Anda di halaman 1dari 5

INFECTIOUS CORYZA

Sinonim: Coryza, Snot, Pilek Ayam

Aisyah Hasna Shabrina / 062013143116 / PPDH 35 Kelompok 5B

a. Pendahuluan

Kasus penyakit pada ayam di Indonesia bertambah setiap tahunnya. Penyakit

tersebut dapat ditemukan di berbagai ayam ras maupun ayam buras. Umumnya

penyakit tersebut menimbulkan kerugian bagi peternak ayam. Kerugian yang

ditimbulkan dapat berupa terhambatnya pertumbuhan, produksi telur menurun dan

kematian sehingga pendapatan ekonomi peternak pun menurun. Salah satu penyakit

yang menimbulkan kerugian tersebut adalah Infectious coryza (snot). Snot merupakan

penyakit pernapasan pada ayam. Snot bisa menyerang ayam pada semua umur,

khususnya mulai umur 3 minggu sampai masa produksi. Penyakit snot sering kali

ditandai dengan gejala khas pilek atau gangguan pernafasan. Snot menyebabkan

gangguan produksi telur pada ayam petelur. Snot menimbulkan kerugian ekonomi

yang besar karena menyerang ayam petelur hingga mengalami penurunan 19 - 40%.

Pada ayam pedaging, snot mengganggu pertumbuhan ayam sehingga ayam sulit

mencapai berat standar (Miao et al., 2000).

b. Etiologi

Infectious coryza (snot) adalah penyakit pernafasan pada ayam yang

disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragalinarum. Bakteri ini merupakan salah

satu bakteri gram negative yang berbentuk batang pendek atau cocobasil, non motil,

tidak membentuk spora dan bersifat mikroaerofilik (Blackall et al., 1997).

Haemophilus paragallinarum merupakan organisme yang mudah mati atau


mengalami inaktivasi secara cepat diluar tubuh hospes. Eksudat yang mengandung

bakteri ini yang dicampur dengan air akan mengalami inaktivasi waktu 4 jam.

Eksudat atau jaringan yang terinfeksi oleh bakteri ini akan tetap infeksius selama 24

jam pada temperature 37oc, kadang-kadang dapat bertahan hingga 48 jam jam. Pada

suhu 4oc bakteri didalam eksudat tersebut bisa bertahan selama beberapa hari. Pada

temperature 45oc – 55oc kultur bakteri tersebut dapat diinaktivasi dalam waktu 2 - 10

menit (Moenoek, 2015). Di Indonesia penyakit snot menular telah dilaporkan sejak

tahun 1974, menyerang ayam petelur pada berbagai peternakan ayam ras dan telah

diisolasi bakteri H. paragllinarum terdiri dari 3 serovar yaitu A, B dan C. Konfismasi

untuk menentukan penyebab H. paragllinarum memerlukan factor X (Hemin) dan

factor V (Nicotinamide adenine dinucleotide, NAD) pada kultur in vitro (Ariyanti,

2007).

c. Patogenesis

Transmisi penyakit snot terjadi melalui kontak langsung, aerosol atau melalui

konsumsi pakan dan air yang terkontaminasi oleh bakteri Haemophilus

paragallinarum. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 1-3 hari dengan lama penyakit

14-21 hari pada ayam yang terinfeksi. Ayam yang terinfeksi snot mengalami bersin

yang diikuti adanya eksudat dari rongga hidung maupun mata. Jika proses penyakit

tersebut berlanjut, maka eksudat yang bening dan encer akan menjadi kental

(mukopurulen hingga purulent) dan berbau tidak sedap. Kumpulan eksudat tersebut

menyebabkan pembengkakan di daerah sekitar mata. Konsistensi daerah yang

bengkak tersebut terasa empuk. Kelopak mata biasanya terlihat kemerahan dan

bengkak di daerah wajah sehingga menyebabkan mata menjadi tertutup. Konjunctiva

atau mukosa infraorbitalis mengalami peradangan dan kemerahan. Adanya

pembengkakan dan kemerahan pada dikarenakan adanya respon inflamasi tubuh yang
disebabkan karena adanya infeksi agen. Jika saluran nafas bagian bawah terinfeksi

biasanya akan terdengar suara ngorok yang halus pada malam hari. Haemophilus

paragallinarum menghasilkan factor virulensi berupa metaloprotease yang bersifat

proteolitik dalam menginfeksi saluran nafas bagian bawah (trakea). Metaloprotease

bekerja dengan merusak protein sehingga dapat terjadi kerusakan pada epitel dan

dinding pembuluh darah pada trakea (Vazquez et al., 2005).

