Tugasfarmakologi Kelompok10
Tugasfarmakologi Kelompok10
KAJIAN TEORI
PENGUJIAN PRE-KLINIK SEDIAAN FITOFARMAKA
Dosen Pengampu :
Rini Hamsidi S.Farm., M.Farm., Apt.
Disusun Oleh :
D4 PENGOBAT TRADISIONAL
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
1. Uji Pra Klinik
1.1. Definisi
Uji praklinik merupakan penelitian eksperimental yang dapat
dikerjakan secara in vivo maupun in vitro dengan menggunakan berbagai
spesies hewan coba. Setiap jenis uji praklinis hanya dapat dibenarkan untuk
dikerjakan jika ada petunjuk bahwa uji praklinik dimaksud dapat
terselesaikan secara tuntas oleh pelaku dan fasilitas yang kompeten.
(Kementerian Kesehatan, 2000)
Uji pra klinik bisa disebut juga studi/ pengembangan/ penelitian
praklinik/ non-klinik, yaitu tahap penelitian yang terjadi sebelum uji klinik
atau pengujian pada manusia. Uji pra klinik dilakukan dengan menggunakan
senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu
harus diuji dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum obat
baru ini dapat dicobakan pada manusia dibutuhkan waktu beberapa tahun
untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek
toksiknya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya uji pra klinik pada pengembangan obat baru
adalah :
a. Memprediksi efek farmakologi obat terhadap manusia
b. Memprediksi efek toksikologi obat terhadap manusia
c. Memprediksi efek farmakokinetika obat terhadap manusia
d. Skrining awal untuk penentuan dosis dan formulasi obat
1.3. Prinsip
Dalam pelaksanan uji pra klinik harus membuat dan menyesuaikan
protokol dengan prinsip standar yang berlaku secara ilmiah dan etik
penelitian kesehatan.
a. Respect
Menghormati hak dan martabat makhluk hidup, kebebasan memilih
dan berkeinginan, serta bertanggung jawab terhadap dirinya, termasuk di
dalamnya hewan coba.
b. Beneficiary
Bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain, manfaat yang didapatkan
harus lebih besar dibandingkan dengan risiko yang diterima.
c. Justice
Bersikap adil dalam memanfaatkan hewan percobaan. Contoh sikap tidak
adil, antara lain hewan disuntik/ dibedah berulang untuk menghemat
jumlah hewan, memakai obat euthanasia yang menimbulkan rasa nyeri
karena harga yang lebih murah.
(World Medical Association Declaration of Helsinki, 2008)
2. Ethical Clearence Terkait Hewan Coba
2.1. Definisi
Ethical Clearance (EC) atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis
yang diberikan oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) untuk riset
yang melibatkan makhluk hidup yang menyatakan bahwa suatu proposal riset
layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Dilain pihak,
persetujuan dari Komisi Ethical Clearance dalam suatu penelitian sangat
diperlukan dalam publikasi jurnal ilmiah nasional ataupun international.
Penelitian yang membutuhkan Ethical Clearance (EC) pada dasarnya
adalah seluruh penelitian/riset yang menggunakan makhluk hidup sebagai
subyek penelitian, baik penelitian yang melakukan pengambilan spesimen
ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset yang
dimaksud adalah penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik,
alat biologik serta penelitian epidemiologik, sosial dan psikososial.
(Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan UNAIR)
2.2. Fungsi
a. Bagi subjek penelitian
Untuk kepastian perlindungan hak
b. Bagi peneliti
Menghindari pelanggaran etik
Publikasi ilmiah di jurnal internasional
Pencairan dana penelitian
2.3. Prinsip
a. Replacement
Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan
oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement
terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan perco-baan
dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong, hewan dari
ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan
kultur sel, jaringan, atau program komputer).
b. Reduction
Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian
sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah
minimum biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1)
>15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah
kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit
kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan,
serta sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain
statistik yang tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih.
c. Refinement
Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara
manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti
hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga
menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.
(Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan Depkes RI, 2006)
2.4. Prosedur Pengajuan
2.4.1. Pemberian Ethical Clearance
Penelitian yang membutuhkan Ethical Clearance berupa :
a. Semua penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian, juga hewan serta bahan biologik tersimpan (BBT)
b. Penelitian dalam bidang farmasetik, radiofarmasi, tanaman obat,
rekam medis, perilaku sosial, psikososial, dan penelitian sejenisnya
di bidang sosial dan alam.
3. Hewan Uji Pra Klinik
3.1. Etika Penanganan Hewan Coba
Pengujian dengan hewan coba harus memperhatikan aspek perlakuan yang
manusiawi terhadap hewan-hewan tersebut, sesuai dengan prinsip 5F
(Freedom) :
1. Freedom from Hunger and Thirst
Bebas dari rasa lapar dan haus dengan memberikan akses makanan
dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan
komposisi nutrisi untuk kesehatannya. Makanan dan air minum memadai
dari kualitas, dibuktikan melalui analisa proximate makanan, analisis mutu
air minum, dan uji kontaminasi secara berkala. Analisis pakan hewan
untuk mendapatkan komposisi pakan, menggunakan metode standar.
(Ridwan, 2013)
2. Freedom from Discomfort
Bebas dari rasa tidak nyaman disediakan lingkungan bersih dan paling
sesuai dengan biologi hewan percobaan yang dipilih, dengan perhatian
terhadap: siklus cahaya, suhu, kelembaban lingkungan, dan fasilitas fisik
seperti ukuran kandang untuk kebebasan bergerak, kebiasaan hewan untuk
mengelompok atau menyendiri. (Ridwan, 2013)
3. Freedom from Injury, Pain, and Diseases
Bebas dari rasa nyeri, trauma, dan penyakit dengan menjalankan
program kesehatan, pencegahan, dan peman-tauan, serta pengobatan
tehadap hewan percobaan jika diperlukan. Penyakit dapat diobati dengan
catatan tidak mengganggu penelitian yang sedang dijalankan. Bebas dari
nyeri diusahakan dengan memilih prosedur yang memini-malisasi nyeri
saat melakukan tindakan invasif, yaitu dengan menggunakan analgesia
dan anesthesia ketika diperlukan. Euthanasia dilakukan dengan metode
yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau
bahkan meniadakan penderitaan hewan coba. (Ridwan, 2013)
4. Freedom from Fear and Distress
Bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang ,dengan menciptakan
lingkungan yang dapat mencegah stress, misalnya memberikan masa
adaptasi/aklimatisasi, mem-berikan latihan prosedur penelitian untuk
hewan. Semua prosedur dilakukan oleh tenaga yang kompeten, terlatih,
dan berpengalaman dalam merawat/memperlakukan hewan percobaan
untuk meminimalisasi stres. (Ridwan, 2013)
5. Express Natural Behaviour
Bebas mengekspresikan tingkah laku alami dengan memberikan ruang
dan fasilitas yang sesuai dengan kehidupan biologi dan tingkah laku
spesies hewan percobaan. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan
sarana untuk kontak sosial (bagi spesies yang bersifat sosial), termasuk
kontak sosial dengan peneliti; menempatkan hewan dalam kandang secara
individual, berpasangan atau berkelompok; memberikan kesempatan dan
kebebasan untuk berlari dan bermain. (Ridwan, 2013)
3.2. Kriteria Hewan Uji
Pada prinsipnya jenis hewan yang digunakan untuk uji harus
dipertimbangkan berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang
serupa dengan manusia, kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara
penanganan sewaktu dilakukan percobaan. Hewan pengerat merupakan jenis
hewan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas, sehingga paling banyak
digunakan pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat; asal, jenis
dan galur, jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya
digunakan hewan muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%.
Adapun kriteria hewan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
3
Sedangkan untuk kategori bahan kimia seperti pestisida menurut
Thirteenth Addendum to The OECD Guidelines for The Testing of
Chemicals (2001)
(PerKBPOM, 2014)
Uji Pendahuluan
Tujuan dari uji pendahuluan adalah mencari dosis awal
yang sesuai untuk uji utama. Dosis awal pada uji pendahuluan
dapat dipilih dari tingkatan fixed dose: 5, 50, 300 dan 2000
mg/kg BB sebagai dosis yang diharapkan dapat menimbulkan
efek toksik. Pemeriksaan menggunakan dosis 5000 mg/kg
hanya dilakukan bila benar-bena diperlukan. Diperlukan
informasi tambahan yaitu data-data toksisitas in vivo dan in
vitro dari zat-zat yang mempunyai kesamaan secara kimiawi
dan struktur. Jika informasi tersebut tidak ada, maka dosis
awalnya ditentukan sebesar 300 mg/kg BB. Interval waktu
pengamatan sekurang-kurangnya 24 jam pada setiap dosis dan
semua hewan harus diamati sekurang-kurangnya selama 14
hari. (PerKBPOM, 2014)
Tabel 5. Bagan Uji Pendahuluan Starting Dose 50 dan 200 mg/kgBB
Hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri 10 ekor jantan dan betina.
(Strain Sprague Dawley atau Wistar)
Ditimbang masing-masing bobot hewan coba
Diberi inducer berupa 0,75 ml Castor Oil pada hewan coba kecuali untuk Kontrol (-)
Kelompok 1 Kelompok 4
Kelompok 2 Kelompok 3
Ekstrak dengan Ekstrak dengan
Ekstrak dengan Ekstrak dengan
Dosis 1,25 g/kg dosis 10,0 g/kg
dosis 2,5 g/kg BB dosis 5,0 g/kg BB
BB BB
Kelompok 5
Kelompok 6
Ekstrak dengan
Kontrol (-) CMC-
dosis 21,0 g/kg
Na 0,5%
BB
4 jam
Dilakukan pengamatan tanda keracunan (pernapasan, tingkah laku, dan pergerakan)