Anda di halaman 1dari 9

RIAK-RIAK POSMODERN

DALAM CERPEN ABRACADABRA KARYA DANARTO

Dudy Syafruddin
Universitas Negeri Malang

Abstract
Literature is a product of culture keeping abreast of human mind. Literary
works is a means for the authors to express the social phenomenon in his life.
The discourses about postmodernism in the second half of twentieth century,
as a part of the story of human mind, was a profound interest for the Authors.
In Indonesia, the postmodern discourse has come up in the 1960s. This paper
involves the elements of Postmodernism in the short story “Abacadabra”
written by Danarto. The dominant elements in this short story are parody,
fragmentary, and historiographic metafiction.

Keywords: literature, postmodernisme, short story

A. PENDAHULUAN yang terjadi pada masa Renaissance dan


Kehidupan modern yang mulai lahir di Aufklärung.
Eropa sejak masa Renaissance bagi Dengan kata lain, abad modern Barat
sebagian kalangan dianggap telah gagal adalah zaman ketika manusia menemukan
mewujudkan impiannya. Gerakan dirinya sebagai kekuatan yang dapat
pemikiran lain yang turut menjadi pemicu menyelesaikan persoalan-persoalan hidup.
lahirnya modernisme adalah gerakan Manusia dipandang sebagai makhluk yang
Aufklärung (Pencerahan) pada abad ke-17 hebat, yang independen dari Tuhan dan
di Jerman (Beutin,1984:115). alam. Manusia modern Barat sengaja
Gerakan-gerakan pemikiran yang telah melepaskan diri dari keterikatannya dengan
disebutkan di atas pada dasarnya dibangun Tuhan (theomorphisme), untuk selanjutnya
di atas pilar utama, yang disebut Griffiths membangun tatanan manusia yang semata-
(dalam Wora, 2006:39-42) sebagai filsafat mata berpusat pada manusia
materialis. Filsafat ini didasarkan pada (antropomorphisme). Manusia menjadi
pemikiran Aristoteles, yang menegaskan tuan atas nasibnya sendiri, yang
bahwa pengetahuan harus didasarkan pada mengakibatkan terputusnya dari nilai-nilai
bukti pengalaman indrawi. Karena indra spiritual. Akibatnya, manusia modern Barat
hanya bisa berhubungan dengan dunia pada akhirnya tidak mampu menjawab
materi, maka pengetahuan sejati hanyalah persoalan-persoalan hidup sendiri.
pengetahuan tentang dunia materi. Lemahnya sisi spiritual di satu sisi,
Pandangan ini kemudian dikembangkan terutama karena pencabutan posisi sentral
oleh René Descartes dalam relasi antara realitas Ilahi, dan berkuasanya ilmu
pikiran (mind) dan materi (matter) yang pengetahuan dan teknologi di sisi lain
terpisah, yang kemudian melahirkan membuat masyarakat modern Barat telah
konsep cogito ergo sum (saya berpikir kehilangan arah akan orientasi hidup
maka saya ada). Pemisahan antara pikiran mereka. Mereka telah melupakan
dan materi itulah yang kemudian Tuhannya. Mengenai hal ini Amien
melahirkan pemahaman akan superioritas (2005:58) menegaskan bahwa pemikiran
rasio atas segala sesuatu. Konsep Descartes Descartes cogito ergo sum, bermuara pada
tersebut merupakan salah satu contoh sekularisasi alam yang dipandang tidak
kemunculan revolusi ilmu pengetahuan lebih dari sebuah sistem mekanis yang
dapat digambarkan secara objektif tanpa

