(Survivors of Abuse or Neglect) Maria Frani Ayu Andari Dias Departemen Kesehatan dan Keperawatan Jiwa STIKES Suaka Insan Email: MariafraniDias@stikessuakainsan.id /mariafrani10@gmail.com Web. Mariafraniayu.com Sexual Assault and Rape (Pemerkosaan) • Tindakan pemerkosaan selalu dipandang sebagai tindakan agresi, yang dilandasi oleh rasa ingin menguasai dan merusak, sama sekali bukan tindakan yang dilandasi oleh rasa suka dan sayang. • Mereka yang dirugikan: Korban pemerkosaan. • Pelaku, banyak dianalisa dari berbagai sudut pandang, untuk mencari alasan “mengapa”. Tapi, jangan lupakan juga “korban” yang memerlukan perawatan. • Fokus perawatan yang dipelajari di sini adalah “korban”. Diagnosis/Outcome Identification • Rape-trauma syndrome related to sexual assault evidenced by verbalizations of the attack; bruises and lacerations over areas of body; severe anxiety. • Powerlessness related to cycle of battering evidenced by verbalizations of abuse; bruises and lacerations over areas of body; fear for her safety and that of her children; verbalizations of no way to get out of the relationship. • Risk for delayed development related to abusive family situation. Outcome Criteria (Sexually Assaulted) • Tidak lagi merasakan serangan panik • Menunjukkan atau mendemonstrasikan derajat kepercayaan kepada penolong (perawat utama). • Menerima perhatian yang dibutuhkan, terutama untuk luka fisik yang Ia terima. • Sudah mulai menginisiasi tingkah laku yang berhubungan dengan respon kehilangan/berduka. Diagnosis 1: Rape trauma syndrome • Sangatlah penting untuk mengkomunikasikan beberapa hal ini kepada pasien (korban pemerkosaan): 1) Kamu aman sekarang, kamu aman di sini, saat ini kamu aman, kamu aman. 2) Maaf jika hal seperti itu harus terjadi padamu. 3) Saya bersyukur karena kamu selamat dari kejadian itu. 4) Kejadian itu bukanlah salahmu, tidak ada seseorangpun yang berhak untuk mendapatkan perlakuan seperti itu. 5) Kamu sudah melakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan. Itu semua sudah cukup. Lanjut,… • Jelaskan setiap pengkajian, prosedur atau Tindakan apapun yang kan dilakukan pada pasien, dan jelaskan pula mengapa Tindakan itu harus dan perlu dilakukan. Pastikan tindakan apapun yang dilakukan (misalkan Tindakan pengumpulan data kejadian) dapat dilakukan dengan penuh kelembutan hati, perhatian, penghormatan, penghargaan dan kehati-hatian. • Pastikan klien mendapatkan privacy yang adekuat untuk semua intervensi post- crisis yang akan dilakukan oleh petugas. Jangan terlalu banyak melibatkan orang- orang, tapi hanya libatkan orang-orang tertentu saja, satu atau dua orang paling banyak. • Dorong pasien untuk mengemukakan apapun yang Ia rasakan. Dengarkan, dan jangan memotong pembicaraaan. • Diskusikan dengan pasien, siapa yang bisa ditelpon atau dihubungi untuk memberikan dukungan atau bantuan. Jika perlu, berikan daftar dari petugas Kesehatan yang direkomendasikan, tapi jangan terlalu berlebihan. Diaganosa Keperawatan 2: Powerless • Kolobarasi dengan dokter dalam menjalankan visum. Perhatikan protocol- protocol Kesehatan yang perlu dan penting diperhatikan, jangan gegabah dan haruslah selalu hati-hati. • Ketika melakukan interview/wawancara, lakukanlah di tempat yang menjamin kerahasiaan, keamanan dan kenyamanan pasien. • Berikan pertolongan yang memang dibutuhkan, tapi selalu ingat bahwa perawat bukanlah penanggung jawab dan beban masalah ini bukanlah di pundak perawat. Keputusan haruslah tetap berada di tangan pasien. • Perawat memberikan informasi yang diperlukan, terutama informasi yang berhubungan dengan pertolongan-pertolongan yang bisa dihubungi oleh pasien ketika Ia membutuhkannya. Perawat tidak memaksakan pasien untuk memilih pilihan A atau B, tapi memberikan pertimbangan untuk setiap pilihan yang kemungkinan di pilih pasien. Diagnosa 3: Risk for Delayed Development
