Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MEKANIKA BENDA LANGIT

Dosen Pengampuh:
Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd
Drs. Singgih Bektiarso, M.Pd

Oleh:

Putri Faradila 180210102002


Shella Wulandari 180210102013
Meidia Sariyatun Nisak 180210102023
Azizah Vinda Sari 180210102033

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PEMBAHASAN
1.1. SEJARAH HUKUM KEPLER
Jauh sebelum Newton mempelajari tentang fenomena alam semesta,
Kepler telah lebih dahulu menyelidiki gerak planet dalam tata surya. Sebagai
seorang ahli matematika, beliau condong mempelajari hal ini dalam cakupan
matematik, dimana gejala gejala keteraturan dideteksi dari lintasan dan
periodenya. Kepler menemukan bahwa planet bergerak dengan kelajuan tidak
konstan tetapi bergerak lebih cepat ketika dekat dengan matahari dibanding
saat jauh dengan matahari. Dengan menggunakan hubungan matematika yang
tepat antara periode planet dan jarak rata-rata dari matahari, ia berhasil
memberikan kesimpulan dalam hukum-hukum tentang gerak planet yang
kemudian dikenal dengan hukum Kepler.

1.2 HUKUM I KEPLER


Sebelum Hukum Kepler I terbentuk, orang zaman dulu selalu percaya
pada Pandangan Geosentris, pandangan yang mengatakan bahwa bumi
adalah pusat tata surya kita, sedangkan matahari bersama planet - planet lain
mengitari bumi, karena bumi yang menjadi pusat tata surya. Seiring
perkembangan zaman ditemukan pandangan baru yaitu heliosentris, dimana
mataharilah yang menjadi pusat tata surya kemudian bumi beserta planet -
planet lain mengelilingi matahari dengan orbit yang berbentuk lingkaran.
Tak lama setelah itu seorang astronom bernama Johanes Kepler yang
berasal dari Jerman menerbitkan buku tentang astronomi dengan judul “The
Mysteri of the Universe” yang berisi mengenai kekurangan dari model atau
pandangan sebelumnya, yakni tidak ada keselarasan antara lintasan – lintasan
orbit planet. Pada Tahun 1609 ditemukan bentuk orbit yang pas dengan data
pengamatan Brahe, yakni berbentuk elips. Dari situlah muncul Hukum I
Kepler yang berbunyi:
“semua planet bergerak dalam orbit elips dengan matahari sebagai salah
satu fokusnya.”
Hukum I Kepler menjelaskan bahwa semua planet bergerak dalam sebuah
orbit yang berbentuk elips dan matahari sebagai titik fokusnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jarak planet dengan matahari tidak selalu tetap.

Sumber Gambar: http://gg.gg/hukum-kepler

Gambar tersebut menunjukkan lintasan elips dari planet dengan


matahari berada pada salah satu titik fokusnya (F). Titik P merupakan titik
dimana planet paling dekat dengan matahari dan dinamakan dengan
Perihelion dengan jarak 147 x 106 km dari matahari, sedangkan titik A adalah
titik terjauh planet dengan matahari yang dinamakan dengan Aphelion dengan
jarak 152 x 106 km. Matahari berada pada salah satu titik fokusnya yang
ditandai dengan F1 dan F2. Pada keadaan tersebut, planet memiliki dua jarak
yakni jarak terhadap F2 dan jarak terhadap F1.
Bentuk elips orbit ditentukan oleh nilai eksentrisitas yang berkisar
antara 0 dan 1 (0 < ε < 1). Semakin kecil nilai eksentrisitasnya (mendekati
nol), maka orbit akan berbentuk seperti lingkaran dengan matahari berada di
tengahnya. Jika nilai eksentrisitasnya mendekati satu, maka bentuk orbit akan
memanjang dan tipis. Jika planet berada pada jarak terjauh matahari (sebelah
kanan F1), maka pada saat itu planet berada pada titik aphelion. Jika planet
berada pada jarak terdekat dengan matahari (sebelah kiri F2), maka planet
berada pada titik perihelion.
Sumber gambar: http://gg.gg/orbit-elips

jika matahari berada pada titik fokus sebelah kanan dan planet mengitarinya
dengan orbit elips, maka titik perihelion terjadi saat θ = 0° dan jaraknya
adalah r min; titik aphelion terjadi saat θ = 180° dan jaraknya dari matahari
adalah r max. Saat θ = 90° dan θ = 270°, jarak planet sama dengan p.
Jarak titik perihelion dan jarak titik ahelion dapat dicari dengan rumus:
p
rmin =
1−∈
p
rmax =
1−∈
Persamaan Eksentrisitas merupakan persamaan yang
menginformasikan sebuah lintasan benda yang bergerak, Persamaan
Eksentrisitas berbeda beda tergantung dari konteksnya. Pada hukum kepler
berbicara tentang benda yang mengorbit benda lain seperti bumi mengorbit
matahari. Benda yang mengorbit benda lain, dipengaruhi oleh gaya sentral

1
dan berbanding lurus dengan , sehingga diperoleh Persamaan Eksentrisitas
r2
dalam membuktikan Hukum I Kepler, yaitu:
2β 2m 1
∈=
α √ l 2
¿ untuk gaya sentral 2
r
0<∈<1 elips
Sebuah planet mengitari matahari maka pada arah radial menuju ke matahari
maka tentu gaya yang memperngaruhi planet tersebut adalah gaya gravitasi
newton, sebagai berikut:
Mm
F=G
R2
Ketika Planet bergerak mengorbit matahari
v2
F=m
R
Mm v 2 GMm
G = m = m v 2…..(1)
R2 R R
Energi total pada planet yang bergerak
E= k+v
1 Mm
= m v 2+ (-G ……..(2)
2 R
Subtitusi (1) ke (2)
1 Mm Mm −1 Mm
G= G -G = G …..(3)
2 R R 2 R
Momentum Sudut planet:
L= ⃗
⃗ Rx ⃗
P
1 mR sin θ
L = Rmv sin θ =
v L
L
V= ….(4)
mR sin θ
Subtitusi (4) ke (1)
Mm L2 L2
G =m 2 2 2 GMm = ….(5)
R m R sin θ mR sin 2 θ

2β 2m L2
∈=
α √ l2
¿, β=
2m
L2
2
= 2 m 2m
GMm L2
¿

L2 2m
=
GMm 2 =
L2
¿

L2 2m
=
GMm 2 =
L2
¿

1 GM m2 sin 2 θ
Dari pers. (5) : = , diperoleh:
R L2
L2 2 m G 2 M 2 m3 sin2 θ G M 2 m3
∈=
GM m2 l 2√(
2 L2
+
2 L2
)

L2 2 m G 2 M 2 m3 (
=
GM m2
l 2
√ (2L 2
−sin2 θ+1 ) )
L2 G 2 M 2 m4 (
=
GM m2 √( L 4
1−sin 2 θ ) )
L2 GM m 2
= 2
. 2 √ cos2 θ
GM m L
∈=cosθ 0 °< θ<90 ° cos 0° = 1
0 < cosθ< 1 cos 90°=0

Jadi nilai Eksentrisitas pada gerakan planet yang mengelilingi matahari


adalah cos θ dengan sudut yang ditinjau harus lebih besar dari 0 dan kurang
dari 90 derajat. Sehingga nilai Eksentrisitas lebih besar dari 0 dan kurang dari
1, Berdasarkan hal tersebut terbukti bahwa lintasan planet berbentuk Elips.

1.3 Hukum II Kepler


Orang yunani berkeyakinan bahwa dalam model tata surya mereka,
benda-benda langit bergerak dengan kecepatan konstan dalam lingkaran
dikarenakan semua itu adalah gerak alami. Hukum II kepler juga dikenal
dengan nama hukum petak. Di namakan hukum petak karena menurut hukum
2 kepler garis hubung matahari dengan planet dalam waktu yang sama
menyapu luas petak yang sama. Bunyi hukum 2 kepler

“garis khayal yang menghubungkan planet dengan matahari mencakup luas


daerah yang sama dengan waktu interval yang sama”
Pada gambar tersebut menjelaskan hukum 2 kepler, dimana pada selang
waktu yang sama Δt diperoleh bagian atau luasan dari AOB sama dengan
bagian atau luasan dari COD.Pada bagian AOB (perihelion) atau biasa
disebut dengan titik planet terdekat dengan matahari, maka pergerakan planet
tersebut akan lebih cepat, sehingga cakupan daerah yang didapat lebih banyak
atau besar. Sedangkan pada bagian COD (apehelion) atau biasa disebut
dengan titik planet terjauh dengan matahari, maka pergerakan planet tersebut
akan lebih lambat, sehingga cakupan daerah yang didapat lebih sedikit. Jadi
semisal planet yang dekat dengan matahari bergerak dengan waktu 5 detik
dan planet yang jauh dengan matahari bergerak dengan waktu 5 detik juga,
maka didapatkan luasan atau bagian yang sama antara keduanya. Jadi dapat
diketahui bahwa pergerakan planet akan lebih cepat ketika planet tersebut
lebih dekat dengan matahari dibandingkan pergerakan planet yang jauh dari
matahari. Namun pada hukum kepler ini tidak hanya berlaku pada planet saja,
namun untuk semua benda yang mengorbit benda lain.

r
dA
Ɵ

Pada daerah luasan orbital tersebut, kita dapat menganggapnya sebagai


bangun segitiga dikarenakan lengkungnya sangat kecil.
h
Sin dƟ = , dikarenakan nilai Ɵ<< maka nilai dari sin dƟ mendekati Ɵ
r
sehingga sin dƟ dianggap Ɵ
h
Ɵ=
r
h = r dƟ
(1)

Ditinjau dari luas segitiga maka :


dA = ½ a.t
dA = ½ r h
(2)

subtitusikan persamaan 1 ke dalam persamaan 2


dA = ½ r (r dƟ)
dA = ½ r 2dƟ
(3)

pada persamaan 3 untuk ruas kanan dan kiri dibagi dengan dt, karena untuk
melihat perubahan luas tiap waktu
dA 1 2 d Ɵ dƟ
= r , dimana = ω = θ̇
dt 2 dt dt
dA 1 2
= r θ̇
dt 2
(4)
Jika ditinjau dari momentum sudut, dimana secara devinisi vektor L adalah
vektor p x vektor r. Jadi dapat di tuliskan :
L = P.r
L = (m v) r

Dikarenakan antara vektor dari orbital r dan vektor v pada arah pergerakan,
terdapat sudut yang terbentuk sebesar 90o yang mana sin 90o adalah 1 maka
L= m v r sin Ɵ
L= m v r 1
L=mvr
(5)
Dimana v = ωr maka dapat dimasukkan ke dalam persamaan 5
L = m (ωr) r
L = m ω r2
(6)
Dimana ω = θ̇ maka dapat dimasukkan ke dalam persamaan 6
L = m θ̇ r 2
L
θ̇ =
mr 2
(7)

Sehingga subtitusikan persamaan 7 ke dalam persamaan 4

dA 1 2
= r θ̇
dt 2
dA 1 r 2 L
=
dt 2 m r2
dA L
=
dt 2m
(8)
Jika dilihat dari persamaan 8 lalu dibandingkan dengan konsep gerak
planet atau gerak benda yang mengorbit benda tertentu karena pengaruh gaya
sentral, maka akan berlaku 2 teorema yaitu :
1. Teorema konservasi sudut, dimana momentum sudutnya konstan
2. Teorema konservasi energi, dimana energi totalnya konstan
Jadi persamaan 8, dimana L dan 2m merupakan konstanta, maka
dA
= konstan
dt
dA
Maka dapat terbukti bahwa merupakan perubahan luas tiap satuan waktu
dt
itu tetap dimanapun planet itu berada.

1.4 Hukum Kepler III


Hukum Ketiga Kepler menyatakan secara kuantitatif bahwa planet yang
letaknya dekat matahari memiliki perioda orbit lebih sedikit di bandingkan
planet yang terletak dari matahari. Dari penemuan ilmuwan Astronom yang
terkenal karena astronomis dan planet yang akurat yaitu Tycho Brahe (1546-
1601), Kepler dapat menentukan waktu yang dibutuhkan setiap planet untuk
menyelesaikan 1 kali orbit mengelilingi matahari yang sering disebut periode
orbit.
Bunyi Hukum Kepler III, yaitu “Periode kudrat suatu planet
berbanding dengan pangkat tiga jarak rata-ratanya dari Matahari”.Jika r
merupakan jarak rata-rata antarplanet dan matahari, dan ΔT adalah periode
revolusi planet, maka secara matematis hukum III Kepler dituliskan :

T2 = Cr3 atau =C

Dengan C adalah konstan, maka untuk antarplanet berlaku :
T 21 T 22
=
r 31 r 32
(3.1)
Keterangan :
T1 = periode planet ke-1
T2 = periode planet ke-2
r1 = jarak rata-rata planet ke-1 terhadap matahari
r2 = jarak rata-rata planet ke-2 terhadap matahari
Hukum ketiga Kepler membandingkan gerakan objek dalam orbit
dengan ukuran yang berbeda. Sebuah planet yang lebih jauh dai Matahari
tidak hanya memiliki jalur yang lebih panjang daripada planet yang dekat
Matahari. Selain memiliki jalur yang lebih panjang pada planet yang terletak
jauh dari Matahari di banding planet yang dekat Matahari, planet yang jauh
dari Matahari juga bergerak lebih lambat. Hal ini dikarekan gaya tarik
gravitasi Matahari lebih lemah. Sehingga semakin besar orbit planet, semakin
lama planet tersebut menyelesaikan 1 kali mengelilingi matahari.
Kecepatan dan posisi gerak planet berubah secara periodik, dengan
demikian dapat menentukan periode perjalanan planet mengelilingi matahari.
Kecepatan orbit planet dapat dirumuskan v = 2r/T.
Hukum ketiga Kepler dapat diprediksi dari hukum kuadrat terbalik
untuk orbit lingkaran. Sebuah planet bermassa m n yang bergerak mengelilingi
Matahari bermassa Ms dalam orbit melingkar. Dengan adanya gaya gravitasi
memberikan percepatan sentripetal planet. Sehingga dapat memasukkan
hukum gravitasi universal :
∑Fg = mna
Gm n M s v²
= mn ( )
r² r
G Ms
= v2
r
2
G Ms 2 πr
r
= ( )
T
G Ms 4 π ²r ²
=
r T²
T² 4 π2
=
r³ G Ms
Hukum ini sering disebut hukum Periode yang juga berlaku untuk orbit
setiap planet-planet yang mengitari matahari. Maka dapat di tuliskan :
T 21 T 22
=
r 31 r 32
(Terbukti 3.1)
Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa ternyata hukum Newton
tentang gravitasi memiliki keselarasan dengan tata edar planet yang
dirumuskan oleh hukum ketiga Kepler.

