S55178-Ferry Taufik Hidayat PDF
S55178-Ferry Taufik Hidayat PDF
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
E-mail: ferry.taufik.fth@gmail.com
Abstrak
Setiap perusahaan atau organisasi khususnya yang bergerak dalam bidang jasa bertujuan
untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai organisasi publik memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, salah satunya adalah menyediakan sarana transpotasi umum yang efektif, efisien,
nyaman, dan terjangkau. Program Transjakarta bermula dari gagasan perbaikan sistem
transportasi umum yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai
analisis SWOT dalam meningkatkan pelayanan Program Transjakarta sebagai tindakan yang
diambil untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada, serta meminimalkan kelemahan
dan ancaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism dengan jenis penelitian
deskriptif, murni, cross-sectional, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam,
observasi, dan studi literatur. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan metode
analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 4 alternatif strategi yang diperoleh
dari menyusun matriks SWOT yang berasal dari identifikasi faktor internal dan eksternal.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan Program Transjakarta, alternatif strateginya adalah
Strategi Weakness-Opportunity (WO), Strategi Strength-Opportunity (SO), Strategi Strength-
Threat (ST), dan Strategi Weakness-Threat (WT).
Abstract
Any company or organization, especially those work in the field of services aims to provide a
better service to its customers. Jakarta Provincial Government as a public organization has
an obligation to provide service to its society, one of which is to provide public transportation
that is effective, efficient, comfortable, and affordable. TransJakarta program started from
the idea of improvement public transportation system in Jakarta Province. This study
discusses the SWOT analysis in improving service of TransJakarta program as the actions
taken to utilize existing strengths and opportunities and minimize weaknesses and threats.
This study uses the approach of post-positivism to the type descriptive approach, pure
research, cross-sectional research, data collection techniques by depth interviews,
observation, and literature study. The data analysis technique that used is the method of
SWOT analysis. The result showed four alternative strategies acquired from the SWOT matrix
formulation that comes from the identification of internal and external factors. In order to
improve the service of TransJakarta Program, the alternative strategies are Weakness-
Pendahuluan
Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara Republik Indonesia dengan berbagai
aktivitas. Mulai dari aktivitas politik, bisnis dan aktivitas lainnya. Sebagai pusat kegiatan
ekonomi, Provinsi DKI Jakarta selama ini berperan penting dalam upaya menggerakkan
perekonomian nasional. Sementara dalam politik, predikat DKI Jakarta sebagai ibukota
negara menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahan, segala macam urusan yang berkaitan
dengan kenegaraan diatur di Jakarta (Sutiyoso, 2007:53). Pertumbuhan kota Jakarta sebagai
kota metropolitan sekaligus ibukota negara memiliki daya tarik tersendiri yang menyebabkan
terus bertambahnya populasi penduduk yang tinggal maupun penduduk yang bekerja yang
berasal dari kota lain. Pada pasca lebaran tahun 2013 yang lalu Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil DKI Jakarta mencatat bahwa penduduk di DKI Jakarta bertambah sebanyak
22.383 orang (www.megapolitan.kompas.com, 2013).
Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan jumlah penduduk di DKI Jakarta dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Ketidakseimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan jumlah
penduduk yang membutuhkannya menyebabkan terjadinya ketimpangan pelayanan kota,
termasuk di sektor transportasi. Provinsi DKI Jakarta diprediksikan akan mengalami stagnansi
yang sangat akut akibat kemacetan lalu lintas yang tidak dapat terselesaikan (Hendratno,
Jumlah kendaraan di DKI Jakarta tidak seimbang dengan ketersediaan ruas jalan.
Beban jalan menjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun dan diprediksi pada tahun 2014
beban jalan tidak mampu lagi menampung jumlah kendaraan bermotor di jalan. Selain itu,
jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang didominasi oleh kendaraan pribadi (sepeda
motor dan mobil) sangat tinggi dibandingkan dengan kendaraan umum (mobil penumpang).
Berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya,
dapat dilihat mengenai peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun 2012 sampai tahun
2013, dengan peningkatan 9,8% pertahun (Tirta, 2014). Kondisi transportasi di DKI Jakarta
perlu diperbaiki agar tidak menjadi kota dengan kemacetan lalu lintas yang tinggi akibat
kelebihan jumlah pengguna jalan yang didominasi oleh kendaraan pribadi khususnya sepeda
motor. Kurangnya pelayanan sarana transportasi umum yang terjangkau, aman dan nyaman
turut menyebabkan masyarakat menjadi lebih senang membawa kendaraan pribadi daripada
naik transportasi umum.
Masalah lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 adalah lamanya waktu
tunggu bus, khususnya di jam-jam macet seperti pada jam berangkat dan pulang kerja. Pada
jam-jam tersebut pengguna Transjakarta harus menunggu antara 30 menit hingga 1 jam untuk
bisa mendapatkan bus. Minimnya fasilitas penumpang diffable, walaupun telah ada lift untuk
mempermudah penumpang menuju halte-halte tertentu seringkali ditemukan rusak dan tidak
berfungsi. Selain itu, jembatan penghubung halte yang belum steril dari para pedagang yang
mengganggu kenyamanan dan kebersihan.
Sebagai dampak dari permasalah kurang optimalnya pelayanan yang diberikan pada
Program Transjakarta, terjadi penurunan tren jumlah penumpang yang terjadi pada tahun
2011 lalu jumlah penumpang transjakarta mencapai 114.783.824 orang pertahun sedangkan
pada tahun 2012 hanya mencapai 111.251.687 orang pertahun (Unit Pengelola Transjakarta,
2014). Menentukan strategi yang tepat dengan melihat kondisi internal dan eksternal menjadi
kunci keberhasilan dalam meningkatkan pelayanan Program Transjakarta. Berdasarkan
permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk mengetahui
analisis SWOT dalam meningkatkan pelayanan Program Transjakarta.
Tinjauan Teoritis
Agar dapat menganalisis dan membahas penelitian, Peneliti mengambil beberapa teori
dari berbagai pendapat para ahli. Teori-teori yang digunakan adalah teori pelayanan publik,
strategi pelayanan, analisis SWOT dan transportasi. Menurut Lovelock (1991:7), service
adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami.
Pelayanan publik merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok orang atau
institusi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu (Thoha, 1991:39). Pelayanan publik atau pelayanan umum
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, didaerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ratminto, 2005:5).
Pelayanan transportasi Transjakarta termasuk kedalam produk penyediaan layanan yang
disediakan oleh pemerintah, Lembaga Adminisrasi Negara (2003:183) membedakan
karakteristik penyediaan pelayanan oleh pemerintah mencangkup hal-hal antara lain:
1) Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraanya,
2) memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin
dilayani (wide stakeholder),
3) memiliki tujuan sosial,
4) dituntut untuk akuntabel kepada publik,
5) memiliki konfigurasi indicator kinerja yang perlu kelugasan (complex and debated
performance indicators), serta
6) seringkali menjadi sasaran isu politik.
Menurut Rangkuti (2009:3), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Tujuan
utamanya adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan
eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan, pembahasan strategi pelayanan lebih mengacu pada
strategi pelayanan sektor publik. Lembaga Administrasi Negara (2003:182), menjelaskan
dalam rangka mewujudkan strategi pelayanan yang mampu memuaskan masyarakat
pelanggan, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Visi dan Misi Pelayanan
b. Pelanggan
c. Tujuan dan Sasaran Pelayanan
d. Standar Pelayanan dan Ukuran Keberhasilan Pelayanan
e. Peningkatan Kualitas Pelayanan
f. Rencana Tindak Pelayanan
g. Kepuasan Masyarakat Pelanggan
h. Penanganan Keluhan dan Pengaduan
SWOT adalah suatu alat perencanaan strategi yang penting untuk membantu
perencana untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan internal organisasi dengan
kesempatan dan ancaman dari eksternal (Kurtz 2008:45). Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2001:18).
Analisis SWOT dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui indikasi kekuatan-
kekuatan, kelemahan-kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini menitikberatkan pada
kondisi stratejik internal dan eksternal organisasi. Kondisi internal terdiri dari kekuatan dan
kelemahan (S dan W), sedangkan faktor eksternalnya adalah peluang dan ancaman (O dan T).
