Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang tidak sedikit. Apalagi
kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita
dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk
memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaandalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu
tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli
untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau
enam bulan sekali kepada pihak lessor.

B.     Identifikasi dan Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut, kami akan membatasi pokok bahasan makalah ini. Kami
membatasi masalah menjadi
1.      Pengaertian Sewa Guna Usaha (Leasng)
2.      Pengakuan de jure dan de facto
3.      Akibat hukum dari pengakuan
4.      Pengakuan terhadap insurgensi dan beligerensi
5.      Pengakuan berkenaan dengan wilayah dan non wilayah

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Apakah yang dimaksud dengan leasing
2. Apakah kegitan leasing
3. Jenis-jenis perusahaan leasing
4. Bagaimana mekanisme leasing
5. Untuk mengetahui apakah akibat dari Leasing

D.    Manfaat Penulisan
Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini diharapkan hasilnya
dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :
1.      Secara teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada pengembangan
ilmu hukum di bidang hokum internasional  tentang pengakuan de jure dan de facto hokum
internasional. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah mengenai Pengkuan Hukum
Internasional
2.      Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidag Hukum
Internasional untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan serta sistem
hukumnya. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para pelaksana kebijakan dalam mengambil
langkah-langkah perumusan kebijakan mengenai Pengakuan Hukum Internasional

E.     Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode yuridis normatif yang berbentuk
studi pustaka. Yaitu tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada sumber-sumber sekunder.

F.     Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini adalah :


Bab I                     : pendahuluan
Yang terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan
Bab II                    : pembahasan,
Yang terdiri dari : Pengertian Leasing (Sewa Guna Uasha), Pihak-pihak yang terlibat dalam
Leasing, Penggolongan perusahaan Lasing, Mekanisme Transaksi Leasing, Kelebihan Leasing
sebagai sumber Pembiayaan.
Bab III                  : penutupan,
Yang terdiri dari : Kesimpulan.
BABA II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Sewa Guna Usaha (Leasing) menurut Perpres No 9 tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan
adalah lembaga pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
di gunakan oleh penyewa guna usaha (lessee). Selama jangka waktu tertentu selama masih
jangka waktu tertentu berdasarkan pembiayaan secara angsuran.
Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991
tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan hak
opsi ( finance lease ) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi ( operating lease ), untuk
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana
lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi
untuk membeli objek sewa guna usaha.  Dari defenisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa.
Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan
harga berdasarkan nilai sisa. Dalam setiap transaksi leasing di dalamnya selalu melibatkan 3
pihak utama, yaitu:
a.       Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang memiliki hak
kepemilikan atas barang
b.      Lessee adalah peruahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada akhir
perjanjian
c.       Supplier adalah pihak penjual barang yang disewagunausahakan. 

B.     PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM LEASING

Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang


berkepentingan, yaitu : lessor, lessee, supplier , dan bank atau kreditor.
Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada
pihak lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal
dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan
mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan
dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut. Lessee adalah perusahaan atau
pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau
peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee
memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli
barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat
memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa
risiko bagi lessee terhadap kerusakan. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan
atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor
. Dalam
Mekanisme financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lesseetanpa
melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating
lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala. Bank . Dalam suatu perjanjian
atau kontrak leasing , pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak
tersebut, namun pihak bank memegang
Peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor , terutama dalam mekanisme leverage
lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier
dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari bank, untuk memperoleh barang-
barang yang nantinya akan dijual sebagai objek leasing kepada lessee atau lessor .  

C.    PENGGOLONGAN PERUSAHAAN LEASING

Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga)
kelompok, yaitu :
1.      Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing . Perusahaan tipe
ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak
produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya ( lessee ).
Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada
pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing , misalnya bank-bank,
dapat pula disebut sebagai lessor independent . Banyak lembaga keuangan yang bertindak
sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga
memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen dapat pula
memberikan pembiayaan kepada supplier (manufacturer ) yang sering disebut dengan vendor
program.