1.5 Hukum Gravitasi Newton


1.5.1 Sejarah Hukum Gravitasi Newton
Pada tahun 1666, Isaac Newton (1643-1727) melihat sebuah apel
yang jatuh dari pohon dan terguling ke telapak kakinya. Newton pun mulai
berpikir, mengapa apel ini tidak naik ke atas, tetapi justru jatuh ke
tanah.Isaac Newton mulai meneliti pergerakan-pergerakan bumi di sekitar
matahari dan pergerakan bumi disektar matahari dan pergerakan bulan di
sekitar bumi dengan menggunakan Hukum Kepler. Jadi sesungguhnya
sebelum tahun 1686, para ilmuan sudah mendapatkan banyak data tentang
gerak bulan dan gerak planet-planet seperti periode rotasi dan periode
revolusinya. Namun parailmuan belum dapat menjelaskan penyebab
gerakan benda-benda langit ini.
Kemudian pada tahun 1686, Isaac Newton (1643-1727)
mendapatkan hasil dari penelitian-penelitiannya dan mengemukakan suatu
pernyataan sebagai berikut : “Saya Newton, menurut saya gerakan bulan
mengelilingi bumi disebabkan oleh pengaruh suatu gaya. Tanpa gaya ini
bulan akan bergerak lurus dengan kecepatan tetap (sesuai dengan
inersia).Gaya ini dinamakan Gaya Gravitasi. Gaya gravitasi merupakan
gaya tarik-menarik antara dua buah benda. Gaya Gravitasi juga
mempengaruhi gerakan planet-planet dan benda-benda angkasa lainnya.”
Newton mendapatkan ide tentang gaya gravitasi ini yaitu ketika
kepalanya tertimpa buah apel yang jatuh dari atas pohon. Berdasarkan
pengamatan, Newton membuat kesimpulan bahwa gaya tarik gravitasi
yang bekerja antara dua benda sebanding dengan massa masing-masing
benda berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua benda. Berdasarkan
hokum Gravitasi ini, Newton mampu menjelaskan penyebab pergerakan
planet-planet di sekeliling matahari.

1.5.2 Pembuktian Hukum Gravitasi Newton


Newton membuktikan hukum gravitasinya dengan mengamati
gerakan bulan. Bulan mengelilingi bumi sebanyak satu kali dalam waktu
27,3 hari (2,36 x 106 s). Lintasannya mirip lingkaran dengan jari-jari 3,8 x
108 m. Menurut teori gerak melingkar, benda bergerak melingkar karena
dipercepat oleh percepatan sentripetal yang arahnya menuju pusat
lingkaran. Besar percepatan yang menyebabkan lintasan bulan berbentuk
lingkaran adalah:
v2
a=
r
( ωr )2
a=
r
a=ω 2 r
2π 2
a= ( ) T
r

4 π2 r
a= 2
T
2
4 x (3,14 ) x ( 3,8 x 108 )
a= =0,0027 m/ s2
6 2
( 2,36 x 10 )
Kemudian menghitung besar percepatan sentripetal dengan rumus
Gravitasi Newton:
GM bumi m bulan
F=
r2
GM bumi mbulan
m bulan a=
r2
GM bumi
a=
r2
a=¿ ¿
Terlihat bahwa hasil perhitungan ini sama dengan hasil pengamatan
Newton. Hal ini membuktikan bahwa rumus hukum Gravitasi Newton
adalah benar.

1.5.3 Perumusan Hukum Gravitasi Newton


Newton mengemukakan bahwa ada suatu gaya pada suatu jarak
yang memungkinkan dua benda atau lebih untuk berinteraksi. Istilah
tersebut kemudian diubah oleh Michael Faraday pada abad 18 menjadi
istilah medan. Medan adalah tempat di sekitar suatu besaran fisis yang
masih dipengaruhi oleh besaran tersebut dalam suatu entitas tertentu.
Sebagai contoh, gaya gravitasi akan bekerja pada massa suatu benda yang
masih berada dalam medan gravitasi suatu benda atau planet. Jika medan
gravitasi diabaikan, maka sebuah massa yang berada disekitar besaran
benda tersebut tidak dapat dipengaruhi. Oleh karena itu, bisa kita pahami,
mengapa daun yang massa nya lebih kecil dibandingkan dengan bulan
yang memiliki massa lebih besardapat di tarik oleh bumi.
Saat ini Issac Newton belum dapat mendefinisikan besar dari G.
Nilai G tidak bisa diperoleh dari teori, tetapi diperoleh melalui eksperimen.
Henry Cavendish merupakan orang yang pertama kali melakukan
eksperimen untuk menentukan konstanta gravitasi (G) dengan
menggunakan neraca torsi. Bola dengan massa yang berbeda, yaitu m dan
M yang dapat bergerak bebas pada poros akan tarik menarik, sehingga
akan memuntir serat kuarsa, sehingga cahaya yang memantul pada cermin
pun akan bergeser pada skala. Dengan mengkonversi skala dan
memperhatikan jarak m dan M serta massa m dan M, maka Henry
Cavendish menetapkan nilai G adalah 6,754 x 10 -11 N.m2/kg2. Nilai ini
kemudian disempurnakan menjadi G = 6,672 x 10-11 N.m2/kg2.
a) Menentukan Gravitasi
Hukum gravitasi adalah “setiap benda di alam semesta menarik benda
lain dengan gaya yang besarnya berbanding lurus dengan hasil kali
massa-massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara
keduanya”.
Besarnya gaya gravitasi secara matematis dapat ditulis :
m 1m 2
F=G
r2
Dengan keterangan :
F = Gaya Gravitasi (N)
G = Konstanta gravitasi (Nm2/kg2)
m1 m 2 = Massa masing-masing benda (kg)
r = Jarak antara kedua benda (m)

Gambar Hukum Gravitasi Newton.


Sumber:https://www.google.com/search?
q=Hukum+Gravitasi+Newton&sxsrf=ALeKk014OYuSSmtLMHRDrcFcxY7G76JSnw:16019
73606825&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjpyZjeyJ_sAhWb8HMBHW4CDf
QQ_AUoAXoECBcQAw&biw=1242&bih=597#imgrc=YfaG6xHgPcnKNM

b) Resultan Gaya Gravitasi pada Suatu Benda


Gaya gravitasi adalah besaran vektor, sehingga apabila suatu benda
mengalami gaya tarik gravitasi dari lebih satu benda sumber gravitasi,
maka teknik mencari resultannya dipergunakan teknik pencarian
resultan vektor. Apabila dua buah gaya F1 dan F2 yang membentuk
sudut α, maka resultan gayanya dapat ditentukan berdasarkan
persamaan :
F = √ F21 + F 22+ F 1 F 2 cos ∝
1.5.4 Percepatan Akibat Gravitasi Bumi
Gravitasi bumi merupakan sifat bumi di mana benda-benda ditarik
ke arah pusat bumi. Gaya tarik bumi terhadap benda-benda ini dinamakan
dengan gaya gravitasi bumi.Besarnya percepatan akibat gravitasi bumi
pada benda yang bermassa m yang berada pada jarak r dari pusat bumi
dapat dihitung dengan cara berikut:
Mm
F=G
r2
Mm
ma=G
r2
GM
a=
r2
dengan M menyatakan massa bumi. Percepatanadinamakan dengan
percepatan akibat gravitasi bumi, yang disimbolkan dengan symbolg.
GM
g= … … … … … … … …(2)
r2
Pada benda yang letaknya di dekat permukaan bumi maka r =R .Sehingga
diperoleh :
GM
g= =g 0
R2
g0 disebut sebagai percepatan akibat gravitasi bumi di dekat permukaan
bumi.

1.5.5 Medan Gravitasi


Kuat medan gravitasi sama dengan percepatan akibat gravitasi
bumi yang didefinisikan dengan gaya gravitasi per satuan massa. Secara
fisis, dapat diartikan bahwa apabila ada sebuah benda memiliki massa,
maka ruang disekitar benda disebut dengan medan gravitasi. Secara
matematis ditulis dengan :
GM
g=
r2
g = Kuat medan Gravitasi (m/s2)
M = massa benda (kg)
r = jarak antara kedua benda (m)
G = konstanta gravitasi (Nm2/kg2)

Untukpercepatan gravitasi pada ketinggian tertentu di permukaan bumi,


apabila suatu benda berada pada ketinggian h dari permukaan bumi atau
berjarak r = R +h dari pusat bumi, maka perbandingan g ' pada jarak R
dan g pada permukaan bumi dirumuskan sebagai berikut :
M
g' =G
( R+ h )2
M
G
g '
( R+ h )2
= ; GM dapat dicoret
g M
G 2
R
g' R2
=
g ( R+ h )2

R 2
g' = ( )
R+ h
.g

Gambar Ilustrasi Percepatan Gravitasi pada Ketinggian Tertentu di


Permukaan Bumi
Sumber:https://www.gammafisblog.com/2017/02/hukum-gravitasi-newton.html
Besar percepatan gravitasi yang dialami semua benda di
permukaan planet adalah sama. Apabila ada selembar bulu ayam dan
segumpal tanah liat dijatuhkan dari ketinggian yang sama dalam tabung
hampa akan bersamaan mencapai dasar tabung. Namun bila tabung berisi
udara, maka yang mencapai dasar tabung terlebih dahulu adalah tanah liat.
Hal ini bukanlah disebabkan oleh adanya hambatan udara di dalam
tabung.