18 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010

keharusan menyertakan manusia digunakan dalam wilayah seni, intelektual,


pengamatnya. Pandangan ini menyebabkan dan akademis. Posmodernisme
adanya kekosongan spiritual yang mengarahkan perhatian kita pada
kemudian menjadi ciri kebudayaan Barat. perubahan-perubahanm transformasi
Kekosongan spiritual dan penting, yang terjadi di masyarakat dan
penghambaan atas teknologi menyebabkan kebudayaan kontemporer (Sarup,
kehidupan Barat (dengan modernismenya) 2003:228). Disebutkan pula oleh Sarup
terseret kepada paham-paham hedonisme, (2003:231) bahwa posmodernisme adalah
konsumerisme, dan egoisme. Janji-janji nama gerakan di kebudayaan kapitalis
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat lanjut, secara khusus dalam seni.
dengan adanya modernisasi menjadi sebuah Permasalahan kehidupan modern dan
ilusi. Gagalnya janji besar kemajuan postmodern tersebut banyak disinggung
industri dan modernisme menurut Fromm dalam karya sastra. Hal itu dapat
(1976:xlvi) disebabkan oleh dua premis dimaklumi karena karya sastra adalah
yang utama, yaitu: produk budaya yang senantiasa menyertai
1. bahwa tujuan hidup adalah perkembangan pemikiran manusia.
kebahagiaan, yakni kesenangan Universalitas sastra dalam memandang
maksimal yang didefinisikan sebagai permasalahan manusia menjadi bahan yang
pemuasan setiap keinginan atau tidak penah habis untuk dibicarakan.
kebutuhan subjektif yang dapat Dalam konteks budaya Indonesia,
dirasakan seseorang (hedonisme kehidupan modern dan segala permasala-
radikal) hannya pun menjadi lahan yang subur bagi
2. bahwa egotisme, sifat mementingkan sastrawan untuk mengekspresikannya
diri sendiri dan ketamakan, yang harus dalam karya sastra. Tercatat beberapa
ditimbulkan oleh sistem agar dapat sastrawan era sekarang yang banyak
berfungsi, menuju keserasian dan menyoroti masalah ini diantaranya adalah
perdamaian. Seno Gumira Aji Darma dan Ayu Utami.
Namun demikian apabila kita menoleh jauh
Lebih jauh Fromm menegaskan dari masa sekarang, sebenarnya
bahwa egotisme tidak hanya menyangkut permasalahan tersebut sudah banyak pula
tindak tanduk individu tetapi juga watak dipotret oleh sastrawan kita pada era tahun
individu. Ini berarti individu ingin memiliki 1960an.
segalanya untuk dirinya sendiri, bahwa Dalam khasanah sastra Indonesia,
individu memiliki dan tidak berbagi dengan seperti disebutkan oleh Prihatmi (1999),
yang lain, membuatnya senang; bahwa kecenderungan terhadap aspek-aspek
individu harus tamak, karena jika yang posmodern sudah tampak sejak tahun 1960-
menjadi tujuannya ialah memiliki, maka ia an. Ia menyebutkan bahwa pada tahun-
akan menjadi lebih, dengan semakin tahun itu terdapat kecenderungan adanya
bertambahnya apa yang ia miliki, bahwa cerita yang menghadirkan peristiwa-
saya harus bermusuhan terhadap semua peristiwa yang diluar jangkauan logika
sesama. Tetapi perasaan ini harus ia umum. Beberapa karya yang dijadikan
pendam agar bisa menampilkan diri sebagai contoh oleh Prihatmi adalah Ziarah karya
manusia yang murah senyum, rasional, Iwan Simatupang, Rafilus karya Budi
jujur, dan ramah seperti yang hendak Darma, Stasiun karya Putu Wijaya, serta
dikesankan setiap orang yang mengenal Godlob karya Danarto.
dirinya. Dari sekian banyak karya awal
Menyikapi hal kenyataan seperti itu, posmodern di Indonesia itu, dalam makalah
banyak kalangan yang galau. Oleh karena ini hanya akan dibahas aspek-aspek
itu, muncullah gerakan posmodernisme posmodern dalam cerpen Abracadabra
sebagai perlawanan terhadap modernisme. yang termuat dalam buku kumpulan cerpen
Istilah posmodernisme ini kemudian Godlob karya Danarto. Tulisan ini sengaja

