Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :
SOFIA WIDYANTI
190104090

PROGRAM PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN


GERONTIK
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN
2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindari. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang
terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak  proporsional (Nugroho, 2018)
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 Pasal 1 ayat 1
menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur$angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut ) secara alamiah dimulai sejak lahir
dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho
Wahyudi, 2010)
2. Batasan Lansia
a. WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis /biologis menjadi 4 kelompok yaitu
1) Usia pertengahan (middle age# antara usia 45 sampai 59
tahun
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 70 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old ) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. koesmanto setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) atau 20-25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years ) atau maturitas 25-60
tahun atau 65 tahun,
3) Lanjut usia ( geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70
tahun yang dibagi lagi dengan
a) 70-75 tahun ( young old)75-80 tahun (old)
b) lebih dari 80 (very old)
c. Penggolongan lansia menurut depkes RI dikutip dari Aziz
(2014) menjadi tiga kelompok yakni
1) Kelompok lansia dini ( 55-64 tahun) merupakan
kelompok yang baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia
lebih dari 70 tahun.
3. Teori proses menua
Proses menua bersifat individual
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia
berbeda.
b. setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah
proses menua.
1) Teori biologis
a) Teori genetik 
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori
intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh
terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori inimenyatakan
bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
spesies tertentu. setiap spesies didalam inti selnya
memiliki suatu jam genetik, jam biologis sendiri
dan setiap spesies mempunyai batas usia yang
berbeda- beda yang telah diputar replikasi tertentu
sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia akan
mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup nomer
2 terpanjang setelah bulus. Secara teoritis,
memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar,
misalnya peningkatan kesehatan dan  pencegahan
penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
b)  Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik pengaruh lingkungan yang buruk.
Terjadi kesalahan dalam  proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA  protein/enzim.
Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau
perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi
penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel (Suhana 2010).
c) Teori nongenetik 
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto imun
theori) mutasi yang berulang dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan system imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi
yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya
sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari
peningkatan penyakit autoimun pada lanjut
usia. Proses metababolisme tubuh, memproduksi
suatu zat khusus ada jaringan tubuh tertentu yang
tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh,
tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical
theory ) teori radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas dan di dalam tubuh, karena adanya proses
metabolisme atau proses pernapasan di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom
atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat
reaktif atau molekul lain yang menimbulkan
berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh.
Tidak stabilnya radikal  bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas
ini menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi
(Halliwel, 2014). Radikal bebas dianggap sebagai
penyabab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti
a) Asap kendaraan bermotor 
b) Asap rokok 
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultra violet yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada
proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah
dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa
pengurangan asupan kalori ternyata bias
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang
menyebabkan kegemukan dapat memperpendek
umur (Darmojo, 2010)
4) Teori rantai silang (cross link theory) teori ini
menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh
lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat
(molekul kolagen# bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan  perubahan pada membran
plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan
yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi
pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori
intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi
stres (wear and tear theory ). Di sini terjadi
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel
tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal
6) Teori sosiologis
Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut
selama ini antara lain
a) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut
usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu
atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
6emampuan lanjut usia untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial
exchange theory antara lain
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang
berupaya mencapai tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi
sosial yang memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,
seorang actor  mengeluarkan biaya.
b)  Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut
serta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan
bila dapat melakukan aktvitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan
pada cara hidup lanjut usia. Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan indivdu agar
tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut
usia.
c) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak
berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan
adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup
seseorang suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat dia menjadi
lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya
hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah, walaupun ia telah
lanjut usia.
d) Teori pembebasan penarikan diri
(disangagement theory )
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau
hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya. Pokok-
pokok disangagement theory)
a) Pada pria, kehilangan peran hidup utama
terjadi masa pensiun. Pada wanita,
terjadi pada masa peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat
anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.
b) Lanjut usia dan masyarakat menarik
manfaat dari hal ini karena lanjut usia
dapat merasakan tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda
memperoleh kesempatan kerja yang
lebih baik.
c) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang
perlu diperhatikan0 Proses menarik diri
terjadi sepanjang hidup Proses tersebut tidak
dapat dihindari hal ini diterima lanjut usia
dan masyarakat.
Teori yang pertama diajukan oleh cumming
dan Henry Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi
ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut
usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering lanjut
usia mengalami kehilangan ganda (triple loss)
a) Kehilangan peran (loss of role)
b) Hambatan kontak sosial (restriction of
contact and relationship )
c) Berkurangnya komitmen (reduced
commitment to social mores and ;alues)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan
mengalami  proses menua yang berhasil apabila ia
menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat
memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.
5ari penyebab terjadinya proses menua tersebut,
ada beberapa peluang yang memungkinkan dapat
di intervensi agar proses menua dapat diperlambat.
Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah
a) Meningkatnya radikal bebas.
b) Memanipulasi sistem imun tubuh.
c) Melalui metaboilisme makanan, memang
berbagai misteri kehidupan masih banyak yang
belum bisa terungkap, proses menua merupakan
salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan.
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang
dari luar (eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu
faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang
salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses
menua (menjadi tua), antara lain herediter/genetik,
nutrisi/ makanan, status kesehatan, pengalaman
hidup, lingkungan, dan stres. Proses menua menjadi
lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang
meninggal bukan karena tua, orang muda pun bisa
bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai
lanjut usia yang sering merugikan atau bernada
negati tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2010)
4. Masalah psikologi lansia
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini
pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses
menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badan
ia atau dalam kebingungan untuk memikirkannya dalam hal
ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu
berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan
proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-
pendapat sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada
social involvemen (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih
penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal
ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama
dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan
pada usia lanjut ini untuk menaikan intelegensi dan
memperluas wawasannya (broklehurst dan allen 2007). Di
negara - negara industri maju bahkan didirikan apa yang
disebut university of the thrird age. Pemisahan diri
(disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa- masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru. Daya ingat
(memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat
betul peristiwa -  peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa
mengenai hal- hal yang baru terjadi. Pada lansia yang masih
produktif justru banyak yang menggunakan waktu menulis buku
ilmiah, maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat - sifat
streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada
waktu muda.
Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut
a) Tipe konstruktif orang ini mempunyai integritas baik,
dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi,
humoristis, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-
sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima
fakta - fakta proses menua, mengalami pensiun dengan
tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
b) Tipe ketergantungan (dependent) orang lansia ini masih
dapat di terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak
berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan
bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai
istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya
banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang
untuk berlibur.
c) Tipe defensif orang ini biasanya dulunya mempunyai
pekerjaan / jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak
bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol,
memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif
aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak
menyenangi mas pensiun.
d) Tipe bermusuhan (hostility) mereka menganggap
orang lain yang menyebabkan kegagalanya, selalu
mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan
waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak
ada hal - hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang
muda, senang mengadu untung padap pekerjaan- pekerjaan
aktif untuk menghindari masa yang sulit / buruk.
e) Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters )
orang ini bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri
sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami penurunan
kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai  perkawinan
yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa
menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima
fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia
muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada.
Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh
diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya
pada golongan lansia  pada golongan lansia ini, apalagi
pada mereka yang hidup sendirian (Darmojo, 2009)
5. Upaya kesehatan Lanjut Usia
a. Upaya Promotif 
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia,
keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya, antara lain
berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi
untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti
katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan
kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta
produktivitas masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun
2007 PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan
masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan,  perubahan, atau peningkatan perilaku
positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih
dan sehat ini sesuai dengan isi promosi kesehatan dan
dapat di praktekan pada masing - masing tatanan.
Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti
tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari,
personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan
seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada
tempatnya
2) gizi untuk lanjut Usia
konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan
bermanfaat bagi lanjut usia untuk mencegah atau
mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan
tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan
tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang
adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur. Sumber zat tenaga atau
kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
Sumber zat pembangun atau protein penting untuk
pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada
hewani seperti telur, ikan dan susu. Sedangkan pada
nabati seperti kacang - kacangan, tempe, tahu. Sumber
:at pengatur, bahan mengandung berbagai ;itamin dan
mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya
fungsi organ tubuh contohnya sayuran dan buah.
b. Upaya Preventif 
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini
mungkin terjadinya  penyakit dan komplikasinya akibat
proses degeneratif. kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di
kelompok lanjut usia (posyandu lansia atau Puskesmas
dengan menggunakan artu Menuju sehat ( KMS) lanjut
usia.
c. Upaya kuratif 
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang
sakit bila dimungkinan dapat di lakukan di kelompok
lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih
lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas
Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos kesehatan desa.
Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan
penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka
dilakukan rujukan ke rumah sakit setempat.
d. Upaya rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis,
psikososial, edukatif maupun upaya – upaya lain yang
dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
6. Pengertian keperawatan gerontik
Keperawatan gerontik adalah Praktek perawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua ( kozier 2008)
Menurut Lueckerotte (2010) keperawatan gerontik adalah ilmu
yang mempelajari tentang  perawatan pada lansia yang berfokus
pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi.
7. Fungsi Perawat gerontik  
Menurut Eliopoulous ( 2015) fungsi perawat gerontologi adalah
a. Guide Persons of all ages toward a healthy aging
process (Membimbing orang pada segala usia untuk
mencapai masa tua yang sehat
b. eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua.
c. Respect the tight of older adults and ensure other do
the same (Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua
dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama.
d. overse and promote the Auality of service delivery
(Memantau dan mendorong kualitas pelayanan
e. Notice and reduce risks to health and well being
(Memerhatikan sertmengurangi risiko terhadap kesehatan dan
kesejahteraan.
f. Teach and support caregives (Mendidik dan
mendorong pemberi  pelayanan kesehatan
g. Open channels for continued growth (Membuka
kesempatan untuk  pertumbuhan selanjutnya
h. Listern and support (Mendengarkan dan memberi
dukungan.
i. Offer optimism, encourgement and hope
(Memberikan semangat, dukungan dan harapan
j. Generate, support, use and participate in research
(Menghasilkan, mendukung, menggunakan, dan
berpatisipasi dalam penelitian.
k. Impement restorativ and rehabilititatie measures
(Melakukan perawatan restoratif dan rehabilitatif.
l. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan
mengatur perawatan.
m. Asses, plan, implement and evaluate care in an
individualized, holistic maner (Mengkaji,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh.
n. Link services with needs (Memberikan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan.
o. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of
the speciality (Membangun masa depan perawat gerontik
untuk menjadi ahli dibidangnya.
p. Understand the uniAue physical, emotical, social, spritual
aspect of each other (paling memahami keunikan pada
aspek fisik, emosi, sosial dan spritual
q. recognizee and encourge the appropriate management of
ethical concern (Mengenal dan mendukung manajemen
etika yang sesuai dengan tempatnya bekerj.
r. Support and comfort through the dying process
(Memberikan dukungan dan kenyamanan dalam menghapi
proses kematian.
s. Educate to promote self care and optimal independence
(Mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan
kebebasan yang optimal.
8. Lingkup keperawatan gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas
keterbatasan lansia. sifatnya adalah independen (mandiri),
interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
B. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi menurut Caraspot merupakan peningkatan
tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan
atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2013). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
tekanan darah diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai
obat antihipertensi. Hipertensi didefinisikan oleh Joint
National Committee on Detection (JIVC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan
sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama
dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90
mmHg
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik
141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar
atau sama dengan 95mmHg.
3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon
peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan
eksresi atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang
tua serta pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler
renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan
endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
4. Faktor Resiko
a. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
b. Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah
menopause
c. Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
d. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan
oleh beberapa hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol
serum meningkat, caffeine, DM, dsb.
e. Factor emosional dan tingkat stress
f. Gaya hidup yang monoton
g. Sensitive terhadap angiotensin
h. Kegemukan
i. Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla
diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi
perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2011).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan
adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010). Menurunnya tonus
vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan
darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan
mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron
yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan
peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan
kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 2009 ).
6.
7. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan
arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2011 ), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala,
pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah,
Epistaksis, Kesadaran menurun
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara
yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
a) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk
mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor
resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan
informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah
pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
d) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan
adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi
efek samping terapi diuretik.
e) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum
dapat menyebabkan hipertensi
f) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar
dapat mengindikasikan pencetus untuk/ adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler
)
g) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat
menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
h) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji
aldosteronisme primer (penyebab)
i) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan
disfungsi ginjal dan ada DM.
j) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi
faktor resiko hipertensi
k) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
l) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat
adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan
koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu
setelah pengobatan terlaksana) untuk menunjukan
destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis
dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :
a) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral,
encelopati.
c) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi
seperti: Batu ginjal,
a. perbaikan ginjal.
d) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah
neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan
sesuai kondisi klinis pasien
9. Komplikasi
Efek pada organ :
a. Otak
1) Pemekaran pembuluh darah
2) Perdarahan
3) Kematian sel otak : stroke
b. Ginjal
1) Malam banyak kencing
2) Kerusakan sel ginjal
3) Gagal ginjal
c. Jantung
1) Membesar
2) Sesak nafas (dyspnoe)
3) Cepat lelah
4) Gagal jantung
10. Penatalaksanaan
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada
hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
2) Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
6) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara
60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5
x perminggu
b. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan
Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
c. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan
seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan
oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National
Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High
Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, ACE inhibitor
2) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a) Dosis obat pertama dinaikkan
b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika ,
beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin,
reserphin, vasodilator
3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
a) Obat ke-2 diganti
b) Ditambah obat ke-3 jenis lain
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
a) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
b) Re-evaluasi dan konsultasi
c) Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang
memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara
pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan
cara pemberian pendidikan kesehatan.
11. Diit Hipertensi
a. Perbedaan Diit Dengan Makanan Biasa
1) konsumsi lemak dibatasi
2) konsumsi Cholesterol dibatasi
3) konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau
obese
4) Makanan yang boleh dikonsumsi
b. Makanan Yang Boleh Dikonsumsi
1) Sumber kalori
Beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-
tepungan, gula.
2) Sumber protein hewani
Daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang lebih 50 gram
perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu butir
sehari, susu tanpa lemak.
3) Sumber protein nabati
Kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom.
4) Sumber lemak
5) Sayuran
Sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu
siam, oyong, wortel.
6) Buah-buahan
Semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam
jumlah terbatas.
7) Bumbu
Pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang
putih, garam tidak lebih 15 gram perhari.
8) Minuman
Thea encer, coklat encer, juice buah.
c. Makanan Yang Tidak Boleh Dikonsumsi
1) Makanan yang banyak mengandung garam
a) Biscuit,krakers,cake dan kue lain yang dimasak
dengan garam dapur atau soda.
b) Dendeng, abon,cornet beaf,daging asap,ham, ikan
asin,ikan pindang, sarden ikan teri, telur asin.
c) Keju, margarine dan mentega.
2) Makanan yang banyak mengandung kolesterol
Makanan dari hewan seperti otak,ginjal,hati,limfadan
jantung.
3) Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh
a) Lemak hewan :sapi,babi,kambing,susu
jenuh,cream, keju, mentega.
b) Kelapa, minyak kelapa,margarine,alpokat.
4) Makanan yang banyak menimbulkan gas
Kool, sawi, lobak, dll.

