Anda di halaman 1dari 10

PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN

PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT1)


Sandra Arifin Aziz2)

Tanaman obat adalah tanaman hasil budidaya yang dikonsumsi langsung yang
disebut sebagai herbal atau sebagai bahan baku yang menyediakan bahan bioaktif
untuk suatu produk pharmaceutical. Tanaman obat ini merupakan bagian dari
biofarmaka. Biofarmaka sendiri didefinisikan sebagai tumbuhan, hewan dan mikroba
yang memiliki potensi sebagai obat makanan kesehatan, pangan fungsional dan
nutrasetika untuk manusia, hewan dan tanaman. Untuk tanaman obat maka
pengelompokannya adalah tanaman temu-temuan, herba, semak, dan pohon. Untuk
panen dan pasca panen pengelompokan berdasar bagian tanaman yang dipanen.

Bahan baku obat alami, dapat berasal dari sumber daya alam biotik maupun
abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota laut,
sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa
dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya. Lebih dari seratus jenis
tanaman yang memiliki khasiat obat telah dipergunakan sebagai bahan baku industri
obat tradisional dan kosmetika alami. Sebagian besar bahan baku obat tersebut
diperoleh tanpa dibudidayakan atau sebagai tanaman liar, tetapi pada saat ini sudah
saatnya kita mempersiapkan diri membudidayakan tanaman obat yang tadinya hanya
dikumpulkan dari alam saja.

Era globalisasi dalam lingkup perdagangan bebas antar negara membawa


dampak ganda, pada satu sisi era globalisasi ini membuka kesempatan kerjasama yang
seluas-luasnya antar negara, namun di sisi lain akan membawa persaingan yang

1) disampaikan pada Seminar Bisnis Tanaman Obat, Agrifarma, Badan Eksekutif


Mahasiswa Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 23 September 2006
2) Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor
2

semakin tajam dan ketat. Globalisasi akan memberikan perbaikan ekonomi kepada
negara yang efisien dan kompetitif di pasar internasional. Berdasarkan pertimbangan
dampak positif yang akan diperoleh dengan globalisasi, maka berbagai komitmen
internasional telah banyak dibangun antara lain GATT, AFTA dan APEC. AFTA
telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan APEC akan mulai diterapkan pada tahun
2020. Dengan demikian, Indonesia sebagai salah satu negara yang potensial dalam
perekonomian dunia juga harus segera mempersiapkan segala sesuatunya menuju
globalisasi ekonomi. Tantangan utama di masa mendatang adalah meningkatkan daya
saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan
mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen.

Pengusahaan tanaman dalam hal ini tanaman obat, memerlukan perencanaan


dari sejak awal sampai dengan akhir dari kegiatan budidaya, yaitu penjualan dan
distribusinya. Pendekatan yang dipakai bisa dua arah, yaitu:

1. pencarian informasi harga dari setiap jenis tanaman obat yang akan
diusahakan, input-input yang diperlukan dan kaitan dengan bidang-
bidang lain diluar agroekosistem tanaman obat ini, misalnya industri-
industri yang berkaitan dengan tanaman obat, sehingga dapat diketahui
bentuk produk yang dapat dihasilkan dari setiap jenis tanaman obat,
atau kombinasi-kombinasinya.

2. pengetahuan budidaya satu jenis tanaman obat yang dimulai dari


pengetahuan mengenai setiap individu tanaman, populasi dan
kombinasi dengan jenis tanaman obat lainnya.

Tidaklah masuk di akal kalau akan mengusahakan suatu agroekosistem tanpa


didahului dengan informasi harga input, output dan proses produksi yang akan
dilakukan dan kemungkinan untuk mendapatkan investasi di awalnya. Pengetahuan
budidaya yang dipunyai merupakan aspek teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan
agroekosistem ini sehingga mungkin didapatkan keuntungan. Pada tulisan ini akan
dibahas mengenai budidaya tanaman obat, mulai dari persiapan alat dan alat-alat
pertanian, penyiapan dan pengadaan bibit dan obat-obatan (misalnya pestisida),
budidaya, usahatani, panen dan penangan pasca panen, pemasaran produk dan
distribusinya.