ISSN: 1979-0547 19
mengambil judul Riak-riak Posmodern Secara garis besar, ciri-ciri tersebut dapat
dalam Cerpen Abracadabra Karya disimpulkan sebagai berikut: (1) Tidak
Danarto, dengan asumsi bahwa cerita- percaya pada metanaratif, (2) kritis
cerita yang disampaikan oleh Danarto pada terhadap Marxis, (3) tidak percaya pada
tahun 70an merupakan riak kecil atau totalitas, percaya pada pragmentasi
gelombang awal dari perkembangnya permainan bahasa, (4) memusatkan
posmodern dalam sastra Indonesia perhatian pada peristiwa-peristiwa mikro,
sekarang. Dalam membahas cerpen ini (5) memberikan perhatian pada kreativitas
dengan perspektif posmodern, ada beberapa yang terlokalkan, pertarungan-pertarungan
hal yang akan coba digali, yaitu parodi, lokal, (6) hilangnya individu dan gaya,
fragmentasi, dan metafiksi historiografis. munculnya pastische, (7) hilangnya ingatan
akan waktu, terpusatnya perhatian pada
B. TINJAUAN TEORI masa kini, bersifat schizophrenia, (8)
Filsafat Cartesian dan Newtonian yang schizophrenia merupakan ketaktertataan
melandasi kehidupan modern, sebagaimana bahasa, sedangkan bahasa merupakan
telah disebutkan di atas, hanya ditopang pembentuk waktu dan identitas/subjek.
oleh fondasi ilmu pengetahuan. Sementara, Ciri-ciri keadaan Posmodernisme
spiritualitas diabaikan sama sekali. tersebut akan sangat tampak pada karya
Sehingga, yang terjadi adalah ketimpangan sastra, karena seperti yang dikatakan
dan ketidakseimbangan dalam kehidupan Lyotard, bahwa dalam posmodernisme
ini. terdapat permainan bahasa. Karya sastra
Dalam hubungan dengan sastra, pun hadir sebagai media pengarang untuk
modernisme mempunyai beberapa mengungkapkan kegetiran menghadapi
kecenderungan, yaitu sastra sebagai hasil permasalahan modernisme tersebut. Narasi
aktivitas individual yang ditegaskan oleh besar modernisme dengan segala
penggunaan nama diri penulisnya, kedua, turunannya digugat melalui media sastra.
sastra sebagai hasil aktivitas kreatif- Maka kemudian lahirlah karya-karya yang
inovatif, ketiga, orisinalitas merupakan hadir diluar pakem karya zaman modern.
tolok ukur yang paling penting dalam Sementara, Hutcheon (2004)
penentuan nilai karya sastra modern, menegaskan beberapa karakter posmodern,
keempat, otentisitas, sejauh mana karya diantaranya adalah komitmen yang
sastra merupakan ungkapan jujur dari diri cenderung ke arah kegandaan, mende-
penulisnya (Faruk, 2001:19-20). naturalisasi sejumlah aspek dominan pola
Posmodernisme mencoba keluar dari hidup kita, serta paradoks antara parodi dan
pemikiran yang dikotomis, biner yang keprofanan posmodern. Selain itu, fiksi
dibangun oleh modernitas di atas. Selain posmodern berusaha mencampuradukkan
itu, ia juga mencoba keluar dari fiksi dan sejarah, kelas sosial, ras, serta
kecenderungan untuk menempatkan tradisi nasionalitas. Disebutkannya pula bahwa
sekedar sebagai objek, sebagai alat dari fokus analisis sosial posmodern adalah
modernitas (Faruk, 2001:25). penggantian homogenitas dan sentralitas
Sementara Sarup (2003:232) menjadi perbedaan (difference) dan eks-
menyebutkan beberapa aspek posmodern, sentrisitas.
diantaranya adalah penghapusan batas Ciri lain dari posmodernisme adalah
antara seni dan kehidupan sehari-hari, parodi. Parodi menurut Hutcheon
ambruknya perbedaan hierarkis antara merupakan semacam revisi atau pembacaan
kebudayaan populer dan kebudayaan elit, ulang yang mempersoalkan, yang
eklitisisme dan pencampuran kode. memperkuat sekaligus meruntuhkan
Terdapat parodi, pastiche, ironi dan kekuatan representasi sejarah. Keyakinan
semangat bermain-main. paradoks tentang keterpencilan masa lalu
Kemudian Lyotard dalam Sarup (2003) dan kebutuhan untuk menghadapinya di
menyebutkan ciri-ciri keadaan Posmodern. masa sekarang disebutnya sebagai