2.      Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan leasing
sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier
berpendapat bahwa dengan menyediakan Supplier (Manufacturer), Lessor  Independent  (Lessor)
. pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat
penjualan dengan menggunakan pembiayaan trasdisional. Captive lessor ini sering pula disebut
dengan twoparty lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing
(subsidiary ) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.
3.      Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah leasebroker atau packager . Broker leasing
berfungsi mempertemukan calon lessee denngan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang
modal dengan cara leasing. Broker leasing beasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk
menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker leasing
memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam
suatu transaksi leasing.

D.    PROSES DAN MEKANISME TRANSAKSI LEASING


Leasing pada prinsipnya merupakan industri multidisiplin yang meliputi antara lain bidang
perpajakan, keuangan dan konsep akuntansi. Dari defenisi leasing yang telah dibahas pada awal
bab ini dapat disimpulkan bahwa leasing mengandung arti suatu perjanjian antara pemilik barang
( lessor ) dengan pemakai barang ( lessee ). Mekanisme leasing tersebut merupakan dasar-dasar
dalam suatu transaksi leasing (basic lease ). Pihak lessee berkewajiban membayar sewa secara
periodic kepada lessor sebagai kompensasi atas penggunaan barang tersebut, Dalam definisi ini
hanya dua pihak yang terkait yaitu lessor dan lessee padahal dalam praktiknya pihak supplier
merupakan pihak yang terlibat dalam suatu mekanisme transaksi leasing.
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar dapat
dibagi dua kategori pembiayaan yaitu :
1.      Finance Lease
Teknik pembiayaan menurut finance lease ini, perusahaan leasing sebagai lessor adalah pihak
yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha ( lessee ) biasanya memilih
barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing , sebagai pemilik barang modal
tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi
objek transaksi leasing . Selama masa leasing , lessee melakukan pembayaran nilai sisa (residual
value). Kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai
serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan leasing . Dari pengertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa finace lease atau kadang-kadang pula disebut full-pay out leasing
adalah suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dengan lessee di mana :
a.       Lessor sebagai pihak pemilik barang atas objek leasing, dimana objek leasing dapat berupa
barang bergerak ataupun tidak bergerak dan memiliki umur maksimum sama dengan masa
kegunaan ekonomis barang tersebut.
b.      Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka
waktu yang disetujui. Jumlah yang dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment
yang terdiri atas biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan
lessor dan tingkat keuntungan atau spread yang diinginkan lessor
c.       Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri
masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan
dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di-lease tersebut ditanggung oleh
lessee
d.      Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai
dengan nilai sisa atau residual value yang disepakati, atau mengembalikan pada lessor, atau
memperpanjang masa lease sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama. Pembayaran
berkala pada masa perpanjanngan lease tersebut biasanya jauh lebih rendah daripada angsuran
sebelumnya.
Ciri-ciri finance lease antara lain :
a.       Objek leasing tetap milik lessor sampai dilakukannya hak opsi
b.      Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak / tidak bergerak
c.       Masa sewa barang modal sama dengan umur ekonomisnya
d.      Jumlah lease payment = jumlah biaya perolehan + biaya-biaya lainnya + spread
e.       Lessor tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau akan
dikenakan denda
f.       Risiko ekonomis misalnya biaya pemeliharaan ditanggung lessee
g.      Transaksi keuangan
h.      Full pay out
i.        Disertai hak opsi beli sesuai dengan residual value
j.        Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal
k.      Angsuran leasing tidak dikenakan PPN dan PPh Pasal 23
Selanjutnya, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksi sebagai berikut :
a)      Direct Financial Lease
Transaksi leasing dalam bentuk direct financial lease, sering pula disebut true-lease, atau
