Anda di halaman 1dari 9

Sains Peternakan Vol.

11 (2), September 2013: 70-78


ISSN 1693-8828

Evaluasi Proteksi Sabun Kalsium Sebagai Pakan Suplemen Berdasarkan


Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik dan pH In Vitro
di dalam Rumen dan Pasca Rumen
Pramono. AI,III, KustonoI, D. T. WidayatiI, P. P. PutroII, E. HandayantaIII dan H. HartadiI
I)
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
II)
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
III)
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Email: ahmad_pram@uns.ac.id

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proteksi sabun kalsium sebagai pakan
suplemen berdasarkan kecernaan bahan kering (KcBK), kecernaan bahan organik (KcBO) dan pH
secara in vitro di dalam rumen dan pasca rumen. Pakan suplemen sabun kalsium berbahan baku
minyak ikan lemuru dan bungkil kedelai dibuat dengan metode proteksi penyabunan dan
mikroenkapsulasi. Penelitian ini menggunakan rancangan Split Subject Repeated Measurement Design
dengan 3 perlakuan (sabun kalsium, bungkil kedelai dan rumput pangola) masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 5 kali. Pengamatan kinetika KcBK, KcBO dan pH rumen dilakukan pada titik
inkubasi jam ke 2, 4, 8, 12, 24 dan 48 jam. Hasil penelitian tahap satu di dalam rumen menunjukkan
bahwa sabun kalsium memiliki KcBK: 38,65; 40,00; 42,66; 46,32; 54,40 dan 51,40%; KcBO: 39,44;
41,27; 44,31; 46,32; 56,62 dan 52,50%. Kinetika pH cairan rumen masing-masing: 6,89; 6,79; 6,78;
6,74; 6,71; dan 6,88. Kecernaan bahan kering sabun kalsium pasca rumen 74,85% dan kecernaan
bahan organik 72,94%. Hasil penelitian disimpulkan bahwa sabun kalsium paling tahan dari degradasi
mikrobia di dalam rumen dibandingkan dengan perlakuan yang lain dan sabun kalsium dapat
terdegradasi dan tercerna di dalam abomasum sampai dengan usus halus. Kondisi pH cairan rumen
pada penelitian ini optimal sehingga tidak mengganggu fermentasi dalam rumen.

Kata kunci: sabun kalsium, in vitro, KcBK, KcBO, pH

Evaluation of Calcium Soap Protection as a Feed Supplement Based on Dry Matter Digestibility,
Organic Matter Digestibility and pH in Vitro in the Rumen and Post Rumen

ABSTRACT

The research aims to evaluate calsium soap protection as feed supplement based on dry matter
digestibility, organic matter digestibility and pH in vitro in the rumen and post rumen. Calsium soap
was produced from sardine fish oil and soybean meal, through two protection methods. It was
saponification and microencapsulation. This research used Split Subject Repeated Measurement
Design with 3 treatments (calcium soap, soybean meal and pangola grass) which each treatment was
repeated 5 times. The observation kinetics of dry matter digestibility, organic matter digestibility, and
pH rumen fluid were done in incubation times (2, 4, 8, 12, 24 and 48 hours respectively). The first
results of the research showed that in the first step (rumen) has dry matter digestibility of calcium
soaps: 38.65; 40.00; 42.66; 46.32; 54.40 and 51.40% respectively; organic matter digestibility: 39.44;
41.27; 44, 31; 46.32; 56.62 and 52.50% respectively. Kinetics of pH rumen fluid: 6.89; 6.79; 6.78;
6.74; 6.71, and 6.88 respectively. In the second step (post rumen), the digestibility of calsium soap
production has dry matter digestibility of 74.85% and organic matter of digestibilty of 72.94%. The
results could be concluded that in the rumen, calcium soap is the most microbial degradation resistant
compared the others and it can be degraded and digested in the abomasum to the small intestine.
Therefore pH of rumen fluid is optimal, so it does not interfere with the fermentation in the rumen.