Seminar Bisnis Tanaman Obat, Agrifarma IPB, September 2006


Tanaman obat tidak dapat hanya dipandang sebagai obyek produksi yang
memiliki nilai ekonomi, tetapi tanaman obat memiliki nilai lebih yang mengharuskan
kita menggembangkannya. Berdasarkan data dari PROSEA ( ) diketahui bahwa
untuk Indonesia industri yang menggunakan bahan baku tanaman obat merupakan
salah satu industri yang terbesar, terutama yang digunakan sebagai bahan baku jamu.
Belum lagi simplisia (produk tanaman obat yang dikeringkan) yang diekspor ke luar
negeri. Secara umum, neraca perdagangan tanaman obat Indonesia masih surplus.
Nilai ekspor tanaman obat masih di atas nilai impornya. Pada tahun 1999, nilai ekspor
sebesar US$ 18.575.407 sedangkan impornya hanya US$ 710.514. Kesemua produk
budidaya tanaman obat ini harus mengikuti standar baku mutu budidaya, misalnya:
GAP WHO 2003, dan standar baku mutu produk tanaman obat yang berlaku seperti:
GACP WHO 2003, Materia medika Indonesia dan SNI.

Resesi ekonomi di akhir abad XX, yang berpengaruh nyata terhadap


meningkatnya harga obat-obatan dan kosmetika impor, telah mendorong masyarakat
melirik kembali pada obat-obatan dan kosmetika yang berbahan baku tumbuh-
tumbuhan dan resep-resep yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pihak lain
kekhawatiran masyarakat dunia terhadap pengaruh negatif penggunaan obat-obatan
dan kosmetika modern telah mendorong terjadinya budaya back to nature khususnya
di negara maju. Kini banyak masyarakat yang mulai menggemari obat-obatan dan
kosmetika alami yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mikroorganis-
me. Berkembangnya isu pelestarian alam pun turut memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya pendayagunaan sumberdaya alam.

Dari 940 spesies tanaman obat yang diketahui di Indonesia, Departemen


Kesehatan RI telah menetapkan 13 tanaman obat unggulan, yang terdiri dari
sambiloto, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak, daun ungu, cabe jawa,
sanrego, pasak bumi, kencur, pace, daun jinten dan pala. Sedangkan Departemen
Pertanian menetapkan tanaman obat unggulan berdasarkan pendekatan agribisnis,
yakni tanaman obat yang banyak dibutuhkan, mudah dipasarkan, dan telah
dibudidayakan oleh petani. Tanaman tersebut adalah jahe, kencur, kunyit dan
lengkuas. Pada umumnya masyarakat telah mengenal tanaman ini dan
menggunakannya sebagai bahan baku obat tradisional, bumbu dapur dan
makanan/minuman kesehatan.
Prospek pengembangan agribisnis tanaman obat sangat potensial dan
menjanjikan. Beberapa alasan yang melatarbelakanginya antara lain : nilai
ekonominya relatif tinggi, efisien dalam penggunaan lahan, pilihan komoditasnya
beranekaragam, dapat dipilih satu jenis atau lebih tanaman obat yang sesuai pada
setiap agroekologi, teknik budidayanya beragam (monokultur atau tumpangsari), pasar
masih terbuka, kebutuhannya cenderung meningkat, biaya produksi relatif murah dan
teknologi produksinya mudah dikuasai.

Penentuan definisi tanaman obat perlu dilakukan, untuk memudahkan dalam


melakukan budidayanya, karena kesamaan cara pemeliharaan didalam kelompok.
Tanaman temu-temuan didefinisikan sebagai kelompok tanaman Zingiberaceae yang
dipanen rimpangnya. Tanaman herba didefinisikan sebagai kelompok tanaman tidak
berkayu. Tanaman semak didefinisikan sebagai kelompok tanaman berkayu dengan
percabangan dekat permukaan tanah. Tanaman berbentuk pohon didefinisikan
sebagai kelompok tanaman berkayu dengan batang yang menyebabkan percabangan
jauh dari permukaan tanah.

