Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN PENYAKIT TETANUS

DosenPendamping :
Dedi Irawandi, S.Kep.,Ns, M.Kep

Disusun :
Fera Indah Nofitayanti
1820019

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020/2021


LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan

Gadar pada penyakit Tetanus

Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Dosen Akademik

Hari : Senin

Tanggal : 20 Desember 2020

Disusun Oleh :

Fera Indah Nofitayanti

1820019

Pendamping Akademik

Dedi Irawandi, S.Kep.,Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP PENYAKIT


1. Definisi

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh


neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani dengan spasme
otot yang periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetasnospasmin merupakan neurotiksin yang di produksi oleh
clostridium tetani. Tetanus disebut juga dengan “seven day disaese”.
Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian
dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang
mengandung bakteri. Imunasasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena
terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat
(Smeltzer,2010)

Tetanus merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf


pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh
clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk
kedalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi
telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh
kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara
lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme
dari otot bergaris.

2. Etiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri gram
positif anaerob, clostridium tetani, dengan mula- mula 1 minggu
hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh
yang mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U.2012)
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit yang manifestasi klinis
utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas
ganggren, dipteri, botulisme) (Perlstein D. 2010)
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
benda asing atau sepsi dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedaan (Parry CM,dkk. 2010)
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bermigrasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan di produksi dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh melali peredaran darah dan sistem limpa. Toksin
tersebut akan beraktivitas pada tempat- tempat tertentu seperti pusat
sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis yang ditimbulkan dari toksin
tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter
sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontol. Akibat dari tetanus
adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut
lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan
wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan
rasio kematian sangatlah tinggi (Martinko JM,dkk. 2012)
3. WOC
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekuatan otot setempat,
trismus sampai kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus
sampai kejang disebut awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap
prognostik.
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu :
 Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang
ringan dengan angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi
kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot
disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
 Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa
inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala
atau otot media kronis. Gejalanya berupa trimus, disfagia, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus safal jarang
terjadi , dapat berkembang menjadi tetanus umum dan
prognosisnya biasanya jelek.
 Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis
dapat berupa trismus, iritable, kekuatan leher, susah menelan,
kekuatan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan
serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta
kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
 Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebakan oleh
adanya infeksi tali pusat,umunya karena tehnik pemotongan tali
pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi yang
adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidak mampuan untuk
menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekauan dan spasme.
Posisi tubuh klasik : trimus, kekuatan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi, jari mengepal,
ektremitas bawah hiperektensi dengan dorsofleksi pada
pergelangan dan fleksi jari- jari kaki. Kematian biasanya
disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi dan
kegagalan jantung paru.
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albert’s :
 Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekuatan umum, spasme tidak
ada,disfagia tidak ada atau ringan,tidak ada gangguan respirasi
 Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar,
takipneu dan disfagia ringan
 Drajat III (berat)
Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, aponeic
spell, disfagia berat, takikardi dan peningkatan aktivitas sistem
otonomi
 Derajat IV (sangat berat)
Derajat III diseratai gangguan otonomik yang berat meliputi
sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau
hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat.
Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau
penyebab iatrogenik. Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari
ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus berat meliputi
derajat III dan IV.

5. Komplikasi
Pada keadaan yang berat akan timbul komplikasi seperti :
- Respirasi : henti napas pada saat kejang- kejang terutama akibat
rangsangan pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret
pada saat atau setelah kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi
pneumoni, atelektase atau abses paru
- Cardiovaskuler : hipertensi, takikardi dan aritmia oleh karena
rangsangan sympatis yang lain.
- Tulang/otot : fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot
perut dan quardriceps femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi
mystis ossificam.
- Metbolisme : hiperpireksi

6. Pemeriksaan Penunjang
1. pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam
diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai-
nilai yang spesifik : leokosit dapat normal atau dapat meningkat
2. pemeriksaan Mikrobiologi
bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis
kemudia dibiarkan pada kultur darah atau kaldu daging. Tetapi
pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30 % kasus ditemukan
clostridium tetani.
3. Pemeriksaan cairann serebrospinalis dalam batas normal,
walaupun kadang – kadang di dapatkan tekanan meningkat akibat
kontraksi otot
4. Pemeriksaan elektrosenefalogram adalah normal dan pada
pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik
5. EKG interval CT menunjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
6. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfatdalam serum meningkat.
7. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada
jaringan subkutan atau batas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

7. Penatalaksanaan Medis
 Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas
 Anti kejang/ antikonvulsan
- Fenobarbital (luminal) 3x100mg/1.M.
- Klorpromasin 3x25mg/1.M/hari, untuk anak- anak mula-
mula 4-6 mg/kg BB.
- Diazepam 0,5-1,0mg/ kg BB/1.M/4 jam, dll
 Antibiotik
Penizilin prokain atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA PENYAKIT


TETANUS
1. PENGKAJIAN

1. Identitas/ biodata klien

Nama : Ny. F

Tempat/tgl lahir : Surabaya, 15 September 1954

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa

 Keluhan utama: kejang

1. Riwayat Kesehatan Sekarang : Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan


kejang. Keluarga klien mengatakan pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu.
Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu terakhir. Berdasarkan
keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien pernah mengalami luka
robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun
yang lalu pasien pernah mempunyai luka robek akibat terkena patahan kayu.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.
4. Keadaan Lingkungan : Pasien bertempat tinggal di daerah yang kurang
bersih.

2. Keadaan Umum

Suhu                            : 38oC

Nadi                            : 116 x/menit

Tekanan darah : 120/90 mmHg

RR                               : 26 x/menit

BB                               : 52 kg

TB                               : 160 cm

3. Review of Sistem (ROS)

B1 (breathing): takipnea, RR= 26 x/menit

B2 (blood): disritmia, febris.

B3 (brain): kelemahan fisik, kelumpuhan salah satu saraf otak.

B4 (bladder): retensi urine (oliguria)

B5 (bowel): konstipasi akibat menurunnya gerak peristaltic usus

B6 (bone): sulit menelan.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di


system saraf di otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot pernafasan.
4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).
5. Gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan berbicara.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.
7. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang daan oliguria.
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic usus.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot
pengunyah.

3. Analisis Data

No. Data Etiologi MK


1. DS: Pasien sering Tetanus Kejang
mengeluh pening diikuti
dengan kejang-kejang Proliferasi clostridium tetani ke
pembuluh darah
DO: Pasien sering terlihat
kejang oleh keluarga Toksin dari clostridium tetani
menyebar ke system saraf di otak
melalui pembuluh darah

Toksin menimbulkan reaksi di


system saraf di otak dan
menyebabkan kejang
2. DS: Pasien mengeluh Spasme otot faring Bersihan jalan
batuk. nafas tidak efektif.
Akumulasi sputum di trakea
DO: Ronkhi, batuk tidak
efektif disertai sputum Ronkhi
atau lender, hasil lab
menunjukkan AGD  
abnormal (asidosis
respiratorik).
3. DS: Pasien sesak nafas. Kekakuan otot faring Pola nafas tidak
teratur
DO: RR= 26 x/menit, ada  
retraksi dinding dada, ada
pernafasan cuping Sesak nafas
hidung.
4. DS: pasien demam Infeksi toksin C.tetani Hipertermi

DO: suhu= 38oC, hasil Suhu tubuh meningkat


lab sel darah putih
(leukosit)= 14.000 mm3.

 
5. DS: pasien enggan Salah satu syaraf di otak terganggu Gangguan rasa
berkomunikasi dg orang percaya diri.
lain.

DO: pasien kesulitan Kesulitan berbicara


berbicara.
6. DS: pasien mengaku Sering kejang Intoleransi
badannya lemas. aktivitas.
Kondisi lemah
DO: kondisi pasien
lemah. Kurang bisa memenuhi kebutuhan
shari-hari
7. DS: pasien jarang sekali Sering kejang Resiko
BAK. ketidakseimbangan
oliguria & intake cairan kurang cairan & elektrolit.
DO: output pasien
munurun, intake cairan keseimbangan cairan elektrolit
juga menurun terganggu
8. DS: pasien mengeluh Sering kejang Konstipasi
tidak bisa BAB
Gerak peristaltik usus menurun
DO: pasien sudah 6 hari
tidak BAB.  Jarang BAB
9. DS: pasien mengeluh Kejang Perubahan nutrisi
tidak bisa menguyah kurang dari
makanan. Spasme otot pengunyah kebutuhan.

DO: makanan pasien Tidak bisa makan


tidak di habiskan.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan

4. Intervensi Rasional

1. Diagnose: kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium


tetani di system saraf di otak

Tujuan : tidak terjadi kejang

Criteria hasil: frekuensi kejang berkurang,pasien lebih tenang


Intervensi:

No Intervensi Rasional
.
1. Mandiri  

1. Anjurkan keluarga agar menahan 1. Agar pasien tidak terjatuh dari tempat tidur
tubuh pasien saat kejang saat pasien mengalami kejang
2. Anjurkan keluarga untuk 2. Melindungi pasien agar tidak menggigit
memasang sendok ke mulut lidahnya sendiri saat terjadi kejang
pasien saat pasien kejang

2. Kolaborasi Obat anti kejang dapat membantu pasien untuk


segera lepas dari masa kejangnya dan
Memberikan obat anti kejang kepada menenangkan pasien
pasien

2. Diagnose: bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumlasi


sputum.

Tujuan: jalan nafas efektif.

Criteria hasil: AGD normal, tidak ada suara nafas ronkhi, tidak ada sputum.

Intervensi:

No Intervensi Rasional
.
1. Mandiri:  

1. Bebaskan jalan nafas dengan 1. Bila kepala ekstensi dapat meluruskan


memberikan posisi kepala sal.pernafasan sehingga proses respirasi
ekstensi. tetap berjalan lancar.
2. Lakukan pemerikasaan fisik 2. Amati adanya ronkhi atau tidak, karena
khususnya auskultasi tiap 2-4 jam ronkhi menunjukkan adanya gangguan
sekali. pernafasan.
3. Lakukan suction. 3. Untuk mengeluarkan secret.
4. Observasi TTV tiap 2 jam. 4. Adanya dispnea adalah indikasi adanya
gangguan pada system pernafasan.

2. Kolaborasi: Obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang


kental sehingga mudah dikeluarkan.
Berikan obat pengencer secret atau
mukolitik.

3. Diagnose: pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas


tergaggu akibat spasme otot pernafasan.

Tujuan: pola nafas teratur daan normal.

Criteria hasil: tidak sesak nafas, RR dalam rentang normal, tidak ada retraksi
dinding dada, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Monitor irama nafas & RR. 1. Adanya kelainan pada pernafasan dapat
dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,
2. Berikan posisi semi fowler.
kemampuan & irama nafas.
3. Observasi tanda & gejala sianosis. 2. Posisi semi fowler dapat memberikan
rasa nyaman bagi klien & salah satu cara
untuk melancarkan jalan nafas.
3. Sianosis merupakan tanda
ketidakadekuaan perfusi O2 pada jaringan
tubuh perifer.

  Kolaborasi:  

1. Anjurkan klien untuk melakukan 1. Kompensasi tubuh thd gangguan proses


difusi & perfusi jaringan dapat
pemeriksaan gas darah.
mengakibatkan asidosis respiratorik.
2. Berikan oksigenasi. 2. Mencegah terjadinya hipoksia.

4. Diagnose: hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).

Tujuan: suhu tubuh normal.


Criteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, hasil lab sel darah putih dalam
rentang normal (5.000-10.000 mm3).

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Anjurkan klien banyak minum. 1. Cairan merupakan kompresi badan dari


demam.
2. Berikan kompres dingin.
2. Kompres dingin merupakan salah satu
3. Pantau suhu tiap 2 jam. cara untuk menurunkan suhu tubuh dg
proses konduksi.
4. Bila ada luka, berikan tindakan
3. Identfikasi perkembangan gejala kearah
aseptic dan antiseptic. syok.
4. Perawatan luka yang benar,
mengeliminasi toksin yang masih berada
di sekitar luka.

2. Kolaborasi:  

1. Laksanakan program pengobatan 1. Antibiotic untuk meminimalkan


penyebaran kuman yang menyebabkan
antibiotic dan antipiretik.
infeksi. Antipiretik untuk menurunkan
2. Pemeriksaan lab sel darah putih demam akibat infeksi.
2. Ntuk mengetahui perkembangan
secara berkala.
pengobatan yang diberikan.

5. Diagnose: gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan


berbicara.

Tujuan: pasien tidak lagi malu untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Criteria hasil: pasien menunjukkan sikap kooperatif saat diperiksa atau diajak
bicara.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Berikan penjelasan pada klien 1. Edukasi bertujuan agar klien memahami


sakit yang diderita, dan mampu menerima
tentang penyakit yang dialami.
kondisi yang dimiliki sekarang dengan
2. Anjurkan klien dan keluarga
lapang dada.
untuk sering berkomunikasi.
2. Untuk mengembalikan fungsi otot-otot
3. Berikan support pada klien untuk lidah seperti semula.
3. Support yang diberikan akan membuat
terus berlatih berbicara.
klien merasa bahwa dirinya pasti bisa
pulih kembali dengan banyak berlatih.

6. Diagnose: intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.

Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas rutin.

Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak bersemangat, mampu melakukan
aktivitas rutin dan memenuhi KDM tanpa bantuan orang lain.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Bantu klien untuk memenuhi 1. KDM tetap harus dipenuhi meskipun


KDM selama klien masih lemah.
dalam kondisi lemah.
2. Minta keluarga untuk membantu
klien dalam melakukan aktifitas 2. Untuk melatih tonus otot klien agar
sehari-hari.
kembali normal.
3. Anjurkan klien untuk banyak
makan dan banyak minum. 3. Mengganti energy yang banyak hilang.

7. Diagnose: resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan intake yang kurang dan oliguria.

Tujuan: cairan dan elektrolit seimbang.

Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Anjurkan klien banyak minum 1. Membantu menyeimbangkan cairan tubuh.


2. Turgor kulit baik menunjukkan
(8-10 gelas/hari). keseimbangan cairan dan elektrolit juga
2. Pantau turgor kulit. baik.

8. Diagnose: konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic


usus.

Tujuan: pasien bisa BAB dengan lancar.

Criteria hasil: pasien tidak mengeluh sakit saat BAB, konsistensi BAB lunak.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  

1. Anjuran klien banyak minum. 1. Banyak minum membantu melunakkan


feses.
2. Anjurkan minum yang hangat-
2. Minum yang hangat membantu
hangat. melunakkan feses.

2. Kolaborasi:  

1. Berikan obat laksatif. 1. Untuk melancarkan BAB.


2. Berikan diet tinggi serat. 2. Makanan tinggi serat membantu
melancarkan BAB.

9. Diagnose: perubahan nutris kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


spasme otot pengunyah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Criteria hasil: intake adekuat, makanan selalu dihabiskan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:  
1. Jelaskan pada klien penyebab 1. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat
kesulitan makan dan pentingnya diharapkan klien dapat berpartisipasi dan
makanan bagi tubuh. kooperatif terhadap program diet.

2. Kolaborasi:  

1. Berikan diet TKTP cair, lunak, 1. Disesuakan dg keadaan klien, kemampuan


dan bubur kasar. mengunyah dan tingkat membuka mulut.
2. Berikan cairan IV line. 2. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Lakukan pemasangan NGT bila 3. Berfungsi sebagai jalan masuknya makanan
perlu. dan pemberian obat.

5. Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas efektif.


2. Pola nafas tertaur.
3. Suhu tubuh normal.
4. Tidak adanya gangguan rasa percaya diri.
5. Mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan.
6. Cairan dan elektrolit tubuh seimbang.
7. Tidak adanya konstipasi.
8. Nutrisi terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/40323047/LP-SLE
https://felinairawati20.blogspot.com/2018/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
https://id.scribd.com/document/251239437/laporan-pendahuluan-sle
https://www.academia.edu/20618299/ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITA
S
https://academia.edu/38153956/ASKEP_SLE_doc

Anda mungkin juga menyukai