Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PENINGKATAN HASIL TANAMAN SINGKONG

Disusun oleh:
Rizky Fauzi 134170055
Annisa Mei Budi Astuti 134180023
Andi Aisyah Rahima 134190015
Friska Lia Agustin 134190016
Fahmi Ardiyansah 134190017
Nur Rohmah Agustin 134190019
Cici Julliani 134190021
Arum Pusvita Sari 134190028
Raihatun Mustaqimah 134190032
Fitriani Ramadani 134190038
Ahmad Ahsanul Fahmi 134190041
Yusuf Arifin 134190054

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Peningkatan Hasil Tanaman Singkong” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Budidaya Tanaman Pangan yang diampu oleh Bapak Supono Budi Sutoto, Ir., MP.,.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
penerapan teknologi budidaya tanaman pangan dalam peningkatan hasil tanaman
singkong bagi para pembaca dan juga bagi kami selaku penulis makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Supono selaku dosen yang
mengampu mata kuliah Teknologi Budidaya Tanaman Pangan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami menyadari, makalah yang kami tulis
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Desember 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Morfologi Tanaman Singkong .......................................................... 3
B. Cara Meningkatkan Hasil Tanaman Singkong............................... 4
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 12
A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran ................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman singkong merupakan salah satu tanaman yang menjadi
komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Selain ketersediaan lahan yang luas,
Indonesia juga memiliki iklim dan tanah yang tropis yang cocok untuk
mengembangkan komoditas singkong, terlebih tanaman ini mampu tumbuh di
dataran tinggi dan rendah tidak mengenal musim. Dari data Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwasanya produksi dari hasil pertanian singkong di Indonesia
mencapai 24,08 juta. Akan tetapi dengan lahan tanaman singkong yang luas dan
besar yang ada di Indonesia ini belum menjadi salah satu pangan alternatif yang
memiliki nilai harga jual yang tinggi. Sekilas mata memandang tanaman
singkong juga masih belum terlihat sebagai pangan yang efektif yang menjadi
pangan lokal untuk pengganti nasi. Akan tetapi, singkong ini juga termasuk salah
satu komoditi penting yang terus dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya
mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan local.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peraturan pemerintah melalui
Peraturan Menteri Pertanian No. 15 Tahun 2013 tentang Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan. Pertumbuhan volume ekspor ubi kayu
tahun 2000-2015 rata-rata meningkat sebesar 109,18% per tahun, demikian
halnya dengan nilai ekspornya yang meningkat sebesar 132,07% per tahun.
Ekspor ubi kayu Indonesia dalam bentuk segar dan olahan yaitu dalam bentuk
pati ubi kayu (cassava flour), ubi kayu keping kering (cassava shredded) dan
ubi kayu pelet (cassava pellets) terutama ke Taiwan, Philipina, Australia,
Malaysia, Inggris dan Brunei Darusalam (Suwandi, 2015). Di samping sebagai
bahan penghasil pangan, singkong juga dapat dipergunakan sebagai bahan pakan
ternak, bahan baku industri pengolahan pangan, serta bioethanol, sehingga
dengan perannya yang sangat penting dan strategis tersebut maka membuka
peluang untuk terus mengembangkan komoditi singkong ke segmen pasar yang
lebih luas.

1
Dengan melihat tingkat nilai ekspor ke luar negeri yang tinggi tersebut,
para petani singkong di Indonesia diharapkan untuk dapat lebih meningkatkan
hasil produktivitas tanaman singkong ini. Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan dibahas tentang bagaimana teknik atau cara untuk meningkatkan hasil
produktivitas tanaman singkong.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi tanaman singkong?
2. Bagaimana cara meningkatkan hasil produktivitas tanaman singkong?

C. Tujuan
1. Mengetahui morfologi tanaman singkong.
2. Mengetahui cara meningkatkan hasil produktivitas tanaman singkong.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Morfologi Tanaman Singkong


Singkong (Manihot esculenta) merupakan makanan pokok ketiga setelah
padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh
sepanjang tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap kondisi berbagai tanah. Tanaman ini memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap. Kandungan kimia dan zat gizi pada singkong adalah karbohidrat,
lemak, protein, serat makanan, vitamin (B1, C), mineral (Fe, F, Ca), dan zat non
gizi, air. Selain itu, umbi singkong mengandung senyawa non gizi tanin
(Soenarso, 2004).
Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta (Herbarium Medanense, 2016).
Ubi kayu atau singkong adalah tanaman dikotil berumah satu yang
ditanam untuk diambil patinya yang sangat layak cerna. Sebagai tanaman semak
belukar tahunan, ubi kayu tumbuh setinggi 1-4 m dengan daun besar yang
menjari dengan 5-9 belahan lembar daun. Daunnya yang bertangkai panjang
bersifat cepat luruh yang berumur paling lama hanya beberapa bulan. Batangnya
memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannnya bergantung pada
varietas. Pertumbuhan tegak batang sebelum bercabang lebih disukai karena
memudahkan penyiangan. Percabangan yang berlebihan dan terlalu rendah tidak
disukai. Bagian batang tua memiliki bekas daun yang jelas, ruas yang panjang
menunjukkan laju pertumbuhan cepat. Tanaman yang diperbanyak dengan biji

3
menghasilkan akar tunggang yang jelas. Pada tanaman yang diperbanyak secara
vegetatif, akar serabut tumbuh dari dasar lurus. Ubi berkembang dari penebalan
sekunder akar serabut adventif. Bentuk singkong bermacam-macam, dan
walaupun kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing. Beberapa diantaranya
bercabang (Lies Suprapti, 2005).
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500
mm/tahun. Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 100oC.
Bila suhunya di bawah 100oC menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit
terhambat, menjadi kerdil. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela
pohon antara 60-65%. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela
pohon sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan
umbinya. Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang
berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya
bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik,
unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman
ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik
unsur makro maupun mikronya. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela
pohon adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumusol,
dan andosol. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela
pohon berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di
Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali
dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon (Muchtadi, 1992).

B. Cara Meningkatkan Hasil Tanaman Singkong


1. Penggunaan Varietas Unggul
Menurut Radjit (2008), penggunaan varietas unggul baru memiliki
peranan penting dan strategis karena terkait dengan potensi hasil per satuan
luas maupun sebagai salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit.
Sementara menurut Saleh (2007), bibit varietas unggul ubi kayu merupakan
salah satu sarana produksi dalam upaya meningkatkan mutu dan produksi
tanaman yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Penggunaan

4
varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, dan
sesuai untuk daerah penanaman. Sebaiknya varietas unggul yang
dibudidayakan memiliki sifat toleran terhadap kekeringan, lahan pH rendah
atau tinggi, keracunan Al, dan efektif memanfaatkan hara P yang terikat oleh
Al dan Ca, seperti varietas Adira-4, Malang-6, UJ3, dan UJ5.
Jika produksi ubi kayu ditujukan untuk bahan baku industri tapioka atau
dikonsumsi langsung dalam bentuk ubi kayu goreng atau rebus, disarankan
menggunakan varietas unggul yang dilepas tahun 1978 yang memiliki rasa
enak dan kualitas rebus yang baik, seperti Adira-1, Malang-1, dan Darul
Hidayah. Sisanya, termasuk Adira-4 yang dilepas tahun 1987 sampai
sekarang masih sering ditanam petani meskipun memiliki rasa yang pahit.
Selain itu, yang varietas dilepas terakhir yaitu Malang-4 dan Malang-6. Juga
varietas UJ-3 dan UJ-5.
Jika produksi ubi kayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus
memenuhi kriteria, sebagai berikut berkadar pati tinggi, potensi hasil tinggi,
tahan cekaman biotik dan abiotik, dan fleksibel dalam usahatani dan umur
panen. Dari 16 varietas unggul ubi kayu yang telah dilepas Kementerian
Pertanian hingga saat ini, Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki
karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat
varietas ini adalah daun tidak cepat gugur, adaptif pada tanah ber-pH tinggi
dan rendah, adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan
pertumbuhan gulma, dan dapat dikembangkan pada pola tumpang sari
(Wargiono, 2006).
2. Penyiapan Bibit
Hasil yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan
seragam dengan populasi yang penuh. Kondisi tersebut dapat dicapai bila
bibit yang digunakan memenuhi kriteria tujuh tepat, yaitu waktu, kuantitas,
kualitas, harga, tempat, dan kontinuitas. Faktor penghambat penyediaan bibit
dengan kriteria tersebut adalah varietas unggul ubikayu sulit berkembang
karena mahalnya biaya transportasi bibit, tingkat penggandaan bibit rendah
sehingga insentif bagi penangkar juga rendah, daya tumbuh bibit cepat turun

5
bila penyimpanan lama, dan sebagian besar petani belum memerlukan bibit
berlabel dari penangkar benih. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
sistem penangkaran benih secara insitu baik yang dikelola kelompok tani
maupun yang dikelola petani secara individu.
Sumber bibit ubi kayu berasal dari pembibitan tradisional berupa stek
yang diambil dari tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan dengan kebutuhan
bibit untuk sistem budidaya ubi kayu monokultur adalah 10.000-15.000 stek
tiap hektar (Tim Prima Tani, 2006). Untuk satu batang ubi kayu hanya
diperoleh 10-20 stek sehingga luas areal pembibitan minimal 20% dari luas
areal yang akan ditanami ubi kayu. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan
lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan hasil
ubikayu. Bibit yang dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian
tengah dengan diameter 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan.
3. Metode Pengolahan Lahan
Penyiapan lahan berupa pengolahan tanah bertujuan memperbaiki
struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan menerapkan sistem
konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Tanah yang
baik untuk budidaya ubi kayu adalah tanah yang memiliki struktur gembur
atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan sampai
panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah
terutama pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar
dapat optimal dalam penyerapan hara.
Menurut Tim Prima Tani (2006), tanah sebaiknya diolah dengan
kedalaman sekitar 25 cm, kemudian dibuat bedengan dengan lebar bedengan
dan jarak antarbedengan disesuaikan dengan jarak tanam ubi kayu, yaitu 80-
130 cm x 60-100 cm. Pada lahan miring atau peka erosi, tanah perlu dikelola
dengan sistem konservasi, yaitu tanpa olah tanah, olah tanah minimal, dan
olah tanah sempurna sistem guludan kontur. Pengolahan minimal (secara
larik atau individual) efektif mengendalikan erosi tetapi hasil ubi kayu
seringkali rendah dan biaya pengendalian gulma relatif tinggi. Dalam hal ini
tanah dibajak (dengan traktor 3-7 singkal piring atau hewan tradisional) satu

6
atau dua kali diikuti dengan pembuatan guludan (ridging). Untuk lahan peka
erosi, guludan juga berperan sebagai pengendali erosi maka guludan dibuat
searah kontur.
4. Metode Penanaman
Stek ditanam di guludan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm
dan dalam barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur (Tim Prima
Tani, 2006). Sedangkan jarak tanam ubi kayu untuk sistem tumpangsari
dengan kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau adalah 200 x 100 cm
(Hilman, 2004), dan jarak tanam tanaman sela yang efektif mengendalikan
erosi dan produktivitasnya tinggi adalah 40 cm antar barisan dan 10-15 cm
dalam barisan.
Penanaman stek ubi kayu disarankan pada saat tanah dalam kondisi
gembur dan lembab atau ketersediaan air pada lapisan olah sekitar 80% dari
kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi tersebut dapat menjamin kelancaran
sirkulasi O2 dan CO2 serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga
memacu pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal
dan ditranslokasikan ke dalam umbi secara maksimal pula. Posisi stek di
tanah dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubi kayu. Stek yang
ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15 cm
memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau.
Penanaman stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu pertumbuhan akar
dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi miring
atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi secara merata seperti
stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah.
5. Penggunaan Pupuk Hayati Mikoriza
Mikoriza merupakan asosiasi cendawan tertentu dengan akar tanaman
yang membentuk suatu jalinan interaksi yang kompleks. Cendawan mikoriza
mampu menyerang organ-organ tanaman di bawah tanah, hidup bertahan
dengan unsur-unsur organiknya, tetapi selsel tanaman akan pulih kembali dan
pada gilirannya akan mempersingkat miselium cendawan (Mulyani, 1996).
Santoso (1989), mengemukakan peranan mikoriza adalah mikoriza dapat

7
menangkal peracunan oleh Al dan konsentrasi H+ yang tinggi., mikoriza
meningkatkan kandungan N, K, S, Zn, Cu, Si dan anion-anion, mikoriza
merangsang perkembangan awal bakteri pelarut fosfat pada rizofer dan
mikoriza berinteraksi menguntungkan dengan jasad renik penambat nitrogen
baik yang bersimbiosis maupun yang hidup bebas. Terhadap jasad renik
penyebab penyakit, mikoriza justru berperan sebagai pengendali hayati yang
aktif terutama terhadap serangan patogen akar.
Ubi kayu secara fisiologis memiliki perakaran yang kurang
berkembang. Akibatnya ubi kayu menjadi sangat tanggap dan tertolong
pertumbuhannya dengan adanya cendawan mikoriza arbuskula pada sistem
perakarannya (Howeler, 1983; Mosse, 1981 dalam Santoso, 1989). Pada
penelelitian Oetami dan Agus (2007) menyatakan pemberian P sebanyak 800
kg/ha pada tanaman yang tidak diinokulasi belum mampu menyamai hasil
tanaman yang hanya diinokulasi dengan cendawan mikoriza arbuskula. Hasil
yang sama antara keduanya dicapai pada aras pemberian P sebesar 1000
kg/ha. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu
memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap cendawan mikoriza
arbuskula. Percobaan Howeler dan Sieverding, memperlihatkan pada plot-
plot pertanaman ubi kayu yang diberi perlakuan sterilisasi lahan untuk
membunuh kandungan spora cendawan tersebut ternyata menunjukkan gejala
kekurangan fosfor. Pengaruh tersebut juga terlihat pada tinggi tanaman dan
hasil umbi yang rendah.
Metode atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi di lahan (on
farm production) adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Lahan
Digunakan bedengan berukuran 25 m2 untuk menghasilkan 4000 kg
inokulum berupa campuran tanah, spora dan akar terinfeksi, dan dipilih
lahan yang kurang subur yang dekat dengan areal penanaman.
b. Sterilisasi Lahan
Pada lahan di atas disebarkan 50- 60 dazomet granuler/m2, diaduk
merata, lalu disiram air untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup

8
plastik. Perlakuan berikutnya adalah pencangkulan, selain untuk
meratakan hasil, juga untuk menguapkan sisa fumigasi. Lima hari
kemudian bedeng dapat digunakan.
c. Inokulasi
Pada tiap lubang yang dibuat, diberikan starter inokulum dari jenis
cendawan mikoriza yang akan dikembangbiakkan. Tanaman inang berupa
jagung. Untuk menjamin terjadinya infeksi pada media pengecambahan
dapat diberi inokulum sebagai perlakuan prainokulasi sebelum ditanam di
bedeng perbanyakan.
d. Multiplikasi
Perawatan tanaman diperlukan selama pertumbuhan tanaman di
lahan atau bedeng pembiakan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan
atau betina) sebaiknya digunting agar tanaman dapat merangsang
terbentuknya spora mikoriza di lahan tersebut.
e. Panen Inoculum
Setelah tanaman inang mengering, tanah bedeng tersebut sudah
dapat digunakan sebagai inokulum. Pengambilan tanah sebagai inokulum
dilakukan hingga kedalaman sebatas lapisan olah yang telah dilakukan
sebelumnya (20-30 cm).
f. Pemakaian Hasil
Hasil panen dapat langsung diaplikasikan pada tanaman ubi kayu
dengan dosis 100 g/tanaman. Stek ubi kayu ditanamkan pada lubang
tersebut tepat di atas permukaan inokulum yang diberikan.
6. Pengendalian OPT
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) mencakup hama,
penyakit, dan gulma secara terpadu.
a. Pengendalian Hama Secara Terpadu
1) Identifikasi Jenis Hama
Hama utama yang sering menyerang tanaman ubi kayu adalah
tungau merah (Tetranychus urticae), kutu putih, dan uret.
2) Memadukan Teknik Pengendalian

9
a) Mengusahakan tanaman tumbuh sehat.
b) Pengendalian secara hayati dengan memanfaatkan musuh alami
(predator atau pemangsa, parasit, dan patogen) yang ada pada
ekosistem setempat.
c) Penanaman varietas tahan atau agak tahan.
d) Pengendalian secara fisik dan mekanis dengan cara menyemprot
beberapa kali dengan air agar tung au tercuci bersama air.
e) Pengendalian secara kimiawi menggunakan acarisida dikofol,
chlorfenapir, fenpropathrin, azocyclotin, propagate, fenpyroximate,
dan fenazaquim.
b. Pengendalian Penyakit Secara Terpadu
Penyakit mengganggu dan menghambat metabolisme dan
pertumbuhan, sehingga menurunkan populasi tanaman, menurunkan hasil
panen, dan mutu bibit (stek).
1) ldentifikasi Jenis Penyakit
Penyakit penting pada ubi kayu adalah bercak daun, hawar
bakteri, busuk pangkal batang dan umbi.
2) Memadukan Teknik Pengendalian
a) Mengusahakan tanaman tumbuh sehat.
b) Menghindari penggunaan lahan yang pernah terjadi penularan
penyakit.
c) Menanam varietas unggul yang tahan terhadap penyakit penting
seperti UJ 5, Adira 4, Malang 4, dan Malang 6.
d) Menanam bibit sehat. Bibit sehat dapat diperoleh dari tanaman induk
yang tidak terserang hama penyakit di bag ian batangnya atau
merendam stek dalam air hangat (suhu sekitar 50°C) atau larutan
fungisida atau insektisida sebelum tanam (terutama untuk bibit yang
diprediksi membawa sumber penyakit).
e) Tindakan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit
terbawa stek, atau mengendalikan penyakit tular tanah, terutama di
areal endemik penyakit.

10
f) Menyingkirkan seluruh residu tanaman dari areal dan dibakar.
c. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
1) ldentifikasi Jenis Gulma
Gulma pada ubi kayu seperti rumput, teki, dan gulma berdaun
lebar perlu diidentifikasi untuk menentukan tingkat kepadatan gulma
sehingga dapat menetapkan cara dan waktu pengendalian.
2) Taktik dan Teknik Pengendalian
a) Cara mekanis umumnya dibabat (dipotong) dengan sabit, gulma juga
dapat dijadikan pakan hijauan ternak ruminansia.
b) Cara kultur teknis bersamaan dengan pengolahan tanah dengan
bajak, garu dan pengguludan, gulma dapat dibenamkan ke dalam
tanah sebagai penambah bahan organik.
c) Cara kimiawi (herbisida), kombinasi penyemprotan herbisida
sistemik dengan glifosat disusul dengan penyemprotan herbisida
kontak berbahan aktif paraquat efektif mengendalikan gulma,
sehingga tanaman hingga berumur 2 bulan relatif be bas dari gulma.
3) Prinsip Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dilakukan pada saat pengolahan tanah,
kemudianpada umur 1,5-2 bulan dan 3 bulan. Periode kritis tanaman
terhadap gulma adalah sampai berumur 3 bulan. Setelah periode
tersebut, tajuk ubi kayu telah menutup ruang secara sempurna, sehingga
gulma tidak berkembang.
7. Pengairan dan Pembuatan Saluran Drainase
Periode kritis tanaman ubi kayu terhadap kekeringan adalah 3 bulan
pertama setelah tanam dan fase pembesaran umbi (sekitar umur 7 bulan).
Saluran drainase diperlukan terutama pada musim hujan untuk mencegah
terjadinya genangan air. Pada Iahan kering yang memungkinkan pengairan
dengan pompa pada musim kemarau akan membantu meningkatkan
produktivitas.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Singkong (Manihot esculenta) merupakan makanan pokok ketiga setelah
padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh
sepanjang tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap kondisi berbagai tanah. Tanaman ini memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap. Kandungan kimia dan zat gizi pada singkong adalah karbohidrat,
lemak, protein, serat makanan, vitamin (B1, C), mineral (Fe, F, Ca), dan zat non
gizi, air. Selain itu, umbi singkong mengandung senyawa non gizi tanin.
Peningkatan hasil tanaman singkong perlu dilakukan untuk dapat memenuhi
banyaknya minat konsumsi masyarakat. Adapun cara yang dapat dilakukan
adalah dengan penggunaan varietas unggul, penyiapan bibit, metode pengolahan
lahan, metode penanaman, penggunaan pupuk hayati mikoriza, pengendalian
OPT (hama, penyakit, dan gulma), pengairan dan pembuatan saluran drainase.

B. Kritik dan Saran


Penulis mengharapkan bahwa makalah ini dapat menjadi sumber bacaan
dan bermanfaat bagi para pembaca. Apabila terdapat kesalahan dalam
penulisannya diharapkan para pembaca memberikan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki kesalahan yang ada agar makalah ini dapat lebih baik untuk
kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Herbarium Medanense. 2016. Identifikasi Tumbuhan. Medan: Herbarium


Medanense. Sumatra Utara.

Hilman, Y., A. Kasno, dan N. Saleh. 2004. Kacang-kacangan dan Umbi-umbian:


Kontribusi terhadap Ketahanan pangan dan Perkembangan
Teknologinya. Dalam: Makrim, dkk (penyunting). Inovasi Pertanian
Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor; 95-132 hlm.

Muchtadi, Tien R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
IPB.

Oetami, D.H., Agus M.P. 2007. Teknologi Budidaya Ubikayu Menggunakan


Pupuk Hayati Mikoriza. AGRITECH. IX (1): 79-93.

Radjit BS, Saleh N, Subandi, Ginting E. 2008. Teknologi produksi ubi kayu
mendukung industri bioetanol. Bul Palawija. 16:57-66.

Saleh N, Widodo Y. 2007. Profil dan peluang pengembangan ubi kayu di


Indonesia. Bul Palawija. 14:69-78.

Santoso, D.A. 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular-


Arbuskular. Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 59 h.

Soenarso, Soehardi. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan.


Bandung: ITB.

Suprapti, Lies. 2005.Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.


Yogyakarta: Kanisius.

Suwandi, Nuryati L., Noviyanti, Waryanto B, Widaningsih R. 2015. Outlook


Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.

Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis
Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hlm.

Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu


Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor; 42 hlm.

13

Anda mungkin juga menyukai