A. Renungan Filantropis
Materi perkuliahan kita yang terakhir adalah tentang harapan. Yah, harapan
yang merupakan kunci utama bagi kita untuk selalu tabah dan sabar, selalu
memperbaharui diri, selalu bersemangat, dan selalu menunduk untuk tidak
menyombongkan diri.
Mungkin kita masih ingat kata-kata guru Biologi bahwa salah satu ciri
makhluk hidup adalah berkembang, atau dalam pengungkapan yang sederhana:
bergerak. Cermatilah makhluk hidup di sekitar kita, tarmasuk manusia. Ternyata
memang makhluk hidup yang kasat mata itu selalu bergerak diselingi dengan diam,
mungkin beristirahat. Tetapi apakah motif yang menggerakan makhluk hidup
nonmanusia dengan manusia itu sama? Tentu tidak. Makhluk hidup nonmanusia
bergerak secara instingtif atau vegetatif bagi tumbuh-tumbuhan. Sementara itu,
manusia bergerak karena insting, naluri, pikiran, dan perasaannya. Salah satu faktor
yang menggerakkan manusia adalah adanya harapan.
Harapan merupakan suatu keinginan tentang suatu hal supaya terjadi atau
tentang suatu hal sesuatu hal supaya terwujud dan didapatkan. Harapan berhubungan
dengan sesuatu hal yang selama ini belum didapatkan dan diinginkan pada kemudian
hari didapatkan. Harapan adalah idealisme seseorang di luar realita yang dihadapinya.
Harapan dapat berupa konsep ideal karena ketidakpuasan terhadap realita.
Sejalan dengan hararapan adalah angan-angan, keinginan, dan cita-cita. Per-
bedaannya hanyalah dari sudut sikap memandang idealisme dan cara mewu-
judkannya. Angan-angan merupakan sesuatu yang masih mengambang dan belum
terarah, sedangkan cita-cita merupakan sesuatu yang memberikan gambaran yang
jelas tentang apa yang kita inginkan. Pada cita-cita, telah terdapat langkah-langkah
yang harus diusahakan untuk mendapatkan keinginan itu, sedangkan pada angan-
1
2
anagn belum ada dan bahkan masih kabur dan samar langkah-langkah yang harus
ditempuh. Sehubungan dengan itu, dalam konteks budaya dasar, maka angan-angan
bersifat negatif sedangkan cita-cita bersifat posistif.
Perbedaan konsep sikap ini tergantung kepada latar belakang yang membentuk
manusia itu. Akan berbeda sikap hidup manusia yang berpendidikan dengan yang
tidak, berbeda pula antara orang tua dengan anak-anak dan pemuda, berbeda antara
pria dan wanita, berbeda antara orang desa dengan orang kota, berbeda antara
masyarakat sekarang dengan masyarakat sebelumnya, semuanya itu tergantung
kepada faktor-faktor yang melatarbelakangi kehidupan manusia itu sendiri. Perbedaan
sikap hidup manusia itu membawa perbedaan pula terhadap harapan-harapannya,
angan-angannya dan cita-citanya.
Taufik Abdullah, berdasarkan hasil penelitiannya, telah memberikan konklusi
tentang harapan orang Minangkabau masa kini. Ia mengatakan bahwa hasrat orang
tua dan keinginan para remaja Minangkabau yang sangat dominan adalah
mendapatkan pendidikan yang setinggi mungkin. Dengan pendidikan yang baik, kerja
yang baik pun lebih dimungkinkan untuk tercapai, terutama tidaklah untuk mencari
kaya, tetapi status sosial dan manusia yang berguna (Abdullah,1983:7). Beberapa
perbedaan cita-cita masyarakat Minangkabau ini dapat dibandingkan dengan
perbedaannya dengan masa sebelumnya. Cita-cita akhir masih tetap sama, yaitu status
sosial dan manusia yang berguna. Namun pada langkah-langkahnya atau cita-cita
pembatas telah terdapat perbedaan. Dulu, status sosial bukanlah ditentukan oleh ke-
tinggian pangkat dan ketinggian pendidikan, tetapi oleh keturunan dan lingkungan
keluarganya. Sebagai contoh, dulu orang mencari menantu akan bertanya „anak sia
tu? Apo sukunyo?‟ tetapi sekarang yang ditanyakan adalah „apo karajonyo?‟ atau ka-
lau belum bekerja yang ditanyakan „di ma sikola?‟. Kenyataan ini telah meperli-
hatkan bahwa keturunan Sidi, Bagindo dan Sutan, saat ini tidak lagi terlalu
dipentingkan, yang dipentingkan ialah titel kesarjanaan dan instansi atau tempat
bekerjanya.
Kenyataan seperti itu menjelaskan kepada kita bahwa cita-cita manusia itu
dapat berubah, tergantung pada faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan
kehidupan manusia itu. Faktor yang melatarbelakangi itu adalah berupa kenyataan-
kenyataan hidup manusia di masa lalu dan masa kini. Berdasarkan kenyataan itulah,
dirumuskan cita-cita sebagai sesuatu hal yang hendak dicapai pada kemudian hari.
Berdayev mengatakan bahwa kesejarahan itu mengandung dua unsur yaitu destruktif
serta kreatif. Unsur yang pertama mengikat manusia pada sesuatu yang telah lampau
dan manusia tak berdaya untuk mengubahnya lagi. Unsur kedua justru membuka
kesempatan bagi manusia untuk mewujudkan cita-citanya serta bertindak secara
5
kreatif. Apa yang dirasakan sebagai hutang dalam masa lampaunya, haruslah dihayati
sebagai tugasnya untuk masa depannya (Hassan,1973:66).
D. Renungan Budaya
Jika hidup manusia digerakkan oleh harapan, konsekuensi sebaliknya adalah
harapan mungkin akan menghentikan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kita harus
mampu memilah-milah dan merumuskan harapan yang mana yang mampu meng-
gerakkan kehidupan manusia dan yang mana yang menghentikan gerak kehidupan
manusia. Dalam cuplikan lagu Dust in The Wind ada ungkapan, “Oh, we are just dust
in the wind”, kita, manusia, pada kenyataannya hanya serpihan debu yang
diterbangkan angin. Oleh sebab itu, kurang bijaksana jika manusia menggantungkan
angan-angan yang sekiranya tidak mungkin tercapai. Artinya, manusia harus realistis.
Di satu sisi, kita temukan sekelompok kata, yaitu: harapan, angan-angan,
keinginan, dan cita-cita. Di kelompok lain, kita jumpai juga sekelompok kata yaitu:
gerak, perjuangan, kemandirian, gairah, pikiran yang sistematis, kebaikan, dan
kejujuran. Coba Sdr. tulis dan ungkapkan harapan Sdr. berkaitan dengan kehidupan
masa mendatang selaku pribadi (individu). Kaitkan pengungkapan Sdr. dengan
menggunakan kata-kata gerak, perjuangan, kemandirian, gairah, pikiran yang
sistematis, kebaikan, dan kejujuran.