1.6 Satelit
Menurut Perdirjen (2006), satelit merupakan suatu benda yang beredar di
ruang antariksa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang
menerima dan memancarkan atau memancarkan kembali dan atau menerima,
memproses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi radio. Dengan kata
lain, satelit adalah salah satu benda langit yang tidak mempunyai sumber
cahaya sendiri dan bergerak mengelilingi planetnya, selain itu satelit dapat
memancarkan sinyal komunikasi radio.
Gerak satelit pada Bumi mengikuti hukum Keppler yang didasarkan pada
beberapa asumsi bahwa gerak satelit dipengaruh oleh medan gravitasi Bumi
puast, satelit bergerak dibidang orbit yang tetap di ruang angkasa, massa
satelit tidak signifikan dibandingkan dengan massa Bumi, dan satelit bergerak
dalam ruang hampa. Satelit sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu satelit
alami dan satelit buatan.
a) Satelit Alami
Satelit alami merupakan sateliy yang sudah ada secara alami tanpa
campur tangan manusia yang mengorbit sebuah planet. Satelit alami
planet Bumi yaitu bulan, karena bulan selalu berevolusi terhadap bumi.
Selama mengelilingi Bumi, bulan melakukan 3 gerakan sekaligus yaitu
gerakan rotasi bulan, revolusi bulan, dan gerakan mengelilingi
Matahari.
b) Satelit Buatan
Satelit buatan merupakan benda ruang angkasa buatan manusia
yang mengorbit di sebuah planet. Pembuatannya memiliki jenis
tertentu serta fungsi spesifik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Dilihat dari fungsinya, satelit buatan diantara lain :
 Satelit Navigasi
Navigasi berfungsi untuk penerbangan dan juga untuk pelayaran.
Satelit ini akan memberikan informasi tentang posisi pesawat
terbang dan kapal yang sedang dalam perjalanan.
 Satelit Geodesi
Geodesi satelit memiliki fungsi untuk memetaka planet dan
mendapatkan informasi tentang gravitasi Bumi.
 Satelit Komunikasi
Satelit komunikasi berfungsi untuk alat komunikasi manusia, yaitu
radio, televisi, dan telepon.
 Satelit Meteorologi
Berguna untuk menyelidiki lapisan atmosfer Bumi yang bertujuan
untuk meramalkan cuaca.
 Satelit Penelitian
Satelit penelitian memiliki fungsi untuk menyelidiki tata surya dan
alam semesta lebih bebas tanpa dipengaruhi oleh atmosfer.
 Satelit Militer
Satelit yang berfungsi untuk tujuan militer seperti menyelidiki
senjata lawan.
 Satelit Sumber Daya Alam Survey
Satelit sumber daya alam survey berfungsi untuk memetakkan dan
menyelidiki sumber daya alam yang ada di Bumi demi kepentingan
pertambangan, perikanan, pertanian, dan lainnya.
 Satelit Astronomi
Digunakan untuk mengamati planet dan ciri-ciri planet di tata
surya, galaksi, dan benda angkasa lainnya.
 Satelit Surya
Satelit buatan manusia yang digunakan untuk menyorotkan tenaga
surya kepada antena sangat besar di Bumi yang dapat digunakan
untuk menggantikan listrik konvensional.
Satelit yang berada di luar angkasa harus tetap berada pada orbit yang
ditentukan agar geraknya tetap stabil. Orbit adalah tempat beredarnya satelit
saat mengelilingi bumi. Posisi satelit yang tidak dipengaruhi oleh gaya
gravitasi dan hanya bergerak mengikuti bumi disebut posisi geostasioner.
Gagasan tentang komunikasi satelit pertama kali dicetuskan oleh Arthur C.
Clarke. Beliau berpendapat bahwa dengan menempatkan satelit pada orbit
ekuator dengan ketinggian sedemikian rupa, maka satelit memiliki waktu
periodik 24 jam. Dan posisi satelit akan selalu tetap terhadap setiap titik di
permukaan Bumi, sehigga disebut Satelit Sinkron (Geostationary Satellite).
Orbit geostasioner banyak digunakan oleh satelit komunikasi karena pada
orbit ini memungkinkan satelit dan antena terestrial untuk terus berada pada
posisi yang tetap satu sama lain. Satelit ditempatkan pada orbit geostasioner
melalui dua tahap (Wright, Grego, & Gronlund, 2005). Tahap pertama adalah
meluncurkan satelit ke orbit pemarkiran, yaitu pada ketinggian rendah (200
hingga 300 km). Tahap kedua yaitu memanuver satelit pada orbit transfer
Hohmann eliptis atau orbit transfer geosinkronus (GTO) untuk merubah
orbitnya dari orbit bumi rendah ke orbit geosinkronus.

Diakses dari : Google Book (sistem komunikasi satelit)


Menurut Arthur C. Clarke, satelit yang mengorbit pada ketinggian tertentu
memiliki periode yang sama dengan periode Bumi berputar akan sangat
efektif dalam sistem komunikasi, karena antena tdak pelu mengikuti
pergerakan satelit. Ketinggian yang diperluka untuk orbit Geostationer
diturunkan dari teori dinamika gerak untuk suatu orbit lingkaran dengan
ketinggian h dari tanah. Jika kelilingnya 2n(a+h), dimana a sebesar 6371 Km
adalah jari-jari bumi pergerakan dalam sebuah lingkaran Maka kecepatan
kelilingnya V adalah konstan, karena itu waktu 1 orbit :
2n (a+h)
T=
V
Dari mekanika gaya sentripetal pada sebuah satelit dengan massa M
adalah :
MV ²
Fs =
a+h
MV ²
Mg’ =
a+h
Dimana g’ adalah kecepatan gravitasi pada ketinggian satelit dan akhirnya
dihubungkan dengan percepatan gravitasi :

g’ = g ( a+ha ) ² (1.1)

Dengan mensubstitusi persamaan (1.1) ke dalam persamaan (1.2) :

Mg = ( a+ha ) ² = MV
a+h
²
(1.2)

1
V=a
√ a+h
(1.3)

Masukkan persamaan (1.3) dalam persamaan (1.1) dan menyelesaikan untuk


h;
h = (5075 T2/3 – 6371) Km (1.4)
T adalah waktu dalam jam, dengan kenaikan nilai T = 24 jam diperoleh h =
35,855 Km. Dan nilai h ini sebaai ketinggian dari orbit Geostasiuner.

1.6.1 Pergerakan Gerak


Menurut Yang (2012), untuk menganalisis gerakan satelit, terdapat
dua macam koordinat yakni koordinat sumbu satelit B (oxyz) dan kordinat
sumbu bumi E (OXYZ). Kinematika satelit cabang dalam mekanika klasik
yang membahas gerak satelit dan sistem satelit tanpa mempersoalkan gaya
penyebab gerakannya. Kinematika satelit berorientasi pada tiga sumbu
(x,y,z) yang berkaitan dengan pergerakan satelit yaitu roll, pitch, dan yaw.
Roll adalah gerak naik turunnya sayap kiri atau kanan dan gerak ini terjadi
di sepanjang sumbu x. Pitch adalah gerak naik turunnya hidung satelit
yang terjadi di sepanjang sumbu y. Yaw adalah gerak berbelok dalam
bidang horizontal sepanjang sumbu z.

Gambar 2.1 Kerangka acuan dan variabel pergerakan satelit.


Diakses dari : Jurnal Ilmiah Matematika

Jika persamaan gerak satelit dipelajari dengan meninjau masalah dua


benda yang memenuhi persamaan :
μ
r¨⃗ = - r^ (2.1)

Dimana :
r⃗
r^ = ; vektor satuan sepanjang garis M-m
r
μ = G(M+m) ; jika m << M maka pusat koordinat dapat dianggap titik M
itu sendiri sehingga persamaan gerak dapat ditulis dalam
bentuk yang identik.
Dari persamaan tersebut dapat diturunkan menjadi kecepatan dan
percepatan dari titik massa m relatif terhadap M
⃗v = r˙⃗ = ṙ r^ + r θ̇ θ^ (2.2)
dan
a⃗ =r¨⃗ = (r̈ −r θ ˙²¿ ¿ +(rθ̈+2 ṙ θ˙¿ ¿ θ^ (2.3)

Sesuai kaedah Hukum Newton, turunkan persamaan (1.1) dua kali


terhadap waktu t, membandingkan dengan persamaan (1.3). Sehingga
diperoleh persamaan gerak satelit :
a) Gerak tanpa pengaruh gaya gangguan
μ
r̈ −r θ˙ ² = -

r θ̈+2ṙ θ̇ = 0
b) Grak dengan pengaruh gaya gangguan
μ
r̈ −r θ˙ ² = - + f(r,t)

r θ̈+2ṙ θ̇ = g(r,t)
f(r,t) dan g (r,t) adalah fungsi gangguan pada arah radial r dan tangensial.
Gaya gangguan dibedakan dalam 2 kategori, yaitu yang bersifat
gravitasional dan non-gravitasional. Gaya ganggu gravitasional berasal
dari bentuk bumi yang tidak simetri dan rapat massa yang berbeda disatu
tempat dengan tempat yang lain. Jika satelit yang orbitnya jauh dari Bumi,
gaya ganggu bulan juga turut berperan. Sedangkan gaya ganggu non-
gravitasional dapat berasal pada saat satelit melintasi bayang-bayang
Bumi dibandingkan ketika menerima sinar langsung dari Matahari.
Gaya hambatan atmosfer tidak boleh diabaikan untuk satelit yang
bergerak pada orbit rendah( kurang dari 250 km). Gaya ini mempunyai
arah yang berlawanan dengan arah vektor kecepatan dan secara bertahap
menghilangkan energi satelit. Berkurangnya energi satelit menyebabkan
radius orbit menjadi mengecil secara gradual satelit akan jatuh ke Bumi.
Gaya hambatan atmosfer dapat dituliskan :
1 1
FD = -
⃗ ev = -
CDAρv2⃗ C Aρv⃗v
2m 2m D
Keterangan :
A = Luas penampang satelit
ρ = Rapat massa udara
v = Kecepatan satelit
m = Massa satelit
v⃗
ev
⃗ = adalah vektor satuan dalam arah kecepatan v
v
CD koefisien gesek angkasa, dalam hal ini CD = 1, untuk bola
bulat sempurna dan memenuhi jauh lebih besar dari jalan bebas rata-rata
molekul. CD = 2, untuk bola bulat sempurna dan memenuhi jauh lebih
kecil dari jalan bebas rata-rata molekul, pada ketinggian 0 < H < 250
kilometer gaya ganggu atmosfer cukup berperan.

