Dudy Syafruddin
Universitas Negeri Malang
Abstract
Literature is a product of culture keeping abreast of human mind. Literary
works is a means for the authors to express the social phenomenon in his life.
The discourses about postmodernism in the second half of twentieth century,
as a part of the story of human mind, was a profound interest for the Authors.
In Indonesia, the postmodern discourse has come up in the 1960s. This paper
involves the elements of Postmodernism in the short story “Abacadabra”
written by Danarto. The dominant elements in this short story are parody,
fragmentary, and historiographic metafiction.
18 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010
ISSN: 1979-0547 19
mengambil judul Riak-riak Posmodern Secara garis besar, ciri-ciri tersebut dapat
dalam Cerpen Abracadabra Karya disimpulkan sebagai berikut: (1) Tidak
Danarto, dengan asumsi bahwa cerita- percaya pada metanaratif, (2) kritis
cerita yang disampaikan oleh Danarto pada terhadap Marxis, (3) tidak percaya pada
tahun 70an merupakan riak kecil atau totalitas, percaya pada pragmentasi
gelombang awal dari perkembangnya permainan bahasa, (4) memusatkan
posmodern dalam sastra Indonesia perhatian pada peristiwa-peristiwa mikro,
sekarang. Dalam membahas cerpen ini (5) memberikan perhatian pada kreativitas
dengan perspektif posmodern, ada beberapa yang terlokalkan, pertarungan-pertarungan
hal yang akan coba digali, yaitu parodi, lokal, (6) hilangnya individu dan gaya,
fragmentasi, dan metafiksi historiografis. munculnya pastische, (7) hilangnya ingatan
akan waktu, terpusatnya perhatian pada
B. TINJAUAN TEORI masa kini, bersifat schizophrenia, (8)
Filsafat Cartesian dan Newtonian yang schizophrenia merupakan ketaktertataan
melandasi kehidupan modern, sebagaimana bahasa, sedangkan bahasa merupakan
telah disebutkan di atas, hanya ditopang pembentuk waktu dan identitas/subjek.
oleh fondasi ilmu pengetahuan. Sementara, Ciri-ciri keadaan Posmodernisme
spiritualitas diabaikan sama sekali. tersebut akan sangat tampak pada karya
Sehingga, yang terjadi adalah ketimpangan sastra, karena seperti yang dikatakan
dan ketidakseimbangan dalam kehidupan Lyotard, bahwa dalam posmodernisme
ini. terdapat permainan bahasa. Karya sastra
Dalam hubungan dengan sastra, pun hadir sebagai media pengarang untuk
modernisme mempunyai beberapa mengungkapkan kegetiran menghadapi
kecenderungan, yaitu sastra sebagai hasil permasalahan modernisme tersebut. Narasi
aktivitas individual yang ditegaskan oleh besar modernisme dengan segala
penggunaan nama diri penulisnya, kedua, turunannya digugat melalui media sastra.
sastra sebagai hasil aktivitas kreatif- Maka kemudian lahirlah karya-karya yang
inovatif, ketiga, orisinalitas merupakan hadir diluar pakem karya zaman modern.
tolok ukur yang paling penting dalam Sementara, Hutcheon (2004)
penentuan nilai karya sastra modern, menegaskan beberapa karakter posmodern,
keempat, otentisitas, sejauh mana karya diantaranya adalah komitmen yang
sastra merupakan ungkapan jujur dari diri cenderung ke arah kegandaan, mende-
penulisnya (Faruk, 2001:19-20). naturalisasi sejumlah aspek dominan pola
Posmodernisme mencoba keluar dari hidup kita, serta paradoks antara parodi dan
pemikiran yang dikotomis, biner yang keprofanan posmodern. Selain itu, fiksi
dibangun oleh modernitas di atas. Selain posmodern berusaha mencampuradukkan
itu, ia juga mencoba keluar dari fiksi dan sejarah, kelas sosial, ras, serta
kecenderungan untuk menempatkan tradisi nasionalitas. Disebutkannya pula bahwa
sekedar sebagai objek, sebagai alat dari fokus analisis sosial posmodern adalah
modernitas (Faruk, 2001:25). penggantian homogenitas dan sentralitas
Sementara Sarup (2003:232) menjadi perbedaan (difference) dan eks-
menyebutkan beberapa aspek posmodern, sentrisitas.
diantaranya adalah penghapusan batas Ciri lain dari posmodernisme adalah
antara seni dan kehidupan sehari-hari, parodi. Parodi menurut Hutcheon
ambruknya perbedaan hierarkis antara merupakan semacam revisi atau pembacaan
kebudayaan populer dan kebudayaan elit, ulang yang mempersoalkan, yang
eklitisisme dan pencampuran kode. memperkuat sekaligus meruntuhkan
Terdapat parodi, pastiche, ironi dan kekuatan representasi sejarah. Keyakinan
semangat bermain-main. paradoks tentang keterpencilan masa lalu
Kemudian Lyotard dalam Sarup (2003) dan kebutuhan untuk menghadapinya di
menyebutkan ciri-ciri keadaan Posmodern. masa sekarang disebutnya sebagai
20 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010
ISSN: 1979-0547 21
Timurnya. Kehadiran tokoh-tokoh ini berdebat tentang bahasa halus dan bahasa
sepertinya membuat pembaca kaget kasar. Tiba tiba pada paragraf berikutnya
karena kisah yang selanjutnya penulis menceritakan tentang halaman yang
disampaikan tidak sesuai dengan luas sekali, penuh dengan kolam-kolam air
cakrawala dan storage yang dimiliki mancur, yang sebenarnya sebuah pameran
oleh pembaca. Adegan pada cerita ini patung air.
mengingatkan kita pada cerita drama Selain itu, muncul juga paragraf yang
Hamlet karya Shakespeare. memenggal rangkaian cerita berupa
Sampai pada paragraph ini pembaca ungkapan penulis: “Demikianlah. Tapi,
digiring untuk mengingat kembali cerita yang menulis karangan ini akan
Hamlet yang bersetting di Denmark. Akan melanjutkan karangannya tentang
tetapi tiba-tiba bayangan pembaca perjalanan Hamlet di alam baqa, padahal ia
dikacaukan karena pada paragraph kelima, belum pernah mengalami mati (e, sebentar,
penulis membuat setting yang lain yang jangan-jangan penulis ini pernah mati,
dibayangkan pembaca sebelumnya. Setting tanpa disadarinya, siapa tahu).
yang dimunculkan adalah Tawangmangu, Maka dikisahkanlah kehidupan Hamlet
sebuah daerah wisata di Jawa Tengah. di alam baqa. Kisah ini pun kemudian
Selain itu kisah yang diceritakan pun dipenggal lagi karena ada usul dari si tokoh
sedikit menyimpang dari alur cerita tentang supaya Hamlet sendiri yang mengisahkan
Hamlet yang kita kenal. Sepertinya horison kehidupan di alam baqa karena hamlet
harapan pembaca dari awal sudah mulai sendiri lah yang mengalaminya. Maka,
didobrak oleh pengarang karena diceritakan cerita di alam baqa dialihkan kepada
tentang harga cengkeh dan rokok kretek. Hamlet.