Keywords: calsium soap, in vitro, dry matter digestibily, organic matter digestibility, pH value

70
PENDAHULUAN memiliki kelebihan yaitu kandungan protein
yang cukup tinggi, nilai kecernaannya tinggi,
Energi dan protein merupakan nutrien baunya sedap, dan dapat meningkatkan
vital untuk semua ternak karena dibutuhkan palatabilitas ransum (Kamal, 1998). Namun
untuk sintesis hormon, memperbaiki pemberian bungkil kedelai tanpa proteksi
jaringan, sintesis susu dan fungsi fisiologis pada sapi perah kecernaannya sangat tinggi
lainnya yang kesemuanya dibutuhkan guna dalam rumen sehingga protein tersebut akan
memenuhi kebutuhan hidup pokok, dimanfaatkan oleh mikrobia rumen menjadi
pertumbuhan, produksi susu dan reproduksi protein mikrobia.
(Lanyasunya et al., 2005). Peningkatan Perlakuan proteksi dibutuhkan untuk
asupan energi pada ternak ruminansia dapat memperoleh manfaat yang nyata dari adanya
dilakukan dengan meningkatkan energi suplementasi sumber energi dan atau protein
pakan menggunakan lemak (minyak), dalam pakan. Pada suplementasi asam lemak
sedangkan asupan protein dapat ditingkatkan tidak jenuh proteksi diperlukan untuk
dengan pemberian protein terproteksi yang menghindarkan asam lemak tidak jenuh dari
dapat lolos degradasi oleh mikrobia rumen biohidrogenasi ikatan ganda oleh mikrobia
(Pramono et al., 2011). rumen (Ashes et al., 1995). Proteksi juga
Kendala utama pemberian lemak berguna untuk mengeliminasi dampak
yaitu lemak mudah mencair pada kondisi negatif suplementasi asam lemak tidak jenuh
suhu rumen, sehingga dapat menghambat pada aras tinggi, berupa penurunan
proses fermentasi bahan pakan dan aktivitas degradabilitas serat (Aharoni et al., 2004).
mikrobia dalam rumen. Salah satu sumber Metabolisme lemak pada sapi perah
energi potensial, banyak tersedia, dan diupayakan by pass, karena profil asam
harganya murah adalah minyak ikan lemuru. lemak dalam jaringan adipose dapat
Minyak ikan lemuru mengandung asam mencerminkan profil asupan asam lemak
lemak tak jenuh tinggi. Suplementasi asam asal pakan (Putro, 2007). Strategi untuk
lemak tidak jenuh terbukti dapat menurunkan kelarutan (pembentukan
meningkatkan efisiensi energi melalui suspensi) asam lemak tak jenuh rantai
peningkatan densitas energi dan menopang panjang dalam rumen, adalah dengan
peningkatan efisiensi sintesis protein diubah (dibuat) menjadi sabun kalsium
jaringan melalui peningkatan aliran nitrogen (Jenskin dan Palmquist, 1984).
(N) non amonia ke duodenum (Elliot et al., Sabun kalsium (Ca-soap) merupakan
1997; Johnson et al., 2002). Kendala yang salah satu teknologi untuk melindungi lemak
ditemukan apabila minyak ikan lemuru yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan.
diberikan secara langsung dalam pakan Sabun kalsium merupakan bentuk lemak
adalah (1) adanya proses hidrogenasi dalam terlindung dan merupakan sumber lemak
rumen yang mengubah lemak tak jenuh yang efektif dalam bahan pakan ternak
menjadi jenuh; (2) pemberian minyak dapat ruminansia, karena sistem fermentasi rumen
mengganggu aktivitas mikrobia selulitik, tetap normal, kecernaan asam lemaknya
sehingga menurunkan laju fermentasi dalam tinggi dan sabun ini dapat dengan mudah
rumen; (3) minyak ikan lemuru mempunyai dicampur dengan beberapa jenis bahan
bau (aroma) yang amis karena mengandung pakan (Jenkins dan Palmquist, 1984).
senyawa trimethil amin oksida yang apabila Melalui metode saponifikasi dengan
dicampurkan secara langsung dalam ransum, garam kalsium (CaCl2) diharapkan
akan menyebabkan rendahnya palatabilitas penggunaan lemak pada taraf yang tinggi
sehingga sapi biasanya tidak mau makan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
(Pramono et al., 2011) . ekosistem mikrobia rumen. Ikatan antara
Bungkil kedelai merupakan produk kalsium bersifat riversibel (dapat lepas
sampingan dari ekstraksi minyak dari kembali) pada kondisi asam. Sabun yang
kedelai utuh (Agus, 2012). Bungkil kedelai dihasilkan bersifat stabil (tidak mudah

Evaluasi Proteksi Sabun Kalsium… (Pramono et al.) 71


mencair atau terurai) dalam cairan rumen dan mikroenkapsulasi. Komposisi kimia
yang mempunyai pH netral, namun ikatan sabun kalsium tercantum pada Tabel 2.
Ca dan asam lemak pada saat melewati Bahan-bahan untuk analisis
abomasum yang mempunyai pH sangat kecernaan in vitro seperti: gas CO2, cairan
asam akan lepas menghasilkan ion Ca dan rumen, larutan McDougall (saliva buatan)
asam lemak bebas dan selanjutnya masuk termasuk larutan CaCl2 4% yang
usus halus dan diserap pada usus halus. ditambahkan menjelang digunakan, HCl
Pada saat masuk usus besar yang 20%, dan pepsin 5%. Peralatan yang
mempunyai pH netral sisa ion Ca dan digunakan adalah adalah timbangan analitik
asam lemak tidak membentuk sabun merk Sartorius dengan kapasitas 150 g, kain
kembali (Schaefer, 2000). Percobaan kasa, tabung reaksi 50 ml, karet penyumbat,
pemberian lemak padat (tallow) asal waterbath, dispensette, jirigen, crucible,
hewan seperti minyak ikan yang dibuat thermos, glasswool, gelas ukur 2000 ml,
sabun kalsium pada sapi terbukti dapat kompor listrik, pipet 5 ml, dan ballpump.
menurunkan degradasi lemak dari 52%
menjadi 44,9%, dan pencernaan serat Metode penelitian
dalam rumen tetap normal (tidak ada
gangguan) (Jenskin dan Palmquist, 1984). Dua ekor Sapi PO yang digunakan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pada penelitian ini, ditimbang terlebih
proteksi sabun kalsium sebagai pakan dahulu untuk mengetahui berat badannya
suplemen berdasarkan kecernaan bahan sehingga dapat ditentukan kebutuhan
kering (KcBK), kecernaan bahan organik pakannya. Kebutuhan bahan kering sapi per
(KcBO) dan pH secara in vitro di dalam ekor menggunakan rumus kebutuhan bahan
rumen dan pasca rumen. kering 3% dari berat badan. Imbangan pakan
hijauan : konsentrat adalah 70 : 30. Ransum
MATERI DAN METODE yang digunakan mengandung protein kasar
12% dan total digestable nutrients 60%.
Penelitian ini dilakukan di kandang Bahan pakan yang digunakan untuk
percobaan Bagian Nutrisi dan Makanan menyusun konsentrat terdiri atas konsentrat
Ternak, Laboratorium Ilmu Makanan jadi nutrivit, branpollard, urea, dan mineral.
Ternak, Laboratorium Teknologi Makanan Hijauan yang digunakan adalah rumput raja.
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul
Gadjah Mada dan Laboratorium Nutrisi dan 08.00 WIB dan 15.00 WIB, sedangkan air
Makanan Ternak Universitas Sebelas Maret. minum untuk ternak diberikan secara ad
libitum.
Materi penelitian Sampel yang digunakan adalah
pakan suplemen sabun kalsium, bungkil
Ternak yang digunakan pada kedelai tanpa proteksi, dan rumput pangola.
penelitian ini adalah sapi Peranakan Ongole Kemudian sampel tersebut digiling
(PO) betina berfistula rumen sebanyak 2 menggunakan wiley mill dengan diameter
ekor berumur sekitar tiga tahun, dengan lubang saringan ukuran 1 mm.
berat badan 260 kg dan 325 kg. Pengukuran kecernaan in vitro yang
Bahan yang digunakan adalah dilakukan mengacu pada prosedur Tilley dan
minyak ikan lemuru dan bungkil kedelai Terry (1963) yang telah dimodifikasi oleh
sebagai bahan baku sabun kalsium. Utomo (2010), dimana terdapat perbedaan
Komposisi asam lemak minyak ikan lemuru yakni pada prosedur tahap I ke tahap II tanpa
(MIL) tercantum dalam Tabel 1. adanya proses pencucian residu, sehingga
Pembuatan pakan suplemen sabun langsung dilakukan penambahan HCl dan
kalsium menggunakan metode penyabunan pepsin. Selain itu, pada prosedur Utomo
(2010) materi, sampel, reagen dan volume

72 Sains Peternakan Vol. 11 (2), 2013


Tabel 1. Hasil analisis komposisi asam lemak minyak ikan lemuru1
Komposisi asam lemak Hasil analisa (%)
Asam Miristat 13,515
Asam Palmitat 19,516
Asam Palmitoleat 13,530
Asam Stearat 3,053
Asam Oleat (omega 9) 10.896
Asam Linoleat (omega 6) 1,523
Asam Linolenat (omega 3) 0,411
Asam Eikosapentaenoat (EPA) 15,770
Dokosaheksaenoat (DHA) 6,672
Asam Liknosenat 0,282
Hasil Analisis Laboratorium Bioteknologi, Fakultas TPHP UGM

Tabel 2. Komposisi kimia sabun kalsium minyak ikan lemuru dengan bungkil kedelai
Dasar PK EE SK ABU BK
Nama/kode sampel
analisis (%) (%) (%) (%) (%)
Sabun Kalsium DB 17,30 23,15 0,19 18,67 89,79
Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi, Jurusan Perternakan, Fakultas Pertanian UNS

tabung reaksi yang digunakan adalah sebanyak 0,25 g. Setelah itu dimasukkan ke
setengah dari prosedur Tilley dan Terry dalam tabung reaksi volume 50 ml dan
(1963). selanjutnya diinkubasikan ke dalam
Preparasi sampel yang digunakan waterbath dengan suhu 39ºC selama 12 jam.
ditimbang sebanyak 0,25 g menggunakan Pada tahap satu, setelah 12 jam, tabung yang
timbangan analitik, lalu dimasukkan ke sudah berisi sampel tadi kemudian diisikan
dalam tabung reaksi 50 ml dan dengan campuran antara cairan rumen
diinkubasikan pada suhu 39ºC selama dengan larutan McDougall dengan
semalam agar kondisinya sama seperti di perbandingan 1 cairan rumen : 4 larutan
dalam rumen. Pengambilan cairan rumen. McDougall dan selanjutnya diinkubasikan
Pengambilan dilakukan pada pagi hari lagi ke dalam waterbath. Titik-titik
sebelum ternak diberi pakan. Cairan rumen pengamatan sampel untuk perhitungan
diambil dari sapi PO betina menggunakan kecernaan bahan kering dan kecernaan
aspirator, spite, dan thermos. Thermos bahan organik tahap pertama dilakukan pada
sebelumnya diisi dengan air hangat (suhu inkubasi jam ke 2, 4, 8, 12, 24 dan 48. Tahap
39ºC) sampai penuh, kemudian dibuang kedua untuk mengetahui kecernaan pasca
sebelum diisi dengan cairan rumen. Cairan rumen ialah dengan pemberian HCl 20% ke
rumen diambil dengan menggunakan dalam tiap-tiap tabung reaksi sebanyak 3 ml
aspirator, lalu dimasukkan ke dalam thermos (dengan cara pemberian: 0,5; 0,5; 1; 1 ml)
sampai penuh untuk mencegah adanya dan setelah itu ditambahkan pepsin 5%
oksigen. Kemudian cairan rumen dari sebanyak 1 ml. Pada tahap kedua dilakukan
thermos disaring dengan menggunakan kain pengamatan pada 48 jam kedua. Untuk
kasa dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer setiap satu titik inkubasi dari perlakuan,
sambil dialiri gas CO2 dan diinkubasikan blanko dan standar yang diinkubasikan
pada suhu 39ºC. Kemudian ditambahkan dilakukan replikasi sebanyak 5 kali. Blanko
larutan McDougall (saliva buatan). adalah tabung yang diisi tanpa sampel
Sampel yang akan diuji dan telah perlakuan, fungsinya sebagai faktor koreksi.
digiling halus 1 mm kemudian ditimbang Standar adalah tabung yang diisi dengan