disingkat direct lease aja ; merupakan suatu bentuk transaksi leasing di mana lessor membeli
suatu barang atas permintaan pihak lessee dan sekaligus menyewagunausahakan barang tersebut
kepada lessee yang bersangkuatan. Spesifikasi barang yang akan di-lease tersebut termasuk
penentuan harga dan penentuan supplier dapat dilakukan oleh lessee. Tujuan utama lessee pada
dasarnya adalah semata-mata untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara leasing, guna
memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi  dan atau meningkatkan
kapasitas produksi. Sedangkan proses pembelian mulai dari order pembelian dilakukan pihak
lessor dan semata-mata untuk kebutuhan lessee.
Ciri-ciri direct financial lease antara lain :
a.       Lessee sebelumnya tidak memiliki barang modal (kebalikan dengan sale and lease back) Lesse
Perusahaan Asuransi Supplier Dealer Lessor
b.      Pembelian barang oleh lessor semata-mata untuk kebutuhan lessee
c.       Penentuan spesifikasi barang, harga dan supplier dapat dilakukan oleh lessee
d.      Tujuan utama lessee semata-mata untuk mendapatkan financing untuk tujuan proses produksi
atau peningkatan kapasitas produksi.
b)      Sale and Lease Back
Transaksi leasing dalam bentuk sale and lease back ini pada prisipnya adalah pihak lessee
sengaja menjual barang modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna
usaha atas barang tersebut. Lessee dalam hal ini berperan sebagai pihak yang menjual barang
untuk digunakan selama masa lease yang disetujui kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan
untuk memperoleh tambahan dana untuk modal kerja. Jadi transaksi leasing di sini bersifat
refinancing. Transaksi leasing seperti ini banyak dilakukan di Indonesia akibat adanya masalah
impor barang modal, perizinan serta pengoperasian, maupun pembiayaan kembali terhadap
pinjaman yang telah diperoleh lessee untuk memperoleh barang modal ini terutama dalam hal
pengenaan bea masuk atau pajak dalam rangka pengadaan suatu barang modal, umunya pihak
lessee akan membeli lebih dahulu atas nama sendiri barang impor atau eks-impor, termasuk
membayar bea masuk  dan bea impor lainnya. Selanjutnya barang tersebut dijual kepada lessor
untuk selanjutnya diserahkan kembali kepada lessee untuk digunakan sesuai dengan jangka
waktu yang disetujui dalam kontrak leasing.
c)      Leveraged Lease
Pada prinsipnya leveraged lease merupakan salah satu teknik pembiayaan dalam finance
lease yang digunakan lessor. Menurut teknik ini, disamping melibatkan lessor dan lessee juga
melibatkan kreditor jangka panjang dalam membiayai suatu objek leasing. Pihak kreditor jangka
panjang inilah yang memiliki porsi terbesar dalam membiayai transaksi leasing ini. Sedangkan
porsi pembiayaan pihak lessor biasanya berkisar 20%-40% dari keseluruhan pembiayaan,
sisanya disediakan oleh kreditor. Kreditor tersebut dapat berupa bank atau lembaga keuangan
lainnya. Status kreditor di sini hanya sebagai penyedia dana kepada lessor, sedangkan
jaminannya biasanya adalah objek leasing itu sendiri. Perbedaannya dengan teknik direct lease
adalah terletak pada jumlah pembiayaan yang diberikan oleh lessor 100%. Oleh karena itu, lessor
bertanggung jawab langsung kepada kreditor sesuai dengan jumlah pembiayaannya.
d)     Syndicated Lease
Syndicated lease adalah pembiayaan leasing yang dilakukan oleh lebih dari satu lessor atas
suatu objek leasing. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak
bersedia, atau karean alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri suatu
transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh lessee. Untuk memenuhi
permintaan atau kebutuhan lessee tersebut, maka beberapa perusahaan leasing melakukan
perjanjian kerja sama untuk membiayai objek leasing dimaksud. Selanjutnya, dalam
pelaksanaannya dari kelompok lessor, berdasarkan persetujuan ditunjuk salah satu lessor untuk
bertindak sebagai koordinator dalam melaksanakan perjanjian leasing dengan pihak lessee
termasuk dengan pihak supplier.
e)      Cross Border Lease
Cross border lease adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar batas suatu negara, di
mana lessor berkedudukan di negara berbeda dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini
kadang-kadang disebut pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional
karena yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda. Metode pembiayaan ini merupakan
hal yang kompleks dan bersifat khusus. Transaksi leasing ini mengandung banyak risiko bagi
lessor karena bagaimanapun juga akan melibatkan mekanisme hukum, perpajakan dan masalah-