• Berkolaborasi dengan profesi Kesehatan lainnya dalam melakukan tindakan
visum. Fokuskan pada pengkajian fisik, dan psikologis yang memang merupakan ranah keperawatan. Hati-hati, cermat dan selalu dokumentasikan apapun yang ditemukan. Baca lebih lengkap dan jauh tentang visum melalui tulisannya SUJADI tentang “Visum et Repertum pada Tahap Penyelidikan dalam Mengungkap Tindakan Pidana Perkosaan”. dan hasil penelitian Hadrian Tri Saputra tentang “Peranan Visum Et Repertum pada tahap penyidikan dalam mengungkap Tindak Pidana Perkosaan” (Studi Kasus). (Mahasiswa/I perawat juga dapat memperkaya diri dengan membaca “Modul Kedokteran Forensik” yang disusun oleh Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan R.I, Jakarta 2019 atau presentasi dari dr. Zaenal Sugiyanto. M.Kes “Visum et Repertum”) Lanjut,… • Lakukanlah wawancara dengan ditemani oleh orang tua atau orang yang bertanggung jawab terhadap anak, jika korban pemerkosaan adalah anak. Selalu cek dan re-check! Validasi data apapun yang ada. • Gunakan ‘games’ atau terapi bermain untuk mendapatkan kepercayaan pasien anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk menggali informasi dari sisi pasien/korban.
Untuk memahami tentang peran terapi bermain dalam membantu
penanganan korban, dapat dilihat pada penelitian milik IKA PUTRI NAWANGSARI dengan judul “Penerapan Teknik Imaginative Pretend Play terhadap penanganan Masalah Perilaku Agresif Anak Korban kekerasan Seksual di Bandung”. Terapi modalitas yang bisa dipertimbangkan untuk diberikan • Crisis Intervention • The Safe House (Rumah perlindungan) or Shelter • Terapi keluarga • Terapi yang mengandung unsur “Religi”. Contoh penanganan yang dilakukan adalah pada penanganan trauma anak korban kekerasan seksual yang dilakukan di Lembaga perlindungan perempuan anak dan remaja Kota Pekalongan, yang berhasil dicatat oleh Naely Soraya tahun 2018. Sumber bacaaan yang dapat membantu untuk untuk memahami materi ini lebih dalam lagi: • Achir Yani S. Hamid (2004). Aspek Psikososial pada Korban Tindak Kekerasan dalam Konteks Keperawatan Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 8. No. 1. 2004. • Ekandari, Mustaqfirin and Faturochman (2001). Perkosaan, Dampak dan Alternatif Penyembuhannya. Jurnal UGM. • Kausar Rafika Sari (2013). Dampak Psikologis pada Remaja Korban Pemerkosaan di Kabupaten Temanggung. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. • Yurika Fauzia Wardhani & Weny Lestari (). Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan Seksual dan Perkosaan. Jurnal Unair. Mari menganalisa! • Silakan untuk mengunduh dan mempelajari tentang artikel publikasi milik Soib Tiara Rhomadhona yang berjudul “ Komunikasi Terapeutik pada Perempuan Korban Perkosaan di Legal Resource Center KJHAM”. • Coba Analisa beberapa hal sesuai dengan panduan pertanyaan berikut: 1. Buat Anotasi Bibliografinya! Contoh dapat diunduh disini. 2. Hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan komunikasi terapeutik pada pasien atau menjadi pendamping? 3. Jelaskan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan oleh perawat pada tahapan-tahapan komunikasi terapeutik dalam menghadapi korban perkosaan? 4. Kesimpulan apa yang dapat kamu ambil/pelajari dari artikel ilmiah ini? Bagi yang ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang ‘korban perkosaan’ dan beratnya beban yang harus mereka hadapi, silakan untuk menonton film ini. Film ini sangat bagus memberikan gambaran tentang tantangan yang harus dihadapi oleh korban, dan bagaimana korban dapat pulih dan menemukan kembali dirinya yang hilang atau berhenti tumbuh.