1.6.2 Persamaan Kecepatan Orbit


Berikut diuraikan kajian teoritis cara meletakkan satelit pada
bidang orbit. Asumsi gerak mengikuti mekanika Newton faktor teknologi,
gangguan gravitasional dan non-gravitasional diabaikan, semua kaedah
Hukum Kepler dapat digunakan untuk bahan telaah. Sehingga kajian
secara teoritis cara meletakkan satelit pada bidang orbit dapat diuraikan
sebagai berikut :

Maka persamaan kecepatan satelit pada orbit elips :

V2 = GM ( 2r − 1a )
atau

V2 =μ ( 2r − 1a )
Jika Vp adalah ekcepatan di titik perihelion dan Va kecepatan dititik
aphelion, maka dengan mensubstitusikan persamaan rp dan ra :
μ 1+ e
V 2p = ( )
a 1−e
μ 1−e
a ( 1+ e )
V 2A =

Vp 1+e
=
VA 1−e
μ
V pV A =
a
Selain itu, untuk meninggalkan bumi/planet induknya, membutuhkan
kecepatan lepas. Kecepatan lepas atau velocity escape merupakan
kecepatan minimal yang diperlukan suatu benda agar meninggalkan planet
induk. Maka benda akan dilepaskan dari permukaan bumi (berjarak r dari
pusat bumi) ke suatu titik tak hingga (a=∞)
GM
ve =
√ r

1.6.3 Transfer Orbit


Impulse merupakan gaya yang bekerja dalam interval waktu singkat dari t 0
hingga t1 dengan t0 = t1. Persamaan yang diperoleh :
t1

I = ∫ Fdt
t0

Untuk t1→ t0
t1

I = lim ∫ Fdt
t1 → t0 t
0

t1
dv
I = lim ∫ m dt
t1 → t0 t
0
dt

I = mV(t1) – mV(t0)
I = mV1 – mV0
Keubahan energi akibat adanya impulse ini, maka persamaan energinya
yaitu :
∆ E = ½ m(V 21−V 20 )
∆ E = ½ m(V 1−V 0 ) (V 1−V 0 )
∆ E = ½ I2 + ⃗I . ⃗
V0
Jika ;
 I tegal lurus V0 → ΔE minimum
 I sejajar V0 → ΔE maksimum
 Momentum sudut L = r x mV
 Perubahan momentum sudut ΔL = L2 L0 = r x I
Norm dari keubahan momentum sudut :
|r x I | = r I sin 
Maka dapat dilihat bila :
 r tegak lurus I maka ΔL maksimum
 r sejajar I maka ΔL minimum

Untuk lintasan elips, maka energi total sistem adalah :


−μm dE μm 2a²
E= → = → Δa = ∆E
2a da 2 a ² μm
Dapat diketahui perubahan setengah sumbu panjang berbanding langsung
dengan energi total sistem. Jika ΔE membesar maka Δa juga membesar,
begitu pula sebaliknya. Akibat adanya impulse dapat mempengaruhi orbit,
diantaranya mengubah periode dan mengubah eksentrisitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anjani, R., S. Ariandini, dan Irawan. 2018. Bahan Ajar Gerak Planet dalam
Pembelajaran Fisika di Madrasah. Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial,
dan Sains. 7(2): 173-180.
Anugraha, R. 2012. Mekanika Benda Langit. Yogyakarta: Lab. Fisika Material
dan Instrumentasi Jurusan Fisika FMIPA UGM.
Gul, Sema. 2007. Pembentukan Alam Semesta dan Big Bang. Yogyakarta:
Yudhistira.
MPB, Imam dan W. Pamungkas. 2014. Sistem Komunikasi Satelit. Yogyakarta :
ANDI.
Octavia, Rumia dan Y. Fuad. 2017. Analisis Kestabilan Sistem Dinamik Satelit
Pengamat Bumi. Jurnal Ilmiah Matematika. 3(6): 158-165.
Perdirjen 357/dirjen/2006.
Siregar, Suryadi. 2017. Fisika Tata Surya. Bandung: ITB.
Surya, Yohanes. 2009. Mekanika dan Fluida Buku 1. Tangerang: PT. Kandel.
Yuniar, Diah. 2013. Studi Perkembangan dan Kondisi Satelit Indonesia. Jurnal
Buletin Pos dan Telekomunikasi. 11(2): 121-136.

Anda mungkin juga menyukai