Fred R. David menjelaskan bahwa ada beberapa faktor pada kedua kondisi eksternal dan
internal sebagai berikut (David, 2011:61):
1) Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori: (1) kekuatan ekonomi;
(2) sosial, budaya, lingkungan demografi, dan alam; (3) politik, pemerintahan, dan
hukum; (4) teknologi; dan (5) kekuatan kompetitif.
2) Kondisi Internal
Kinerja organisasi akan ditentukan oleh sumber daya internal yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori yang mencakup: sumber daya fisik, sumber daya
manusia, dan sumber daya organisasi. Sumber daya fisik meliputi semua pabrik dan
peralatan, lokasi, teknologi, bahan baku, mesin; sumber daya manusia mencakup
Istilah transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana trans berarti
seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Nasution
(1996:80) kemudian menjelaskan cara yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan bus kota adalah dengan meningkatkan:
1 Keselamatan dan Keandalan Perjalanan Bus KotaKetepatan Waktu
2 Kemudahan Pelayanan
4. Kenyamanan
5. Kecepatan
6. Efisiensi Energi
7. Produktivitas
8. Subsidi
9. Tarif
Metode Penelitian
1. Faktor Internal
Organisasi Transjakarta telah mengalami beberapa kali perubahan. Dengan rencana
berubahnya status organisasi Transjakarta menjadi PT, ada banyak potensi bisnis yang dapat
dikembangkan. Namun, pelaksanaan perubahan status organisasi ini baru dilakukan tahun
depan, dan saat ini masih dalam tahap peralihan dan dibawah Dinas Perhubungan DKI
Jakarta. Selain itu, status Transjakarta yang masih di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta
ini menjadi salah satu penghambat untuk mengembangkan rencana pengadaan sarana dan
prasarana seperti pengadaan bus tahun lalu untuk mendukung pelayanan.
Kebijakan pada bidang SDM yaitu upaya peningkatan produktivitas serta penyediaan
tenaga-tenaga profesional melalui rekruitmen, pengembangan, dan penilaian kinerja. Selain
itu untuk menjamin kualitas pelayanan yang dilakukan oleh SDM dapat meningkat, pihak
Transjakarta menerapkan punishment atau sanksi bagi petugasnya yang melakukan
pelanggaran. Hal lain yang menjadi kekuatan SDM pada Transjakarta adalah jumlah pegawai
dan petugas yang dimiliki untuk mendukung pelayanan di lapangan.
Berdasarkan tempat tugas hanya sedikit pegawai yang bekerja di dalam kantor,
sebagian besar SDM nya yang berada di bidang Operasional, Sistem Tiket, Pengendalian, dan
Prasarana, yang merupakan petugas lapangan dan garis terdepan dalam melakukan pelayanan
langsung kepada penumpang.
Kekurangan yang ditemukan adalah tidak ada pemberian
reward atau penghargaan bagi petugas yang telah melakukan tugas dan fungsi dengan baik.
Dalam upaya peningkatan produksi program Transjakarta, dilakukan dengan
penambahan jumlah armada bus.
Walaupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas
Perhubungan telah melakukan penambahan jumlah armada, tetapi masih ada keluhan dari
penumpang yang merasa kurangnya bus yang tersedia menyebabkan penumpang menunggu
bus terlalu lama. Yang menjadi kekurangan adalah masih ada bus-bus yang beberapa masih
tipe lama dan belum dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti bus yang baru, seperti
CCTV, layar pemberitahuan halte, voice announcer, dan lain-lain. Fasilitas keselamatan
didalam bus banyak ditemukan kurang layak lagi, seperti tali pegangan penumpang yang
lepas, pintu otomatis bus yang rusak dan harus ditutup secara manual oleh petugas on board,
palu pemecah kaca apabila terjadi keadaan darurat tidak berada pada tempatnya, kotak P3K
yang kosong, dan lain sebagainya.
Masalah lainnya adalah terbatasnya SPBBG (Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas). Karena SPBBG ini didukung untuk menyediakan bahan bakar
bus Transjakarta selama 24 jam, maka SPBBG terus dipenuhi bus yang mengisi bahan bakar
yang menyebabkan antrian bus setiap harinya. Dengan demikian waktu tempuh yang
diperlukan untuk pengisian per-bus Transjakarta berkisar antara 2-3 jam per-hari, dengan
terbuangnya waktu yang digunakan untuk mengisi bahan bakar akan berpengaruh pada
ketersediaan bus di setiap halte untuk mengangkut penumpang.
Pemasaran program Transjakarta dilakukan denan cara menggunakan e-ticketing
system yang meniru sistem seperti di Transmilenio Bogota. Dalam prakteknya dilapangan
terdapat pro dan kontra tentang sistem tiket yang baru ini. Sosialisasi mengenai e-ticketing ini
dirasakan belum berjalan secara menyeluruh, menurut observasi peneliti di lapangan, masih
ada beberapa halte seperti Juanda dan Petojo yang memperbolehkan penumpang untuk
membeli tiket secara manual. Peneliti melihat belum adanya konsistensi untuk menerapkan
sistem ini secara menyeluruh di semua halte. Walaupun demikian, Transjakarta dapat
dikatakan berhasil dalam hal menarik masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Hal
ini ditandai terjadinya peningkatan penumpang yang terjadi setiap tahunnya yang dapat dilihat
pada Grafik berikut ini.
Subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini merupakan kekuatan utama
dalam sumber pendapatan Transjakarta. Subsidi operasional masih diperlukan mengingat tarif
penumpang ditetapkan oleh pemerintah sehingga kekurangannya harus dipenuhi dari subsidi
pemerintah. Subsidi tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjadikan
Transjakarta sebagai angkutan umum yang murah namun berkualitas. Namun, adanya subsidi
dari Pemerintah Daerah melalui APBD ini menyebabkan masalah lain pada Transjakarta.
Ketergantungan terhadap subsidi dari pemerintah dapat menyebabkan terhambatnya
pelayanan yang ingin dilakukan oleh pihak Transjakarta dan inovasi tidak berjalan karena
kurang nya anggaran yang harus disesuaikan dengan APBD setiap tahun nya.
Transjakarta telah memiliki sistem informasi baik yang ada di bus-bus yang baru saat
ini maupun sistem untuk mengetahui keberadaan bus melalui GPS. Untuk menjamin
pelayanan terhadap penumpang, petugas on board selain bertugas mengawasi penumpang dan
pramudi bus mempunyai fungsi sebagai penyedia informasi kepada penumpang mengenai
rute yang dituju. Kedepannya, Transjakarta akan menggunakan sistem fleet management
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan. Sistem GPS saat ini memiliki kekurangan karena
sekedar alat untuk memonitor dan memantau posisi bus saja. Selain sistem informasi yang
digunakan, penyampaian informasi terkait adanya masalah dalam pengoperasian bus seperti
kerusakan bus dapat dikatakan telah ditanggapi dengan cepat. Walaupun ada respon yang
cepat dari teknisi dari kantor pusat, namun dari segi perawatan bus masih dikatakan kurang.
Operator banyak yang belum merenovasi secara maksimal bus-bus yang keadaannya sudah
kurang layak lagi.
2. Faktor Eksternal
Pada analisis faktor eksternal ini peneliti membagi dalam beberapa faktor seperti segi
politik, sosial, ekonomi dan budaya. Faktor-faktor eksternal ini merupakan faktor yang
membentuk ancaman/hambatan (threat) dan peluang (opportunity) untuk menganalisis
strategi dengan teknik SWOT, dengan penjelasan sebagai berikut:
Dalam politik, pada saat mengambil kebijakan seringkali ada ketidaksesuaian
kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat.
Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menginginkan diselenggarakannya transportasi
masal yang terintegrasi dan berkesinambungan yang didukung dengan berkurangnya
penggunaan kendaraan pribadi. Disisi lain pemerintah pusat menginginkan kebijakan
terselenggaranya mobil murah bagi masyarakat. Konsistensi untuk menekan pertumbuhan
kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor juga tidak didukung dengan kebijakan
pembatasan BBM bersubsidi, ditambah lagi dengan kebijakan baru yang memberikan
kesempatan kepada rakyat membeli mobil murah yang pada akhirnya menyebabkan semakin
banyak orang menggunakan BBM yang bersubsidi. Peluang untuk tetap dikembangkannya
program Transjakarta ini didukung dengan adanya kebijakan dari Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta yang memprioritaskan pada program pengembangan sistem transportasi pada RAPBD
tahun 2014. Selain itu program Transjakarta termasuk kedalam PTM (Pola Transportasi
Makro) dengan ditetapkannya Keputusan Gubernur No. 103 tahun 2007 tentang Pola
Transportasi Makro Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan rencana
pengembangan sistem transportasi di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2004 hingga 2020.
Kondisi sosial, pengembangan wilayah kota secara horizontal ke pinggiran kota
(urban sprawl) akibat urbanisasi dan pertambahan jumlah penduduk yang besar,
meningkatkan perjalanan komuter yang tinggi sehingga menyebabkan tuntutan terhadap
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Penduduk DKI yang semakin
mengalami pertumbuhan ini merupakan demand atau tuntutan kebutuhan yang tinggi untuk
mendapatkan sarana transportasi yang aman dan nyaman. Untuk itu Pemerintah DKI Jakarta
terus merencanakan menambahkan jumlah armada sebagai supply, guna menutupi kebutuhan
transportasi saat ini. Semakin bertambahnya penduduk yang menggunakan Transjakarta,
maka semakin besar potensi pasar yang menyebabkan pendapatan yang diperoleh dari
penjualan karcis/tiket. Selain dari faktor peluang, terdapat kondisi sosial di Jakarta yang
menyebabkan ancaman terhadap pelayanan Transjakarta. Seperti banyaknya pelanggaran
yang dilakukan pengendara kendaraan pribadi yang menerobos jalur busway dikarenakan lalu
lintas yang macet di satu sisi jalan. Akibat dari ketidakpatuhan berlalu lintas, banyak terjadi
kecelakaan yang menyebabkan banyak korban jiwa setiap tahunnya. Pada tahun 2013 sendiri
tercatat ada 904 kasus yang terdiri dari 10 korban meninggal dunia, 4 orang luka berat dan 53
orang luka ringan(Laporan Unit Pengelola Transjakarta, 2014).
Tidak tersedianya asuransi
kecelakaan bagi penumpang menjadi faktor penghambat karena Transjakarta harus
mengalokasikan anggaran yang tidak terduga apabila terjadi kecelakaan.
Kondisi ekonomi dilihat berdasarkan terbatasnya supply bahan bakar dari SBBG
menjadi ancaman bagi pelayanan Transjakarta. Hal ini menyebabkan lama nya waktu
pengisian bahan bakar di Stasiun SPBBG. Bus Transjakarta yang seharusnya mengangkut
penumpang di halte menjadi terlambat kedatangannya. Ditambah lagi dengan kualitas bahan
bakar yang buruk. Masalah ini menjadi mata rantai menurunnya pelayanan yang dilakukan
Transjakarta. Akibat kualitas BBG yang buruk dan kurangnya pemeliharaan komponen,
menyebabkan komponen bahan bakar bus lebih cepat mengalami kerusakan sehingga tidak
sesuai dengan lifetime pabrikan. Dari faktor peluang, dengan rencana perubahan bentuk
kelembagaan menjadi PT membuat pihak manajemen Transjakarta dapat memanfaatkan kerja
sama dengan pihak swasta dengan mengadakan perjanjian bisnis. Pada tahun lalu terdapat
beberapa perusahaan swasta yang menyumbangkan bus BKO pada pihak Transjakarta, tetapi
karena masih ada yang bermasalah dari segi teknis dan administrasinya, bus tersebut baru
mulai disetujui beroperasi saat ini. Dimulainya pengoperasian bus ini salah satu peluang
Transjakarta untuk menggali potensi bisnis dengan pihak swasta dengan pemasukan dari
iklan-iklan.
