Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester matakuliah
Filsafat Bahasa
Dosen Pengampu: H. Nurholis, M.Hum
Oleh
APRILIANISSA SASTIA RATRI
1175030037
5/A
BANDUNG
2019 M/1441 H
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................................................6
BAB III...................................................................................................................................................12
BAB IV………………………………………………………………………………………………...18
KATA PENGANTAR
ii
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas karunia-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
mengenai Filsafat Analitik Austin dalam novel Amba karya Laksmi Pamuntjak.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaaan makalah ini.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dapat diketahui bahwa bahasa dan filsafat saling berhubungan. Maka dalam
filsafat, bahasa dijadikan sebuah objek, maka dari itu dalam munculnya filsafat
bahasa dalam filsafat. Filsafat Bahasa pada dasarnya merupakan penyelidikan
secara mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Filsafat
Bahasa dapat dibedakan dalam dua kelompok (Kaelan, 1988: 6. , dan Alwasilah,
2008: 14). Pertama, perhatian filsuf terhadap bahasa dalam memecahkan dan
menjelaskan problema-problema dan konsep-konsep dalam filsafat dengan
bantuan analisis bahasa. Kedua, filsafat bahasa yang sejajar dengan bidang-bidang
filsafat lainnya seperti filsafat hukum, filsafat alam, dsb. Objek material dari
filsafat bahasa ini adalah bahasa itu sendiri, sehingga kerja filsafat dalam
kelompok ini adalah upaya menjawab pertanyaan-pertanya seputar hakikat
bahasa, fungsi bahasa, hubungan bahasa dan realitas, jenis-jenis simbol, dan
dasar-dasar untuk mengevaluasi bahasa.
Filsafat bahasa sebagai salah satu cabang filsafat yang mulai dikenal dan
berkembang pada abad XX karena para filsuf mulai menyadari bahwa terdapat
banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat baru dapat dijelaskan melalui
analisis bahasa, karena bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat. Filsafat
1
Bahasa baru dikenal dan berkembang pada abad XX, namun berdasarkan fakta
sejarah yang ada, hubungan filsafat dengan bahasa telah berlangsung lama bahkan
sejak zaman yunani dimana dapat kita ketahui menjadi tempat lahirnya filsafat itu
sendiri. Perkembangan sejarah filsafat bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua
macam pengertian yaitu:
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya
merupakan urutan-urutan bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang
sifatnya non-empiris. Dengan demikian bahasa adalah merupakan sistem simbol
yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi
manusia serta merupakan sarana pengejawantahan pikiran manusia dalam
kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya.
Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak
jika tidak dikomunikasikan melalui bahasa. Meskipun diakui bahwa bahasa
mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi, mereka tetap
2
menciptakan anggapan umum bahwa fungsi bahasa yang paling penting adalah
penyampaian informasi. Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk
mengantarkan proses hubungan antar manusia, tetapi juga bahasa mampu
mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya bahwa bahasa merupakan salah
satu aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis dalam bentuk cerita. Pada
dasarnya karya sastra seperti novel merupakan bentuk dan hasil sebuah pekerjaan
3
yang kreatif dan pada hakikatnya novel mendayagunakan bahasa untuk
mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Novel umumnya berisi tentang
permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia yang identik ditulis dengan
bentuk tulisan dan kata-kata yang dapat mengarahkan pembaca pada
gambarangambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel
tersebut. Berdasarkan ulasan tersebut, maka penulis ingin meneliti tuturan-tuturan
yang digunakan dalam karya fiksi novel.
John Langshaw Austin lahir di Lancaster pada 26 Maret 1911 dan meninggal
pada 8 Februari 1960 dalam usia 48 tahun. Ia adalah ahli filsafat bahasa
berkebangsaan Britania Raya. Ia juga seorang profresor di Universitas Oxford
yang nampaknya meneruskan garis pemikiran filsafat bahasa biasa Wittgenstein.
Namun demikian, Austin memiliki perhatian sangat kuat terhadap bahasa biasa
dalam arti penggunaanya dalam pergaulan hidup sehari-hari. 2 Austin mengambil
beasiswa di Klasik Shrewsbury School pada tahun 1924. Pada tahun 1929, ia
melanjutkan studi Classics di Balliol College-Oxford. Ia pertama kali mengajar di
Magdalen College-Oxford pada tahun 1935. Selama Perang Dunia II, Austin
bertugas di British Intelligence Corps. Pada saat itu, Austin meninggalkan
ketentaraan pada bulan September 1945 dengan pangkat letnan colonel.
4
kuliah yang diberikannya di Oxford dan dalam How to do thing with words (1962)
dicantumkan The William Jame Lecturs yang pernah ia bawakan di Universitas
Harvard pada tahun 1955.
3. Bagaimana analisis tindak tutur Austin dalam novel Amba karya Laksmi
Pamuntjak?
1.3 Tujuan
3. Mengetahui analisis tindak tutur Austin yang ditemukan dalam novel Amba
karya Laksmi Pamuntjak.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Titik tolak Filsafat Analitik Austin adalah bahasa biasa, bahasa sehari-hari
dan bukan bahasa refleksi atau mistik. Pengertian biasa (ordinary) dapat berarti
umum (common), atau yang sedang berlangsung (current), bahasa pergaulan
sehari-hari (colloquial), atau bahasa harian, bahasa sederhana (vernacular),
bahasa alamiah (natural language). Dalam mendalami analisis bahasa biasa ini,
Austin menggunakan metode teknik laboratorium (laboratory technique).
Adalah baik untuk diingat… aturan umum bahwa kita harus mengharapkan
untuk menemukan label-label sederhana untuk kasus yang sulit… bagaimanapun
baiknya bahasa kita, hal itu tidak pernah mempersenjatai kita dengan segala
6
kemungkinan kasus yang dapat muncul dan harus dideskripsikan: fakta selalu
lebih kaya dari pada diksi.
Tindak tutur adalah sepenggal tutur yang dihasilkan sebagai bagian interaksi
sosial. Pernyataan ini jelas bertentangan dengan contoh-contoh kalimat yang
diberikan oleh para linguis dan filosof yang lepas dari konteks. Salah satu teori
Austin yang banyak dikutip adalah perbedaan antara daya ilokusioner dan daya
perlokusioner yang ada pada tindak tutur, daya lokusi. (Sumarsono, 2013:322-
323).
7
satuan kalimat saja, tetapi harus melanjutkan ke kesatuan yang lebih besar yaitu
wacana. Wacana adalah suatu bahasan yang kompleks dan lengkap, karena di
dalamnya terdapat fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan
karangan utuh. Tetapi pada dasarnya wacana merupakan unsur bahasa yang
bersifat pragmatis. Pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi
memerlukan berbagai piranti yang cukup banyak, karena kajian tentang wacana
menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Wacana fiksi terdiri dari
wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan atau dituliskan dalam bentuk prosa
berupa novel, cerpen, artikel, makalah, skripsi, tesis, dan lain sebagainya. wacana
puisi yaitu jenis wacana yang dituturkan dalam bentuk puisi, wacana puisi
berbentuk tulisan dan lisan bahasa dan isinya berorientasi pada kualitas estetika
(keindahan). Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama
dan umumnya berbentuk percakapan dan dialog. Dalam wacana ini harus ada
penutur dan petutur. Wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah yang mana
disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Bahasa yang digunakan bersifat denotatif, lugas, dan jelas. (band.
Mulyana, 2005:54-55).
Novel adalah karya sastra yang termasuk kedalam jenis prosa yang di
bukukan dimana didalamnya terdapat sebuah alur cerita yang menggambarkan
kehidupan tokoh yang hadir dalam alur cerita tersebut. Menurut Oxford Advanced
Learner's Dictionary, novel is a long story long enough to fill a complete book, in
which the characters and events are usually imaginary: to write/publish/read. Pada
dasarnya karya sastra seperti novel merupakan bentuk dan hasil sebuah pekerjaan
8
yang kreatif dan pada hakikatnya novel mendayagunakan bahasa untuk
mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Novel umumnya berisi tentang
permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia yang identik ditulis dengan
bentuk tulisan dan kata-kata yang dapat mengarahkan pembaca pada
gambarangambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel
tersebut. Berdasarkan ulasan tersebut, maka penulis ingin meneliti tuturan-tuturan
yang digunakan dalam karya fiksi novel.
9
1) Saya berjanji akan menghadiri pesta perkawinannya.
10
bagi orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merancang, mengarahkan
atau menetapkan tujuan tertentu pada perkataan yang akan kita ungkapkan. Inilah
yang dinamakan tindakan perlokusi. Contoh:
2) Saya meyakinkan dia bahwa belajar secara rutin akan memberikan hasil
yang lebih baik.
Jenis-jenis kata kerja lainnya yang merupakan ciri khas tindakan perlokusi ini
adalah: “membimbing dan mempelajari sesuatu, memperdayakan, mengajak,
merangsang, mengejutkan, menggembirakan, menyebabkan dan melakukan
sesuatu, membangkitkan, membingungkan, menyebabkan dan memikirkan
tentang sesuatu, meredakan ketegangan, mempermalukan, menarik perhatian,
mengemukakan, dan lain-lain. Dalam tindakan perlokusi, akibat yang timbul
memang dirancang dan diarahkan sedemikian rupa, sehingga ada upaya untuk
mempengaruhi pendengar secara maksimal. Apabila dikatakan “saya
membutuhkannya agar ia mau meminjami saya uang”, maka di sini terkandung
upaya si penutur (saya) untuk memperoleh pinjaman uang dari seseorang melalui
cara-cara tertentu. Artinya, sesuatu tindakan perlokusi merupakan hasil yang
diinginkan atau telah diperhitungkan sebelumnya oleh si penutur. Jadi, tujuan si
penutur untuk mempengaruhi pendengarnya itulah yang paling menonjol dalam
tindakan perlokusi ini.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Jenis ucapan ini Austin bagi menjadi dua yaitu constantive utterance and
performative utterance. Kemudian untuk tindakan bahasa atau tindak tutur ia bagi
menjadi tiga yaitu tindakan lokusi, tindakan ilokusi, serta tindakan perlokusi.
12
Sedangkan Ucapan Performatif adalah ucapan yang tujuannya untuk
membentuk atau menciptakan tindakan. Ucapan performatif ini akan tercapai
apabila dapat memenuhi kondisi felisitas (happy) atau bahagia. Bahagia disini
adalah ketika pelaku dan situasi harus sesuai, tindakan harus dilakukan dengan
benar dan lengkap oleh semua pelaku serta pelaku tersebut ketika melakukan
tindakan dengan niat yang tulus. Jika tidak dapat memenuhi kondisi happy, maka
disebut kondisi unhappy, tidak senang atau kondisi infelicities. Austin membagi
kondisi infelicities dalam dua jenis, yakni misfires atau salah sasaran dan abuses
atau salah penggunaan. Kondisi salah sasaran dibagi lagi menjadi dua kategori,
yakni misinvocations atau salah penempatan dan misexecutions atau salah
eksekusi. Salah penempatan terjadi pada tuturan yang sebenarnya tidak ada
konvensi tentang penerapan yang benar pada suatu tindakan. Kondisi infelicities
yang kedua, yakni abuses yang berkaitan dengan perasaan, ketulusan, dan
tindakan penutur.
13
ataukekuatan (force) yang mengharuskan si penutur untuk melaksanakan isi
tuturannya.