Penyiapan Lahan dan Alat-alat Pertanian

Penyiapan lahan dilakukan untuk dua (2) tujuan yang berbeda:


1. pembibitan, dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu:
a. kultur jaringan, teknik, peralatan dan penyediaan fasilitas dibicara-
kan secara khusus dan tidak dibahas di tulisan ini
b. persemaian benih dan pembibitan bahan vegetatif tanaman di
lapang yang dapat dilakukan dalam polibag atau bedeng-bedeng
2. penanaman di lapang untuk tanaman dewasa
adakalanya penanaman langsung dilakukan di lapang, bila jenis yang diusahakan
tidak memerlukan pembibitan sebelumnya atau bibit dibeli.
Tahap awal penyiapan lahan adalah memilih tempat budidaya dengan
mengumpulkan informasi pengorganisasian tapak, yaitu:
a. Kesiapan dan kelengkapan alat, bahan dan metoda diperiksa,
dipelajari secara cermat dan teliti
b. Kegiatan pengumpulan dan pengorganisasian informasi dan data
tapak pembibitan dan lapang dilakukan sesuai teknik dan kriteria
yang telah ditetapkan
c. Informasi yang dikumpulkan berupa informasi tentang status lahan,
luas lahan, sifat tanah, kemiringan lahan, sumber air, keadaan
cuaca, arah dan intensitas cahaya matahari, arah dan kecepatan
angin, kedekatan dengan penduduk, jalur saluran pembuangan air,
jaringan listrik, arah dan kemudahan pencapaian ke tapak
pembibitan
d. Faktor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja
Tahap ke-dua adalah mengidentifikasi jenis dan sifat lingkungan tumbuh
tanaman obat yang akan dibudidayakan
a. Prosedur pelaksanaan kegiatan dan kelengkapan alat serta bahan
untuk penentuan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dikuasai
sesuai dengan pedoman baku budidaya tanaman obat
b. Informasi dan data yang dibutuhkan meliputi sifat fisik dan
kimia lingkungan tumbuh, dan tipe lingkungan tumbuh (tipe
tanah dan batuan)
c. Informasi dan data tapak dianalisis untuk menentukan jenis
tanaman yang akan diusahakan
d. Kegiatan penentuan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
dilakukan sesuai teknik dan rencana yang telah ditetapkan
e. Faktor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja dipatuhi sesuai
prosedur
Tahap ke-tiga adalah menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
a. Prosedur pelaksanaan kegiatan dan kelengkapan alat serta bahan
untuk penentuan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
dikuasai sesuai dengan pedoman baku budidaya tanaman obat
b. Informasi dan data jenis tanaman yang akan diusahakan sesuai
dengan lingkungan tumbuh tanaman dibutuhkan
c. Informasi dan data teknologi penanganan jenis tanaman komersial
yang kurang sesuai dengan lingkungan tumbuh setempat yang akan
dibudidayakan
d. Kegiatan penentuan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
dilakukan sesuai teknik (misalnya untuk tanaman obat temu-
temuan diperlukan penyiapan bedengan penanaman di lapang
termasuk untuk drainasenya) dan rencana yang telah ditetapkan
e. Faktor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja dipatuhi sesuai
prosedur
Tahap ke-empat adalah menentukan fasilitas yang diperlukan

a. Prosedur pelaksanaan kegiatan dan kelengkapan alat serta bahan


untuk menentukan fasilitas pembibitan yang diperlukan dikuasai
sesuai dengan pedoman baku budidaya tanaman obat
b. Informasi dan data tapak dianalisis untuk menentukan fasilitas
yang dibutuhkan
c. Jenis dan rencana penggunaan fasilitas ditentukan secara teliti
d. Kegiatan menentukan fasilitas pembibitan dilakukan sesuai
sumberdaya teknik, sumberdaya manusia, dan sumberdaya
finansial serta rencana yang telah ditetapkan berdasarkan
GAP
e. Faktor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja dipatuhi sesuai
prosedur
Tahap ke-lima adalah menyusun program kerja dan target pencapaian
usaha pembibitan dan penyiapan lahan di lapang untuk tanaman obat
a. Prosedur identifikasi, metoda analisa dan perumusan rencana yang
digunakan untuk menyusun program kerja dan target pencapaian,
dikuasai sesuai dengan pedoman perencanaan kegiatan
b. Tahap penyusunan program kerja dan target pencapaian usaha
dilakukan sesuai standar baku usaha pengembangan pembibitan dan
penyiapan lahan di lapang untuk budidaya tanaman obat
c. Prosedur penyusunan dan aktualisasi progran kerja dan target
pencapaian dikuasai sesuai dengan pedoman usaha pengembangan
pembibitan dan budidaya tanaman obat
d. Kegiatan perencanaan pembibitan dan budidaya tanaman obat yang
telah dilakukan terdokumentasi dengan baik, benar dan tepat waktu
e. Faktor-faktor keselamatan dan kesehatan kerja dipatuhi sesuai
prosedur

Penyiapan dan Pengadaan Bibit Tanaman Obat dan Obat-obatan

Bahan tanaman berupa benih atau bibit dipilih sesuai spesies dan varietas-
nya (kalau ada) dan diperiksa agar didapatkan bahan tanaman yang sehat dan
bermutu. Bahan tanaman yang bermutu, diketahui kandungan bahan bioaktif
yang tinggi dan berproduksi tinggi akan memberikan nilai jual yang tinggi,
sehingga juga akan menjamin penghasilan yang didapat.
Tempat pembelian yang diketahui mempunyai kredibilitas yang tinggi,
memahami tujuan budidaya tanaman obat, apalagi yang dapat memberikan
sertifikasi sangat dibutuhkan.
Standar baku budidaya tanaman obat (misal GAP WHO) menghendaki,
budidaya tanaman obat dilakukan secara organik, sehingga pestisida, maupun
pupuk yang digunakan diusahakan yang ramah lingkungan atau organik. Ada dua
pendapat mengenai hal ini, kelompok pertama menginginkan budidaya yang
100% organik, sedangkan kelompok kedua masih mengijinkan pemakaian pupuk
buatan, tetapi tidak menggunakan pestisida anorganik.
Jenis tanaman obat temu-temuan dan sebagian herba merupakan tanaman
setahun, sehingga penyiapan dan pengadaan bibitnya dilakukan setiap tahun,
sedangkan tanaman obat semak dan tahunan, hanya memerlukan penyiapan dan
pengadaan bibit pada saat awal penanamannya saja, atau kalau daur hidupnya
yang tahunan sudah selesai atau masa produksi dianggap selesai.
Budidaya Tanaman Obat

Urut-urutan budidaya adalah sama untuk setiap jenis tanaman obat, hanya
ada beberapa pengecualian, yaitu: penanaman di lapang dan penyiraman, pem-
bumbunan dan pemupukan (organik), pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) yang ramah lingkungan atau secara manual. Untuk tanaman obat
semak kadang-kadang diperlukan pemangkasan di lapangan, menyeleksi cabang
yang perlu dipangkas atau dijarangkan.

Usahatani Tanaman Obat

Usahatani tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan. Pada


tulisan ini akan disampaikan usahatani tanaman obat herba pegagan dan jati
belanda yang merupakan jenis pohon.
Pegagan biasanya dikumpulkan dari alam, tetapi beberapa penelitian telah
dilakukan yang berlandaskan pemikiran organik, sehingga budidaya yang
dilakukan adalah: penyediaan bibit, penyiapan lahan berupa bedengan, penyiapan
naungan di atas bedeng, penanaman dan pemberian pupuk kandang, penyiraman
dan pemanenan. Pada penanaman 10 m2 lahan setelah 4 bulan penanaman di
lapang akan dihasilkan
1. bobot basah biomass seberat 20 kg a’ Rp 3 000/kg Rp 60 000,- atau
2. bobot kering biomass seberat 4 kg a’ Rp 30 000/kg Rp 120 000,- atau
3. bobot basah daun seberat + 10 kg a’ Rp 30 000/kg Rp 300 000,- atau
4. bobot kering daun seberat + 4 kg a’Rp 90 000/kg Rp 360 000,-
dengan kebutuhan tenaga kerja 2 HOK a' Rp 15 000,- Rp 30 000,-
bibit seharga Rp 2 000,-
pupuk kandang ayam petelur 2 kg a’ Rp 4 000 Rp 8 000,-
paranet Rp 8 000,-
Jumlah Rp 48 000,-
Jati Belanda berupa pohon yang budidayanya dilakukan di lapang dengan
jarak tanam 2.5 m x 2.5 m sehingga didapatkan populasi/ha 1600 tanaman.
Budidaya dilakukan dengan menanam benih di pembibitan, setelah bibit berumur
1.5 tahun, maka dipindahkan ke lapang. Pada saat penanaman dilakukan
pemberian pupuk kandang sapi dan kapur, pemanenan dilakukan 4 kali dalam satu
tahun dengan cara perontokan daun, pemupukan dilakukan 2 kali/tahun. Setelah 6
bulan di lapang, maka akan didapatkan panen 1.5 kg daun basah atau 0.5 kg daun
kering/tanaman. Pendapatan dalam 1 tahun untuk 1 ha, adalah
1600 tanaman x 4 kali panen x 0.5 kg x Rp 3000/0.05kg Rp 192 000 000 ,-
Kebutuhan tenaga kerja
Pembuatan lubang dan pemasukan pukan dan kapur Rp 1 600 000-
Penanaman Rp 240 000-
Pemeliharaan Rp 180 000-
Pemupukan Rp 15 000-
Pemanenan Rp 240 000-
Bibit dan input lain
Bibit 1600 tanaman a’ Rp 10 000 Rp16 000 000,-
Kapur 2 ton a’ Rp 200/kg Rp 400 000,-
Pukan sapi 20 ton a’ Rp 200/kg Rp 4 000 000,-

Jumlah Rp22 675 000,-

Panen dan Penanganan Pascapanen Tanaman Obat

Bagian yang dipanen pada tanaman obat bergantung jenis tanamannya, tujuan
pemanenan yaitu dipanen segar atau kering, harga, dan kualitas. Kebanyakan tujuan
pemanenan lebih kepada panen bahan kering dan telah dipotong-potong menurut
standar untuk setiap jeni tanaman obat yang biasa disebut simplisia. Bentuk ini
mempunyai harga yang lebih tinggi dan relatif tahan lama dibandingkan kalau bentuk
segar. Standar baku mutu produk pertanian mengikuti standar yang berlaku, misalnya:
GACP WHO 2003, Materia medika Indonesia dan SNI. Bentuk segar akan
mempunyai permasalahan yang sama seperti sayuran lainnya, yaitu masa pajang
(shelf life) yang terbatas. Pada tulisan ini bentuk simplisia yang akan ditelusuri lebih
lanjut. Untuk hal ini secara umum hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

a. teknik, waktu dan alat panen yang tepat


b. pemilihan bagian yang dipanen yang segar dan memenuhi mutu yang
diinginkan
c. pemotongan
d. pencucian
e. pengeringan, sampai disini disebut sebagai pengolahan hasil primer
f. pengemasan dan penyimpanan dengan teknik, bahan dan tempat pengemas
dan penyimpanan yang sesuai
Bagian tanaman yang dipanen mulai dari rimpang pada temu-temuan;
umbi, akar, buah atau biji dan tajuk pada tanaman obat herba; akar, daun, bunga,
korteks dan buah atau biji pada tanaman obat semak; dan akar, korteks, daun,
bunga dan buah atau biji pada tanaman obat pohon.

Pemasaran Produk Usahatani dan Distribusinya

Produk usahatani tanaman obat berupa simplisia dipasarkan bisa secara


langsung ke konsumen, misalnya perorangan, atau melewati toko obat, pabrik
jamu atau industri pharmaceutical dan distributornya, baru ke konsumen akhir.

KESIMPULAN

Bisnis tanaman obat mempunyai prospek yang baik untuk masa


mendatang, akibat berkurangnya kemungkinan mengumpulkan bahan alami dari
alam, kebutuhan obat yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah manusia
dan ditemukannya jenis-jenis penyakit yang baru, ditambah dengan beralihnya
konsumen dari obat-obatan barat ke tradisional dan harga yang akan terus
meningkat. Hal ini menyebabkan penguasaan dan pemahaman teknik budidaya
dan pengolahan primer yang memenuhi baku mutu standar harus dipunyai.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Standar Kompetensi Nasional Bidang


keahlian Budidaya Tanaman Perkebunan Semusim dan Tanaman Obat-
obatan.

Materia Medika Indonesia

Anda mungkin juga menyukai