Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengetian

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan individu terhadap suatu objek

tertentu melalui pancaindera (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

pencideraan dapat menghasilkan pengetahuan dan sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi individu perhadap objek. (Notoadmojo, 2010).

pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. pekerjaan tahu

itu adalah hasil daripada : kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. (Salam,

2008).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan adalah segala

sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal mata pelajaran, dan juga

kepandaian.

9
10

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang ada dalam domain kognitif, yaitu :

1. Tahu : Dapat diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari. Mengingat

kembali sesuatu yang spesifik dari semua yang telah dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. maka dari itu, tahu merupakan tingakatan pengetahuan yang

paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu mengenai apa yang

telah dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

dan sebagainya.

2. Memahami : Memahami suatu objek bukan hanya sekedar mengetahui tentang

objek tersebut, bukan hanya sekedar menyebutkan, namun juga harus bisa

menginterpretasikan dengan menjelaskan, memberikan contoh, menyimpulkan dan

meramalkan apa yang diketahui tentang objek tersebut.

3. Aplikasi : Kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada

situasi yang sebenarnya. dapat diartikan juga sebagai penggunaan hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks pemecahan masalah.

4. Analisis : Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam

komponen-komponen, namun masih dalam suatu organisasi dan masih ada kaitan

satu sama lain. Penggunaan kata kerja yang dapat dilihat yaitu menggambarkan

(membuat gambar), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis : Kemampuan untuk menghubungkan dan meletakkan bagian-bagian

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Atau dapat juga diartikan sebagai
11

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada

sebelumnya. seperti menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada sebelumnya.

6. Evaluasi : Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu objek atau materi. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria sendiri atau

kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Budiman (2013), faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan

yaitu :

a. Pendidikan : Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah

menerima suatu informasi sehingga pengetahuan yang dimilki pun semakin

banyak.

b. Informasi : Sumber informasi yang lebih banyak maka pengetahuan yang dimiliki

pun semakin luas. Informasi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non-

formal dan dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan dan

meningkatkan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai suatu hal

memberikan landasan kognitif yang baru dalam terbentuknya pengetahuan

terhadap hal tersebut.

c. Sosial - Ekonomi : Kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Semakin tinggi tingkat sosial-ekonomi maka akan semakin mudah dalam

menambah pengetahuan
12

d. Lingkungan : Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada di lingkungan itu. Adanya hubungan interaksi timbal

balik yang direspons individu sebagai sebuah pengetahuan.

e. Pengalaman : Sesuatu yang pernah dialami atau di dapat oleh seseorang akan

menambah pengetahuan.

f. Usia : Daya tangkap dan pola pikir seseorang dapat juga dipengaruhi oleh usia.

usia yang semakin bertambah,daya tangkap dan pola pikir seseorang pun akan

semakin baik sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau melalui

angket atau kuesioner yang menanyakan mengenai suatu materi yang ingin di ukur

dari responden atau subjek penelitian. Setiap jawaban benar dari masing-masing

pertanyaan diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor

yang yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100%, dan presentase dengan

rumus sebagai berikut :


13

Keterangan :

P : Nilai pengetahuan

Sp : Skor yang di dapat

n : Jumlah pertanyaan

Menurut Arikunto (2000) pengukuran dapat dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu :

1. Pengetahuan baik 76-100%

2. Pengetahuan cukup baik 56-75%

3. Pengetahuan kurang baik 40-55%

4. Pengetahuan tidak baik <40%

2.2 Tuberculosis

2.2.1 Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri

mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru

namun juga dapat menyerang organ lain di sekitarnya (Saputra, 2010).

Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit infeksi kronis yang di tularkan kepada

individu yang rentan melalui dahak atau droplet (Ginanjar, 2008).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang parenkim paru. selain itu penyakit

ini dapat menyebar ke organ-organ lainnya seperti ginjal, tulang, nodus limfe serta
14

meningen. (Irman Somantri, Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan, 2008).

2.2.2 Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis adalah bakteri yang berbentuk batang berukuran

panjang ± 1-4 mm dan tebal ± 0,3-0,6 mm. Komponen bakteri ini berupa lemak

atau lipid sehingga bakteri ini dapat tahan terhadap asam dan zat kimia serta faktor

fisik. Selain itu, bakteri ini juga bersifat aerob yaitu menyukai tempat-tempat atau

daerah yang banyak akan oksigen. Oleh karena itu paru-paru yang kaya akan

oksigen menjadi tempat yang sangat disukai oleh bakteri M. tuberkulosis.

2.2.3 Penularan dan Faktor resiko Tuberkulosis

Penyebaran tuberkulosis melalui transmisi udara dari droplet atau dahak. Bakteri

TB (Tubercle Basillus) memiliki lipid atau asam lemak yang lebih tahan terhadap

asam dan gangguan fisik maupun kimia sehingga disebut sebagai basil tahan asam

(BTA). Bakteri ini dapat hidup di tempat yang lembap dam dingin, namun jika

terkena sinar matahari langsung maka bakteri ini akan cepat mati. Bakteri TB

memiliki sifat dormant (tidak aktif/terhenti), sehingga bakteri ini dapat bangkit

dan menjadi aktif kembali. apabila bakteri ini terhirup dan masuk ke dalam tubuh

melalui saluran nafas, kemudian merusak jaringan parenkim paru dan menyebar

ke bagian tubuh lainnya dengan melalui peredaran darah dan limfe.


15

Daya penularan TB ditentukan oleh konsentrasi droplet di udara dan lamanya

waktu terpapar. Faktor yang menjadi resiko menjadi penderita TB yaitu

lingkungan yang tidak sehat atau tidak memadai seperti rumah yang sempit,

kumuh, dan tidak didukung ventilasi yang baik, adanya kontak langsung dengan

penderita TB, pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol,

usia, daya tahan tubuh yang lemah, gizi yang kurang atau buruk, dan penyakit

penyerta seperti HIV/AIDS.

2.2.4 Gejala Klinis

Gejala yang muncul tergantung dari bagian organ mana yang terinfeksi bakteri

TB. Infeksi paru-paru biasanya akan menimbulkan gejala batuk kronis selama 3

minggu atau lebih serta berdahak dan terkadang mengeluarkan darah (Hemoptisis)

bila telah terjadi iritasi pada bronkus dan atau ulserasi pembuluh darah pada

dinding kavitas. Gejala umum yang sering muncul juga yaitu anoreksia (mual-

muntah) dan terjadi penurunan berat badan, lemah dan lesu, demam dan

berkeringat pada malam hari walaupun tanpa ada kegiatan. Biasanya juga di tandai

dengan adanya nyeri dada, wheezing dan dipsneu, namun gejala ini terjadi ketika

penyakit TB telah berlanjut menjadi lebih parah seperti infiltrasi ke bagian pleura,

endobronkus, dan setengah dari paru.


16

2.2.5 Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

A) Tuberkulosis paru : adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim

paru. Tidak termasuk pleura atau selaput paru dan kelenjar hilus.

B) Tuberkulosis ekstra paru : tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, seperti selaput otak, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,

alat kelamin, dan organ lainnya.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik :

A) Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

2) 1 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya BTA positif dan foto

toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis

positif

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotik non-OAT.

B) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi kriteria pada BT paru BTA positif :

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

2) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

3) Tidak ada perbaikan setelah diberi antibiotik non-OAT


17

4) Dipertimbangkan oleh dokter untuk pemberian pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe,

yaitu :

1) Kasus baru : Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)

2) Kasus kambuh : Penderita tuberkulosis yang sebelumnya sudah mendapat

pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di diagnosis

kembali dengan BTA positif (Hapusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat : Penderita yang telah berobat dan putus berobat selama

2 bulan atau lebih dengan BTA positif

4) kasus setelah gagal : penderita yang yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan

5) Kasus pindah : Penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register

tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain : Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan dan karakteristik diatas.

dalam hal ini termasuk kasus kronik yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan BTA

positif setelah selesai pengobatan berulang.


18

2.2.6 Patofisiologi

Infeksi berawal ketika seseorang terpapar pertama kali dengan bakteri TB paru.

Droplet yang terhirup masuk ke saluran pernafasan, melewati bronkus, dan

menetap di alveoli. Kemudian bakteri ini mulai berkembang biak, berpoliferasi

(membelah diri) dan telihat bertumpuk. Selanjutnya sistem imun tubuh

memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag

melakukan fagositosis/menelan bakteri, sedangkan limfosit spesifik-tuberkulosis

menghancurkan basil. Infeksi awal biasanya muncul dalam 2-10 minggu setelah

terpapar.

Infeksi juga tergantung dari banyak kuman yang masuk dan daya tahan tubuh dan

imunitas sel. Perkembangan bakteri TB dapat terhenti bila daya tubuh seseorang

itu baik dan kuat. Namun, perlu diketahui juga bahwa salah satu sifat dari bakteri

ini adalah dormant (Tidur), sehingga kadang ketika daya tahan tubuh menjadi

lemah maka imunitas tubuh pun mungkin tidak akan mampu untuk dapat

menghentikan perkembangan bakteri ini. Akibatnya orang tersebut mengalami TB

paru.

Masa inkubasi penyakit ini kira-kira 6 bulan dimulai saat terinfeksi hingga sakit.

Interaksi antara bakteri TB dengan sistem imun pada awal infeksi dapat

membentuk granuloma. Granuloma ini terdiri dari gumpalan basil yang hidup dan

mati yang di kelilingi makrofag seperti dinding. Kemudian granuloma akan


19

berubah bentuk berupa massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut

disebut ghon tubercle. Jaringan fibrosa tersebut kemudian menjadi nekrortik yang

selanjutnya membentuk jaringan yang tampak seperti keju (necrotizing caesosa).

Penyakit yang makin parah dapat timbul akibat infeksi berulang. Keadaan yang

seperti ini menyebabkan ghon tubercle mengalami ulserasi hingga menjadi

necrotizing caesosa di dalam bronkus. Ulserasi tersebut kemudian membentuk

jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi akan meradang dan menimbulkan

bronkopneumonia, membentuk tubercle, dan seterusnya. Proses ini akan terus

berjalan. Basil akan terus difagosit dan berkembang biak di dalam sel. Makrofag

melakukan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian lainnya bersatu

membentuk sel tubercle epiteloid yang dikelilingi limfosit. Bagian yang

mengalami nekrosis (kematian jaringan) dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel

epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respons berbeda. Pada akhirnya

terbentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. Ciri khas dari TB paru yang

sudah parah adalah kerusakan paru yang luas dengan adanya kavitas atau efusi

pleura.

2.2.7 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).


20

Penanganan TB dapat dilakukan dengan memberikan obat anti TB (OAT). OAT

harus diberikan dalam kombinasi setidaknya dua obat yang bersifat bakterisida

dengan atau tanpa obat ketiga. pengobatan ini diberikan dalam waktu jangka

panjang secara teratur dan terus menerus. Diusahakan agar tidak terjadi putus obat

dalam jadwal pengobatan.

Kombinasi obat dalam pengobtatan TBC adalah sebagai berikut :

Setiap hari 2kali/Minggu 3 kali/Minggu

Isoniazid 5 mg/kg; max 400 12 mg/kg; max 900 15 mg/kg max 900

(INH) mg mg mg

Rifampisin 10 mg/kg; max 600 10 mg/kg; max 600 15 mg/kg max 600

mg mg mg

Pirazinamid 15-30 mg/kg; max 50-70 mg/kg; max 4 50-70 mg/kg; max 3 g

2g g

Etambutol 15-30 mg/kg; max 50 mg/kg 25-30 mg/kg

2,5 g

Streptomisin 15 mg/kg max 1 g 25-30 mg/kg; max 25-30 g/kg;

1,5 g max 1 g

Jika penderita gagal berespon terhadap obat lini pertama standar dia atas atau

terjadi resistensi multi-obat, obat lini kedua diberikan :


21

1. Kapreomisin,

2. Etionamid,

3. Natrium Para-aAminosalisat, dan

4. Sikloserin.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut :

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

A. Tahap awal (intensif)

a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.
22

B. Tahap Lanjutan

a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama

b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya sekambuhan.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia

1. Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3

Diberikan pada penderita TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif, foto

thoraks positif dan TB ekstra paru.

2. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/(HR)3E3

Diberikan pada penderita BTA positif yang sudah diobati sebelumnya yaitu

pada penderita yang kambuh, gagal dan atau putus pengobatan. penderita

dengan riwayat pengobatan lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan

hasil uji kepekaan secara individu. selama menunggu hasil uji kepekaan

diberikan panduan pengobatan 2HRZES/(HRZE)/(HR)3E3. HRZE adalah obat

sisipan tahap intensif yang diberikan selama 1 bulan.

3. Paket Kombipak

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan

program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek

samping OAT KDT.


23

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan

tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien

dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektivitas obat dan mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi

sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan berbagai

upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan

5 komponen strategi DOTS yakni :

A. Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk dukungan

dana). Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah satu

prioritas utama dalam program kesehatan, dan akan tersedia dana yang sangat

diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.


24

B. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Mikroskop

merupakan komponen utama untuk mendiagnosa penyakit TB melalui

pemeriksaan dahak langsung pada penderita tersangka TB.

C. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO). PMO ini yang

akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini

untuk memastikan bahwa penderita betul minum obatnya dan bisa diharapkan

akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang

dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan. Mereka

bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh

agama.

D. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

Panduan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu

pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan

penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu

terjamin.

E. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB. Pencatatan dan pelaporan ini

merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB. Dengan rekam medik

yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan pengobatan

penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan

sembuh atau selesai pengobatannya.