Dalam tindakan illokusi kita melihat isi tuturan lebih mengena diri si penutur
jadi tindakan perlokusi ini adalah akibat atau pengaruh yang ditimbulkan oleh isi
tuturan, baik nyata maupun tidak. Disini terkandung unsur kesengajaan dari si
penutur untuk mempengaruhi pendengarnya melalui isi tuturan yang
dilontarkannya. Menurut Austin mengatakan sesuatu acapkali menimbulkan
pengaruh yang pasti terhadap perasaan, pemikiran atau perilaku si pendengar atau
si penutur itu sendiri, ataupun bagi orang lain.
Namun, dalam makalah ini, hanya akan membahas temuan analisis tindak
tutur (speech acts) Austin dalam novel Amba karya Laksmi Pamuntjak.
3.3 Analisis Tindak Tutur (Speech Acts) Austin dalam novel Amba karya
Laksmi Pamuntjak
Berikut ini merupakan hasil temuan untuk analisis tindak tutur Austin (tindak
lokusi, tindak ilokusi, serta tindakan perlokusi) yang ditemukan dalam novel
Amba karya Laksmi Pamuntjak.
14
a. Tindak Lokusi (Lucotionary Acts)
Tindak Lokusi yaitu tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti
“bermakna” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna yang dapat
dipahami.
Dalam dialog ini, Salwa menawarkan diri untuk dapat membawa Ibu (Ibunya
Amba) yang dalam cerita kelak hampir akan menikah dengan Amba karena
Ibunya Amba ini senang terhadap Salwa dan ingin menjadikannya sebagai calon
menantu, maka mereka bertunangan. Salwa menawarkan tawaran tersebut
dikarenakan cuaca diluar yang sedang panas, agar Ibu tersebut tidak kepanasan.
Makna dari tawaran serta saran yang diberikan Salwa terhadap Ibunya Amba ini
sebagai sebuah bentuk kepedulian, kasih sayang serta rasa hormat kepada orang
yang lebih tua.
“Aku tahu apa yang akan kukatakan mungkin tidak masuk akal,
sejenis keputusan yang dating dalam sedetik tapi akan memengaruhi
hidup seterusnya. Tapi faktanya adalah bahwa kamu sedang
mengandung seorang bayi. Kamu harus melahirkan, merawat dan
membesarkan anak itu. Itu bukan tanggung jawab kecil, dan kamu
memerlukan pasangan dalam menjalin tanggung jawabitu. Nah,
15
apabila kamu ingin berada di sebuah tempat di mana aku tak menjadi
bagiannya, atau kalau kamu kamu merasa tak akan sanggup
menerima apa yang akan kukatakan, katakanlah sekarang. Sebab aku
hanya akan berkemas dan kembali ke New Jersey, tempat yang bukan
pilihan hatiku, tapi apa boleh buat, orang melakukan hal itu
sepanjang zaman, menjalani apa yang bukan pilihan hatinya. Tapi,
kalau rasa-rasanya kamu bias menerimaku, menerima hidup
denganku, inilah usulku.” (hal. 354)
c. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan
orang lain sehubungan dengan sikap yang mana tuturan yang diutarakan oleh
penutur dapat membuat lawan tutur merespon seperti apa yang didengarnya.
Berikut tindak perlokusi yang terdapat dalam novel Amba:
16
Samuel telah lama hidup dengan salak senapan dan jerit
kesakitan. Tapi ia tak akan pernah paham soal kemarahan. Dan
meskipun pacar-pacarnya pasti pernah berpikiran sama, ia tak
pernah menghadapi perempuan yang menyebutnya pengecut. Sejenak,
ia tak suka pada Amba.” (hal. 454)
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bentuk tindak tutur dalam pendapat Austin yang ada dalam novel Amba karya
Laksmi Pamuntjak ini untuk ketiga tiga nya dapat ditemukan, yaitu tindak ilokusi,
lokusi, serta perlokusi.
4.2 Saran
Penulis berharap penulisan tentang tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi
dapat dilakukan oleh penulis lain dengan menggunakan konsep dan objek yang
berbeda dari penulisan ini
18
REFERENSI
19