Anda di halaman 1dari 6

2.

Penyebaran Islam Di Nusantara


Dalam pandangan M.C.Ricklefs, penyebaran agam islam ke Nusantara
merupakan proses yang sangan penting dalam sejarah Indonesia, akan tetapi proses itu
juga yang paling tidak jelas. Lebih jauh,Ricklefs mengatakan pada umumnya islam
islamisasi kemungkinan berlangsung dalam dua proses. Pertama, penduduk pribumi
berhubungan dengan agama islam kemudian menganutnya. Kedua , orang orang asing
Asia (Arab, India, Cina, dan lainnya) yang telah memeluk agama islam bertempat tinggal
secara permanen di suatu wilayah di Nusantara, melakukan perkawinan camputran dan
mengikuti gaya hidup local sampai sedemikian rupa, sehingga sebenarnya mereka itu
sudah menjadi orang Jawa Melayu atau anggota suku lainnya. Kedua proses itu mungkin
terjadi secara bersamaan.1
Menurut beberapa informasi yang paling kuat, agama Islam masuk ke Nusantara
sekitar abad 13 M. Masuknya Islam ke Nusantara di antaranya terjadi melalui kontak atau
transaksi perdagangan antara para pedagang dari Arab, Gujarat, dan Cina dengan para
pedagang Indonesia.2
Pada umumnya, penyebaran Islam di Nusantara di lakukan dengan jalan damai.
Namun demikian, jika situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan
kelemahan yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka
Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang
menghendaki kekuasaan itu. Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran atau media
islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
Pedagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu
lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M, membuat pedagang-pedagang
Muslim (Arab, Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-
negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia. Salursan Islamisasi melalui
perdagangan ini sangat menguntungkan karna para raja dan bangsawan turut serta dalam
kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukin di
pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan
1
Laffan, Michael. Sejarah Islam di Nusantara, (Jakarta:PT. Bentang Pustaka, 2011) h.1
2
Tuti Yustiani. Be Smart Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Grapindo Media Pratama, 2008) h. 43
masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka
menjadi banyak, dan karena anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan menjadi
orang kaya.
Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik
dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putrid-putri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum menikah, mereka
diislam kan terlebih dahulu. Setelah mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim
yang dikawini oleh keturunan bangsawan. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan
apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak
adipati, karena raja adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses
Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan
Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawunganten, Brawijaya dengan Putri
Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak), dan lain-lain.
Tasawuf
Salah satu saluran Islamisasi yang dinilai memiliki nilai yang signifkan dalam
penyebaran agama Islam adalah tasawuf. Sejumlah ahli sejarah Islam memiliki
pandangan dan interpretasi yang berbeda tentang asal-usul kata tasawuf ini. Perbedaan itu
dapat di kelompokkan ke dalam enam pendapat.
Pertama, kata sufi yang kemudian menjadi kata tasawuf berasal dari kata “shafa” yang
artinya “bersih”, “suci”, dan “bening”. Kedua, kata sufi berasal dari kata “suffah” yaitu
nama serambi masjid di madinah tempat Nabi Muhammad member pelajaran kepada para
sahabatnya yang miskin dan taat beribadah. Ketiga, kata sufi mungkin dari kata Yunani
“shofia” yang artinya kebijakan. Keempat, kata sufi mungkin berasal dari kata “ibnu
sauf” orang Arab yang saleh sebelum Zaman Islam yang selalu mengasingkan diri di
dekat ka’bah. Kelima, kata itu berasal dari kata “suffah” yaitu nama ijazah yang di
gunakan untuk orang yang naik haji, dan yang keenam, kata itu berasal dari kata “shuf”
yang artinya bulu domba. Dari enam pengertian itu, umumnya ahli sejarah lebih
sependapat dengna pengertian yang terakhir . Argumennya adalah karena secara historis
dan sosiologis, pada masa awal perkembangan mistisisme dalam Islam, pakaian yang
terbuat dari bulu domba merupakan symbol dari orang-orang yang sederhana tulus, dan
ikhlas dalam beribadah kepada Allah.
Dalam konteks penyebaran ajaran Islam di Nusantara, para pengajar tasawuf atau
sufi, mengajar teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-
kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putrid-putri
bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada pendududk
pribuimi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut
agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Media Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan. Proses pendidikan dan pengajaran
islam ini sudah berlangsung sejak Islam masuk ke Nusantara. Ketika pemeluk agama
islam sudah banyak dan telah terbentuk komunitas muslim, maka proses pendidikan dan
pengajaran Islam tidak lagi hanya dilaksanakan secara informal, tetapi sudah dilaksanaka
secara teratur di tempat-tempat tertentu. Secara umum, model pendidikan pada masa itu
ada dua, yakni pendidikan langgar dan pendidikan pesantren.
a. Sistem Pendidikan Langgar