Evaluasi Proteksi Sabun Kalsium… (Pramono et al.) 73


rumput pangola. Penggojogan dilakukan sebesar 54,40% bila dibandingkan dengan
secara manual setiap 8 jam sekali. kontrol yakni bungkil kedelai tanpa
Selanjutnya residu yang tersisa dalam tabung perlakuan proteksi (84,60 %) dan rumput
disaring dengan crucible yang telah diisi pangola (60,74%). Sedangkan untuk KcBO
dengan glass wool yang sudah diketahui nilai terendah adalah sabun kalsium, bila
berat konstannya. Kemudian residu bersama dibandingkan dengan bungkil kedelai tanpa
glass wool dipanaskan dalam oven suhu perlakuan proteksi (85,82%) dan rumput
105ºC selama 24 jam dan ditimbang, pangola (61,02%). Hal ini menunjukkan
kemudian dilanjutkan kembali dengan bahwa terdapat kemampuan perlindungan
proses pengabuan. bahan pakan sabun kalsium terhadap
kecernaan mikrobia di dalam rumen.
Analisis data Produk sabun kalsium pada kecernan
Data yang diperoleh dianalisis rumen (tahap 1) paling stabil/mempunyai
variansi menggunakan rancangan split kecernaan paling rendah. Hasil KcBO sabun
subyek repeated measurement design kalsium di dalam pencernaan rumen pada
(Astuti, 2007). Hasil pengamatan diuji penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan
menggunakan analisis varian. Perbedaan dengan penelitian Ueda et al., (2003) yakni
pengaruh perlakuan diuji menggunakan uji sabun kalsium berbahan linseed oil dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT). KcBO sebesar 43,4% dan lebih rendah bila
dibandingkan dengan penelitian Kowalski
HASIL DAN PEMBAHASAN (1997), KcBO sabun kalsium berbahan baku
minyak kanola 62,6% dan KcBO kombinasi
Kecernaan bahan kering dan bahan minyak kanola dengan bungkil kedelai
organik tahap satu (rumen) sebesar 63,7%. Hal ini dikarenakan sabun
kalsium yang dihasilkan dari proses
Kecernaan in vitro merupakan salah penyabunan pada campuran minyak ikan
satu metode untuk mengetahui persentase lemuru dan bungkil kedelai dapat menjadi
hilangnya kandungan nutrien bahan pakan agen proteksi sehingga berdampak pada
selama proses fermentasi oleh mikrobia menurunnya nilai kecernaan bahan kering
rumen yang disimulasikan di dalam rumen. dan bahan organik pada pencernaan rumen.
Dengan diketahuinya kecernaan suatu bahan Pembuatan sabun kalsium (Ca-
pakan, khususnya pada penelitian yang Soap) ini dilakukan melalui proses kimiawi
bertujuan untuk memproteksi asam lemak yaitu dengan mereaksikan bahan lemak
maupun protein pakan, maka nlai kecernaan dengan larutan NaOH yang dikenal dengan
ini menjadi penting untuk dapat digunakan proses saponifikasi (penyabunan). Setelah
sebagai parameter atau untuk mengetahui itu direaksikan lagi dengan larutan CaCl
kestabilan produk bahan pakan tersebut di supaya diperoleh sabun kalsium yang
dalam rumen. bersifat tidak larut dalam air
Hasil evaluasi kecernaan bahan Sabun kalsium merupakan bentuk
kering sabun kalsium in vitro tahap 1 lemak terlindung dan merupakan sumber
(rumen) disajikan pada Tabel 3. Sedangkan lemak yang efektif dalam bahan pakan
hasil evaluasi kecernaan bahan organik dapat ternak ruminansia, karena sistem fermentasi
dilihat pada Tabel 4. rumen tetap normal, kecernaan asam
Pada sistem pencernaan rumen lemaknya tinggi, dan sabun ini dapat dengan
(tahap 1 in vitro) dalam penelitian ini produk mudah dicampur pada beberapa jenis bahan
sabun kalsium berpengaruh sangat nyata pakan (Jenkins dan Palmquist, 1984). Lebih
(P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering lanjut Jenkins and Lundy (2002),
(KcBK) dan kecernaan bahan organik menyatakan bahwa ikatan yang terbentuk
(KcBO). Nilai kecernaan bahan kering sabun antara asam lemak dan garam kalsium pada
kalsium tertinggi pada titik inkubasi 24 jam sabun kalsium memiliki sifat yang stabil

74 Sains Peternakan Vol. 11 (2), 2013


Tabel 3. Kecernaan bahan kering (KcBK) in vitro (% BK)
Titik Inkubasi Bungkil kedelai Sabun kalsium Pangola
c b
2 44,29 38,65 15,46 a
b b
4 45,68 40,00 18,08 a
8 48,42 c 42,66 b 22,28 a
c b
12 63,94 46,32 30,80 a
24 70,62 c 54,40 b 43,06 a
c a
48 84,60 51,40 60,73 b
a, b, c
superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01).

Tabel 4. Kecernaan bahan organik (KcBO) tahap satu in vitro (% BK)


Titik Inkubasi Bungkil kedelai Sabun kalsium Pangola
c b
2 43,21 39,44 15,34 a
4 45,03 b 41,27 b 17,75 a
c b
8 47,82 44,31 21,34 a
12 65,67 c 46,32 b 30,96 a
c b
24 73,83 56,62 44,83 a
48 85,82 c 52,50 a 61,02 b
a, b, c
superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01).