12. PENCEGAHAN
a. Periksakan tekanan darah secara teratur ke pelayanan
kesehatan terdekat
b. Diet hipertensi
c. Menjaga keseimbangan berat badan
d. Hindari minum-minuman keras (alkohol) dan
kurangi/hentikan merokok
e. Istirahat yang cukup
f. Hindari strees
g. Olahraga yang teratur

13. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
a. Kelemahan
b. Letih
c. Napas pendek
d. Gaya hidup monoton
Tanda :
a. Frekuensi jantung meningkat
b. Perubahan irama jantung
c. Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
a. Kenaikan TD
b. Nadi : denyutan jelas
c. Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
d. Bunyi jantung : murmur
e. Distensi vena jugularis
f. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ),
pengisian kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn,
keuangan, pekerjaan )
Tanda :
a. Letupan suasana hati
b. Gelisah
c. Penyempitan kontinue perhatian
d. Tangisan yang meledak
e. otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
f. Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
(infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal)
e. Makanan / Cairan
Gejala :
a. Makanan yang disukai yang dapat mencakup
makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
b. Mual
c. Muntah
d. Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
a. BB normal atau obesitas
b. Edema
c. Kongesti vena
d. Peningkatan JVP
e. glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
a. Keluhan pusing / pening, sakit kepala
b. Episode kebas
c. Kelemahan pada satu sisi tubuh
d. Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
e. Episode epistaksis
Tanda :
a. Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses
pikir atau memori ( ingatan )
b. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
c. Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
a. nyeri hilang timbul pada tungkai
b. sakit kepala oksipital berat
c. nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
b. Takipnea
c. Ortopnea
d. Dispnea nocturnal proksimal
e. Batuk dengan atau tanpa sputum
f. Riwayat merokok
Tanda :
a. Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris
pernapasan
b. Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
c. Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
a. Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
b. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
lain
c. Penggunaan obat / alkohol

14. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
b. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
c. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan
tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian
kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas,
batasi jumlah pengunjung.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat
ditempat tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung
dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas
pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan
darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai
indikasi

2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan


tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
a. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
b. Pasien tampak nyaman
c. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit
penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan
leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi
dan distraksi
f. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB,
batuk panjang, membungkuk
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik,
antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium)
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal,
jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
a. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang
membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas
yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
b. Haluaran urin 30 ml/ menit
c. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
b. Tinggikan kepala tempat tidur
c. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur,
duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
d. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
e. Amati adanya hipotensi mendadak
f. Ukur masukan dan pengeluaran
g. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
h. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari –
hari
b. Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi
aktifitas
Intervensi :
a. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
b. Instruksikan pasien tentang penghematan energi
c. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
d. Monitor adanya diaforesis, pusing
e. Observasi TTV tiap 4 jam
f. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu,
berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore
4. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
a. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per
hari
b. Tampak dapat istirahat dengan cukup
c. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
b. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c. Evaluasi tingkat stress
d. Monitor keluhan nyeri kepala
e. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
f. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g. Lakukan masase punggung
h. Putarkan musik yang lembut
i. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya
kelemahan fisik.
Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai
kemampuan
b. Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan
perawatan diri
b. Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
c. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan klien / atas keberhasilannya
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit
Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah
dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
b. Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program
Intervensi :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan
prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh
dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu
pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas
tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit
untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan,
mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan
stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan
mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium
sesuai program
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan
yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan
seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
k. Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada
keluarga klien
DAFTAR PUSTAKA

Adib, 4. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi

Jantung dan Stroke. Edisi 5. Iogyakarta6 F@. Dianloka.

Kodim Nasrin. (2013), Hipertensi: Yang Besar Yang Diabaikan, evaluable


at http://tempointeraktif.com
Mansjoer, A. (2011). Kapita selekta. Jakarta : EGC..
Nugroho, Wahyudi (2018). Keperawatan Gerontik Geriatrik. Edisi Ke 3
Jakarta EGC
Undang- Undang No 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Nugroho, Wahyudi (2010). Keperawatan Gerontik Edisi Ke 2 Jakarta EGC
Sanjaya. (2015). Penyakit hipertensi, Diakses 14 September 2011, dari
http//one.indoskripsi.comnode2100.mht.
Suyono, Slamet. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat:
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai