Risalah Sidang Mendengarkan Keterangan Pemerintah
Risalah Sidang Mendengarkan Keterangan Pemerintah
REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 85/PUU-XVII/2019
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23
TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
JAKARTA
RABU, 29 JANUARI 2020
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 85/PUU-XVII/2019
PERIHAL
PEMOHON
ACARA
Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III)
SUSUNAN PERSIDANGAN
A. DPR
1. Ester Wijaya Anggara, S.H.M.I.Pol
B. Pemerintah
1. Purwoko Atmojo, S.H.M.Sos
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.10 WIB
KETUK PALU 3X
Baik, assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita
semua. Hari ini kita akan mendengarkan keterangan dari Pemerintah dan
DPR. Kalau demikian, kita mengecek dahulu dari Pihak DPR dan Pihak
Pemerintah. Silakan, siapa yang hadir pada kesempatan ini.
2. DPR : ESTER
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang hadir dari
DPR, pertama, saya Ester Wijaya Anggara, S.H.M.I.Pol dari Anggota
Komisi III DPR RI terima kasih.
4. PEMERINTAH : PURWOKO
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang hadir dari
Pemerintah, saya Purwoko Atmojo, S.H.M.Sos dari Anggota terima kasih.
6. DPR : ESTER
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Saya akan membacakan opening statement DPR atas
Permohonan Pengujiian Undang-Undang Pengujian Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak [Pasal 74 ayat (1), Pasal 74 ayat (2) sepanjang
frasa dalam hal diperlukan, kata dapat, dan frasa atau lembaga lainya yang
sejenis, dan Pasal 76 huruf a] terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
A. Pokok Permohonan Para Pemohon
Pemohon dalam permohonan a quo mengajukan pengujian materiil
terhadap ketentuan Pasal 74 ayat (1), Pasal 74 ayat (2), dan Pasal 76 huruf
a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Peradilan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 35)
(Selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014),
yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 74 ayat (1)
“Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan
pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi
Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”
Pasal 74 ayat (2)
“Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi
Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk
mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah”
Pasal 76 huruf a
“Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan
pemenuhan Hak Anak”
Bahwa pasal a quo dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28B
ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945)
yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 28B ayat (2)
”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi”
Pasal 28D ayat (1)
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
Pasal 28I ayat (4)
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”
B. Penjelasan Terhadap Materi Permohonan
Bahwa pembentukan Undang-Undang a quo sudah sejalan dengan
amanat UUD RI Tahun 1945 dan telah memenuhi syarat dan ketentuan
sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perybahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Peradilan Anak dengan argumentasi sebagai berikut:
Bahwa tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke-4
UUD Tahun 1945 yaitu, “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Pancasila”;
Bahwa Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945
menyebutkan ”kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Hal tersebut mengandung makna
bahwa Undang-Undang Dasar adalah merupakan sumber hukum tertulis
tertinggi dalam hierarki perundang-undangan yang menjadi sumber
hukum bagi setiap komponen bangsa untuk menjalankan kedaulatannya
berupa pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Bahwa DPR RI berdasarkan UUD Tahun 1945
adalah lembaga negara yang merupakan representasi rakyat yang
diberikan kedualatan/kekuasaan oleh UUD Tahun 1945 untuk membuat
undang-undang.
Bahwa pada batang tubuh UUD Tahun 1945 diatur lebih lanjut bahwa
Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945),
maka undang-undang merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi dan
dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat termasuk didalamnya
Pemohon dan juga negara dalam menyelenggarakan negara dan
pemerintahan. Gagasan negara hukum yang dianut UUD Tahun 1945 ini
menegaskan adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip
supremasi hukum (supremacy of law) yaitu bahwa semua masalah
diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
Bahwa Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan
negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang
secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi
anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup
umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B UUD Tahun 1945
perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan negara yang bertujuan
melindungi anak, khususnya perlindungan terbaik bagi anak yang
berhadapan dengan hukum. Perlindungan yang dimaksud salah satunya
adalah dengan mengundangkan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Peradilan Anak.
Bahwa tujuan Pemerintah mengesahkan Undang-Undang tersebut,
yang secara substantif telah mengatur beberapa hal antara lain persoalan
Anak yang sedang berhadapan dengan hukum, Anak dari kelompok
minoritas, Anak dari korban eksploitasi ekonomi dan seksual, Anak yang
diperdagangkan, Anak korban kerusuhan, Anak yang menjadi pengungsi
dan Anak dalam situasi konflik bersenjata, Perlindungan Anak yang
dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi
anak, penghargaan terhadap pendapat anak, hak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang. Dalam pelaksanaanya Undang-Undang tersebut telah sejalan
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 terkait jaminan hak asasi manusia, yaitu Anak sebagai manusia
memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.
Bahwa undang-undang tersebut mempertegas tentang perlunya
pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap
Anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah
konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban
dan/atau Anak pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
mengantisipasi Anak korban dan/atau Anak pelaku kejahatan di kemudian
hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama.
6. DPR : ESTER
Belum yang mulia saya akan melanjutkan yang keterangan selanjutnya.
Bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan
perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum untuk memenuhi hak-
hak anak sehingga Anak ditempatkan pada posisi yang mulia sebagai amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin
kelangsungan eksistensi Negara ini.
Bahwa melalui Undang-Undanng tersebut, jaminan hak anak dilindungi,
bahkan dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang
memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan efektivitas perlindungan anak.
Konstitusi Indonesia, UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi telah
menggariskan pada Pasal 28B ayat (2) bahwa : “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”.
Bahwa dengan dicantumkannya hak anak tersebut dalam batang tubuh
konstitusi, maka bisa diartikan bahwa kedudukan dan perlindungan hak anak
merupakan hal penting yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dijalankan
dalam kenyataan sehari-hari.
Bahwa Pembentukan peraturan perundang-undangan harus memenuhi asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. keterbukaan
Asas dapat dilaksanakan memiliki arti bahwa suatu peraturan haruslah
memperhitungkan efektivitasnya dalam masyarakat, baik secara filosofis,
sosiologis, maupun yuridis.
8. DPR : ESTER
Belum yang mulia, saya akan menyampaikan tentang landasan filosofis,
yuridis, dan sosiologis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau ulasan yang
menggambarkan atau alsan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan
Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau
tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak
memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Unsur yuridis
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan filosofis, sosiologis,dan yuridis dimuat dalam pokok pikiran pada
konsideran setiap undang-undang. Unsur tersebut menjadi pertimbangan dan
alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari
filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Menurut Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234, landasan yuridis
merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat.
Pancasila sebagai dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga,
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan
perlindungan anak.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa UU yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 (Pusat Perancangan Undang-Undang, 2017:26).
Perlindungan anak merupakan bagian hak asasi manusia. Sehingga, landasan
filosofi perlindungan anak sebagaimana diatas dapat disederhanakan sebagai
dasar kebijakan untuk memenuhi hak anak menuju hak asasi manusia yang
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua. Dengan kata lain semua lapisan ikut berperan dan
wajib menjaga, melindungi hak-hak anak demi terciptanya cita-cita bangsa.
Bahwa dari kejelasan norma a quo telah memenuhi ketiga asas hukum yakni
kepastian, kemanfaatan dan keadilan sehingga dalam pelaksanaannya norma
a quo memberikan nilai seperti apa yang tertuang dalam norma a quo.
Bahwa Perkembangan kehidupan masyarakat yang terjadi di Indonesia selalu
memberikan dampak kepada pada perundang-undangan kita, kebutuhan
manusia dengan perubahan nilai-nilai tersebut menuntuk pembaharuan
hukum untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
Bahwa dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak maka Negara
telah memberikan kepastian hukum dalam kaitannya dengan jaminan dan
perlindungan hukum terhadap anak. Undang-Undang Perlindungan Anak
dalam penyusunanannya telah memperhatikan aturan dari beberapa
perundang-undangan yang lain, artinya peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan anak ini sudah melewati tahap pengharmonisasian
peraturan perundang-undangan terkait, baik secara horizontal maupun secara
vertikal, sehingga tidak terdapat aturan yang mengandung multitafsir yang
mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum di dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak yang dimaksud. Sehingga sudah sesuai dengan Pasal 28D
ayat (1) UUD NRI 1945.
Bahwa dii dalam dunia perlindungan hukum, seiring berjalannya waktu pasti
terjadi perubahan yang mempengaruhi perkembangan secara langsung
maupun tidak langsung terhadap sistem perlindungan anak yang ada pada
saat ini. Perkembangan ini dapat terjadi baik secara lingkup daerah hingga
lingkup nasional yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kegiatan perlindungan yang sebagian besar telah tertuang
dalam ketentuan-ketentuan yang bersifat daerah maupun nasional seperti
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, terkait dengan perlindungan terhadap
anak telah ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait pemidanaan terhadap
pornografi anak dan peraturan-peraturan lainnya yang mengatur.
Untuk mengakomodasi hal-hal tersebut dalam memberikan kepastian hukum
baik terhadap perlindungan anak untuk memberikan hak anak, dan
pemerintah sebagai pembina perlindungan anak, perlu ditetapkan UU Nomor
35 Tahun 2014 yang bertujuan menjawab masalah-masalah yang timbul
dalam perkembangan sistem perlindungan anak, serta untuk melengkapi atau
komplementer dengan UU Nomor 11 Tahun 2013 tentang Sistem Peradilan
Anak, dimana ada amanat bagi Pemerintah untuk memberikan
perlindunganvanak sebagai hak nya.
KETUK PALU 3X