namun seperti
disebutkan diatas, saat ini penyaluran arus searah mulai dikembangkan di beberapa
negara di dunia. Penyaluran dengan sistem DC mempunyai keuntungan, karena
isolasi yang lebih sederhana, efisiensi lebih tinggi (karena factor dayanya satu) serta
tidak ada masalah stabilitas, sehingga dimungkinkan penyaluran tenaga listrik jarak
jauh. Tetapi satu yang harus diperhatikan yaitu masalah ekonomis yang harus
diperhitungkan. Untuk daya yang sama maka daya guna penyaluran akan naik oleh
karena rugi – rugi transmisi akan turun, apabila tegangan transmisi dinaikkan. Namun
penaikkan tegangan transmisi berarti juga kenaikkan isolasi, biaya peralatan dan
biaya gardu induk. Oleh karena itu pemilihan tegangan transmisi dilakukan dengan
dengan memperhitungkan daya yang disalurkan, jumlah rangkaian, jarak penyaluran,
keandalan (reliability). Biaya peralatan untuk tegangan tertentu, serta tegangan –
tegangan yang sekarang dan yang direncanakan. Kecuali itu, penentuan tegangan
harus dilihat juga dari segi strandarisasi peralatan yang ada.

2.3 Karakteristik Listrik dari Saluran Transmisi

Saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi


kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga, yaitu
resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi. Parameter-parameter ini
merupakan salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan saluran transmisi.
Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata disepanjang
saluran. Sedangkan konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara penghantar-
penghantar dari suatu saluran fasa-tunggal atau di antara sebuah penghantar dan
netral dari suatu saluran tiga-fasa membentuk admitansi paralel. Dalam perhitungan,
rangkaian saluran ekivalen yang dibentuk dari parameter-parameter dijadikan satu
meskipun resistansi, induktansi dan kapasitansi tersebut terbagi merata di sepanjang
saluran.

2.3.1 Resistansi

6
Resistansi efektif (R) dari suatu penghantar adalah :

P
R= (Ω)
I2
(2.1)

dimana P = rugi daya pada penghantar (Watt)

I = arus yang mengalir (Ampere)

Resistansi efektif sama dengan resistansi dari saluran jika terdapat distribusi
arus yang merata (uniform) di seluruh penghantar. Distribusi arus yang merata di
seluruh penampang suatu penghantar hanya terdapat pada arus searah, sedangkan
tidak pada arus bolak balik.

Resistansi DC dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini

l
Ro = ρ
A
(2.2)

Dimana ρ = resistivitas penghantar ( Ω.m)

l = panjang penghantar (m)

A = luas penampang (m 2)

Dengan meningkatnya frekuensi bolak – balik, distribusi arus makin tidak merata
(nonuniform). Peningkatan frekuensi ini juga mengakibatkan tidak meratanya
kerapatan arus (current density), disebut juga efek kulit (skin effect) [5].

Untuk penghantar dengan jari – jari yang cukup besar ada kemungkinan
terjadi kerapatan arus yang berisolasi terhadap jarak radial dari titik tengah
penampang penghantar. Fluks bolak balik mengimbaskan tegangan yang lebih tinggi
pada serat – serat di bagian dalam daripada di sekitar permukaan penghantar,, karena
fluks yang meliputi serat dekat permukaan penghantar lebih sedikit daripada fluks

7
yang meliputi serat di bagian dalam penghantar. Berdasarkan hukum Lenz, tegangan
yang diimbaskan akan melawan perubahan arus yang menyebabkannya, dan
meningkatnya tegangan imbas pada serat -serat di bagian dalam menyebabkan
meningkatnya kerapatan arus pada serat – serat yang lebih dekat ke permukaan
penghantar dan karena itu resistansi efektifnya meningkat [ buku chapman]. Sehingga
dapat dikatakan pada arus bolak – balik arus cenderung mengalir melalui permukaan
penghantar.

Perhitungan resistansi total suatu saluran transmisi ditentukan oleh jenis


penghantar pabrikan, biasanya pabrikan akan memberikan table karakteristik listrik
dari penghantarr yang dibuatnya, termasuk diantaranya nilai resistansi AC penghantar
dalam satuan Ω/km (standard internasional) atau Ω/mi (American Standard). Nilai
resistansi juga dipengaruhi oleh suhu, ditunjukkan oleh persamaan berikut

R2=R 1 [ 1+α ( T 2−T 1 ) ] (2.3)

Dimana R2 dan R1adalah resistansi pada suhu T 1 dan T 2, dan α adalah


koefisien suhu dari resistansi, yang nilainya tergantung dari bahan konduktor.

2.3.2 Induktansi

Induktansi adalah sifat rangkaian ang menghubungkan tegangan yang diimbaskan


oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan arus [ William Stevenson].
Persamaan awal yang dapat menjelaskan induktansi adalah menghubungkan tegangan
imbas dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian.

Tegangan imbas adalah :


e= (2.4)
dt

Dimana e= tegangan imbas (volt)

τ = banyaknya fluks gandeng rangkaian (weber-turns)

8
Banyaknya weber-turns adalah hasil perkalian masing – masing weber dari
fluks dan jumlah lilitan dari rangkaian yang digandengkannya. Jika arus pada
rangkaian berubah – ubah, medan magnet yang ditimbulkannya akan turut berubah –
ubah. Jika dimisalkan bahwa media dimana medan magnet ditimbulkan mempunyai
permeabilitas yang konstan, banyaknya fluks gandeng berbanding lurus degan arus,
dan karena itu tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus.

di
e=L (2.5)
dt

Dimana e = tegangan imbas (Volt)

L = induktansi (H)

di
= kecepatan perubahan arus (A/s)
dt

Dari persamaan 2.3 dan 2.4 maka didapat persamaan umum induktansi
saluran dalam satuan Henry, yaitu

τ
L= (2.6)
i

dengan i adalah arus yang mengalir pada saluran transmisi dalam satuan ampere (A).

Induktansi timbal-balik antara dua rangkaian didefinisikan sebaga fluks


gandeng pada rangkaian pertama yang disebabkan oleh arus pada rangkaian kedua
per ampere arus yang mengalir di rangkaian kedua. Jika arus I 2 menghasilkan fluks
gandeng dengan rangkaian 1 sebanyak ψ 12, maka induktansi timbal balik nya adalah

ψ 12
M 12 = (2.7)
I2

Dimana ψ 12 = fluks gandeng yang dihasilkan I 2 terhadap rangkaian 1 (Wbt)

I2 = arus yang mengalir padad rangkaian kedua.

9
Pada saluran tiga fasa induktansi rata – rata satu penghantar pada suatu
saluran ditentukan dengan persamaan

D eq
La=2 x 10−7 ln (H / m) untuk penghantar tunggal,
Ds

−7 D eq
La=2 x 10 ln (H / m) untuk penghantar berkas.
D bs

dengan Deq =√3 D12 D23 D31 dan Ds adalah GMR penghantar tunggal dan Dbs adalah

GMR penghantar berkas. Nilai Dbs akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam
suatu berkas.