Tabel 5. Kecernaan bahan kering dan bahan organik sabun kalsium tahap II
Kecernaan Bungkil kedelai Sabun kalsium Pangola
c b
KcBK 92,81 74,85 63,65 a
KcBO 91,01 c 72,94b 65,52 a
a, b, c
superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01).

pada pH netral sehingga tidak mudah


mengalami hidrogenasi oleh mikrobia Kecernaan bahan kering dan bahan
rumen. Akibatnya akan menurunkan nilai organik tahap dua (pasca rumen)
kecernaaan bahan kering dan bahan organik
pada rumen. Hasil kecernaan bahan kering
Proses penyabunan mengakibatkan (KcBK) dan kecernaan bahan organik
asam lemak bergabung dengan garam alkali (KcBO) pakan suplemen sabun kalsium
membentuk sabun. Sabun yang terbentuk ini pasca rumen (tahap 2) secara in vitro
memiliki ekor hydrophobic dan hydrophilic. disajikan pada Tabel 5.
Ekor hydrophobic yang menyebabkan Kecernaan Bahan kering (KcBK) dan
molekul sabun terlindung dari air (Fessenden kecernaan bahan organik (KcBO) sabun
dan Fessenden, 1986). Hal ini menyebabkan kalsium berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
enzim mikroorganisme rumen tidak bisa terhadap kecernaan bahan kering (KcBK)
mencerna bahan pakan yang diproteksi dan kecernaan bahan organik (KcBO)
karena media reaksinya berupa air, sehingga bungkil kedelai dan rumput pangola. Hal ini
mengakibatkan penurunan nilai kecernaan dimungkinkan karena adanya perbedaan
bahan kering dan bahan organik di dalam kandungan nutrien dari ketiga bahan
rumen. tersebut. Sebagaimana pendapat Cheeke

Evaluasi Proteksi Sabun Kalsium… (Pramono et al.) 75


Tabel 6. Rerata nilai derajat keasaman (pH) pada tahap I
Titik inkubasi Bungkil kedelai Sabun kalsium Pangola
2 7,04 7,09 7,26
4 7,03 7,20 7,19
8 6,99 7,05 7,26
12 7,14 7,04 7,02
24 7,04 7,04 6,99
48 7,06 7,14 6,88
ns
Tidak berbeda nyata (P>0,05) pada baris dan kolom yang sama

Tabel 7. Rerata nilai pH pada tahap II


Variabel Bungkil kedelai Sabun kalsium Pangola
pH 1,03 1,03 0,99
ns
Tidak berbeda nyata (P>0,05) pada baris dan kolom yang sama

(2005), menyatakan bahwa kandungan mempunyai pH netral, namun ikatan Ca


nutrien bahan pakan seperti tingginya dan asam lemak pada saat melewati
kandungan lemak akan berpengaruh abomasum yang mempunyai pH sangat
menurunkan kecernaan asam lemak total asam akan lepas menghasilan ion Ca dan
yang masuk ke dalam usus halus ternak. asam lemak bebas dan selanjutnya masuk
Hasil penelitian di atas menunjukkan usus halus dan diserap pada usus halus.
bahwa mekanisme proteksi rumen terhadap Pada saat masuk usus besar yang
sabun kalsium tidak didasarkan pada titik mempunyai pH netral sisa ion Ca dan
cair asam lemak akan tetapi berdasarkan asam lemak tidak membentuk sabun
pada level keasaman atau pH rumen dan kembali.
usus halus. Sabun kalsium akan tetap utuh
Derajat keasaman (pH) rumen
pada lingkungan netral, pH 7 misalnya,
tetapi akan terurai dalam lingkungan asam, Rerata nilai derajat keasaman (pH)
pH 3 misalnya (Fernandez, 1999). pada sistem pencernaan tahap I (rumen)
Normalnya pH rumen 6,5 – 6,8 dimana dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 6.
keutuhan akan sabun kalsium ini tetap Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjaga. Sabun kalsium ini akan lolos dari nilai pH pada tahap I antar perlakuan dan
proses biohidrogenasi oleh mikrobia rumen, titik inkubasi tidak berbeda nyata (Tabel 6).
tidak mengganggu aktivitas rumen yang Hal ini menunjukkan bahwa sabun kalsium
normal dan langsung melewati rumen. tidak memengaruhi nilai pH rumen,
Sedangkan di daerah abomasum, sabun sehingga tidak mengganggu ekosistem
kalsium berada pada suatu lingkungan asam, dalam rumen. Hal ini selaras dengan
pH 2 - 3, sehingga secara langsung sabun penelitian Kowalski (1997) yang
kalsium akan terurai dalam bentuk kalsium menyatakan bahwa penambahan sabun
dan asam lemak. Pada saat ini asam lemak kalsium minyak kanola bersifat inert dalam
akan terbebas, mudah dipecah dan diserap rumen sehingga tidak mengubah pH rumen.
oleh tubuh. Sebagaimana Ferlay et al. (1993)
Schaefer (2000), menyatakan bahwa menyatakan bahwa sabun kalsium bersifat
ikatan pada sabun kalsium bersifat inert di dalam rumen, tidak beracun bagi
riversibel (dapat lepas kembali) pada bakteri rumen, dan tidak berdampak negatif
kondisi asam. Sabun yang dihasilkan pada pencernaan rumen.
bersifat stabil (tidak mudah mencair atau Owens dan Zinn (1988) menyatakan
terurai) dalam cairan rumen yang bahwa kisaran pH normal untuk aktivitas

76 Sains Peternakan Vol. 11 (2), 2013


mikrobia rumen dalam mendegradasi pakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
dan berlangsungnya proses fermentasi Masyarakat Universitas Sebelas Maret yang
adalah 5,5 sampai 7,6. Hasil penelitian telah memberikan dana penelitian Hibah
menunjukkan bahwa nilai pH berdasarkan Bersaing Tahap I BOPTN, sehingga
titik inkubasi dan perlakuan berkisar antara penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
7,01 sampai 7,12, sehingga nilai pH tersebut
berada dalam kisaran normal. Bila mikrobia DAFTAR PUSTAKA
rumen berada pada kondisi pH yang sesuai
maka proses pertumbuhan dan metabolisme Agus, A. 2012. Bahan Pakan Konsentrat Untuk
mikrobia tidak akan terganggu sehingga Sapi. Citra Aji Parama, Yogyakarta.
aktivitas mikrobia berjalan dengan normal Aharoni, Y., A. Orlov and A. Brosh. 2004.
dan proses pencernaan bahan pakan akan Effect of high-forage content and olseed
supplementation of fattening diets on
optimal (Prawirokusumo, 1994). Rerata nilai
conjugated linoleic acid (CLA) and trans
pH pada tahap II disajikan dalam Tabel 7. fatty acids profiles of beef lipid fractions.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa J. Anim. Sci. and Techno. 117: 43-60.
nilai pH pada tahap II antar perlakuan tidak Ashes, J.R., E. Fleck and T. W. Scott. 1995.
berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 7). Hal ini Dietary manipulation of membrane lipids
menunjukkan bahwa sabun kalsium tidak and its implications for their role in the
memengaruhi nilai pH pada abomasum. production of second messenger. In:
Jenkins and Palmquist (1984) menyatakan W.V. Engerhardt, S.L. Marek, G. Breves
bahwa sabun kalsium akan terpisah secara and D. Giesecke. (eds): Ruminant
sempurna pada kondisi asam abomasum. Physiology: Digestion, Metabolism,
Sabun kalsium dapat digunakan dengan baik Growth and Reproduction. Ferdinand
Enke Verlag. Stuttgart. pp : 373-385.
oleh ruminansia, pH ingesta saat keluar dari
Astuti, M. 2007. Diktat praktikum rancangan
abomasum sangat rendah dan tetap rendah percobaan bidang peternakan (PTO
saat mendekati usus halus karena 6001). Laboratorium Pemuliaan
keterbatasan aktivitas buffer pankreas pada Ternak. Fakultas Peternakan
ruminansia. pH yang rendah menyebabkan Universitas Gadjah Mada. Halaman:
pemisahan sabun kalsium, sehingga 17-19.
memungkinkan terjadinya penyerapan asam Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition:
lemak (Cheeke, 2005). Feed and Feeding 3rd Edition. Pearson
Prentice Hall, New Jersey.
SIMPULAN Elliot, J.P., J.K. Drackley, C.G. Aldrich and N.R.
Merchen. 1997. Effect of saturation and
esterification of fat sources on site and
Pakan suplemen sabun kalsium
extent of digestion in steers: ruminal
cukup efektif/lebih tahan dari degradasi fermentation and digestion of organik
mikrobia di dalam rumen dari pada pakan matter, fiber and nitrogen. J. Anim. Sci.
tanpa perlakuan proteksi, kondisi pH cairan 75: 2803-2813.
rumen menunjukkan kisaran pH yang Ferlay, A., J. Charbot, Y. Elmeddah, and M.
optimal sehingga tidak mengganggu Doreau. 1993. Ruminal lipid balance
fermentasi dalam rumen serta sabun kalsium and intestinal digestion by dairy cows
dapat terdegradasi dan tercerna di dalam fed calcuim salts of rapeseed oil fatty
abomasum sampai dengan usus halus. acids or rapeseed oil. J. Anim. Sci. 71:
2237 - 2245.
Fernandez, J.L. 1999. Rumen by-pass fat for
UCAPAN TERIMAKASIH
dairy diets: when to use which type. Feed
International. Agust. P: 18-21.
Penulis mengucapkan terimakasih Fessenden, R. J. and J. S. Fessenden. 1986.
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Kimia organik. Erlangga, Jakarta.
Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Jenkins, T.C., and F. Lundy. 2002. Feeding
Kebudayaan Republik Indonesia dan various fat sources to lactating dairy

Evaluasi Proteksi Sabun Kalsium… (Pramono et al.) 77


cows and their effect on milk quality. Stability of sardine fish oil and hydrolyzed
http://www.das.psu.edu/research- blood protected to increase productivity of
extension/dairy/nutrition/pdf/jenkins-fat- dairy cows. Prociding International
sources-and-effects-on-milk-quality- seminar “Advanced Technology on
2001.pdf. Veterinary and Veterinary and Life
Jenkins, T.C. dan D.L. Palmquist. 1984. Sciences” March 12, 2011. Yogyakarta.
Effect of Fatty Acid or Calcium Soaps on Indonesia. ISBN: 979-979-96104-4-7.
Rumen and Total Nutrient Digestibility of Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif.
Dairy Rations. J. Dairy Sci. 67: 978–986. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Johnson, K.A., R.L. Kincald, H.H. Westberg, Putro, P.P. 2007. Pengaruh defisiensi nutrisi
C.T. Gaskins, B.K. Lamb, and J.D. pada reproduksi sapi betina. Apresiasi
Conrath. 2002. The effect of oilseed in Peternakan Sapi Potong, Dinas Pertanian
diets of lactating cows on milk production DIY. Yogyakarta.
and methane emissions. J. Dairy Sci. 85: Rusmana, D., 2000. Pengaruh suplementasi
1509-1515. minyak ikan, minyak jagung dan ZnCO3,
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan Dan Ransum dalam ransum terhadap kandungan “ὣ-3,
Ternak. Laboratorium Makanan Ternak ὣ-6 PUFA” dan kolesterol telur dan
Jurusan Nutrisi dan Makanan ternak. karkas ayam kampung. Tesis. Program
Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kowalski, Z. M. 1997. Rumen fermentation, Bogor
nutrient flow to the duodenum, and Schaefer, D.M. 2000. Potential for Altering
digestibility in bulls fed calcium soaps Quality of Muscle and Milk from
of rapeseed fatty acids and soya bean Ruminants: Antioxidants In Muscle.
meal coated with calcium soaps. Anim. Wiley Interscience, New York.
Feed sci. Technol. 69: 298 - 303. Tilley, J. M. A. and R. A. Terry. 1963. A two
Lanyasunya, T.P., H.H. Musa, Z.P. Yang, D.M. stage technique for in vitro digestion of
Mekki and E.A. Mukisara. 2005. Effects forage crops. J. British Grassland
of poor nutrition on reproduction of dairy Society. 18: 104 - 111.
stock on smallholder farms in the tropics. Ueda. K, A. Ferlay, J. Chabrot, J. J. Loor, Y.
Pakistan Journal of Nutrition, 4 (2): 117- Chilliard, and M. Doreau. 2003. Effect of
122. linseed oil supplementation on ruminal
Owens, F. N. and R. Zinn. 1988. Protein digestion in dairy cows fed diets with
Metabolism of Ruminant Animal different forage:concentrate ratios. J.
Digestive Physiology and Nutrition. Dairy Sci. 86:3999–4007
Reston Boook Prentice Hall, Englewood Utomo, R. 2010. Modifikasi metode penetapan
Cliffs, New Jersey. kecernaan in vitro bahan kering atau
Pramono, A., Kustono., P. P. Putro., bahan organik. Sintesis. 5: 1 - 11.
D.T.Widayati., dan H.Hartadi. 2011.

78 Sains Peternakan Vol. 11 (2), 2013

Anda mungkin juga menyukai