d. Diagnosis

Penyakit Infectious coryza (snot) dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa,

gejala klinis, patologi pasca mati dan analisa laboratorium. Penegakkan diagnose awal

pada ayam yang terkena snot yaitu anamnesa menunjukkan bahwa snot menyebabkan

morbiditas tinggi dan mortalitas rendah pada ayam petelur. Gejala klinis awal pada

ayam yang terinfeksi snot adalah bersin yang diikuti adanya eksudat dari rongga

hidung maupun mata. Jika proses penyakit tersebut berlanjut, maka eksudat yang

bening dan encer akan menjadi kental dan berbau tidak sedap. Kumpulan eksudat

tersebut menyebabkan pembengkakan di daerah sekitar mata. Konsistensi daerah yang

bengkak tersebut terasa empuk. Kelopak mata biasanya terlihat kemerahan hingga

menyebabkan mata menjadi tertutup. Jika saluran nafas bagian bawah terinfeksi snot

biasanya akan terdengar suara ngorok yang halus pada malam hari. Gangguan nafsu

makan dan minum juga terjadi sehingga ayam mengalami gangguan pertumbuhan dan

penurunan produksi telur. Ayam yang terserang penyakit ini juga sering mengalami

diare. Hasil pemeriksaan patologi pasca mati ditemukan adanya eksudat kental putih-

kekuningan/kehijauan, sinus infraorbitalis bersifat asam, mukosa sinus infraorbitalis

radang memerah terdapat luka dan ovarium mengalami atropi. Penegakkan diagnose

lebih detail dapat dilakukan uji laboratorium berupa isolasi dan identifikasi bakteri, uji
serologis dengan Agar Gel Precipitation Test (AGPT), Haemaglutination Inhibition

(HI) dan uji PCR.

Gambar 1. Koloni Haemophilus paragallinarum dikultur pada agar coklat


(Tangkonda et al., 2019)

e. Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit pada ayam yang terkena Infectious coryza (snot) dapat

berupa pelaporan, pencegahan, dan pengobatan. Pelaporan penyakit diatur oleh

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Cara yang paling baik dalam

mencegah terjadinya penyakit ini yaitu dengan melakukan sanitasi dan manajemen

peternakan yang baik, beberapa diantaranya misalnya membangun konstruksi

kendang yang sesuai dengan jumlah ayam dan iklim setempat. Ayam yang dipelihara

diusahakan berusia yang sama dalam satu kendang. Timbulnya suatu penyakit sering

diakibatkan oleh tercampurnya ayam dari berbagai umur yang berbeda dalam satu

kelompook. Pemberian vaksin untuk mencegah penyakit snot. Vaksinasi dilakukan

pada umur 8-10 minggu dan diulangi pada umur 16-18 minggu. Pengobatan pada

ayam yang terkena snot dapat diberikan dengan sulfathiazole atau antibiotik sesuai

dosis yang direkomendasikan. Pengobatan diberikan melalui air minum akan

memberikan respon yang cepat. Pengobatan menggunakan abtibiotik ini kerapkali

hanya mengurangi derajat keparahan dan lamanya proses penyakit tanpa mengatasi
penyakit ini secara tuntas. Hal ini mengakibatkan sejumlah ayam menjadi carrier.

Disamping pemberian obat, diperlukan juga rehabilitasi pada jaringan yang rusak

dengan pemberian multivitamin ataupun meningkatkan nutrisi dari pakan dan

melakukan sanitas/desinfeksi untuk menghilangkan sumber infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Moenek, D.Y.J.A. 2015. Manajemen Penyakit Infectious Coryza (snot). Partner.


Program Studi Kesehatan Hewan Politeknik Pertanian Negeri Kupang. 15(2):
238-245.
Haryo, A., and J. Enola. 2019. The Routine Histopathological Examination-Chicken
with Suspect Coryza (Stress Related Disease). Vet Bio Clin J. 1(2):8-14.
Tangkonda, E., C. Rangga, and A.E.T.H. Wahyuni. 2019. Isolation, Identification,
and Serotyping Avibacterium paragallinarum from Commercial Layer with
Snot Symptoms. Jurnal Sains Veteriner. 37(1): 27-33.
Ariyanti, T., dan Supar. 2007. Pengandalian Coryza Infeksius pada Ayam. Wartazoa:
Balai Besar Penelitian Veteriner. 17(4): 185-191.
Vazquez, C. E. N. Abascal, and S. Vaca. 2005. Haemophilus paragallinarum Secrets
Metalloproteases. Canadian Journal of Microbiology. 51(10):893-6.

Anda mungkin juga menyukai