Setelah sekian lama Hamlet bercerita
Air gemericik di Tawangmangu, di alam baqa, terjadi kembali penggalan
begitu jernih, di sana tumbuh yang dilakukan oleh si pencerita.
pohon-pohon cengkeh, sekarang Pengisahan oleh Hamlet tidak berlangsung
perkilonya empat ribu rupiah. lancar karena sinyal terganggu. Keadaan ini
Konon pemetikan pertama buahnya digambarkan oleh penulis dengan simbol-
itu setelah pohon berumur lima simbol. Selain itu terdapat pula sapaan
tahun. Harga rokok kretek naik kepada pembaca seperti berikut:
bangga juga. Walaupun kantong
sulit membelinya. “Astaga, layar putih seperti layar
televisi. Saudara pembaca,
Setting nuansa Indonesia itu lebih apakah di hadapan saudara juga
tampak pada paragraf berikutnya. Paragraf terbeber layar putih seperti layar
ini menceritakan tentang seorang presiden televisi?! Di sini, di tempat saya,
yang sedang membagikan zakatnya ketika di depan saya ada layar televisi.
lebaran tiba. Tiba tiba saja Hamlet ada Hallo Hamlet! Anda mendengar
dalam setting tersebut, bersama para saya? Halo Hamlet! Hallo!”
gelandangan dan orang miskin berebut
memburu zakat dari sisa piring nasi sang Sapaan lain kepada penonton terlihat
presiden. Namun Horatio segera menarik dari beberapa „laporan pandangan mata‟
tubuh Hamlet yang sedang sekarat tersebut. penulis dari alam baqa.
Fragmentasi lainnya dapat kita lihat
dari terpenggalnya percakapan Hamlet dan “Para pembaca sekalian, saya penulis
Horatio oleh kisah yang disampaikan oleh karangan ini menghentikan karangan
penulis yang tidak ada hubungannya sama saya sampai di sini saja. Saudara
sekali dengan cerita sebelumnya. Pada Hamlet yang mengalami peristiwanya
kisah itu diceritakan Hamlet, yang sedang langsung akan menceritakan seluruh
sekarat dan Horatio, sahabatnya, sedang
22 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010
ISSN: 1979-0547 23
baqa diceritakan baik oleh si pencerita dan isi masa lalu. Dalam metafiksi
maupun oleh Hamlet langsung dari alam historiografis kesadaran akan sejarah
baqa. Dialog antara Hamlet di alam baqa sebagai bagian keseluruhan yang temporal
dan si pencerita di alam dunia sungguh mendasari frekuensi penggunaan
membuat cerita ini sukar diterima nalar. anakronisme, dimana tokoh periode historis
Namun sebagai sebuah parodi, maka hal itu periode sebelumnya bicara tentang konsep
menjadi sah-sah saja. dan bahasa yang jelas-jelas merupakan
Efek jenaka yang menjadi ciri parodi milik tokoh historis periode setelahnya
nampak ketika si pencerita memberikan (Hutcheon, 2004:111).
kesempatan kepada Hamlet untuk Posmodern memandang teks sebagai
memberikan laporan pandangan mata dari „a multidimensional space in which a
alam baqa kepada para pembaca, terlebih variety of writings, none of them original,
ketika saluran kawat yang digunakan untuk blend and clash‟ atau „a tissue of quotation
laporan tersebut mendapat gangguan. drawn from the innumerable centres of
Kehidupan di alam baqa menjadi seperti culture‟ (Berthens, 1995:6-7). Dengan
kehidupan dunia dengan segala demikian, posmodern memandang bahwa
kehidupannya. Kesan bahwa kematian itu dalam karya sastra terdapat
menakutkan didekonstruksi oleh Danarto interttekstualitas. Intertekstualitas tersebut
melalui parodinya menjadi sebuah cerita sepertinya menjadi kata kunci dari ciri
yang jenaka. Terlebih ketiha Hamlet bisa posmodern yang mengandung metafiksi
hidup kembali karena mendapat darah historiografis.
segar. Namun demikian, keadaan itu justru Cerpen Abracadabra ini memiliki
membuat Hamlet marah kepada Horatio intertekstualitas dengan drama Hamlet
karena telah membangunkannya dari karya Shakespeare. Darma itu mengisahkan
kematian. Pangeran Hamlet, seorang intelektual yang
Dari parodi yang ditampilkan dalam penuh teka-teki, sedang berkabung atas
Abracadabra jelas sekali bahwa parodi kematian ayahnya sekaligus atas ibunya
posmodern merupakan semacam revisi atau yang menikah lagi. Hantu ayahnya
pembacaan ulang – yang mempersoalkan kemudian muncul dan memberitahu bahwa
(contesting) – memperkuat dan sekaligus Claudius yang menikahi Ratu Gertrude (ibu
meruntuhkan kekuatan representasi sejarah Hamlet) adalah orang yang meracuninya.
(Hutcheon, 2004:150). Hutcheon me- Hamlet yang terpana akan permainana yang
nambahkan bahwa melalui proses ganda sedemikian kejam dan licik bersumpah
membangun dan mengironikan, parodi akan membalas dendam. "Waktu telah
justru memperlihatkan bagaimana represen- keluar dari relnya! O kedengkian yang
tasi masa kini berasal dari representasi terkutuk! Aku rupanya terlahir untuk
masa lalu dan konsekuensi ideologis yang membalaskan dendam ini!" Ia pun
dihasilkan, baik dari kontinuitas maupun mementaskan drama yang ceritanya
perbedaan itu. berhubungan dengan tindakan Claudius.
Hamlet diyakini sebagai orang yang
c. Metafiksi Historiografis pemarah dan gila. Ia membunuh seseorang
Metafiksi historiografis secara yang mencuri dengar pembicaraannya,
sederhana dipahami sebagai kandungan Polonius (Seorang anggota kerajaan),
karya sastra yang refleksif yang secara dengan menusukkan pedangnya melalui
intens dan secara paradoks meng- tirai. Anak lelaki Polonius, Laertes,
gambarkan peristiwa dan tokoh historis. kembali ke Denmark untuk membalas
Metafiksi historiografi menyatukan tiga dendam atas kematian ayahnya. Anak
bidang berikut ini: 1) kesadaran teoretis perempuan Polonius, Ophelia, mencintai
pada sejarahnya; 2) karya sastra sebagai Hamlet. Tetapi kesadisan dan tabiat brutal
konstruk yang dibuat sebagai dasar Hamlet membawanya pada kegilaan.
pemikiran; 3) pengerjaan kembali bentuk "Pergilah kau ke biara dan bertanyalah :
24 ISSN: 1979-0547
Lingua Didaktika Volume 4 Nomor 1, Desember 2010
ISSN: 1979-0547 25
berbeda dibandingkan dengan cerpen Makna dan Fungsinya. Pidato
biasanya. Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
Meskipun cerpen Abracadabra ini ilmu kesusastraan Indonesia Modern.
diterbitkan pada tahun 1975, akan tetapi Semarang: Fakultas Sastra Universitas
pengaruh posmodern sudah mulai terasa. Diponegoro.
Sepertinya gerakan posmodern yang
menentang modernisme dengan aspek- Sarup, M. 2003. Posstrukturalisme dan
aspek turunannya, hampir merata di seluruh Posmodernisme, Sebuah Pengantar
belahan bumi. Seorang pengarang Kritis (Terj. Medhy Aginta Hidayat).
sepertinya sangat peka melihat kondisi Yogyakarta: Penerbit Jendela.
masyarakat modern. Ia jengah melihat carut
marut kehidupan yang sangat jauh dari Tjitrosubono, Siti Sundari, dkk. 1985.
spiritualitas. Maka, Danarto hadir, melalui Memahami Cerpen-cerpen Danarto.
karyanya, memberi pencerahan kepada para Jakarta: Pusat Pembinaan dan
pembacanya bahwa ada hal baru yang Pengembangan Bahasa Depdikbud.
menjadi alternatif bagi kehidupan modern.
Wora, E. 2006. Perenialisme. Kritik atas
Modernisme dan Postmodernisme.
Yogyakarta: Kanisius.
DAFTAR PUSTAKA
26 ISSN: 1979-0547