Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN KASUS ISPA


(INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS)

Dosen Pembimbing : Hanim Nur Faizah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

Dimas Setya Putra (18.11.2.149.102)


Iha Zuliana Kamisatun (18.11.2.149.109)
Ima Nuria Aeni (18.11.2.149.110)
Naneng (18.11.2.149.122)
Nur Mahmudi Fatchul H (18.11.2.149.125)
Retno Sulistiani (18.11.2.149.127)
Salsabilla Alifiah Tania P (18.11.2.149.130)
Susilowati Ningtyas (18.11. 2.149.136)
Tutut Hidayati (18.11.2.149.138)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN

2020
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN KASUS ISPA


(INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS)

Tujuan : Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Komunitas 2

Dosen Pembimbing : Hanim Nur Faizah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

Dimas Setya Putra (18.11.2.149.102)


Iha Zuliana Kamisatun (18.11.2.149.109)
Ima Nuria Aeni (18.11.2.149.110)
Naneng (18.11.2.149.122)
Nur Mahmudi Fatchul H (18.11.2.149.125)
Retno Sulistiani (18.11.2.149.127)
Salsabilla Alifiah Tania P (18.11.2.149.130)
Susilowati Ningtyas (18.11.2.149.136)
Tutut Hidayati (18.11.2.149.138)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN

2020
Lembar Pengesahan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Komunitas Dengan Kasus ISPA. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas 2.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun banyak mendapat ilmu dari dosen
pembimbing. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada YTH. :
Hanim Nur Faizah,S.Kep.,Ns.,M.Kep Penyusun menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
makalah ini.
Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana menambah pengetahuan
tentang Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan ISPA. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penyusun untuk menambah wawasan.

Tuban, 21 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai daerah tropis berpotensi menjadi daerah endemic dari


beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA, misalnya
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh asap karena kebakaran hutan,
gas buangan yang berasal dari sarana transportasi dan polusi udara dalam
rumah karena asap dapur, asap rokok, perubahan iklim global antara lain
perubahan suhu udara, kelembaban, dan curah hujan merupakan ancaman
kesehatan terutama pada penyakit ISPA (Endah, 2009).Jumlah kejadian ISPA
di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun, tetapi berbeda antar daerah. Di
daerah perkotaan jumlah penderita ISPA umumnya lebih tinggi yaitu 6-8 kali
per tahun, sedangkan di pedesaan hanya 3-4 kali per tahun.

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang


melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling
sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau
puskesmas untuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan (Cahya,
2016). World Health Organization (WHO) dalam Siska (2017),
memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Pada tahun 2010,
jumlah kematian pada balita Indonesia sebanyak 151.000 kejadian, dimana
14% dari kejadian tersebut disebabkan oleh pneumonia (Siska, 2017). Hasil
survey yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2013, diperkirakan kasus ISPA
pada anak dengan usia dibawah 5 tahun menunjukkan angka tertinggi pada
wilayah Asia Tenggara sebanyak 168.74 juta kasus, sedangkan diurutan
kedua wilayah pasifik barat dengan jumlah kasus baru 133.05 juta.

Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di Indonesia telah mencapai 25%


dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 % dengan 16 provinsi
diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Selain itu ISPA
juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan
ISPA/ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 32,10% dari seluruh kematian balita) (Kemenkes RI, 2016). ISPA
merupakan salah satu penyebab kematian anak di Negara sedang
berkembang. ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak
berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya. Setiap anak balita
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi
kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20-30% (Indah, 2015).

Dari uraian di atas penyusun tertarik membuat asuhanan keperawatan


penyakit ISPA di komunitas, dan di harapkan dengan adanya asuhan
keperawatan penyakit ispa komunitas dapat meningkatakan kualitas hidup di
komunitas.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum : Untuk menerapkan Asuhan Keperawatan Komunitas Dengan
Kasus ISPA.
2. Tujuan Khusus :
a. Mampu melakukan dengan kasus ISPA
.b. Mampu menentukan analisa dengan kasus ISPA.
c. Mampu menentukan prioritas masalah dengan kasus ISPA.
d. Mampu menentukan diagnosa keperawatan dengan kasus ISPA.
e. Mampu menyusun perencanaan keperawatan dengan kasus ISPA.
f. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan dengan kasus ISPA.
1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi penulis
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti untuk mengetahui cara pemberian
asuhan keperawatan pada penderita ISPA.
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat atau pasien Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan bahan bacaan bagi keluarga penderita ISPA.
b. Bagi institusi atau pendidikan Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu
bagi institusi keperawatan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR KASUS KOMUNITAS


2.1.1 KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS
Menurut Kontjaraningrat (1990) Komunitas adalah, sekumpulan manusia
yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Betty
Neuman (1989) berpendapat bahwa, komunitas juga dipandang sebagai klien “
Client is an interacting open system in t otal interface with both internal and
external forces or stressors “. Sedangkan Logan dan Dawkin (1987) menuliskan
bahwa pengertian keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan pada kelompok
resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
kepeawatan.
Pernyataan lain menurut Soerjono Soekanto (1982) komunitas adalah
menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah
(dalam arti geografi) dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya
adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya, dibandingkan dengan
penduduk diluar batas wilayahnya. Adapun menurut WHO (1974) komunitas
adalah kelompok sosial yang di tentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan interaksi antar
anggota masyarakat.
Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan
utama yang ditujukan pada masyarakat pada prakteknya memerlukan acuan atau
landasan teoritis untuk menyelesaikan penyimpangan dalam kebutuhan dasar
komunitas. Salah satunya adalah konsep menurut (Christine Ibrahim, 1986)
keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat) konsep pokok, yang meliputi
konsep manusia, kesehatan, masyarakat dan keperawatan. Paradigma keperawatan
ini menggambarkan hubungan teori-teori yang membentuk susunan yang
mengatur teori-teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga
menimbulkan hal- hal yang perlu di selidiki (Christine Ibrahim, !986).
Model teori Neuman menggambarkan bahwa komunitas adalah sistem terbuka
yang mempunyai sumber energi (infra struktur) dan mempunyai 5 variabel yang
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam komunitas yaitu; Biologis,
psikologis, sosiokultural, perkembangan dan spiritual.
Model teori Neuman dilandasi oleh teori sistem dimana terdiri dari
individu, keluarga atau kelompok dan komunitas yang merupakan target
pelayanan kesehatan. Kesehatan masyarakat ditentukan oleh hasil interaksi yang
dinamis antara komunitas dan lingkungan serta tenaga kesehatan untuk
melakukan tiga tingkat pencegahan yaitu; pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
1. Pencegahan Pri mer
Pencegahan primer dari arti sebenarnya, terjadi sebelum sakit atau diaplikasikan
ke populasi yang sehat pada umumnya. Pencegahan primer ini mencakup kegiatan
mengidentifikasi faktor resiko yang terjadinya penyakit, mengkaji kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan dan pendidikan dalam komunitas. Pencegahan ini
mencakup peningkatan kesehatan pada umumnya dan perlindungan khusus
terhadap penyakit.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah intervensi yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder menekankan pada diagnosa dini intervensi yang tepat,
memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit.
3. Pencegahan Tersier
Tingkat pencegahan ini adalah untuk mempertahankan kesehatan setelah terjadi
gangguan beberapa sistem tubuh. Rehabilitasi sebagai tujuan pencegahan tersier
tidak hanya untuk menghambat proses penyakitnya, tetapi juga mengendalikan
individu kepada tingkat berfungsi yang optimal dari ketidakmampuannya.
Sasaran dari perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,
kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit yang mempunyai
masalah kesehatan atau perawatan (Nasrul Effendy, 1998), sasaran ini terdiri dari :
1. Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu tersebut
mempunyai masalah kesehatan / keperawatan karena ketidakmampuan merawat
dirinya sendiri oleh sesuatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi
anggota keluarga lainnya baik secara fisik, mental maupun sosial.
2. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga,
anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah tangga
karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan
yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa
anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan / keperawatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga lain, dan keluarga-keluarga
yang ada disekitarnya.
3. Kelompok khusus
Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis
kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan
terhadap masalah kesehatan, dan termasuk diantaranya adalah :
a. Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhannya seperti ; Ibu hamil, bayi baru lahir, anak
balita, anak usia sekolah, usia lanjut.
b. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah :
Penderita penyakit menular seperti; TBC, AIDS, penyakit kelamin dan lainnya.
Penderita yang menderita penyakit tidak menular, seperti; Diabetes melitus,
jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lainnya :
a. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya : WTS,
pengguna narkoba, pekerja tertentu, dan lainnya
b. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah: Panti Werdha,
panti asuhan, pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental, sosial dan lainnya),
penitipan anak balita.
4. Tingkat Komunitas
Pelayanan asuhan keperawatan berorientasi pada individu, keluarga dilihat
sebagai satu kesatuan dalam komunitas. Asuhan ini diberikan untuk kelompok
beresiko atau masyarakat wilayah binaan. Pada tingkat komunitas, asuhan
keperawatan komunitas diberikan dengan mamandang komunitas sebagai klien.

2.1.2 PERAN PERAWAT KOMUNITAS (PROVIDER OF NURSI NG CARE)


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah :
1. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisirdalam
rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti
yang diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah
kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status
kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan
pengumpulan data.
3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan
puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan team
kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan
kesehatan. Dengan demikianpelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu
kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang
lainnya.
4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu
terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam merubah
perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan.
5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan
motivasi dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dalam setiap upaya pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh masyarakat misalnya: kegiatan posyandu, dana sehat, mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan tahap penilaian, sehingga ikut
dalam berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
pengorganisasian masyarakat dalam bidang kesehatan.
6. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik
dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan di contoh oleh
masyarakat.
7. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan
dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Dan perawat
kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.
8. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan
beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

2.2 KONSEP DASAR PENYAKIT ISPA


2.2.1 DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada
saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni
bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di
Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute
Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran
nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan,
influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang
bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.
(WHO) Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka
kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/
kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu;
usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak
tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

2.2.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru
dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa
ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
A. Faktor pencetus terjadinya ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua
karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan
asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

B. Faktor Pendukung terjadinya ISPA


1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah
Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA.
Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia
pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita
yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih
rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku
bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan
penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
1. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit
ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, clamydia
trachomatis, mycoplasma danstaphylococus, haemophylus influenzae,
pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut
berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang
semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara
keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420).

2.2.3 MANIFESTASI KLINIS


a. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
b. Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
c. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda
pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
d. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku
dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
e. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
f. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
g. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
h. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
i. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
j. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
k. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

2.2.4 KOMPLIKASI
Komplikasi Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang
sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.Komplikasi yang
dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran
infeksi.
a. Sinusitis paranasal Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena
pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum
tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan
biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah
dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus
disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan
pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa
sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan
antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli
dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan
menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan
bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang
menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila
kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga
dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan
menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah,
juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek
sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan
terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu
dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah
48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik. Parasentesis
(penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani
pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).

2.2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.Fokus utama pada
pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan yaitu :
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati
adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

2.2.6 PENATALAKSANAAN
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat
batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) . Pedoman
penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk
kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk
tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang
yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a.Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2. Pengobatan dan perawatan


Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
Pengobatan antara lain :
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

2.2.7 PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa- apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :
a) Dapat sembuh sempurna.
b) Sembuh dengan atelektasis.
c) Menjadi kronos.
d) Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan
gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat
pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini
banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang
rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien
keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada
ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara
nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok
dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

2.2.8 WOC

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PENYAKIT ISPA


A. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti
yang dialaminya sekarang)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien) Pemeriksaan fisik à

B. difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :


a.Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis\
3)Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
d.Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

Anda mungkin juga menyukai