Budaya masyarakat yang ingin cepat sampai tujuan dan ingin mendapatkan pelayanan
sebaik-baiknya, seringkali mengakibatkan terjadinya antrian penumpang di halte yang tidak
teratur. Ditambah lagi kondisi cuaca yang panas menyebabkan penumpang jadi emosi dan
terkadang melampiaskan kekecewaannya kepada petugas. Bentuk desain halte yang baru juga
tidak efektif mengatasi panas yang dirasakan penumpang yang menunggu di halte. Setelah
peneliti melakukan observasi di Halte Karet yang baru saja diresmikan pada Jum’at, 6 Juni
2014, yang perlu diperhatikan pertama, adalah pada cuaca yang panas dan berangin
menyebabkan kondisi menjadi berdebu, ditambah posisi halte yang berada di tengah jalan
besar. Kedua, apabila terjadi hujan air dapat masuk ke dalam halte, akibatnya terjadi
genangan air yang mengganggu penumpang menunggu bus.
3. Matriks SWOT
Sebelum membuat matriks SWOT, peneliti mengelompokkan faktor-faktor internal
yaitu unsur Strength atau Kekuatan dan Weakness atau Kelemahan seperti yang ditampilkan
pada Tabel 4 berikut ini.
Key Performance Indicator secara bertahap harus dilaksanakan oleh setiap operator dan
petugas Transjakarta. Hal ini dikarenakan operator dan petugas Transjakarta yang dahulu
belum terbiasa dengan aturan perlu dilatih untuk mematuhi aturan secara bertahap. Untuk
mengatasi hambatan lain seperti jalur yang tidak steril, strategi yang kedua adalah
memperkuat kerja sama dengan polisi dan garnisun yang konsisten menjaga jalur tetap steril.
Program sterilisasi jalur harus secara konsisten diterapkan tanpa melihat status yang
melanggar. Jika diperlukan pihak Transjakarta membentuk perjanjian kerja yang secara tegas
dengan polisi dan garnisun agar mematuhi kontrak perjanjian kerja guna menjamin jalur
Transjakarta tetap steril dari kendaraan pribadi. Selain itu, untuk memastikan jalur yang
disterilisasi tadi berjalan dengan efektif dan terus menerus perlu didukung dengan
penambahan separator dan perbaikan jalan berlubang yang berkordinasi dengan Dinas
Pekerjaan Umum.
alat pengukur kinerja dari Transjakarta.
Strategi kedua adalah memperbaiki kualitas bahan
bakar dan menyediakan tempat pengisiannya. Kendala yang terjadi saat ini ditemukan bahwa
kualitas BBG masih rendah, karena bercampur air dan oli, selain itu masih banyak SPBBG
yang penuh dan terjadi antrian bus yang mengakibatkan berkurangnya waktu operasi bus dan
menumpuknya penumpang di halte. Rencana pembangunan SPBBG perlu didukung dengan
program alternatif seperti pengisian berjalan. Strategi lainnya adalah memperhatikan
kenyamanan dan keselamatan penumpang. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menempatkan petugas-petugas yang tidak memakai seragam yang menyamar sebagai
penumpang. Perlu dikembangkan upaya baru yang lebih efektif menangkap para pelaku.
Setiap bus juga harus memenuhi standar keselamatan penumpang, misalnya palu pemecah
kaca darurat, tali pegangan, kamera CCTV, kotak P3K, dan lain sebagainya. Apabila
penumpang merasa aman dan nyaman, diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat
untuk beralih menggunakan transportasi umum.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan kesimpulan dan
saran analisis SWOT dalam meningkatkan pelayanan Program Transjakarta sebagai berikut:
1. Strategi Strength-Opportunity (SO) yaitu dengan membentuk kebijakan
pengembangan transportasi umum dengan tetap memberikan subsidi serta bantuan
sarana dan prasarana kepada penyedia layanan, memperluas dan meningkatkan
layanan untuk melayani penduduk Jakarta yang semakin bertambah, mengembangkan
dan memberikan kemudahan kerja sama dengan pihak swasta.
2. Strategi Weakness-Opportunity (WO) yang dilakukan diantaranya mulai
merencanakan kebijakan strategi bisnis yang mandiri dan inovatif tanpa harus
bergantung pada bantuan pemerintah, melakukan perbaikan bus dan fasilitas
penunjang pelayanan dengan kerjasama dengan swasta, membangun sistem informasi
yang terintegrasi dengan sistem transportasi lain dan lalu lintas di Provinsi DKI
Jakarta.
3. Strategi Strength-Threat (ST) yaitu dengan menjalankan standar pelayanan dengan
baik dan didukung keputusan politik yang memprioritaskan pengembangan
transportasi umum, memperkuat kerja sama dengan polisi dan garnisun yang konsisten
menjaga jalur tetap steril.
4. Strategi Weakness-Threat (WT) yaitu dengan menetapkan dan melaksanakan SPM
dan SOP yang sudah jelas dan lengkap untuk menjamin kualitas pelayanan,
Saran
Saran yang peneliti sampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan kerjasama dan kordinasi antara kepolisian, TNI, pemerintah pusat,
swasta dan pihak lain yang terkait. Kerjasama dapat dilakukan dengan dibuatnya MoU
(Memorandum of Understanding) yang bersifat memaksa bagi para pihak, dan dapat
melakukan upaya hukum perdata atas dasar gugatan wan prestasi atau ingkar janji.
2. Diperlukan kerja keras dari pihak Unit Pengelola Transjakarta untuk terus mendesak
pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk memberi perhatian lebih terhadap peningkatan
pelayanan Program Transjakarta dalam bentuk penyampaian usulan dan rencana
pengembangan program.
3. Melakukan penyesuaian pelayanan yang disediakan dengan melihat supply and
demand yang ada. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan evaluasi secara
berkala agar dapat mengambil kebijakan secara cepat dan tepat untuk memenuhi
demand yang diperlukan masyarakat, dan didukung dengan supply yang cukup, baik
dari segi anggaran dan sumber daya.
Daftar Referensi
Buku:
David, Fred. R. (2011). Strategic management: concepts and cases. Fred R. David.—13th ed.
Francis Marion University, Florence, South Carolina.
Lembaga Administrasi Negara. (2003). Sistem Admnistrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (SANKRI) Buku I. Perum Percetakan Negara RI, Jakarta.
Lovelock, Cristoper. (1991). Service Marketing. Eaglewoold Cliffts: NJ Pretice Hall Inc,
1991.
Miller, Gerald J. (2007). Kaifeng Yang Handbook of Research Methods in Public
Administration, Second Edition Public Administration and Public Policy. CRC Press, Tailor
& Francis Group.
Nasution, HMN, (1996). Manajemen Transportasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Rangkuti, Freddy. (2001). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia.
Pustaka Utama.
_______, Freddy. (2009). Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communication. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ratminto dan Winarsih Atik Septi.(2005). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Penerbit
Pustaka Pelajar
Jurnal/Artikel/Online/Database:
Hendratno, Edie Toet. (2009). Masalah Transportasi Kota Dilihat dengan
Pendekatan Hukum, Sosial dan Budaya. Mimbar Hukum Volume 21, Nomor 3. Diunduh pada
5April 2014.http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/viewFile/315/170
Januarius K, Fabian. (2013). Pasca-Lebaran, Penduduk DKI Bertambah 22.383. Diunduh
pada 1 April 2014. http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/23/1315382/Pasca-
Lebaran. Penduduk.DKI.Bertambah.22.383
Saputra, Andika Tirta. 2014. Jumlah Kendaraan Bakal Terus Meningkat. Diunduh
pada 10 Februari 2014.
http://www.jurnas.com/news/119061/Jumlah_Kendaraan_Bakal_Terus_Meningkat/1/Nusanta
ra/Ibu_Kota#sthash.oQdwZb0Y.dpuf
Soleh, Ahmad. (2014). Kado ultah Jakarta raport merah jokowi. Pada 1 Juli 2014.
http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2014/06/21/kado-ultah-jakarta-raport-merah-
jokowi-663483.html
Unit Pengelola Transjakarta. (2014). Laporan Rencana Strategi Bisnis. UP Transjakarta, DKI
Jakarta.