KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................... 2
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic
anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di
bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang,
akan tetapi merupakan penyakit yang penting karena
berpotensi untuk menjadi suatu sindrom yang berat dan
dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat.
Insiden AIHA diperkirakan 3 kasus per 100.000 orang
pertahun, dengan prevalensi 17/100.000/tahun. AIHA dapat
terjadi primer atau idiopatik, dan dapat terjadi akibat penyakit
lain atau adanya kondisi yang mendasarinya, yang disebut
AIHA sekunder. Kejadian AIHA primer lebih jarang
dibandingkan AIHA sekunder1,3. Angka kematian AIHA
berkisar antara 20-50%, bergantung kepada penyakit yang
mendasari munculnya penyakit AIHA.2
Pada AIHA terjadi pembentukan autoantibodi yang
menyelubungi permukaan eritrosit. Antigen target pada
sebagian besar kasus AIHA tipe hangat adalah protein Rh.
Apa yang menyebabkan sistem imun menargetkan protein ini
masih belum diketahui. Salah satu teori menyatakan bahwa
pada awal terjadinya respon imun terhadap antigen asing,
terjadi reaksi silang dengan protein Rh dan sistem imun
gagal untuk menekan respon autoreaktif ini. 4
Berdasarkan suhu optimal untuk autoantibodi
mengikat eritrosit, AIHA dikelompokkan menjadi AIHA tipe
1
2
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui kaitan Autoimmune hemolytic anemia (AIHA)
Dengan cross matching
BAB II
PEMBAHASAN
Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG,IgM atau IgA dan bekerja
pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007).
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses
hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik adalah
anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel
darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular)
atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah
merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi)
pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang
mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah)
ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya,
anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi.
Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu
menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik. Anemia
hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi
normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari,
sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa
hari saja.
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi
dimanaimunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat
pada antigen permukaan sel5 darah merah dan menyebabkan
pengrusakan sel darah merah melaluiSistem Retikulo Endotelial (SRE).
Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG,IgM atau IgA dan bekerja
pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007).
Tapi sebenarnya defenisi dari beberapa referensi diatas sama
yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan
akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit
4
2. Klasifikasi
a) Tipe Hangat
Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh
optimal (37 derajat celcius). Anemia Hemolitik Antibodi Hangat
adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang
bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi
ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai
benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau
kadang dalam hati dan sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada wanita. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita
suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit
jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah
mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.
Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan,
mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa
biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa
terasa nyeri atau tidak nyaman. Pengobatan tergantung dari
penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan
kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui
intravena, selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita
memberikan respon yang baik terhadap pengobatan tersebut.
Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk
mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah
merah yang terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa
berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita. Jika
pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem
kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).
7
b) Tipe Dingin
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan
dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel
darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.
Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang
akut sering terjadi pada penderita infeksi akut,
terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa.
Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan
menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang kronik lebih sering
8
4. Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan
berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis
hemolitik yang di tandai dengan:
a) Demam
b) Mengigil
c) Nyeri punggung dan lambung
d) Perasaan melayang
e) Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
a) Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan
hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat
terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.2.
b) Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang
seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit.
Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin
dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat
diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan
menyebabkan hemoglobinemia.
c) Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang
berlebih4.
d) Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai
kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda
seperti retikulosit banyak ditemukan.
12
5. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
a) Bilirubin serum meningkat
b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
Gambaran peningkatan produksi eritrosit
a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
b) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
Gambaran rusaknya eritrosit:
a) morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
b) fragilitas osmosis, otohemolisis
c) umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom. persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan
umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin
pendek umur eritrosit
6. Penatalaksanaan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis
memerlukan perawatan khusus.
a) Terapi transfuse
13
A. Asuhan Keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
a) Data demografi
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
1) Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau
mendapatkan pengobatan seperti anti kanker, analgetik dll.
2) Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi
dengan kadar ionisasi yang besar.
3) Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.
14
2. Diagnose Keperawatan
a. Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun, mual
16
pembentukan autoantibodi.12,22,23
Dari berbagai laporan tentang penggunaan rituximab
dalam penatalaksanaan AIHA telah dilakukan, sebagian
besar data penggunaan rituximab hanya berupa laporan
kasus dan kelompok kasus, belum dilakukan suatu penelitan
dengan jumlah sampel yang besar dan jangka waktu yang
lama.
Selain itu bagaimana korelasi antara sel B CD20
dengan imunoglobulin anteritrosit belum diketahui secara
jelas. Berdasarkan kondisi itulah dirasakan perluuntuk
mengetahui korelasi jumlah sel limfosit B (CD20) dengan
imunoglobulin antieritrosit pada penderita AIHA yang
diharapkan dapat menjadi tambahan literatur dalam
penggunaan antibodi monoklonal anti CD20 (rituximab)
dalam penatalaksanaan AIHA.
Penyakit anemia hemolitik otoimun dapat terjadi primer
(idiopatik), maupun sekunder, akibat penyakit otoimun lain
seperti SLE, penyakit infeksi, dan penyakit malignansi seperti
CLL. Antigen asing ataupun autoantigen dari eritrosit akan
dikenali oleh sel B dan APC lainnya yaitu makrofag, monosit,
dan sel dendritik. APC akan akan memicu aktivasi dan
diferensiasi sel T menjadi sel Th, Tc atau Treg. Sel Th akan
membentuk sitokin yang akan merangsang proliferasi sel B.
Atas pengaruh sel limfosit T, sel limfosit B berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk dan
melepas imunoglobulin atau antibodi antieritrosit. Proses
proliferasi dan diferensiasi ini terjadi pada darah perifer,
kelenjar limfe dan sumsum tulang Antibodi yang terbentuk
kemudian akan berikatan dengan antigen yang terdapat pada
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia
/AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian
hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan tetapi
merupakan penyakit yang penting karena berpotensi untuk
menjadi suatu sindrom yang berat dan dapat menimbulkan
kematian dalam waktu yang singkat
B. Saran
Dalam penanganan suatu penyakit memerlukan kehati-hatian
dalam mengagnosi
29
28
DAFTAR PUSTAKA
Stashenko dkk.1980 antigen permukaan yang spesifik pada sel B yang saat
ini dikenal sebagai CD20.