20 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010

dorongan alegori posmodern. Parodi sebaliknya, justru ia mendapat darah segar


posmodern merupakan pengakuan sejarah sehingga bisa hidup lagi.
(dan melalui ironi, politik) representasi
yang mempersoalkan dan men- 2. Unsur-unsur Posmodern dalam
denaturalisasi nilai (Hutcheon, 2004:148- Cerpen Abracadabra
150). a. Fragmentaris
Cerpen ini terlihat terpotong-potong
C. ABACADABRA DAN oleh beberapa penggalan yang sengaja
POSMODERNISME disampaikan oleh penulis. Penggalan-
penggalan yang menjadikan cerita
1. Ringkasan Cerpen Abracadabra meloncat-loncat tanpa terduga oleh
Cerpen Abracadabra merupakan hasil pembaca sepertinya menjadi ciri cerpen
dekonstruksi yang dilakukan oleh Danarto dengan judul Abracadabra ini. Seseuai
terhadap drama Hamlet karya Shakespeare. dengan judulnya, cerpen ini menunjukkan
Cerita ini mengambil kisah kesetiaan hal yang luar biasa dan menunjukkan
Horatius kepada kawannya, Hamlet, sang loncatan pikiran serta suasana tidak teratur.
pangeran dari kerajaan Denmark. Horatius (Tjitrosubono, 1985:35).
menunggu Hamlet ketika menjelang Cerpen ini pada awal pengisahannya
ajalnya. Cerita dalam cerpen ini meloncat- sudah meloncat-loncat. Hal ini bisa kita
loncat. Diawali dari keadaan Hamlet yang lihat loncatan dari paragraf satu dan dua ke
bersimbah darah, begitu pula dengan paragraf tiga dan empat dan seterusnya.
orang-orang yang disangkanya telah
membunuh ayahnya. Tapi setting tiba-tiba Jika itu sabda Tuhan, suruhlah
berubah menjadi di Tawangmangu, Jawa batu menggoyangkannya. Jika itu
Tengah. kebenaran, suruhlah pohon
Dialog berlangsung setelah Horatio menyanyikannya. Jika itu kata
menarik Hamlet dari kerumunan orang bertuah, suruhlah binatang
yang sedang meminta zakat. Mereka menuliskannya. Biarlah tahta
memperbincangkan tentang kasta dan terhampar dan perdana menteri
tentang kematian. Hamlet yang ingin mati bersujud. Jika angin tak
dengan tenang, akhirnya dibimbing menuju berhembus, niscaya udara di kamar
ke kematian oleh Horatius. Cerita pengap juga. Biarlah lari kuda
kemudian dipotong oleh penulis yang menyibak di antara obor dan
bermaksud menceritakan keadaan Hamlet anjing-anjing menyalak. Jika tidak
di alam baka. Namun akhirnya ia ada binatang buruan apa mau
menyerahkan cerita di alambaka tersebut dikata. Hujan pagi hari, enak bagi
kepada Hamlet sendiri, karena menurut si pegawai. Hujan sore hari enak bagi
pencerita, Hamletlah yang mengalami pengantin baru....
kehidupan alam baka itu. Akan tetapi ... Di Bazar Teheran, orang
pembicaraan Hamlet terputus karena berdatangan menikmati permadani
gelombang sinar dan suara yang yang bergantungan.
menampilkan gambar Hamlet di layar putih
menjadi terputus. Paragraf pertama dan kedua dari awal
Akhirnya cerita diambil alih lagi oleh cerpen ini membawa kita ke suasana
si pencerita. Pada kejadian ini, Hamlet keagungan Tuhan lewat ciptaan-
tidak jadi mati karena mendengar suara ciptaannya. Setting yang digambarkan
Horatio yang memanggilnya dengan keras. pada awal cerita itu menunjukkan
Beberapa saat kemudian, Hamlet tahu, „Teheran‟. Akan tetapi pada paragraf
bahwa mereka sedang berada di rumah berikutnya muncul kisah Hamlet yang
sakit pusat. Hamlet tidak jadi mati, sedang sekarat yang meminta Horatio
membimbingnya dengan kebijaksanaan

ISSN: 1979-0547 21
Timurnya. Kehadiran tokoh-tokoh ini berdebat tentang bahasa halus dan bahasa
sepertinya membuat pembaca kaget kasar. Tiba tiba pada paragraf berikutnya
karena kisah yang selanjutnya penulis menceritakan tentang halaman yang
disampaikan tidak sesuai dengan luas sekali, penuh dengan kolam-kolam air
cakrawala dan storage yang dimiliki mancur, yang sebenarnya sebuah pameran
oleh pembaca. Adegan pada cerita ini patung air.
mengingatkan kita pada cerita drama Selain itu, muncul juga paragraf yang
Hamlet karya Shakespeare. memenggal rangkaian cerita berupa
Sampai pada paragraph ini pembaca ungkapan penulis: “Demikianlah. Tapi,
digiring untuk mengingat kembali cerita yang menulis karangan ini akan
Hamlet yang bersetting di Denmark. Akan melanjutkan karangannya tentang
tetapi tiba-tiba bayangan pembaca perjalanan Hamlet di alam baqa, padahal ia
dikacaukan karena pada paragraph kelima, belum pernah mengalami mati (e, sebentar,
penulis membuat setting yang lain yang jangan-jangan penulis ini pernah mati,
dibayangkan pembaca sebelumnya. Setting tanpa disadarinya, siapa tahu).
yang dimunculkan adalah Tawangmangu, Maka dikisahkanlah kehidupan Hamlet
sebuah daerah wisata di Jawa Tengah. di alam baqa. Kisah ini pun kemudian
Selain itu kisah yang diceritakan pun dipenggal lagi karena ada usul dari si tokoh
sedikit menyimpang dari alur cerita tentang supaya Hamlet sendiri yang mengisahkan
Hamlet yang kita kenal. Sepertinya horison kehidupan di alam baqa karena hamlet
harapan pembaca dari awal sudah mulai sendiri lah yang mengalaminya. Maka,
didobrak oleh pengarang karena diceritakan cerita di alam baqa dialihkan kepada
tentang harga cengkeh dan rokok kretek. Hamlet.
Setelah sekian lama Hamlet bercerita
Air gemericik di Tawangmangu, di alam baqa, terjadi kembali penggalan
begitu jernih, di sana tumbuh yang dilakukan oleh si pencerita.
pohon-pohon cengkeh, sekarang Pengisahan oleh Hamlet tidak berlangsung
perkilonya empat ribu rupiah. lancar karena sinyal terganggu. Keadaan ini
Konon pemetikan pertama buahnya digambarkan oleh penulis dengan simbol-
itu setelah pohon berumur lima simbol. Selain itu terdapat pula sapaan
tahun. Harga rokok kretek naik kepada pembaca seperti berikut:
bangga juga. Walaupun kantong
sulit membelinya. “Astaga, layar putih seperti layar
televisi. Saudara pembaca,
Setting nuansa Indonesia itu lebih apakah di hadapan saudara juga
tampak pada paragraf berikutnya. Paragraf terbeber layar putih seperti layar
ini menceritakan tentang seorang presiden televisi?! Di sini, di tempat saya,
yang sedang membagikan zakatnya ketika di depan saya ada layar televisi.
lebaran tiba. Tiba tiba saja Hamlet ada Hallo Hamlet! Anda mendengar
dalam setting tersebut, bersama para saya? Halo Hamlet! Hallo!”
gelandangan dan orang miskin berebut
memburu zakat dari sisa piring nasi sang Sapaan lain kepada penonton terlihat
presiden. Namun Horatio segera menarik dari beberapa „laporan pandangan mata‟
tubuh Hamlet yang sedang sekarat tersebut. penulis dari alam baqa.
Fragmentasi lainnya dapat kita lihat
dari terpenggalnya percakapan Hamlet dan “Para pembaca sekalian, saya penulis
Horatio oleh kisah yang disampaikan oleh karangan ini menghentikan karangan
penulis yang tidak ada hubungannya sama saya sampai di sini saja. Saudara
sekali dengan cerita sebelumnya. Pada Hamlet yang mengalami peristiwanya
kisah itu diceritakan Hamlet, yang sedang langsung akan menceritakan seluruh
sekarat dan Horatio, sahabatnya, sedang

22 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010

pengalamannya langsung kepada yang orisinal sebagai sesuatu yang langka,


saudara-saudara....” tunggal, dan berharga kembali. Parodi
dalam pandangan Hutcheon memiliki ruang
Sapaan langsung (verbal) oleh Kruger lingkup bentuk dan lingkup yang luas –
dengan citra-citra visual terutama didesain mulai dari olokan yang cerdas, absurd
untuk menghadapi kealpaan penonton yang sampai olokan yang sangat terhormat
akan terus menyembunyikan apparatus (Hutcheon, 2004:148).
ideologis baik media atau seni adiluhung Parodi yang dimunculkan dalam
(Hutcheon, 2004:218). Sapaan yang cerpen Abracadabra ini adalah parodi
dilakukan oleh pengarang dalam karya tentang kisah masa lalu yang diangkat
sastra disebutkan oleh Hutcheon dalam drama Hamlet karya Shakespeare.
(2004:214) disebut sebagai retorika aposrof Parodi dimulai dengan mengambil adegan
posmodern. Sapaan ini menjadi penting akhir drama tersebut ketika Hamlet sedang
dalam seni dan teori posmodern yang menghadapi kematian. Catatan sejarah
secara sadar diri „memosisikan‟ produksi resmi biasanya dicantumkan pada bagian
dan resepsinya serta awal karya supaya kita selalu tahu bagian
mengontekstualisasikan tindak persepsi dan mana yang disimpangkan (Hutcheon,
interpretasi. 2004:151). Seperti yang telah diungkapkan
Loncatan-loncatan yang terjadi dalam sebelumnya, pengungkapan itu merupakan
cerpen Abracadabra ini bukan hanya dari cara si pengarang untuk mengingatkan
ceritanya, namun juga terjadi pada teknik pembaca akan kisah Hamlet yang akan
pengisahan. Tjitrosubono (1985:71-72) diparodikan.
mengupas hal ini secara mendalam. Dalam Hal yang menarik adalah adanya upaya
pengamatannya awal pengisahan yang dekonstruksi oleh Danarto terhadap kisah
digunakan oleh Danarto adalah dengan di dalam drama tersebut. Horatio yang pada
memakai teknik orang ketiga serba tahu kisah dramanya tidak memainkan peran
yang bersifat subjektif. Akan tetapi penting, di dalam cerpen ini Horatio
pembaca segera dikejutkan dengan berperan sangat penting terutama ketika
pemakaian kata „kita‟ yang tiba-tiba menemani Hamlet yang sedang sekarat.
melibatkan pembaca, “Akhirnya kita Kesetiaan Horatio sepertinya ingin
menunggu sebab semuanya kita tidak ditonjolkan oleh pengarangnya.
mampu membikinnya ...”. Parodi lain yang lebih dominan dalam
Pemenggalan kisah dan loncatan- cerpen ini adalah parodi kematian.
loncatan dalam cerpen ini, bila kita Kematian yang selama ini oleh sebagian
bandingkan dengan drama karya Brecht, orang dianggap sebagai hal yang
maka bisa kita sebut sebagai efek alienasi menakutkan, digambarkan oleh Danarto
atau Verfremdungseffekt (efek menjadi sebuah kisah yang lucu dan
pengasingan). Efek ini bertujuan untuk khayali. Gambaran Hamlet yang sekarat
mengingatkan pembaca bahwa apa yang karena tusukan pedang musuhnya, Laertes,
terjadi dalam crita itu hanyalah sebuah tiba tiba ikut serta memburu zakat bersama
khayalan. Jadi, pembaca diharapkan tidak dengan gelandangan. Sepertinya parodi ini
terlalu larut di dalam ceritanya. membawa kita kepada realita yang sering
kita jumpai. Begitu banyak orang-orang
b. Parodi Kematian yang masih juga memikirkan harta
Parodi biasanya dianggap sentral menjelang kematian. Sementara di sisi lain
dalam posmodernisme (Hutcheon, begitu banyak orang yang mengharapkan
2004:147). Parodi juga menggugat asumsi remah-remah dari piring orang kaya hanya
humanis kita tentang orisinalitas dan untuk bisa terlepas dari kematian karena
keunikan artistik serta konsep kepemilikan kelaparan.
dan hak milik kapitalis kita. Melalui parodi Hamlet yang sekarat akhirnya menuju
– ataupun bentuk reproduksi lain – konsep alam baqa. Kisah parodi kehidupan di alam

ISSN: 1979-0547 23
baqa diceritakan baik oleh si pencerita dan isi masa lalu. Dalam metafiksi
maupun oleh Hamlet langsung dari alam historiografis kesadaran akan sejarah
baqa. Dialog antara Hamlet di alam baqa sebagai bagian keseluruhan yang temporal
dan si pencerita di alam dunia sungguh mendasari frekuensi penggunaan
membuat cerita ini sukar diterima nalar. anakronisme, dimana tokoh periode historis
Namun sebagai sebuah parodi, maka hal itu periode sebelumnya bicara tentang konsep
menjadi sah-sah saja. dan bahasa yang jelas-jelas merupakan
Efek jenaka yang menjadi ciri parodi milik tokoh historis periode setelahnya
nampak ketika si pencerita memberikan (Hutcheon, 2004:111).
kesempatan kepada Hamlet untuk Posmodern memandang teks sebagai
memberikan laporan pandangan mata dari „a multidimensional space in which a
alam baqa kepada para pembaca, terlebih variety of writings, none of them original,
ketika saluran kawat yang digunakan untuk blend and clash‟ atau „a tissue of quotation
laporan tersebut mendapat gangguan. drawn from the innumerable centres of
Kehidupan di alam baqa menjadi seperti culture‟ (Berthens, 1995:6-7). Dengan
kehidupan dunia dengan segala demikian, posmodern memandang bahwa
kehidupannya. Kesan bahwa kematian itu dalam karya sastra terdapat
menakutkan didekonstruksi oleh Danarto interttekstualitas. Intertekstualitas tersebut
melalui parodinya menjadi sebuah cerita sepertinya menjadi kata kunci dari ciri
yang jenaka. Terlebih ketiha Hamlet bisa posmodern yang mengandung metafiksi
hidup kembali karena mendapat darah historiografis.
segar. Namun demikian, keadaan itu justru Cerpen Abracadabra ini memiliki
membuat Hamlet marah kepada Horatio intertekstualitas dengan drama Hamlet
karena telah membangunkannya dari karya Shakespeare. Darma itu mengisahkan
kematian. Pangeran Hamlet, seorang intelektual yang
Dari parodi yang ditampilkan dalam penuh teka-teki, sedang berkabung atas
Abracadabra jelas sekali bahwa parodi kematian ayahnya sekaligus atas ibunya
posmodern merupakan semacam revisi atau yang menikah lagi. Hantu ayahnya
pembacaan ulang – yang mempersoalkan kemudian muncul dan memberitahu bahwa
(contesting) – memperkuat dan sekaligus Claudius yang menikahi Ratu Gertrude (ibu
meruntuhkan kekuatan representasi sejarah Hamlet) adalah orang yang meracuninya.
(Hutcheon, 2004:150). Hutcheon me- Hamlet yang terpana akan permainana yang
nambahkan bahwa melalui proses ganda sedemikian kejam dan licik bersumpah
membangun dan mengironikan, parodi akan membalas dendam. "Waktu telah
justru memperlihatkan bagaimana represen- keluar dari relnya! O kedengkian yang
tasi masa kini berasal dari representasi terkutuk! Aku rupanya terlahir untuk
masa lalu dan konsekuensi ideologis yang membalaskan dendam ini!" Ia pun
dihasilkan, baik dari kontinuitas maupun mementaskan drama yang ceritanya
perbedaan itu. berhubungan dengan tindakan Claudius.
Hamlet diyakini sebagai orang yang
c. Metafiksi Historiografis pemarah dan gila. Ia membunuh seseorang
Metafiksi historiografis secara yang mencuri dengar pembicaraannya,
sederhana dipahami sebagai kandungan Polonius (Seorang anggota kerajaan),
karya sastra yang refleksif yang secara dengan menusukkan pedangnya melalui
intens dan secara paradoks meng- tirai. Anak lelaki Polonius, Laertes,
gambarkan peristiwa dan tokoh historis. kembali ke Denmark untuk membalas
Metafiksi historiografi menyatukan tiga dendam atas kematian ayahnya. Anak
bidang berikut ini: 1) kesadaran teoretis perempuan Polonius, Ophelia, mencintai
pada sejarahnya; 2) karya sastra sebagai Hamlet. Tetapi kesadisan dan tabiat brutal
konstruk yang dibuat sebagai dasar Hamlet membawanya pada kegilaan.
pemikiran; 3) pengerjaan kembali bentuk "Pergilah kau ke biara dan bertanyalah :

24 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010

mengapa kau merupakan keturunan dari an di Indonesia, tepatnya di Tawangmangu.


para pendosa?" Hamlet berkata pada Kata kata lebaran, pemberian zakat kepada
Ophelia, yang kemudian meninggal karena gelandangan adalah ciri-ciri kehidupan
tenggelam. Sebelum pembantaian yang Indonesia.
mengakhiri cerita, Hamlet berkata pada Selain itu tampak pula pada
teman baiknya, Horatio: "Aku harus percakapan horatio dan Hamlet,
memenangkan pertaruhan ini. Tapi ……
mungkin kau tak pernah berpikir betapa Tentu ini semua pekerjaan
sakitnya hatiku ini." Dan pertempuran itu komputer, Horatio.”
pun berakhir dengan kematian Gertrude, “Saya pikir juga demikian.”
Laertes, Claudius, dan Hamlet, yang kata- “Betapa jauh jarak yang telah
kata terakhirnya adalah "yang tersisa kita tempuh, Horatio. Dari
hanyalah kesunyian". masa aku membunuh ayah
Citra cerpen ini mendekatkan dunia tiriku, kau cukup jelas apa yang
yang berjauhan, mendekatkan waktu kumaksud tentunya. Sampai di
lampau dengan kekinian, mendekatkan sini kita berkenalan dengan
mimpi dengan kenyataan sehingga benar- komputer.”
benar melukiskan apa yang sebenarnya
terjadi di dalam pikiran secara otomatis Tokoh Hamlet dan Horatio yang hadir di
(Tjitrosubono, 1985:88). Pelukisan masa- abad ke-17 berusaha didekatkan dengan
masa tersebut kemudian akan menimbulkan pembaca masa kini dengan komputer yang
anakronisme, yaitu penempatan tokoh, merupakan produk abad ke-20.
peristiwa percakapan dan unsur latar yang Karya sastra posmodern mengangkat
tidak sesuai menurut waktu di dalam karya persoalan bagaimana interteks historis,
sastra. dokumen atau jejaknya, disatukan ke dalam
Cerpen Abracadabra ini sangat konteks yang diakui sebagai rekaan atau
anakronis. Seperti dalam fiksi sejarah yang fiktif, sementara masih mempertahankan
melibatkan suatu transgresi halus antara nilai dokumenter historisnya (Hutcheon,
bidang acuan eksternal dan bidang acuan 2004:129). Meskipun sebenarnya Hamlet
internal melalui diperkenalkannya tokoh- bukanlah tokoh historis dalam dunia
tokoh historis ke dalam suatu fiksi, atau realitas, namun drama Hamlet adalah
dipaksakannya tokoh-tokoh fiksional ke sebuah fakta masa lalu, yang bisa pula kita
dalam situasi histori yang sebenarnya. Ini sejajarkan dengan kejadian yang historis.
satu transgesi yang diupayakan agar halus Hal yang sama sering pula terjadi ketika
dan tidak ada jahitannya, yang sejauh seorang pengarang menjadikan kisah-kisah
mungkin menghindari anakronisme dan wayang sebagai kisah yang historis, kisah
yang mencocokan struktur bagian dalam yang seakan-akan pernah terjadi, yang
cerita itu dengan struktur dunia nyata yang kemudian menjadi interteks dari karya
dibayanginya. Dalam cerpen sastra posmodern.
pascamodernis melakukan yang sebaliknya:
jahitan itu dikedepankan dan sejarah D. SIMPULAN
dirusak dan dipadukan dengan fantasi Unsur-unsur posmodern yang terdapat
(Pamela Allen, 2004). dalam cerpen Abracadabra terasa sangat
Anakronisme itu tampak pada kental. Unsur-unsur seperti parodi,
paragraph-paragraf awal cerpen ini. fragmentaris, dan metafiksi historiografis
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, menyatu dalam cerita sehingga membuat
awal cerpen mengarahkan pembaca untuk cerpen ini di satu sisi sulit dipahami,
memahami kisah Hamlet yang dicetak terlebih karena loncatan-loncatannya, akan
untuk pertama kalinya pada tahun 1603. tetapi di sisi lain sangat menarik untuk
Hamlet yang berkisah pada masa kerajaan dibaca karena menampilkan citraan yang
Denmark dihadirkan pada masa tahun 70-

