Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPOID FEVER

Disusun oleh :

1. SLAMET RAHARJO (190104089)


2. SOFIA WIDYANTI (190104090)
3. ZAENI ISNAN (190104111)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2019
A. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi lain dari demam tifoid
atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Typhoid merupakan penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Rampengan, 2008).

Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam
tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam
tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah,
2014)

B. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya


diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi
(Valman, 2006). Menurut Rampengan (2008) disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram negative,
motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh
antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.

Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :


a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella typhosa
juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

C. Tanda Gejala Dan Manifestasi klinis

1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah
10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas,
berupa :

a. Anoreksia

b. rasa malas

c. sakit kepala bagian depan

d. nyeri otot

e. lidah kotor

f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)

2. Gejala Khas

a. Minggu Pertama

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala,
pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara
80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah
kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.

b. Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat


setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat
pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh
penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan
yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih
lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin
berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium.
Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna
gelap akibat terjadi perdarahan.

c. Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir


minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai
turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.

d. Minggu Keempat

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.


D. Patofisiologi

Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi


A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke
dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium
menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala
klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera
diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui
duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga
tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari
sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga
timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi
gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman
menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang
menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel
limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan
menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi
pasien (Juwono,1999).

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat
menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,
sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
E. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:


1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan anemia
ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam
typhoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
kembali normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada
uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

F. Penatalaksanaan Umum

1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005) antara
lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan
nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan obat
lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi,
yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat
kali sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek
negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu
cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan
(2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara
lain:

a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.


b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan menurut
Ngastiyah (2005), adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar isolasi yang
dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit
menular seperti desinfektan mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot
atau urinal bekas pakai pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar
memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik
sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam
lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau cairan
sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang
pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien typhoid
menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus sehingga
makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah makanan yang
mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak
menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.

1. Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk
pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau
matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika makanan tidak
habis diberikan ekstra susu.
2. Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per
sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3
jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang
dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke
lunak.
3. Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan
NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di samping
infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan
setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus. Secara
bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang
khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena
perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut
dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa,
maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya
secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu lagi,
kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui sonde,
obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan pada permulaan
memasukkan makanan, jangan dicampur pada semua makanannya atau
diberikan belakangan karena jika pasien muntah obat akan keluar sehingga
kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu, menurunkan
suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari lebih tinggi jika
suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada pembahasan tentang
hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien banyak minum boleh
sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan suhu
lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu menurunkan
suhu usahakan agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan pasien
lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat tidur, jika ia
sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid, karena lidah kotor,
bibir kering, dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman disamping juga
menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan
mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering
berikan minum. Karena pasien apatis harus lebih diperhatikan dan diajak
berkomunikasi. Jika pasien dipasang sonde perawatan mulut tetap dilakukan
dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok
tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan
harus mulai dengan menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di
pinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil
berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari
mobilisasi.
G. Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
(anorexia) Merangsang peningkatan
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
H. Fokus Pengkajian

1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.


2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).
3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah (kecuali
bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di samping gejala-
gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-
kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
5. Pemeriksaan fisik
a. Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue), sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
b. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa
terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
c. Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
c. Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin
dan feces.
d. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti
terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).

I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh

b. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal

c. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan

d. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif

e. Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik

J. Rencana asuhan keperawatan keperawatan (Intervensi )

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan a. Monitor suhu sesering
metabolism tubuh mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu
tubuh
d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan
IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi pasien
kehilangan cairan b. Pertahankan catatan intake
aktif dan output cairan
c. Monitor TTV
d. Monitor masukan makanan
dan cairan dan hitung intake
kalori harian
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24 secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
akan menurun dengan karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil: atau durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan faktor
Indikator A T
Keterangan : pencetus
1. Mengetahui 3 4
1 : Tidak Pernah b. Observasi reaksi nonverbal
kapan nyeri
mendemonstrasikan dari ketidaknyamanan
dimulai
2 : Jarang c. Gunakan teknik komunikasi
2. Mendiskrip 3 4
3 : Kadang-kadang terapeutik untuk mengetahui
sikan faktor
4 : Sering pengalaman nyeri klien
sebab dan
5 : Konsisten d. Kaji budaya yang
akibat 3 4
mempengaruhi respon nyeri
3. Menggunak
klien
an tindakan
e. Eksplore pengetahuan dan
pencegahan 3 5
kepercayaan klien tentang
4. Menggunak
nyeri
an
f. Evaluasi bersama klien dan
analgesik
tenaga kesehatan tentang
yang
ketidakefektifan kontrol nyeri
dianjurkan 3 5
di masa lalu
5. Menggunak
g. Kontrol lingkungan yang
an sumber
dapat memperburuk nyeri
yang
misalnya suhu ruangan atau
tersedia 2 4
kebisingan
6. Mengenali
h. Pilih dan lakukan
gejala nyeri
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
i. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
j. Gunakan kontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik untuk menentukan nutrisi
dengan indicator : yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
d. Berikan diet tinggi serat
Indikator A T
1. Intakae 3 4 Keterangan : untuk mencegah konstipasi
nutrisi 1. severe deviation from e. Monitor jumlah nutrisi dan
2. Intake 3 4 normal range kandungan kalori
cairan 2. substantial f. Kaji kemampuan pasien
3. Energy 3 4 3. moderate untuk mendapatkan nutrisi
4. Hidrasi 3 4 4. mild yang dibutuhkan
5. none g. Makan sedikit-sedikit namun
sering untuk mencegah
muntah

Nutrition Monitoring

a. Monitor turgor kulit


b. Monitor mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus. Hal
31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.


Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah

Anda mungkin juga menyukai