Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23/2002,
program kesehatan anak disusun berdasarkan upaya pemenuhan hak anak yang
komprehensif dan terpadu (kemenkes RI, 2012). Berdasarkan hal tersebut maka
dibuatlah 2 kegiatan pokok program kesehatan anak, yaitu 1) upaya penurunan angka
kematian bayi baru lahir, bayi dan anak balita dan 2) upaya peningkatan kualitas
hidup anak. Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas sumber daya
manusia yang berkualitas dimasa akan datang (Depkes RI, 2010). Untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa mendatang seorang
anak perlu dipersiapkan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10 persen dari
seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh
kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi
yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan
berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang.
Melalui kegiatan Stimulasi Deteksi Dini dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) berbagai upaya seperti upaya pencegahan, tindakan intervensi, stimulasi,
dan upaya pemulihan dapat diberikan sedini mungkin dengan benar dan tepat sesuai
dengan indikasinya (SMF ilmu kesehatan Anak FK UNUD, 2007).
Salah satu program pemerintah untuk menunjang upaya tersebut adalah
diterbitkannya buku pedoman pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak diTingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2010).
Ditingkat Propinsi, sesuai dengan Keputusan Gubernur Maluku Utara No. 741 tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/
Kota Ternate, bahwa cakupan SDIDTK balita dan prasekolah menjadi indikator
kinerja SPM jenis pelayanan kesehatan anak balita dan prasekolah dengan target
cakupan sebesar 91% pada tahun 2015. Upaya lain yang dilakukan oleh dinas
kesehatan kota Ternate adalah pelatihan SDIDTK bagi tenaga kesehatan baik di
Puskesmas. Cakupan SDIDTK balita dan anak prasekolah pada beberapa puskesmas
di kota Ternate menunjukan capaian cakupan rendah atau dibawah target. Dari
laporan analisa cakupan terhadap target SDIDTK pada tahun 2015 dimana target
SDIDTK Balita 91%, sementara capaian dari bulan Januari–Desember 2015 hanya
84%. Apabila target cakupan SDIDTK di Wilayah kerja puskesmas tidak tercapai
akan memberikan dampak pada status pertumbuhan dan perkembangan anak balita
dan prasekolah di wilayah tersebut tidak optimal (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Melalui pelayanan kegiatan SDIDTK, kondisi terparah dari penyimpangan
pertumbuhan anak (gizi buruk) dapat dicegah, penyimpangan pertumbuhan yang
terjadi pada anak dapat terdeteksi melalui SDIDTK sehingga intervensi dapat
diberikan sedini mungkin dengan benar dan tepat (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Puskesmas dan jaringannya sebagai organisasi pelayanan kesehatan dasar terdepan
memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan SDIDTK yaitu dengan
meningkatkan cakupan sesuai target tahunan yang telah ditetapkan. Pelaksana
kegiatan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan SDIDTK di puskesmas, dimana
pelaksana melakukan kegiatan – kegiatan tertentu yang dinamakan dengan fungsi
manajemen untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh G.R Terry terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dan pengawasan. Fungsi manajemen ini lebih sederhana dan dapat diterapkan oleh
pelaksana kegiatan SDIDTK ditingkat puskesmas.
Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sahara (2006) tentang
analisis manajemen puskesmas dalam program Imunisasi Campak di Puskesmas
Banyuasin menunjukan hasil bahwa dari beberapa variabel yang mempunyai
hubungan bermakna dengan cakupan adalah karakteristik petugas (p=0,023), mini
lokakarya (p=0,007) dan supervisi (p=0,001).Variabel paling dominan mempengaruhi
cakupan imunisasi campak adalah supervisi (p=0,001). Penelitian lain terkait
SDIDTK oleh Elva Yuniarti (2014) tentang Analisis Implementasi Program SDIDTK
Balita Di Kota Bengkulu tahun 2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa sisi input
mencakup SDM, dana, sarana prasarana juga belum memadai, ditinjau dari proses
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan/ pelaksanaan dan evaluasi
juga belum berjalan optimal serta dari sisi lingkungan belum adanya kebijakan atau
peraturan yang mewajibkan pelaksanaan SDIDTK, sisi output berupa penerimaan
masyarakat terhadap program SDIDTK masih rendah yang berdampak pada cakupan
program SDIDTK yang dipengaruhi sosialisasi, dukungan dan nilai. Dari beberapa
hasil penelitian diatas memperlihatkan ada kecenderungan keluaran yang baik
ditentukan oleh penerapan manajemen yang baik pula.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak
C. Manfaat
a) Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang bagaimana mengajarkan Stimulasi,
Deteksi dan lntervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
b) Mengetahui perkembangan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak
D. TUJUAN
Semua balita umur 0 – 5 tahun dan anak prasekolah umur 5 – 6 tahun
mendapatkan pelayanan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang agar
tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pengertian
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga
dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah
bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan
pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf
pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem
neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi
tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
2. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak.
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling
berkaitan. Ciri ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan menimbulkan perubahan.
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan
disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada
seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.
2. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan
selanjutnya.
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia
melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa
berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika
pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri
anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis
karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
3. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbedabeda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi
organ dan perkembangan pada masing-masing anak.
4. Perkembangan berkore/asi dengan pertumbuhan.
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian,
terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak
sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah
kepandaiannya.
5. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap,
yaitu:
a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke
arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).
b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu
berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan
gerak halus (pola proksimodistal).
6. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan.
Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu
mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak
mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.
Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling
berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.
Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya,
sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan
perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak
memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi
yang dimiliki anak.

2. Pola perkembangan dapat diramalkan.


Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian
perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung
dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak.
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
a. Ras/etnik atau bangsa.
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki
faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga.
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c. Umur.
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin.
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-
laki akan lebih cepat.
e. Genetik.
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
2) Faktor luar (ekstemal).
1. Faktor Prenatal
a. Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
b. Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
c. Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Amlnopterin, Thalldomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
d. Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
e. Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada
janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas
anggota gerak, kelainan kongential mata, kelainan jantung.
f. Lnfeksi
lnfeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan
kelainan pada janin: katarak, bisu tuli, mikros efali, retardasi mental
dan kelainan jantung kongenital.
g. Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara
janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah
merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah
janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kem icterus yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h. Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i. Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental
pada ibu hamil dan lain-lain.
B. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
C. Faktor Pasca Persalinan
a. Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b. Penyakit kronis/ kelainan kongenital, Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung
bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c. Lingkungan fisis dan kimia.
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang
berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan
yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia
tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d. Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki
oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
e. Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak
mengalami hambatan pertumbuhan.
f. Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan
yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
g. Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
h. Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga,
misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i. Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian
halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.

1) Aspek-aspek perkembangan yang dipantau.


a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-
otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi,
mengikuti perintah dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain}, berpisah
dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya,
dan sebagainya.
2) Periode Tumbuh Kembang Anak.
Tumbuh-Kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.Tumbuh kembang
anak terbagi dalam beberapa periode. Berdasarkan beberapa kepustakaan, maka
periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut:
a) Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu :
1) Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
2) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.
Ovum yang telah dlbuahi dengan cepat akan menjadl suatu organisme, terjadi
diferensiasi yang berlangsung dengan cepat, terbentuk sistem organ dalam
tubuh.
3) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan.
Masa ini terdiri dari 2 periode yaitu:
a. Masa fetus dini yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester kedua
kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai
berfungsi.
b. Masa fetus lanjut yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer
lmunoglobin G (lg G) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi aasam
lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanic Acid) dan Omega 6
(Arachldonlc Acid) pada otak dan retina.
Periode yang paling penting dalam masa prenatal adalah trimester pertama
kehamilan. Pada periode ini pertumbuhan otak janin sangat peka terhadap
pengaruh lingkungan janin. Gizi kurang pada ibu hamil, infeksi, merokok dan
asap rokok, minuman beralkohol, obat-obat, bahan-bahan toksik, pola asuh,
depresi berat, faktor psikologis seperti kekerasan terhadap ibu hamil, dapat
menimbulkan pengaruh buruk bagi pertumbuhan janin dan kehamilan. Pada setiap
ibu hamil, dianjurkan untuk selalu memperhatikan gerakan janin setelah
kehamilan 5 bulan.
Agar janin dalam kandungan tumbuh dan berkembang menjadi anak sehat, maka
selama masa intra uterin, seorang ibu diharapkan:
a) Menjaga kesehatannya dengan baik.
b) Selalu berada dalam lingkungan yang menyenangkan.
c) Mendapat nutrisi yang sehat untuk janin yang dikandungnya.
d) Memeriksa kesehatannya secara teratur ke sarana kesehatan.
e) Memberi stimulasi dini terhadap janin.
f) Tidak mengalami kekurangan kasih sayang dari suami dan keluarganya.
g) Menghindari stres baik fisik maupun psikis.
h) Tidak bekerja berat yang dapat membahayakan kondisi kehamilannya.
b) Masa bayi (infancy) umur 0 - 11 bulan.
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ. Masa neonatal dibagi
menjadi 2 periode:
a. Masa neonatal dini,umur 0 - 7 hari.
b. Masa neonatal lanjut, umur 8 - 28 hari.
Hal yang paling penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang menjadi anak
sehat adalah:
1. Bayi lahir ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, di sarana
kesehatan yang memadai.