Langgar merupakan bangunan kecil dan sederhana yang berbeda di tengah-tengan


perkampungan kaum muslim. Fungsi utama langgar ini adalah tempat melaksanakan
ibadah terutama shalat lima waktu dan shalat jum’at. Namun demikian, langgar juga
sering digunakan sebagai tempat melangsungkan acara-acara keagamaan seperti acara
maulid Nabi Muhammad dan Isra’ Mi’raj. Dan bagi anak-anak biasanya disekitar
belajar ilmu agama dalam tingkat yang paling dasar, Mereka belajar mengenal abjad
dalam huruf Arab atau belajar mengaji yang di ajarkan oleh pengelola langgar.

b. Sistem Pendidikan Pesantren

Selain sistem pendidikan langgar, dikenal juga sistem pendidikan pesantren.


Sistem pendidikan yang banyak tumbuh di Jawa ini diyakini sebagai kelanjutan dari
sistem pendidikan langgar. Siswa yang belajar di pesantren di asramakan dalam
sebuah komplek yang disebut pondok, sehingga lembaga ini dikenal dengan nama
“pondok pesantren”
Sebagai ahli meyakini bahwa pesantren pertama kali berdiri pada Zaman
Walisongo yang dipelopori oleh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Syekh Maghribi. Akan tetapi, Martin Van Bruineassen berpendapat
bahwa pesantren muncul pertama pada awal abad ke-18 M. Bruinessen beranggapan
bahwa pesantren Tegalsari di Ponorogo Jawa Timur yang berdiri pada tahun 2
sebagai pesantren tertua di Jawa.

Pada awal sejarah perkembangannya, sistem pendidikan di pondok pesantren


menggunakan model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yakni metode wetonan
dan sorogan. Di daerah lain, metode itu memiliki nama yang berbeda, misalnya di
Jawa Barat dikenal dengan istilah bendungan, sedangkan di Sumatera digunakan
istilah balaqab. Selain metode, terdapat juga pembagian atau tingkatan pesantren.

Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertumjukan wayang.
Dikatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi di dalam cerita itu disisipkan
ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga di jadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam
didaerah ini. Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangin kerajaan-kerajaan nonIslam.
Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu
masuk Islam.3

Raja-raja Kepulauan Maluku tidak hanya berhubungan denga muslim Melayu pada abad
ke-15. Perdanganga dengan Tiongkok tetap menjadi kunci bagi kesuksesan yang terus berlanjur
di Asia Tenggara. Bandar-bandar seperti Gresik dan Tuban muncul di pesisir utara Jawa di

3
Ibid, h. 11-17
bawah pengaruh orang-orang kuat yang sekarang dikenang sebagai para wali, berasal dari kata
bahasa Arab yang menyiaratkan kedekatan kepada Tuhan. Tak diragukan lagi diskusi tentang
sejarah Islam di Indonesia akan tetap akan menyebut”Sembilan Wali” (Wali Sanga), yang
dihubungkan dengan Islamisasi Jawa. Mereka meliputi Malik Ibrahim dan “Tuan” (Sunan)
Bonang, Ampel Drajat, dan Kalijaga. Yang disebut pertama, juga dikenal sebagai Mawlana
Maghribi, merupakan orang Arab yang tiba sekitar 1404 dari Champa (Vietnam masa kini) dan
meninggal di Gresik pada 1419.4

4
Sarkawi B. Husaini, Sejarah Masyarakat Islam Indonesia, (Surabaya: Airlangga University Press, 2017)h. 7
DAFTAR PUSTAKA

Michael , Laffan. 2011. Sejarah Islam di Nusantara. Jakarta:PT. Bentang Pustaka

Yustiani Tuti 2008. Be Smart Pendidikan Agama Islam, Bandung: Grapindo Media Pratama

B. Husaini Sarkawi, Sejarah Masyarakat Islam Indonesia, Surabaya: Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai