Anda di halaman 1dari 4

MUH.

ZUHUD (1796142014)

Analisis Harga Bawang Merah Indonesia


Indonesia ialah negeri agraris yang kaya hendak hasil pertanian, kehutanan, serta
perikanan. Artinya area pertanian memegang peranan berarti dari totalitas perekonomian
nasional. Kedudukan zona pertanian terhadap perekonomian bisa dilihat dari Produk
Dalam negeri Bruto( PDB) Indonesia. Pada rata- rata buat memandang perkembangan
perekonomian sesuatu negeri ialah dengan memandang total produk domestiknya. Produk
dalam negeri bruto( PDB) ialah nilai pasar seluruh barang serta jasa akhir yang dibuat
dalam suatu negeri sepanjang satu periode ataupun satu tahun.
Salah satu tumbuhan yang aktif dibudidayakan oleh warga merupakan bawang merah,
karna mempunyai nilai ekonomi yang besar serta sangat berpotensi membagikan
keuntungan untuk petani dibandingkan tumbuhan hortikultura yang lain. Salah satunya
bawang merah adalah tipe tumbuhan hortikultura yang tidak gampang busuk. Bawang
merah ialah salah satu komoditas sayur unggulan yang semenjak lama sudah diusahakan
oleh petani secara intensif. Komoditas sayur- mayur ini tercantum kedalam kelompok
rempah tidak bersubstitusi yang berperan bagaikan bumbu penyedap santapan dan obat
tradisonal. Komoditas ini pula ialah sumber pemasukan serta peluang kerja yang
membagikan donasi lumayan besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah( Balitbang
Pertanian, 2006)
Permintaan bawang merah dimasyarakat selalu tinggi tidak bisa dimbangi dengan
produksi yang terus-menerus pula. Hal tersebut disebabkan karena bawang merah
merupakan tanaman semusim terutama ditanam pada musim kemarau dan akhir musim
hujan. Pada musim kemarau akan terjadi panen raya bawang merah dan pada musim
penghujan akan terjadi musim paceklik bawang merah. Saat panen raya terjadi kelebihan
pasokan sehingga penawaran terhadap bawang merah meningkat sangat besar, hal ini
menyebabkan harga bawang merah menjadi turun, sedangkan pada musim paceklik
terjadi kekurangan pasokan dan permintaan bawang merah oleh petani cenderung
menurun sehingga harga menjadi naik, padahal kebutuhan masyarakat akan bawang
merah semakin meningkat.
Tabel 1 : Data Produksi, Konsumsi dan Tingkat Bawang Merah tahun 2015/2019
di Indonesia

Konsumsi Tingkat Harga


No Tahun Produksi
(Kg/Kapital/Tahun) (kg)
1 2015 1.229 27.114 25.246
2 2016 1.448 28.261 39.274
3 2017 1.470 25.701 31.272
4 2018 1.503 27.584 28.249
5 2019 1.580 28.001 31.241
Sumber : BPS
Grafik 1 : Data Produksi, Konsumsi dan Tingkat Bawang Merah tahun
2015/2019 di Indonesia

Grafik produksi, konsumsi, tingkat harga

39.27
31.27 31.24
27.114 28.261 28.25
27.584 28.001
25.25 25.701

1.229 1.448 1.470 1.503 1.580


2015 2016 2017 2018 2019

Produksi Konsumsi (Kg/Kapital/Tahun)


Tingkat Harga (kg)

Berdasarkan dari data grafik di atas yaitu perkembangan harga bawang merah di
Indonesia 5 tahun terakhir yang cenderung mengalami fluktuatif. Bisa dilihat pada tahun
2015 hingga 2015 harga bawang merah sangat tinggi hal ini diakibatkan karena tingginya
serangan hama penyakit dan kekeringan yang menurunkan produksi bawang merah
sehingga menyebabkan harga bwang merah sangat tinggi dan juga bisa diakibatkan curah
hujan yang tinggi yang tidak dapat diprediksi dan berimbas pada bawang merah yang
banyak mengalami kerusakan dan membuat harganya naik. Dan pada tahun 2017 harga
bwang merah mengalami penurunan meskipun tidak terlalu signifikan hal ini akibatkan
banyaknya peredaran bawang merah di pasar konsumen namun permintaan yang kurang
sehingga menyebabkan harga bawang merah mengalami penurunan. Dan pada tahun
2019 harga bawang merah kembali naik namun tidak seperti tahun tahun sebelumnya.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
115/MPP/Kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 (disingkat: "Kepmenperindag
115/1998").[1]Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan
Harga Acuan Penjualan di Konsumen ("Permendag 27/2017") yang mulai berlaku pada
16 Mei 2017. Salah satu kebijakan yang dilakukan untuk menjaga stabilisasi harga yaitu
dengan menetapkan harga acuan bawang merah di pembelian di petani sebesar Rp 15.000
per kg untuk Konde Basah, Rp 18.300 per kg untuk konde Askip, dan Rp 22.500 per kg
untuk Rogol Askip. Sedangkan untuk harga acuan di pembeli, untuk Rogol Askip sebesar
Rp 32.000 per kg. Dengan adaknya kebijakan tentang stabilisasi harga akan berdampak
positif terhadap bawang merah seperti adanya peningkatan produksitivitas dan juga
berdampak pada pembatasan impor bawang merah.
Salah satu permasalahan dalam pengembangan agribisnis komoditas bawang merah
adalah struktur kelembagaan agribisnis komoditas bawang merah rapuh dan keterkaitan
manajemen rantai pasok menjadi lemah sehingga daya saing komoditas bawang merah
pun menjadi lemah. Lemahnya daya saing komoditas bawang merah merupakan
tantangan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian dimasa yang akan datang sehingga
perlu adanya suatu strategi untuk meningkatkan daya saing komoditas bawang merah
agar dapat bersaing di pasar domestik dan pasar ekspor. Strategi pengembangan
agribisnis komoditas sayuran berkelanjutan ke depan diarahkan pada upaya
mengembangkan produksi sesuai dengan kebutuhan, menciptakan pola tanam yang
merata sepanjang tahun, meningkatkan daya saing dan kemampuan Sumber Daya
Manusia (SDM), menguatkan kelembagaan petani, permodalan, dan pemasaran, serta
mengoptimalkan penggunaan lahan serta sarana dan prasarana (Taufik, 2012).

REFERENCE
Lukman, Ibnu Sina. "Analisis Impor Bawang Merah di Indonesia Periode 2006-2016."
(2019).

Taufik, Muh. "Strategi pengembangan agribisnis sayuran di Sulawesi Selatan." Jurnal


Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31.2 (2013).

Bawang Merah.Pertanian.go.id.n.d Web. 1 Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai