DosenPendamping :
Dedi Irawandi, S.Kep.,Ns, M.Kep
Disusun :
Fera Indah Nofitayanti
1820019
Hari : Senin
Disusun Oleh :
1820019
Pendamping Akademik
2. Etiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri gram
positif anaerob, clostridium tetani, dengan mula- mula 1 minggu
hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh
yang mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U.2012)
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit yang manifestasi klinis
utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas
ganggren, dipteri, botulisme) (Perlstein D. 2010)
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
benda asing atau sepsi dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedaan (Parry CM,dkk. 2010)
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bermigrasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan di produksi dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh melali peredaran darah dan sistem limpa. Toksin
tersebut akan beraktivitas pada tempat- tempat tertentu seperti pusat
sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis yang ditimbulkan dari toksin
tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter
sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontol. Akibat dari tetanus
adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut
lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan
wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan
rasio kematian sangatlah tinggi (Martinko JM,dkk. 2012)
3. WOC
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekuatan otot setempat,
trismus sampai kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus
sampai kejang disebut awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap
prognostik.
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu :
Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang
ringan dengan angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi
kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot
disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa
inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala
atau otot media kronis. Gejalanya berupa trimus, disfagia, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus safal jarang
terjadi , dapat berkembang menjadi tetanus umum dan
prognosisnya biasanya jelek.
Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis
dapat berupa trismus, iritable, kekuatan leher, susah menelan,
kekuatan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan
serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta
kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebakan oleh
adanya infeksi tali pusat,umunya karena tehnik pemotongan tali
pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi yang
adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidak mampuan untuk
menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekauan dan spasme.
Posisi tubuh klasik : trimus, kekuatan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi, jari mengepal,
ektremitas bawah hiperektensi dengan dorsofleksi pada
pergelangan dan fleksi jari- jari kaki. Kematian biasanya
disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi dan
kegagalan jantung paru.
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albert’s :
Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekuatan umum, spasme tidak
ada,disfagia tidak ada atau ringan,tidak ada gangguan respirasi
Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar,
takipneu dan disfagia ringan
Drajat III (berat)
Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, aponeic
spell, disfagia berat, takikardi dan peningkatan aktivitas sistem
otonomi
Derajat IV (sangat berat)
Derajat III diseratai gangguan otonomik yang berat meliputi
sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau
hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat.
Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau
penyebab iatrogenik. Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari
ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus berat meliputi
derajat III dan IV.
5. Komplikasi
Pada keadaan yang berat akan timbul komplikasi seperti :
- Respirasi : henti napas pada saat kejang- kejang terutama akibat
rangsangan pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret
pada saat atau setelah kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi
pneumoni, atelektase atau abses paru
- Cardiovaskuler : hipertensi, takikardi dan aritmia oleh karena
rangsangan sympatis yang lain.
- Tulang/otot : fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot
perut dan quardriceps femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi
mystis ossificam.
- Metbolisme : hiperpireksi
6. Pemeriksaan Penunjang
1. pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam
diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai-
nilai yang spesifik : leokosit dapat normal atau dapat meningkat
2. pemeriksaan Mikrobiologi
bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis
kemudia dibiarkan pada kultur darah atau kaldu daging. Tetapi
pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30 % kasus ditemukan
clostridium tetani.
3. Pemeriksaan cairann serebrospinalis dalam batas normal,
walaupun kadang – kadang di dapatkan tekanan meningkat akibat
kontraksi otot
4. Pemeriksaan elektrosenefalogram adalah normal dan pada
pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik
5. EKG interval CT menunjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
6. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfatdalam serum meningkat.
7. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada
jaringan subkutan atau batas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
7. Penatalaksanaan Medis
Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas
Anti kejang/ antikonvulsan
- Fenobarbital (luminal) 3x100mg/1.M.
- Klorpromasin 3x25mg/1.M/hari, untuk anak- anak mula-
mula 4-6 mg/kg BB.
- Diazepam 0,5-1,0mg/ kg BB/1.M/4 jam, dll
Antibiotik
Penizilin prokain atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V
Nama : Ny. F
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
2. Keadaan Umum
Suhu : 38oC
RR : 26 x/menit
BB : 52 kg
TB : 160 cm
2. Diagnosa Keperawatan
3. Analisis Data
5. DS: pasien enggan Salah satu syaraf di otak terganggu Gangguan rasa
berkomunikasi dg orang percaya diri.
lain.
4. Intervensi Rasional
No Intervensi Rasional
.
1. Mandiri
1. Anjurkan keluarga agar menahan 1. Agar pasien tidak terjatuh dari tempat tidur
tubuh pasien saat kejang saat pasien mengalami kejang
2. Anjurkan keluarga untuk 2. Melindungi pasien agar tidak menggigit
memasang sendok ke mulut lidahnya sendiri saat terjadi kejang
pasien saat pasien kejang
Criteria hasil: AGD normal, tidak ada suara nafas ronkhi, tidak ada sputum.
Intervensi:
No Intervensi Rasional
.
1. Mandiri:
Criteria hasil: tidak sesak nafas, RR dalam rentang normal, tidak ada retraksi
dinding dada, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.
Intervensi:
1. Monitor irama nafas & RR. 1. Adanya kelainan pada pernafasan dapat
dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,
2. Berikan posisi semi fowler.
kemampuan & irama nafas.
3. Observasi tanda & gejala sianosis. 2. Posisi semi fowler dapat memberikan
rasa nyaman bagi klien & salah satu cara
untuk melancarkan jalan nafas.
3. Sianosis merupakan tanda
ketidakadekuaan perfusi O2 pada jaringan
tubuh perifer.
Kolaborasi:
Intervensi:
2. Kolaborasi:
Tujuan: pasien tidak lagi malu untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Criteria hasil: pasien menunjukkan sikap kooperatif saat diperiksa atau diajak
bicara.
Intervensi:
Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak bersemangat, mampu melakukan
aktivitas rutin dan memenuhi KDM tanpa bantuan orang lain.
Intervensi:
Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output normal.
Intervensi:
Criteria hasil: pasien tidak mengeluh sakit saat BAB, konsistensi BAB lunak.
Intervensi:
2. Kolaborasi:
Intervensi:
2. Kolaborasi:
5. Evaluasi
https://id.scribd.com/doc/40323047/LP-SLE
https://felinairawati20.blogspot.com/2018/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
https://id.scribd.com/document/251239437/laporan-pendahuluan-sle
https://www.academia.edu/20618299/ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITA
S
https://academia.edu/38153956/ASKEP_SLE_doc