Untuk suatu berkas dua-lilitan

4
D bs c=√ (r x d)2 =√ r x d

Untuk suatu berkas tiga-lilitan

9 3
Dbs c=√( r x d x d )3 =√ rd 2

Untuk suatu berkas empat-lilitan


16
D c= (r x d x d x d x 2 ) =1,09 √ rd 3
b
s
2 4 4

Persamaan diatas merupakan persamaan untuk saluran yang telah ditransposisikan,


yaitu suatu mode pengembalian keseimbangan ketiga fasa dengan mempertukarkan
posisi – posisi penghantar pada selang jarak yang teratur di sepanjang saluran
sedemikian rupa sehingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula
penghantar yang lain pada suatu jarak yang sam, lihat Gambar 2.4

10
Gambar 2. 4 Siklus Transposisi

Persamaan ini juga dapat digunakan untuk saluran tiga fasa dengan jarak pemisah
tidak simetris karena ketidaksimetrisan antara fasa – fasa nya adalah kecil saja
sehingga dapat diabaikan pada kebanyakan perhitungan induktansi.

2.3.3 Kapasitansi

Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara


penghantar, baik antara penghantar – penghantar maupun antara penghantar tanah.
Kapasitansi menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada
pelat kapasitor bila terjadi beda potensial diantaranya. Untuk menentukan nilai
kapasitansi antara penghantar – penghantar ditentukan dengan persamaan

πk
C ab= ( F /m).
D
ln ⁡( )
r
2.8

Jika saluran dicatu oleh suatu transformer yang mempunyai sadapan tengah
yang ditanahkan, beda potensial antara kedua penghantar tersebut dan kapasitansi ke
tanah (kapasitansi ke netral), adalah muatan pada penghantar per satuan beda
potensial antara penghantar dengan tanah. Jadi kapasitansi ke netral untuk saluran dan
kawat adalah dua kali kapasitansi antara penghantar – penghantar.

11
2 πk
C an= ( F/m).
D
ln ⁡( )
r
2.9

Dimana C ab = kapasitansi antara penghantar a – b (F/m)

C an = kapasitansi antara penghantar – tanah (F/m)

k = permeabilitas bahan dielektrik

D = jarak antara penghantar (m)

r = jari – jari antara penghantar (m)

Persamaan (2.9) juga dapat digunakan untuk menentukan kapasitansi saluran


tiga-fasa dengan jarak pemisah yang sama. Jika penghantar pada saluran tiga-fasa
tidak terpisah dengan jarak yang sama, kapasitansi masing – masing fasa ke netral
tidak sama. Namun untuk susunan penghantar yang biasa, ketidaksimetrian saluran
yang ditransposisikan, nilai kapsitansi fasa ke netral ditentukan dengan persamaan

2 πk
C n= ( F /m)
Deq untuk penghantar tunggal
ln ⁡( )
r

2 πk
C n= (F / m)
Deq untuk penghantar berkas.
ln ⁡( b )
Ds c

Dengan Deq adalah GMR penghantar, r adalah jari – jari penghantar dan Dbs c

adalah GMR penghantar berkas. Nilai Dbs c akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan
dalam suatu berkas.

Untuk suatu berkas dua-lilitan

4
D bs c=√ (r x d)2 =√ r x d

12
Untuk suatu berkas tiga- lilitan

9 3
Dbs c=√( r x d x d )3 =√ rd 2

Untuk suatu berkas empat-lilitan

1
16

D c= (r x d x d x d x 2 ) =1,09 √ rd 3
b
s
2 4 4

Untuk menghitung kapasitansi saluran kabel ke tanah perlu menggunakan


metode muatan bayangan, lihat gambar 2.9. Pada metode ini bumi dapat
diumpamakan dengan suatu penghantar yang bermuatan di bawah permukaan bumi
pada jarak yang sama dengan penghantar asli diatas bumi. Penghantar semacam itu
mempunyai muatan yang sama tetapi berlawanan tanda dengan penghantar aslinya
dan disebut penghantar bayangan. Jika ditempatkan satu penghantar bayangan untuk
setiap penghantar atas-tiang, fluks antara penghantar asli dengan bayangannya adalah
tegak lurus pada bidang yang menggantikan bumi, dan bidang itu adalah permukaan
ekiptensial. Fluks diatas bidang itu adalah sama seperti bila bumi ada tanpa adanya
penghantar bayangan. Persamaan untuk menentukan kapasitansi saluran kabel ke
tanah adalah :

2 πk
C n=
Deq √3 H 12 H 23 H 31
( )( )
' ' '

ln B

D SS √3 H 1 H 2 H 3
2.10

Dimana Cn = kapasitansi saluran kabel ke tanah (F/m)

H 12 = jarak antara penghantar 1 dengan penghantar bayangan 2 (m)


'

H 23 = jarak antara penghantar 2 dengan penghantar bayangan 3 (m)


'

H 31 = jarak antara penghantar 3 dengan penghantar bayangan 1 (m)


'

H1 = jarak antara penghantar 1 dengan permukaan bumi (m)

13
H2 = jarak antara penghantar 2 dengan permukaan bumi (m)

H3 = jarak antara penghantar 3 dengan permukaan bumi (m)

Gambar 2.5 Metode Muatan Bayangan

2.4 Model Saluran Transmisi

Dalam mempelajari karakteristik penyaluran daya yang meliputi variabel –


variabel tegangan, arus, dan hilang daya, dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yang berbeda yaitu :

a. Rangkaian yang parameter atau konstanta – konstantanya dikonsentrasikan


(lumped), pendekatan ini digunakan untuk analisis saluran transmisi jarak
pendek

14
b. Rangkaian yang parameter atau konstanta – konstantanya didistribusikan
sepanjang saluran transmisi.

Beberapa perhitungan penting untuk analisis transmisi adalah :

a. Menghitung perbedaan besaran antara tegangan pada pangkal


pengiriman (V s ) dengan tegangan pada ujung penerimaan (V R).
b. Menghitung daya pada pangkal pengiriman dan ujung penerimaan
c. Menghitung daya guna transmisi (daya keluar/daya masuk)

2.4.1 Saluran Transmisi Pendek

Pada sebuah saluran transmisi pendek (hingga 50 mil atau 80 km), kapasitansi
dan resistansi bocor ke tanah biasanya diabaikan seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Oleh karena itu saluran transmisi pendek dapat disederhanakan dengan merebut
konstanta impedansi seperti berikut :

Z=R+ j X l

¿ zl

¿ rl+ jxl Ω

Dengan :

Z : Impedansi seri total per fasa dalam Ohm

z : Impedansi seri dari penghantar dalam Ohm per satuan unit panjang

Xl : Reaktansi induktif total dari penghantar dalam Ohm

x : Reaktansi induktif dari penghantar dalam Ohm per satuan panjang

l : Panjang saluran

Arus yang masuk di ujung kirim saluran sama dengan arus yang keluar di
ujung terima saluran. Untuk mempermudah pemahaman, berikut ini adalah gambar

15
rangkaian ekuivalen saluran transmisi pendek. Pada hal ini nilai kapasitansi
diabaikan.

Gambar 2.6 Gambar Rangkaian Ekuivalen Saluran Transmisi Pendek

Dari persamaan dan gambar diatas diperoleh relasi tegangan dan arus

V s =V R + ZI R 2.11

I s=I R 2.12

Dengan :

Vs : Tegangan fasa (saluran ke netral) diujung kirim

VR : Tegangan fasa (saluran ke netral) diujung terima

Is : Arus fasa diujung kirim

IR : Arus fasa diujung terima

Z : Impedansi seri total per fasa

Sementara untuk pengaturan tegangan ke voltage regulation didefinisikan sebagai


berikut :

|V R(NL )|
V r ( % )= x 100 %
|V R (FL)|
2.13

16
Dimana :

|V R (NL)| : tegangan saklar ujung beban pada beban nol (No Load)

|V R (FL)| : tegangan saklar ujung beban pada beban penuh (Full Load)

Untuk kawat pendek

|V R (NL)| = |V s|=|V R (FL)|=|V R|, maka


|V R|−|V R|
|V r ( % )|= x 100 % 2.14
|V s|
2.4.2 Saluran Transmisi Menengah

Pada saluran transmisi menengah adalah saluran transmisi yang memiliki


panjang lebih dari 80 km sampai dengan 250 km, karena pertambahan panjang dari
saluran transmisi pendek maka persamaan yang telah dikembangkan pada saluran
transmisi pendek tidak lagi memberikan hasil perhitungan yang akurat. Untuk
memperoleh hasil perhitungan yang akurat maka pengaruh dari arus bocor yang
melalui kapsitansi harus ikut diperhitungkan juga. Jaringan transmisi menengah ini
memilki 2 type yaitu tipe T dan tipe ∏. [4]

Berikut adalah gambar rangkaian ekivalen tipe T

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Menengah

Dari gambar diatas diperoleh relasi tegangan dan arus sebagai berikut :

17
z z
V s =V R + I R + I s
2 2
2.15

Akan tetapi

V s =I R +V p Y =I R ¿) Y 2.16

zY
I s=Y V R (1+ )I
2 R
2.17

Sehingga

zY z2
(
V s = 1+
2 )
V R +( z + ) I R
2
2.18

zY
I s=Y V R (1+ )I
2 R
2.19

2.4.3 Saluran Transmisi Panjang

Saluran transmisi panjang adalah saluran transmisi yang memiliki panjang


lebih dari 250 km. Jika dalam analisa perhitungan saluran transmisi pendek dengan
menggunakan parameter tertentu, berbeda lagi dengan saluran transmisi panjang
untuk memperoleh nilai perhitungan yang akurat memerlukan parameter – parameter
saluran yang tidak tergumpal seperti sebelumnya, akan tetapi terdistribusi secara
merata ke seluruh panjang saluran. [4]

Berikut ini adalah gambar rangkaian ekuivalen saluran transmisi saluran


panjang :

18
Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Panjang

Dalam penurunan perhitungannya memliki proses yang panjang, berikut persamaan


akhir untuk memperoleh nilai V s , I s ,V R , I R

V s =V R cosh √ ZY l+ Z k I R sinh √ ZY l 2.20

VR
I s=I R cosh √ ZY l+
Z k sinh √ ZY l
2.21

V R=V s cosh √ ZY l−Z k I s sinh √ ZY l 2.22

Vs
I R =I s cosh √ ZY l+
Z k sinh √ ZY l
2.23

2.5 Studi Tentang Aliran Daya

Perhitungan aliran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat penting
untuk mengetahui kondisi operasi sistem. Perhitungan daya pada tegangan, arus, dan
factor daya di berbagai simpul suatu jaringan listrik dilakukan pada keadaan operasi
normal. Hasil perhitungan aliran daya ini kemudian digunakan untuk mensimulasi
kondisi gangguan besar, stabilitas transien maupun analisa kontigensi yaitu analisa
keadaan dimana sebagian komponen sistem tidak terhubung ke sistem dengan baik.

Studi aliran daya (Power Flow) disebut juga Load Flow adalah bagian penting
dalam analisis sistem tenaga. Penyelesaian masalah aliran daya, sistem diasumsikan
dalam operasi seimbang dan menggunakan model satu phasa. Jaringan terdiri dari

19
beberapa node/bus dan cabang yang mempunyai impedansi yang dinyatakan dalam
per-unit (pu) pada base MVA. Ada empat parameter yang digunakan pada setiap bus
yaitu tegangan, sudut phasa, daya aktif, dan daya reaktif. Perhitungan aliran daya
pada dasarnya adalah menghitung besaran tegangan |V | dan sudut fasa tegangan δ
pada setiap Gardu Induk (G.I) pada kondisi tunak dan ketiga fasa seimbang. Hasil
perhitungan ini digunakan untuk menghitung besar aliran daya aktif P dan daya
reaktif Q di setiap peralatan transmisi, besarnya daya aktif P dan daya reaktif Q yang
harus dibangkitkan setiap pusat pembangkit serta jumlah rugi – rugi di sistem.

Setiap G.I. dalam tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe G.I.,
yaitu :

1. G.I. bus beban : Variabel yang diketahui adalah daya aktif P, daya rekatif Q.
Kemudian akan dihitung besaran tegangan |V | dan sudut fasa tegangan δ di
setiap G.I.
2. G.I. bus pembagkit : Variabel yang diketahui daya aktif P dan besaran tegangan
|V |, sedangkan daya reaktif Q dan sudut fasa tegangan δ merupakan hasil
perhitungan.
3. G.I. bus penyanggah (G.I. swing) : Variabel yang diketahui adalah besaran
tegangan |V | dan sudut fasa tegangan δ yang merupakan sudut referensi.
Sedangkan daya aktif P dan daya reaktif Q yang harus dikompensasi merupakan
hasil perhitungan.

2.5.1 Persamaan Aliran Daya

Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari dua bus, melainkan terdiri dari
beberapa bus yang akan diinterkoneksi satu sama lain. Daya listrik yang diinjeksikan
oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya diserap oleh beban bus tersebut,
melainkan dapat juga diserap oleh beban di bus yang lain. Kelebihan daya pada bus
akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus – bus lain yang kekurangan daya.
Diagram satu garis G.I. tipe bus dari suatu sistem tenaga listrik terdapat pada gambar
2.9.

20
Gambar 2.9 Diagram sat ugaris GI tipe bus dari sistem tenaga

Arus pada G.I. i adalah :

n n
I i=V i ∑ y ij −∑ y ij V j dimana j ≠ i
j=0 j=i

2.24

Persamaan daya pada GI i adalah :

Pi + j Qi = V i I i∗¿
2.25

atau

P i− j Q i
I i=
V i∗¿ ¿
2.26

Dengan mensubstitusi persamaan (2.26) ke persamaan (2.21) diperoleh :

Pi − j Q i
n n
dimana j ≠ i
V i∗¿=V i ∑ yij −∑ y ij V j ¿
j=0 j=i

2.27

21
Dari persamaan diatas tampak bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak linier dan
harus diselesaikan dengan metode numerik iterative sehingga lewat iterasi – iterasi
didapatkan hasil yang dibutuhkan.