2. Untuk mengantisipasi risiko buruk pada bayi saat dilahirkan, jangan
terlambat pergi kesarana kesehatan bila dirasakan sudah saatnya untuk
melahirkan.
3. Saat melahirkan sebaiknya didampingi oleh keluarga yang dapat
menenangkan perasaan ibu.
4. Sambutlah kelahiran anak dengan perasaan penuh suka cita dan penuh
rasa syukur. Lingkungan yang seperti ini sangat membantu jiwa ibu dan
bayi yang dilahirkannya.
5. Berikan ASI sesegera mungkin. Perhatikan refleks menghisap
diperhatikan oleh karena berhubungan dengan masalah pemberian ASI.
c. Masa post (pasca) neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan.
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf. Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua dan keluarga sebagai
unit pertama yang dikenalnya. Beruntunglah bayi yang mempunyai orang
tua yang hidup rukun, bahagia dan memberikan yang terbaik untuk anak.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat
ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan
pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal,
mendapat pola asuh yang sesuai.
Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin,
sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.
c) Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita.
Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung; dan terjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf dan cabang-
cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah
dan pengaturan hubunganhubungan antar sel syaraf ini akan sangat mempengaruhi
segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf,
hingga bersosialisasi.
Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap
kelalnan/penyimpangan sekecll apapun apablla tidak dideteksl apalagi tidak
ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia
dikemudian hari.
d) Masa anak prasekolah (anak umur 60 - 72 bulan).
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan
proses berfikir. Memasuki masa prasekolah, anak mulai menunjukkan
keinginannya, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka lingkungan di luar
rumah mulai diperkenalkan. Anak mulai senang bermain di luar rumah. Anak
mulai berteman, bahkan banyak keluarga yang menghabiskan sebagian besar
waktu anak bermain di luar rumah dengan cara membawa anak ke taman-taman
bermain, taman-taman kota, atau ke tempat-tempat yang menyediakan fasilitas
permainan untuk anak.
Sepatutnya lingkungan-lingkungan tersebut menciptakan suasana bermain
yang bersahabat untuk anak (child friendly environment). Semakin banyak taman
kota atau taman bermain dibangun untuk anak, semakin baik untuk menunjang
kebutuhan anak.
Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan
sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap
sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses
belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain. Orang tua dan keluarga
diharapkan dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya, agar dapat
dllakukan intervensl dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan.

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kinerja petugas pelaksana dalam
pelaksanaan SDIDTK balita dan anak prasekolah tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kinerja rendah (44,3%) dan kinerja tinggi (55,7%). Kementerian Kesehatan RI
menargetkan cakupan keaktifan kader (kinerja) sebesar 80%, dan hal ini belum mencapai
angka yang belum ditargetkan.10 Beberapa penelitian serupa yang dilakukan oleh
Wahyutomo dan Sistriani menunjukkan bahwa persentase kinerja petugas pelaksana dalam
pelaksanaan SDIDTK masih rendah yakni dibawah 60%.
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa kinerja dari petugas pelaksana
dipengaruhi oleh pengetahuan petugas pelaksana SDIDTK kurang (45,5%), motivasi kerja
rendah (40,9%), sarana prasarana yang tidak memadai (48,9%), alokasi dana yang tidak
cukup (68,2%) serta sistem pengawasan yang kurang (44,3%). Hal ini terlihat dari
pengetahuan yang kurang menurunkan kinerja petugas pelaksana SDIDTK (87,5%), motivasi
kerja rendah dan menurunkan kinerja petugas pelaksana SDIDTK (61,1%), sarana prasarana
tidak lengkap dan menurunkan kinerja dari petugas pelaksana (69,8%), dana yang tidak
cukup dan menurunkan kinerja dari petugas pelaksana SDIDTK (56,7%) serta sistem
pengawasan yang kurang dan menurunkan kinerja dari petugas pelaksana SDIDTK (64,1%).
Dalam penelitian ini kinerja dari petugas pelaksana SDIDTK mempunyai pengaruh
untuk penentu keberhasilan dari program SDIDTK. Widjanarko dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa proses-proses dari kegiatan dalam program SDIDTK akan berhasil
apabila optimalnya kinerja dari petugas pelaksana SDIDTK.
Sebagian besar responden masih memiliki pengetahuan yang kurang (45,5%) yang
mempunyai pengaruh terhadap kinerja dari petugas pelaksana dalam pelaksanaan SDIDTK.
Dalam penelitian ini didapatkan juga bahwa sebagian responden adalah sebagai ibu rumah
tangga atau tidak bekerja (81,8%). Yolanda dalam penelitiannya14 menyebutkan bahwa ibu
rumah tangga memiliki pengalaman dan informasi yang lebih sedikit dari pada ibu yang
bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyutomo12 yang menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan dapat berpengaruh negatif
terhadap kinerja petugas pelaksana SDIDTK (p value=0,001). Begitu juga menurut Nurdiana
dan Yolanda serta Muzakkir yang menyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja petugas pelaksana SDIDTK (masing-masing p value=0,000, dan 0,007 serta
0,02).
Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat yang dikemukakan maka dapat dilihat
adanya keterkaitan antara pengetahuan dengan kinerja petugas pelaksana dalam pelaksanaan
kegiatan SDIDTK. Rendahnya pengetahuan dari petugas pelaksana SDIDTK akan
berdampak negatif terhadap kinerja petugas pelaksana dalam pelaksanaan SDIDTK dan juga
tentunya akan berdampak terhadap hasil capaian program SDIDTK.
Ketika petugas pelaksana SDIDTK kurang pengetahuan tentang perkembangan balita,
deteksi dini perkembangan pun tidak mampu mereka lakukan dan juga tidak dilaporkan ke
tenaga kesehatan sehingga keterlambatan perkembangan pada balita tidak diatasi dengan
cepat. Maka dapat disimpulkan bahwa jika pengetahuan petugas pelaksana SDIDTK baik
maka akan melakukan deteksi dini perkembangan pada balita dengan baik dan
berkesinambungan.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mayoritas petugas pelaksana
memiliki kinerja baik (55,7%) dalam pelaksanaan SDIDTK di wilayah kerja Puskesmas
Keramasan Kecamatan Kertapati. Faktor yang berhubungan terhadap kinerja petugas adalah
pengetahuan (p value=0,000; PR=10,500; 95% CI; 4,079-27,029), motivasi (p value=0,016;
PR=1,869; 95% CI; 1,169-2,988), sarana prasarana (p value=0,000; PR=3,488; 95% CI;
1,883-6,463), dana (p value=0,001; PR=3,173; 95% CI; 1,391-7,239), pengawasan (p
value=0,002; PR=2,244; 95% CI; 1,359-3,703), dan faktor yang tidak berhubungan terhadap
kinerja petugas adalah imbalan (p value=0,599; PR=0,838; 95% CI; 0,526-1,335), serta
faktor yang paling mempengaruhi kinerja petugas pelaksana dalam pelaksanaan SDIDTK
Balita dan anak prasekolah di wilayah kerja Puskesmas Keramasan diantara variabel yang
diteliti adalah pengetahuan Exp (B) (PR)=76,262 (95% CI; 13,420-433,365).
Peneliti menyarankan kepada Puskesmas Keramasan dan Dinas Kesehatan Kota
Palembang sebagai pemegang kebijakan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan petugas pelaksana dalam pelaksanaan stimulasi deteksi dini tumbuh kembang
balita dan anak prasekolah diantaranya dengan menyelenggarakan kegiatan penyuluhan
kesehatan, pembinaan, pembimbingan dan pelatihan mengenai cara pelaksanaan kegiatan,
tugas dan peran petugas pelaksana. Selain itu sebagai masukan dan dorongan bagi peneliti
selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang mendukung dan
mempunyai hubungan mengenai variabel lain yang mempengaruhi kinerja petugas pelaksana
dalam pelaksanaan SDIDTK dengan menggunakan metode penelitian yang lebih baik lagi
dan dengan menggunakan sampel yang lebih besar yang belum dapat dianalisis pada
penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2010. Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak
(sosialisasi buku pedoman pelaksanaan DDTK di tingkat pelayanan
kesehatan dasar), Jakarta
Hani Handoko, T. 2003, Manajemen Edisi 2.
Cetakan 18, BPFE, Yogyakarta.
Harold Koontz, Cyril O'Donnell, heinz Weihrich. 1996, Manajemen jilid 2 ; alih
bahasa Antarikso dkk, Erlangga, Jakarta.
Henry Simamora, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 3. Bagian
Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta
Kemenkes RI. 2012. Instrumen stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang
anak. Jakarta
------------------, 2013, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Jakarta.
Moekijat, 2000, Perencanaan Sumber Daya Manusia, Mandar Maju, Bandung
Nursalam. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Stoner, James A.F. 1996, Manajemen Jilid I, Erlangga, Jakarta
Sahara,R, Analisis Manajemen Puskesmas Dalam Program Imunisasi Campak di
Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin 2000, Tesis Program Pascasarjana
S2, UI, Jakarta, Online available :http://www orgilib.litbang.depkes.co.id
Setya Fatma,N, Analisis Hubungan Fungsi Manajemen Oleh Tenaga Pelaksanaan
Gizi Dengan Tingkat Keberhasilan Program, Kabupaten Tegal
2006,Tesis,Program Pasca Sarjana S2, UNDIP, Semarang, 2007.
Terry, G.R. 2012, Prinsip-Prinsip Manajemen, Alih bahasa J.Smith, Bumi Aksara
Jakarta,cetakan ke – 11.

Anda mungkin juga menyukai