25

Indikator untuk menilai kemajuan penanggulangan TB yaitu :

1. Angka penemuan pasien TB baru TB BTA+ (CDR/Case Detection Rate).

2. Angka keberhasilan pengobatan (Succes Rate/SR)

2.2.8 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderit TBC meliputi pemeriksaan fisik umum bersistem

dari observasi keadaan umum, pemeriksaan vital sigi atau tanda-tanda vital, B1

(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), b4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

pada penderita TBC atau TB paru biasanya pemeriksaan fisik yang dilakukan

berfokus pada B2 (Breathing).

Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas

pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai

secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis,

somnolen, sopor, sopor koma, atau koma.

A. B1 (Breathing),Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan

pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

1) Inspeksi, Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien

dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan

proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi


26

diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi

pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada,

pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai

atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat

penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi

yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi,

biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan.

2) Palpasi, Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru

tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas

biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan

gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan

kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara (fremitus vokal). Getaran

yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien

berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah

distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam

gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan

bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.

3) Perkusi, Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya

akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien

dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan

didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya

akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka


27

didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang

mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.

4) Auskultasi, Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan

(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk

mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya

ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara

disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai

komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan

penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

B. B2 (Blood), Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi :

1) Inspeksi, inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.

2) Palpasi, denyut nadi perifer melemah.

3) Perkusi, batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi

pleura masif mendorong ke sisi sehat.

4) Auskultasi, tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan

biasanya tidak didapatkan.

C. B3 (Brain),Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis

perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien

tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat

dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kongjungtiva

anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.


28

D. B4 (Bladder),Pengukuran volume output urine berhubungan dengan

intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria

karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan

agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang

menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum

OAT terutama rifampisin.

E. B5 (Bowel),Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan

penurunan berat badan.

F. B6 (Bone),Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.

Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup

menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Tes kulit TB Mantoux menggunakan PPD (Purified Protein Derivative/Derivat

Protein yang telah Dimurnikan) tuberkulin yang diinjeksikan secara intradermal

dan akan menghasilkan reaksi inflamasi lokal di tempat injeksi tersebut dalam

waktu 48-72 jam

2. Pemeriksaan rontgen dada dapat mengungkapkan adanya kawah, rongga, efusi

pulmonal, dan kerusakan paru terkait, tetapi tidak mendiagnosis TB laten atau

primer

3. Spesimen sputum untuk kultur dan sensitivitas


29

4. Acid-Fast Smear (Tes Bakteri Tahan Asam) : Bagian terluar yang berlilin pada

kapsul basil tuberkel akan menyerap zat warna merah ketika zat warna tahan asam

dioleskan ke kaca objek

5. Bronkoskopi akan mengungkapkan terjadinya inflamasi dan perubahan patologi di

dalam jaringan paru. Sputum untuk sitologi dapat diambil melalui bronkoskop jika

pasien tidak mampu menghasilkan spesimen yang adekuat

6. Pemeriksaan Quanti FERON-TB Gold (QFT-G) adalah pemeriksaan darah yang

memberikan hasil dalam 24 jam, dan tidak seperti pemeriksaan kulit TB

menggunakan PPD, reaksi positif palsu tidak terjadi pada pengulangan

pemeriksaan

7. Torasentesis untuk mendapatkan cairan pleura untuk pemeriksaan sitologi akan

memperlihatkan adanya basil tahan asam (Acid-Fast) yang sensitif terhadap panas,

tidak bergerak (Nonmotil), aerob.


30

2.3 Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Made Suadyani Pasek dan I Made Satyawan

(2013) yang berjudul “Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB

dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng” di dapatkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara persepsi dan pengetahuan dengan kepatuhan

pengobatan TB. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Regresi Logistik. Dijelaskan

bahwa pengaruh variabel persepsi dan tingkat pengetahuan penderita TB memberi

pengaruh terhadap kepatuhan pengobatan sebesar 52,5%, sedangkan pengaruh faktor

lain yang tidak diteliti dalam penelitian sebesar 47,5%.

Berdasarkan penelitian yang diakukan oleh Ruslanti Sianturi (2014) yang berjudul

“Analisis Faktor yang Berhubungan dengan TB Paru (Studi Kasus di BKPM Semarang

2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan penderita terhadap TB

paru dengan kekambuhan TB paru di BKPM Semarang. Hasil uji berdasarkan uji Chi

Square yang diperoleh p=0,0001 (p< α 0,05). Dengan hasil responden yang memiliki

pengetahuan kurang sebanyak 69,2% dibandingkan dengan responden yang pengetahuan

cukup dan baik sebanyak 30,8%.

Anda mungkin juga menyukai