2.6 Tegangan Sistem

Sistem tenaga listrik terdiri dari banyak G.I dan Pusat Pembangkit Listrik.
Dalam setiap G.I maupun pusat pembangkit listrik terdapat bus. Tegangan dari bus di
G.I dan tegangan di bus pusat pembangkit listrik membentuk profil tegangan sistem.
Tegangan pada setiap bagian siste tenaga listrik tidak sama, sehingga pengaturan
tegangannya lebih sulit. Tegangan pada suatu sistem tenaga listrik dipengaruhi oleh :

1. Arus penguat generator


2. Daya reaktif beban
3. Daya aktif yang didapat dalam sistem (selain generator), misalnya dari
kondensator dan dari reactor
4. Posisi tap transformator

2.6.1 Pengaturan Tegangan

Meskipun kelangsungan catu daya dapat diandalkan, dana yang dibutuhkan


tersedia dan pekerjaan dilakukan secara ekonomis, tetap tidak mungkin untuk
mempertahankan tegangan tetap pada sistem distribusi, karena tegangan jatuh akan
terjadi di semua bagian sistem dan akan berubah dengan adanya perubahan beban.
Ukuran penghantar, karakteristik transformator dan kebiasaan konsumen adalah hal
yang harus diperhitungkan. Secara singkat kualitas tegangan tergantung pada dua
hal :

1. Kelangsungan pelayanan
2. Pengaturan tegangan sistem

Perubahan tegangan pada sistem tenaga listrik seperti penurunan tegangan


daris hasil studi dan simulasi pada pembangkit dan beban, memberikan dampak
adanya perubahan arus sistem, rugi – rugi sistem dan faktor daya. Untuk itu

22
diperlukan pengatur tegangan. Untuk melakukan pengaturan tegangan pada sistem
tenaga listrik, ditentukan oleh dua faktor, aitu :

1. Besarnya daya reaktif yang harus disediakan


2. Tempat atau bus penyediaan daya reaktif harus tepat

Mengatur tegangan pada suatu bus dalam sistem tenaga listrik akan lebih
mudah apabila di bus tersebut ada sumber daya reaktif yang bias diatur. Dalam sistem
tenaga listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, yaitu daya nyata (MW)
dan daya reaktif (MVAR) yang merupakan variabel pengatur (control variable).
Pengaturan tegangan dapat dilakukan dengan :

1. Penyetelan arus penguat generator


2. Pemasangan kompensator shunt. Kompensator shunt ini akan menyerap daya
reaktif yang berlebihan untuk mengurangi tingkat tegangan bus apabila beban
rendah (sebagai inductor), dan mengalirkan daya reaktif (MVAR) untuk
menaikkan tegangan pada kondisi beban yang tinggi (sebagai kapasitor).
3. Penyetelan tingkat tegangan sub-transmisi pada titik – titik pencatuan.
4. Gunakan transformator dengan pemindahan “tap” otomatis untuk jaring –
jarring sub-station.
5. Tambahkan saluran pencatu atau distribusi tambahan
6. Besarkan ukuran penghantar dari saluran pencatu yang ada
7. Atur kembali sistem yang ada, pindah – pindahkan beban
8. Beban – beban antar fasa dibuat seimbang
9. Ubah sistem satu fasa menjadi tiga fasa
10. Bila memungkinkan buat loop tertutup
11. Tambah kapasitas transformator distribusi
12. Ubah peletakan tap pada transformator distribusi
13. Tambah kompensasi tegangan jatuh saluran, yaitu kapasitor – kapasitor seri.
14. Pasang pengatur tegangan
15. Tingkatkan tegangan distribusi
16. Pasang kapasitor parallel, dengan switch atau tanpa switch

23
17. Pasang kapasitor seri

Dilain pihak, beban dalam sistem mengambil daya aktif dan daya reaktif dari
sistem. Beban tidak bisa diatur karena tergantung kepada kebutuhan banyak
pelanggan yang mempergunakan tenaga listrik dari sistem. Secara pengetahuan
kontrol, beban merupakan variabel pengganggu (distrurbance variable). Ada tiga
syarat utama untuk pengaturan tegangan secara umum :

1. Tegangan tidak boleh naik – turun sangat besar atau berkedip


2. Tegangan harus mendekati tingkat optimum tertentu
3. Penyebaran tegangan tidak boleh lebih atau kurang dari batas yang sudah
ditentukan.

2.7 Stabilitas Sistem Tenaga

Kestabilan sistem merupakan bagian yang perlu untuk dijaga dalam operasi
sistem tenaga. Stabilitas sistem tenaga didefinikan sebagai kemampuan sistem tenaga
yang memungkinkan sistem tersebut untuk tetap berada pada kondisi dalam batas
operasi yang diinginkan pada keadaan normal atau abnormal di sistem tenaga. Sistem
tenaga merupakan sistem yang sangat kompleks dan terdiri dari banyak peralatan
listrik yang memiliki karakteristik serta tanggapan masing – masing terhadap
perubahan kondisi. Oleh karena itu, perlu pengklasifikasian kestabilan sistem tenaga
berdasarkan faktor kontribusi yang menyebabkan ketidakstabilan. Klasifikasi tersebut
diperlihatkan pada Gambar 2.10

24
Gambar 2.10. Klasifikasi Stabilitas Sistem Tenaga

Tujuan dari studi kestabilan pada sistem tenaga adalah untuk menentukan
rotor mesin yang terganggu dapat kembali ke keadaan normal dengan kecepatan
konstan. Kondisi ini berarti kecepatan rotor harus menyimpang dari kecepatan
sinkron, paling tidak untuk beberapa waktu. Penyeimbangan kecepatan rotor yang
terlalu lama juga dapat membuat mesin menjadi rusak. Dalam studi stabilitas dibuat
asumsi, yaitu :

1. Dalam analisis stabilitas sistem tenaga, hanya diperhitungkan arus dan


tegangan frekuensi serempak. Oleh karena itu, semua komponen harmonis
akan diabaikan.
2. Komponen simetris digunakan untuk representasi gangguan tidak seimbang.
3. Tegangan yang dibangkitkan dianggap tidak dipengaruhi oleh perubahan
kecepatan mesin.

25
2.8 Stabilitas Tegangan Pada Sistem Tenaga Listrik

Salah satu faktor pada kestabilan sistem tenaga adalah stabilitas tegangan.
Stabilitas tegangan ialah kemampuan sistem tenaga untuk menjaga nilai tegangan
pada batas operasi yng ditentukan di semua bus pada sistem tenaga, saat sistem
berada pada kondisi normal dan tidak normal akibat terjadi gangguan. Sistem
mengalami kondisi tidak stabil ketika terjadi gangguan, perubahan beban, dan
perubahan kondisi pada sistem. Kriteria yang menyatakan sistem tenaga memiliki
kestabilan tegangan adalah pada kondisi operasi tertentu dalam sistem, tegangan di
bus tertentu akan mengalami kenaikan tegangan ketika disuntikan daya reaktif pada
bus yang sama.
Sedangkan, tegangan sistem tidak stabil jika paling tidak salah satu bus di sistem
tenaga mengalami penurunan tegangan saat disuntukkan daya reaktif pada bus yang
sama. Dengan demikian, maka sistem tenaga listrik memiliki hubungan yang
sebanding antara daya reaktif (Q) dengan tegangan (V) bus saat sistem memiliki
kestabilan tegangan.
Gambar 2.11 menggambarkan sistem tenaga yang sederhana yang terdiri dari
dua terminal (bus). Sistem tersebut terdiri dari tegangan sumber ( E s), impedansi ( Z ln )
, dan impedansi beban ( Z LD ). Ini mempresentasikan sistem radial di sistem tenaga
yang menyalurkan daya dari pembangkit ke sisi beban melalui suatu penghantar.

Gambar 2.21 Representasi Sistem Tenaga Listrik Radial

26
Arus (I) yang mengalir dalam sistem dirumuskan dengan persamaan
~
~I = Es
~
Z~ +Z
ln LD

2.28
Dengan menyatakan bahwa
~ ~
Z ln=Z ln ∠ θ dan Z LD =Z LD ∠ ϕ
Maka magnitude arus dinyatakan dengan
Es
I=
√( Z ln cos θ+ Z LD cos ϕ )2 + ( Z ln sin θ+ Z LD sin ϕ )2

2.29
atau
Es Es
I=
√ F Z ln
2.30
Dimana
Z LD 2 Z
F=1+
Z ln ( ) ( )
+ 2 LD cos ( θ−∅ )
Z ln

Magnitudo tegangan di sisi penerima adalah


V R=Z LD I

1 z LD
¿ E
√ F Z ln s
2.31
Daya yang disuplai ke beban adalah
P R=V R I cos ∅

Z LD E s 2
¿
F Z ln ( )
cos ∅

2.32
2.9 Penyebab Ketidakstabilan Tegangan di Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga merupakan sistem yang dinamis, dimana selalu terjadi
perubahan di dalam sistem tersebut dalam selang waktu tertentu. Peristiwa gangguan

27
– gangguan, seperti gangguan satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, tiga fasa, antar
fasa, pelepasan beban, dan putus saluran dapat mempengaruhi kestabilan sistem.
Kondisi ini dapat menimbulkan osilasi pada sistem sehingga mempengaruhi
kestabilan tegangan sistem. Dalam studi kestabilan tegangan, akibat terjadinya
gangguan kemampuan sistem untuk kembali stabil terbagi dua, yaitu stabilitas jangka
pendek dan stabilitas jangka panjang. Stabilitas jangka pendek biasanya terjadi akibat
adanya tanggapan cepat pengendali tegangan seperti Automatic Voltage Regulator
(AVR) atau Flexible AC Transmission Sistem (FACTS). Sedangkan, stabilitas waktu
panjang melibatkan peralatan yang memiliki tanggapan lambat terhadap perubahan
sistem, seperti On-load Tap Charger (OLTP) atau Delayed Corrective Control
Action.
Komponen dan kendali sistem tenaga tenaga memperangaruhi kestabilan
tegangan berdasarkan lamanya waktu memperoleh kesabilan kembali diperlihatkan
pada Gambar 2.

Stabilitas Tegangan Stabilitas


Tegangan Waktu Pendek
Waktu Panjang

28
Gambar 2. 22 Komponen Sistem Kendali yang Mempengaruhi Stabilitas
Tegangan

2.10 Metode Pada Analisis Kestabilan


Menurut (Kundur, 2004), untuk mengetahui kondisi kesetabilan suatu sistem
tenaga maka dibutuhkan dua analisis yang dalam prosesnya digolongkan menjadi dua
macam berdasarkan sifat dari sistem tenaga listrik tersebut antara lain :
a. Analisis Statis
Analisis statis merupakan analisis yang didapatkan dari solusi himpunan
persamaan aljabar ketika sistem berada pada keadaan steady state, yang bertujuan
mengevaluasi kelayakan titik kesimbangan yang diwakili oleh kondisi operasi sistem
dan untuk menemukan nilai tegangan kritis pada analisis kesetabilan tegangan. Hasil
dari analisis statis ini memberikan informasi berbagai macam mengenai masalah dan
membantu mengidentifkasi faktor utama pada masalah ketidakstablilan yang terjadi

29
pada sistem. Pemetaan kurva hubungan antara tegangan dengan daya beban atau
kurva P-V membantu mengalisis batasan stabilitas tegangan dari sistem tenaga
dengan skenario kenaikkan beban yang terus menerus hingga mencapai titik runtuh
tegangannya atau dengan diberi gangguan seperti hilangnya pembangkit atau
peningkatan rugi daya pada saluran transmisi.
b. Analisis Dinamis
Analisis Dinamis meruapakan analisis yang didapatkan dari solusi numerik
dari himpunan persamaan diferensial dan aljabar yang memodelkan sistem tenaga
pada kondisi transien. Pada jenis simulasi ini membutuhkan cukup banyak proses
komputasi oleh karena itu memerlukan waktu yang lama serta sulit memberikan
informasi yang jelas tentang kepekaan dan tingkat stabilitas suatu sistem tenaga.

2.11 Metode Lyapunov

Pada studi kestabilan sistem, perubahan kondisi ini dapat mengakibatkan


sistem mengalami ketidakstabilanataupun sistem mempertahankan kestabilan. Sistem
kendali dalam suatu peralatan bertujuan untuk mempertahankan kestabilan sistem di
saat terjadi perubahan kondisi. Hal ini sangat penting karena sistem kendali yang
tidak stabil dapatmengakibatkan peralatan menjadi rusak.
Pada tahun 1892, A.M Lyapunov mengusulkan bahwa stabilitas titik
kesetimbangan non linier sistem dari dimensi n dari :

ẋ=f ( x ) , f ( 0 ) =0
2.33

dapat dipastikan tanpa integrasi numerik. Theorema Lyapunov menyatakan jika ada
fungsi V (x) untuk persamaan 2.33 yang pasti positif di sekitar titik kesetimbangan “0”
dan turunannya V̇ (x) <0, lalu kesetimbangannya stabil asimptotik. V̇ (x) dapat
diperoleh pada persamaan 2.34.

V̇ (x)=∇ V T . f ( x )
2.34

30
V (x) adalah generalisasi dari konsep energi pada suatu sistem. Meskipun banyak
fungsi Lyapunov yang berbeda telah dicoba sejak saat itu, namun integral pertama
gerak, yang merupakan jumlah energi kinetik dan potensial, mungkin telah
disediakan hasil terbaik Dalam literatur kekuatan, metode Lyapunov telah menjadi
apa yang disebut Transient Metode Fungsi Energi (TEF).

2.12 Kurva Karakteristik P-V dan Q-V

Analisis stabilitas tegangan dengan menggunakan kurva P-V atau nose curve
ini adalah untuk melihat pada kondisi beban total berapa (MW) tegangan sistem
mengalami runtuh/collpse. Artinya kemampuan sistem dalam menyalurkan daya aktif
telah melebihi kemampuan sistem itu sendiri.

Kurva P-V berguna untuk analisis stablitas tegangan dan untuk sistem-sitem
radial. Metode ini juga di gunakan untuk jaringan yang luas dimana P adalah total
beban dan V adalah tegangan kritis atau reprenstasi bus. P ( daya ) dapat juga
merupakan daya yang ditransfer sepanjang transmisi atau interkoneksi. Bentuk kurva
PV merupakan reprensentasi dari bus beban, sedangkan pada bus swing dan bus
generator tidak berlaku karena pada bus tersebut terdapat generaor sehingga nilai
tegangannya tetap untuk perubahan beban tertentu.
Kurva PV atau nose curve mereprentasikan variasi tegangan yang berkaitan
dengan variasi beban daya aktif. Kurva PV ini diperoleh dari serangkaian solusi aliran
daya untuk tingkat beban berbeda yang terdistribusi secara merata dengan menjaga
faktor daya tetap. Daya aktif yang dibangkitkan sebanding dengan rating generator
atau berdasarkan faktor permintaan beban dari konsumen. Komponen P dan Q dari
setiap beban tegantung dari tegangan bus sesuai dengan model yang pilih. Penentuan
titik kritis untuk peningkatan beban yang diberikan sengat penting karena dapat
menyebabkan runtuhnya tegangan sistem.
Untuk memperkirakan bentuk kurva PV maka bisa digunakan model sistem
pada gambar 2.35 Dengan mengasumsikan sistem memiliki tegangan sumber konstan
dengan magnitude tegangan E dan impedansi transmisi reaktif murni jX.
Menggunakan persamaan aliran daya

31
−EV
P= sin θ 2.35
x
−V 2 EV
P= + cos θ
x x
2.36

Gambar 2.23 Sistem Pengujian Bus


Dimana P adalah daya aktif yang dikonsumsi beban, Q adalah daya reaktif
yang dikonsumsi beban, V adalah tegangan bus beban, dan θ adalah perbedaan sudut
tegangan antara bus beban dan bus generator. Dari kedua persamaan tersebut nilai V
dapat diketahui dengan persamaan berikut :

E2 E4
V=
√ 2
−QX ±
√4
−X 2 P 2−X E2 Q 2.37

Solusi dari tegangan beban ditampilkan dalam kurva PV, yang juga dikenal
sebagai norse curve seperti disebutkan diatas. Gambar 2.23 adalah kurva PV yang
berbeda – beda dengan asumsi faktor daya tetap konstan P=Q tan ∅

Gambar 2.24 Kurva P-V


Persamaan diatas akan menghasilkan dua buah titik tegangan pada kondisi
aliran daya yang terus berubah. Titik tegangan yang berada di wilayah atas
menandakan sistem stabil dan titik tegangan yang berada di wilayah menandakan

32
sistem tidak stabil. Titik kritis (pada ujung kurva) memperlihatkan titik pembebanan
maksimum atau titik kritis pembebanan. Penyediaan daya beban yang mendekati
batas kestabilan masih diperbolehkan asalkan tidak mencapai titik kritisnya.

Gambar 2.25 Kurva PV Batas Daya


Kurva P-V berguna untuk menganalisis stabilitas tegangan dan untuk studi
sistem radial. Metode ini juga digunakan untuk jaringan yang luas dimana P adalah
total beban dan V adalah tegangan kritis representasi bus. Daya aktif (P) juga
merupakan daya aktif yang mampu di transfer oleh suatu saluran transmisi. Bentuk
kurva P-V merupakan penggambaran dari bus beban setiap bus. Sedangkan pada bus
swing, generator kurva P-V digambarkan sebagai garis lurus karena pada bus tersebut
tidak ada beban sehingga perubahan beban sebesar apapun bus swing generator tidak
akan berubah tegangannya atau tegangan tetap.
Kurva P-V merupakan indeks stabilitas tegangan yang didasarkan pada
beberapa jenis analisis aliran daya dengan tujuan untuk mengevaluasi batas stabilitas
tegangan. Baik metode Jacobian, Fast Decoupled ataupun Newton Raphson
digunakan dalam aliran daya namun penyelesaiannya menjadi singular pada titik
kritis, selain solusi aliran daya pada titik – titik dekat daerah kritis cenderung
divergen. Masalah ini dihindari dengan menggunakan metode aliran daya
berkelanjutan atau biasa disebut Continuation Power Flow (CPF).

2.13 Flexible AC Transmission System (FACTS)

33
Teknologi Flexible AC Transmisission System Controller (FACTS Controller)
merupakan peralatan control aliran daya serbaguna dan flexible pada jaringan
transmisi, yang dalam perkembangannya telah mengalami dua generasi
(N..Hingorani, 1993).

Generasi pertama menghasilkan dua jenis peralatan, yaitu Static Var


Compensator (SVC) dan Narani G. Hingorani-subSynchronous Resonance (NGH-
SSR) Damper. SVC sudah diimplementasikan pada jaringan transmisi sejak tahun
1970 an, yang terdiri dari thyristor, inductor dan capasitor. Dalam hal ini thyristor
berfungsi sebagai saklar yang menghubungkan dan memutuskan inductor maupun
capasitor pada jaringan transmisi, agar diperoleh kestabilan tegangan pada keadaan
steady state. Namun kekurangannya, SVC tidak dapat dipergunakan sebagai peralatan
control aliran daya aktif, olehkarena efisiensinya sangat rendah saat terjadi
penurunan tegangan secara drastis pada jaringan transmisi.

NGH-SSR dirancang untuk mengatasi masalah Sub Synchronous


Resonance yang ditemukan pada jaringan transmisi, terdiri dari thyristor, inductor
dan tahanan yang terhubung secara seri, NGH-SSR inilah kemudian menjadi cikal
bakal dari salah satu peralatan yang dikembangkan pada generasi kedua FACTS
Controller, yang dikenal dengan nama Thyristor Controlled Series Capacitor
(TCSC).

Generasi kedua, menghasilkan beberapa peralatan FACTS yang baru,


yaitu; Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC) berfungsi sebagai pengendali
impedansi pada jaringan transmisi, Static synchronous Compensator (STATCOM)
berfungsi sebagai penyedia daya reaktif untuk menjaga kestabilan tegangan pada
jaringan transmisi, Thyristor Controlled Phase angle Regulator (TCPR) berfungsi
sebagai pengendali sudut fasa tegangan pada kedua ujung jaringan transmisi,
Unifield Power Flow Controller (UPFC) berfungsi sebagai pengendali daya aktif
dan reaktif secara simultan, Thyristor controlled braking resistor (TCBR) berfungsi
mencegah terjadinya percepatan pada generator setelah terjadinya pemutusan beban
pada line transmisi, Thyristor Controlled Series Reactor (TCSR) digunakan pada

34
jaringan transmisi yang membutuhkan pengurangan beban dengan cepat dan
pembatasan arus gangguan, Thyristor Controlled Voltage Limiter (TCVL) berfungsi
sebagai pembatas kelebihan tegangan selama selang waktu yang relative lama, yang
dapat merusak peralatan pada jaringan transmisi (R.Nelson, 1994).

Menurut N.G. Hingorani and L. Gyugyi (1999), FACTS controller secara


umum dapat dibagi kedalam 4 kategori, yaitu:

a. Series Controller

Series Controller bisa berupa impedansi variable, misalnya: capasitor, reactor


dan semacamnya, atau sumber variable berbasis elektronika daya yang terhubung seri
dengan line. Perkalian Impedansi variable dengan arus yang mengalir padanya, maka
series controller merepresentasikan sebuah tegangan seri yang diinjeksikan pada line,
dan Selama tegangan seri berbeda fasa 900 terhadap arus line, maka series controller
hanya mensupply atau mengkomsumsi daya reaktif variable, sedangkan untuk beda
fasa yang lain maka series controller juga menghandle daya real

b. Shunt Controller

Sebagaimana pada series controller, maka shunt controller juga bisa berupa
impedansi variable, sumber variable atau kombinasi dari keduanya. Impedansi shunt
variabel yang terhubung dengan tegangan line, menyebabkan mengalirnya arus
variable. Untuk itu shunt controller merepresentasikan injeksi arus ke dalam line.
Selama arus yang dinjeksikan berbeda fasa 900 terhadap tegangan line, maka shunt
controller hanya mensupply daya reaktif variable, sedangkan untuk beda fasa yang
lain, maka shunt controller juga menghandle daya real

c. Combined Series - Series Controller

Combined series-series controller dapat berupa kombinasi dari series


controller secara terpisah, yang dikontrol dengan cara koordinasi pada system

35
transmisi multi line. Atau dapat juga berupa Unified controller, dimana series
controller melakukan kompensasi reaktif seri untuk setiap line sambil mentransfer
daya real diantara line melalui power link. Kemampuan transfer daya real pada
unified series-series controller, berkenaan dengan Interline power flow controller,
memungkinkan aliran daya real dan reactive dalam line berada dalam keseimbangan,
dan sudah barang tentu penggunaan system transmisi menjadi maksimal.

d. Combined Series - Shunt Controller

Combined Series-shunt Controller berupa kombinasi shunt dan series


controller secara terpisah yang dikontrol dengan cara koordinasi, atau berupa UPFC
dengan elemen seri dan shunt. Pada perinsipnya kombinasi shunt-series controller
menginjeksi arus dalam system dengan elemen shunt dari controller dan tegangan seri
pada line dengan elemen seri dari controller. Namun demikian, ketika shunt dan
series controller menyatu, maka daya real dapat saling dipertukarkan antara series
dan shunt controller melalui dc power link.

Controller yang terhubung seri, akan mempengaruhi bentuk tegangan, aliran


arus dan daya secara langsung. Oleh karena itu jika dimaksudkan untuk mengontrol
aliran arus/daya dan meredam osilasi, maka series controller jauh lebih baik dari pada
shunt controller. Namun demikan shunt controller pada sisi yang lain, merupakan
sumber arus yang menginjeksi arus ke dalam system, sehingga sangat baik sebagai
control tegangan pada dan sekitar titik sambungan melalui injeksi arus reaktif
(leading atau lagging). Untuk itu shunt controller lebih efektif untuk control
tegangan dan meredam osilasi, baik itu sebagai injector arus reaktif saja atau
kombinasi arus reaktif dan aktif. Untuk lebih jelasnya, penegelompokan FACTS
Devices dapat dilihat pada gambar 2.10.

36
Gambar 2.26. Blok diagram pembagian FACTS Dvices

2.14 Unified Power Flow Controller (UPFC)

a. Rangkaian Dasar dan Perinsip Operasi

Menurut Louie,K.W at. All (2007), UPFC adalah controller serba guna yang
berfungsi melakukan perbaikan pada performance sistem tenaga listrik.

Menurut Sadikovic, Rusejla (2003), UPFC dapat mengontrol semua


parameter dasar sistem tenaga secara simultan (tegangan transmisi, impedansi dan
sudut fasa ) dan compensasi dinamis pada sistem AC, baik itu sebagai kompensasi
reaktif shunt, kompensasi reaktif seri, dan pengubah phasa, sehingga memenuhi
fungsi control ganda atau serba guna.

Menurut Gyugyi (1991), struktur dasar dari UPFC, terdiri dari 2 buah
Voltage Sourced Converters (VSC), yang saling terhubung dengan Common DC
Link melalui DC Storage Capacitor. setiap konverter terhubung ke sistem melalui
coupling transformer. Converter 1 terhubung paralel dengan line transmisi melalui
shunt transformer (Boosting Transformer) dan dikenal sebagai STATCOM,

37
sedangkan konverter 2 terhubung seri dengan line transmisi melalui series
transformer (Exciting Transformer) dan dikenal sebagai SSSC. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.27a dan gambar 2.27b (Noroozian, M., Angquist, L.,
Ghandhari, M., Anderson, G,1997).

Gambar 2.27a. Rangkaian Dasar dari UPFC

38
Gambar 2.27b. Blok diagram dari UPFC

Dari gambar 2.27a dan 2.27b. bahwa kedua konverter dioperasikan dari
common DC Link melalui DC storage capacitor, dimana konverter seri berfungsi
menginjeksi tegangan Vpq dengan besaran dan sudut fasa yang controllable,
terhubung seri dengan line, sedangkan konverter shunt yang menyuplai arus reaktif
melalui transformer shunt berfungsi menyuplai daya aktif yang dibutuhkan oleh
konverter seri melalui common DC link. Keadaan ini yang menyebabkan konverter
seri dapat melakukan pertukaran daya aktif dan reaktif dengan line transmisi.

Setiap konverter dapat membangkitkan atau menyerap daya reaktif pada


masing-masing terminal AC nya. Konverter shunt selain harus mampu
mempertahankan tegangan DC yang konstan dengan mengontrol phasa tegangan
melalui petukaran daya aktif, ia juga mengontrol besar tegangan terminal ac pada
transformer shunt melalui pertukaran daya reaktif dengan line. Sedangkan converter
seri melalui tegangan injeksinya dapat melakukan pengontrolan daya aktif dan reaktif
dengan line transmisi.

Sebagai contoh, Untuk memodifikasi aliran daya aktif pada jaringan


transmisi, maka tegangan seri disisipkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan
terjadinya pergeseran fasa tegangan, dan untuk memodifikasi aliran daya reaktif pada
jaringan transmisi, maka tegangan seri disisipkan sedemikian rupa sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan pada besar tegangan. Keadaan ini dapat terjadi
jika padanya diberlakukan 2 buah konstrain. Konstrain pertama adalah menetapkan
besaran maksimum dari tegangan seri dan konstrain kedua menetapkan besar
tegangan maksimum dan minimum pada sisi penerima.

b. Jenis Pemodelan UPFC


Dalam menganalisis tanggapan sistem yang terpasang UPFC pada kesetabilan
dapat dilakukan dengan cara pemodelan UPFC. Dalam perkembangannya, ada
beberapa jenis pemodelan yang digunakan dalam analisis performa UPFC ini.

39
Pembagian jenis pemodelan berdasarkan pada tujuan studi, baik analisis secara fisik,
analisis steady state, ataupun analisis stablitas sistem. Penggolongan jenis pemodelan
UPFC adalah sebagai berikut :
1. Model Elektromagnetik, merupakan pemodelan UPFC untuk mendapatkan
investigasi secara detail mengenai performa UPFC secara fisik

2. Model Steady state, merupakan pemodelan UPFC untuk evaluasi operasi


steady state sistem. Pada pemodelan ini, analisis dibatasi pada suatu kondisi
operasi, yaitu saat sistem mencapai kondisi steady state.
3. Model Dinamis, merupakan pemodelan UPFC yang digunakan untuk analisis
stabilas sistem. Kondisi yang diamati adalah kondisi yang berhubungan
dengan stabilitas sistem.

c. Cara Kerja UPFC


Secara konsep, prinsip kerja dari UPFC dapat digambarkan sebagai
Synchronous Voltage Source (SVS) yang merepresentasikan keadaan fundamental
dari fasor tegangan V pq yang besar tegangannya dapat diatur ( 0 ≤ V pq ≥ V pqmax ) dan
sudut ρ ( 0 ≤ ρ≥ 2 π ) searah dengan saluran transmisi seperti digambarkan sebagai dua
generator atau sistem dengan dua mesin yang dihubungkan dengan saluran transmisi
diantara keduanya seperti digambarkan pada gambar dibawah ini :

40
Gambar 2.28 Prinsip Kerja UPFC

Dari gambar diatas akan didapatkan persamaan yang menjadi dasar atau prinsip kerja
dari UPFC, yaitu :

V 2 ×V 3 × sin δ
P=
X
2.38

Q=V 2 ¿ ¿ ¿
2.39

Gambar diatas diambil dari buku Understanding FACTS karya N.G Hingorani
dan L.Gyugi (2000). SVS pada UPFC saling menukar daya aktif dan daya reaktif ke
sistem sedangkan daya aktif harus diserap dari generator pada sisi pengirim yang
kemudian menyalurkannya pada saluran transmisi. SVS hanya mampu
menginjeksikan daya reaktif ke sistem sedangkan daya aktif harus diserap dari sistem
tersebut. Seperti pada gambar 2.28 SVS menyerap daya aktif dari generator pasda sisi
pengirim yang kemudian menyalurkannya pada saluran transmisi (Hingorani et. Al.
2000)

d. Pemodelan UPFC
Dari uraian cara kerja diatas maka UPFC dapat direprentasikan sebagai dua
konverter tegangan yang dihubungkan oleh jaringan DC berkapasitor yang mana
kedua konverter ini dihubungkan dengan transformator secara seri dan paralel pada
sebuah saluran transmisi diantara dua bus seperti pada gambar diilustrasikan oleh
Milano (2010) dibawah ini :

41
Gambar 2.29 Model Rangkaian UPFC
Menurut Nabavi, (1996), UPFC dapat dimodelkan dalam suatu pemodelan
aliran daya suatu sistem tenaga sebagai bus PQ pada sisi konverter paralelnya dan bus
PV pada sisi konverter yang terhuung seri dengan saluran transmisi seperti pada
gambar di bawah ini :

Gambar 2.30 UPFC Sebagai PQ dan PV

Pada gambar diatas yang diambil dari penelitian Nabavi (1996), sisi konverter
yang terhubung paralel pada bus E dapat diubah menjadi suatu bus PQ sedangkan sisi

42
konverter yang terhubung seri dengan bus B diubah menjadi suatu bus PV. Hal
tersebut dapat dilakukan karena UPFC difungsikan untuk menjaga aliran daya dari
bus E ke bus B pada nilai tertentu.
Pemodelan UPFC juga dapat dilakukan dengan pemodelan dibawah ini.
Pemodelan UPFC dibawah dilakukan dengan menghubungkan persamaan matematis
tiap komponennya sesuai dengan uraian cara kerja UPFC seperti dibawah ini :

Gambar 2.31 Pemodelan Matematis Pada UPFC

Dari model rangkaian diatas dapat dirumuskan persamaan daya aktif dan daya
reaktif UPFC sebagai berikut :

Pk =P sh + ∑ {V k´ I ¿m }
2.40

Q=Q sh + ∑ {V k´ I ¿m }
2.41

Pm =−∑ {V k´ I ¿m }
2.42

Qk =−∑ {V k´ I ¿m }
2.43

43
Daya yang diserap pada kompensasi parallel adalah :

Psh=V 2k Gsh −K sh V dc V k G sh cos ( θ k −α )−K sh V dc V k Bsh sin ( θ k −α )


2.44

Q sh =V 2k Bsh −K sh V dc V k Bsh cos ( θk −α ) −K sh V dc V k G sh sin ( θ k −α )


2.45

Sedangkan rangkaian DC memiliki persamaan sebagai berikut :

´¿
P sh ∑ {VI m } V dc Rsh ( Psh +Qsh ) Rse I 2m
2 2

V dc = + = − −
CV sh CV dc Rc C CV dc V 2k CV dc

2.46

Dengan

3
K sh=
√ 8 m sh
2.47

Maka arus Im dan tegangan V karena kompensasi seri adalah :

I m=( 1−α ) ¿ ¿ 2.48

V = ά 1 ¿ 2.49

Dimana

V́ 1=¿ K se V dc e jβ
2.50

R se + jX se
ά 1=
( R ¿ ¿ T −R se)+ j( X T + X se )¿
2.51

44
R se + jX se
ά 2=
(R ¿ ¿ T −R se )+ j(X T + X se )¿
2.52

UPFC dapat mengubah tiga parameter dari aliran daya ( magnitude tegangan,
impedans saluran, dan sudut fasa ) secara simultan. Hal tersebut membuat UPFC
mampu mengontrol aliran daya aktif dan reaktif yang mengalir pada saluran secara
independen. Beberapa penelitian telah dilakukan dan dilaporkan dalam beberapa
literaur bahwa karena kecepatan respon yang sangat tinggi, UPFC mampu berperan
secara signifikan dalam perbaikan kesetabilan transien dan osciallaoty .
Pada umumnya UPFC dimpelmentasikan pada saluran transmisi yang
panjang, Beberapa fungsi UPFC yang umum digunakan adalah : penjadwalan aliran
daya, perbaikan tegangan, perbaikan tegangan ujung, pembatasi arus hubung singkat,
meredam oscilasi sistem, dan peningkatan kesetabialan transien.

45

Anda mungkin juga menyukai