ISSN: 1979-0547 25
berbeda dibandingkan dengan cerpen Makna dan Fungsinya. Pidato
biasanya. Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
Meskipun cerpen Abracadabra ini ilmu kesusastraan Indonesia Modern.
diterbitkan pada tahun 1975, akan tetapi Semarang: Fakultas Sastra Universitas
pengaruh posmodern sudah mulai terasa. Diponegoro.
Sepertinya gerakan posmodern yang
menentang modernisme dengan aspek- Sarup, M. 2003. Posstrukturalisme dan
aspek turunannya, hampir merata di seluruh Posmodernisme, Sebuah Pengantar
belahan bumi. Seorang pengarang Kritis (Terj. Medhy Aginta Hidayat).
sepertinya sangat peka melihat kondisi Yogyakarta: Penerbit Jendela.
masyarakat modern. Ia jengah melihat carut
marut kehidupan yang sangat jauh dari Tjitrosubono, Siti Sundari, dkk. 1985.
spiritualitas. Maka, Danarto hadir, melalui Memahami Cerpen-cerpen Danarto.
karyanya, memberi pencerahan kepada para Jakarta: Pusat Pembinaan dan
pembacanya bahwa ada hal baru yang Pengembangan Bahasa Depdikbud.
menjadi alternatif bagi kehidupan modern.
Wora, E. 2006. Perenialisme. Kritik atas
Modernisme dan Postmodernisme.
Yogyakarta: Kanisius.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, P. 2004. Membaca dan Membaca


Lagi: (Re)interpretasi fiksi Indonesia
1980-1995. (Terj. Bakdi Soemanto).
Magelang: Indonesiatera.

Berthens, H. 1995. The Idea of the


Posmodern. A History. London:
Routledge.

Beutin, W. 1984. Deutsche


Literaturgeschichte. Metzler: Stuttgart.

Danarto. 1975. Godlob. Jakarta.


Rombongan “Dongeng dari Dirah”.

Faruk. 2001. Beyond Imagination. Sastra


Mutakhir dan Ideologi. Yogyakarta:
Gama Media.

Fromm, E. 1987. Memiliki dan menjadi To


have or to be. (Terj. Soesilohardo).
Jakarta: LP3ES.

Hutcheon, L. 2004. Politik Posmodernisme


(Terj. Apri Danarto). Yogyakarta:
Penerbit Jendela.

Prihatmi, Th. & S.Rahayu. 1999. Gerakan


yang Merongrong Tradisi Realisme:

26 ISSN: 1979-0547

Anda mungkin juga menyukai