masalah lainnya dari masing-masing negara yang bersangkutan.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut biasanya transaksi leasing antara negara dilakukan
oleh afiliasinya atau subsidiary perusahaan leasing yang bersangkutan. Transaksi leasing
biasanya dilakukan dengan cara perjanjian penjualan bersyarat yaitu pihak lessee diwajibkan
membeli barang yang di-lease-nya pada akhir kontrak. Cara ini pada dasarnya hanya untuk
melindungi lessor dari kompleksitas peraturan dan ketentuan-ketentuan negara asing. Mekanisme
cross border lease pada gambar di bawah ini. Kompleksitas dalam transaksi leasing internasional
bagi lessor ini meliputi beberapa masalah antara lain:
a.       Pertimbangan politis yaitu menyangkut stabilitas negara lessee
b.      Peraturan mengenai pemilikan oleh pihak asing
c.       Perpajakan yaitu menyangkut ketentuan pajak ganda (double taxation )
d.      Ketentuan repatriasi penghasilan termasuk masalah pengaturan penggunaan valuta asing negara
lesse
e.       Peraturan penyusutan
f.       Bea masuk barang dan ketentuan impor lainnya
f)       Vendor Program
Vendor program atau disebut juga vendor lease adalah suatu metode penjualan yang
dilakukan  oleh produsen atau dealer di mana perusahaan leasing memberikan atau menyediakan
fasilitas leasing kepada pembeli barang. Dalam mekanisme transaksi vendor program ini, lessor
membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang dipilih atau ditentukan oleh pembeli
( lessee ). Selanjutnya pembayaran sewa atau angsuran oleh lessee dapat dilakukan langsung
kepada lessor , atau dapat dibayarkan melalui vendor yang bersangkutan. Cara pembayaran
tersebut dapat dilakukan sesuai perjanjian.
2.      Operating Lease
Dalam leasing bentuk ini, lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya di-lease
-kan. Berbeda dengan finance lease , dalam operating lease jumlah seluruh pembayaran berkala
tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut
dengan bunganya. Operating lease atau kadang-kadang juga disebut dengan sewa guna usaha
biasa adalah suatu perjanjian kontrak antara lessor dengan lessee di mana:
a.       Lessor sebagai pemilik objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak lessee untuk
digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek daripada umur ekonomis barang modal
tersebut.
b.      Lessee atas penggunaan barang modal tersebut, membayar sejumlah sewa secara berkala kepada
lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut
beserta bunganya atau disebut juga non full pay out lease
c.       Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut
d.      Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek lease pada lessor
e.       Lessee biasanya dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu atau disebut
cancelable
Operating lease dalam pelaksanaannya membutuhkan suatu keahlian khusus terutama untuk
pemeliharaannya dan pemasaran kembali barang modal yang di-lease-kan tersebut. Oleh karena
itu berbeda dengan finance lease objek leasing di akhir masa kontrak merupakan hak milik lessor
untuk kemudian dilakukan pemasaran kembali barang modal tersebut. Lessor dalam operating
lease bertanggung jawab atas segala biaya pelaksanaan lease antara lain misalnya, biaya asuransi,
pembayaran pajak dan pemeliharaan barang modal. Perbedaan lain dengan finance lease adalah
angsuran operating lease tidak menggambarkan keseluruhan biaya perolehan barang. Hal ini
disebabkan lessor mengharapkan keuntungan dari kontrak leasing berikutnya. Selanjutnya
menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991
kegiatan leasing dapat dilakukan dengan cara berikut:
a.       Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
b.      Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
Penggolongan suatu transaksi leasing menurut ketentuan Menteri Keuangan tersebut di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Leasing digolongkan sebagai finance lease apabila memenuhi semua criteria berikut :
a.       Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan
nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan
lessor.
b.      Masa sewa guna usaha untuk barang modal ditetapkan sekurang-kurangnya :
1.      2 tahun untuk Golongan I
2.      3 tahun untuk Golongan II dan III
3.      7 tahun untuk Golongan bangunan
c.       Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan, mengenai hak opsi
2.      Leasing digolongkan sebagai operating lease apabila memenuhi kriteria berikut :
a.       Jumlah pembayaran leasing selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan
barang modal yang di-lease-kan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor
b.      Perjanjian leasing tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessor

E.     KELEBIHAN LEASING SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN

Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan


dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya antara lain sebagai berikut:
1.      Pembiayaan Penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat
diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow terutama bagi
perusahaan (lessee) yang beru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang.
2.      Lebih Fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah
menyesuaikan keadaan keuangan lessee dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran
secara berkala akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee sehingga
pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat disesuaikan dengan pendapatan yang
dihasilkan objek yang di-lease.
Artinya pembayaran sewa baru dilakukan setelah barang modal yang di-lease tersebut telah
mulai produktif. Selain itu perusahaan leasing dapat melakukan pengaturan pembayaran yang
menggelembung (baloon payment) pada awal atau akhir masa lease, pembayaran musiman
(khusus apabila lessee bergerak dalam bidang pertanian, perkebunan atau peternakan) bahkan
mungkin pula suatu tenggang waktu pembayaran yang sesuai dengan keadaan keuangan lessee.
3.      Sumber Pembiayaan Alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas
kredit (credit line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan leasing tidak terlalu menuntut adanya
jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan apabila lessee memperoleh pinjaman dari
pihak lainnya. Karena hak kepemilikan sah atas objek lease serta pengaturan pembayaran lease
sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek lease sehingga merupakan jaminan bagi
leasing itu sendiri. Dengan demikian   harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat
menjamin kredit yang sudah ada.
4.      Off Balance Sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam neraca memberi
daya tarik tersendiri kepada lessee karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur
pembelian barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci karena mungkin masih dalam batas
kewenangan direksi (seringkali kewenangan pembelian barang modal baru sah apabila disetujui
Dewan Komisaris atau bahkan Rapat Pemegang Saham). Dengan demikian keputusan secara
cepat dan tepat dapat lebih mudah dilakukan oleh direksi. Di pihak lain, tanpa mencantumkan
sebagai aktiva berarti tidak ada keharusan mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini
mempunyai dampak positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena transaksi
leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca lessee sebagai komponen utang. Kondisi ini
disebut off balance sheet financing.
5.      Arus Dana
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana
karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti terhadap pendapatan lessee. Di
samping itu, persyaratan pembayaran di muka yang relatif lebih kecil akan sangat berpengaruh
pada arus dana terlebih apabila ada pertimbangan kelambatan menghasilkan laba dalam
investasi.
6.      Proteksi Inflasi
Leasing dapat merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa keadaan
sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing
dilakukan, khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku bunga tetap,maka lessee akan
membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian
yang dilakukan di masa lalu.
7.      Perlindungan Akibat Kemajuan Teknologi
Dengan memanfaatkan leasing, lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang
disewa tersebut mengalami ketinggalan model dan teknologi disebabkan oleh pesatnya
perkembangan teknologi. Dalam suatu kontrak leasing objek leasing sering dimasukkan sebagai
perjanjian bahwa barang yang sedang disewa tersebut dapat ditukarkan dengan barang yang
serupa yang lebih canggih apabila di kemudian hari terdapat penemuan-penemuan baru yang
lebih unggul daripada produk barang yang sama. 
8.      Sumber Pelunasan Kewajiban
Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasing karena pada
umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu diperkirakan berasal dari modal
kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang di lease. Sehingga kekhawatiran para kreditor
terhadap gangguan penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang
telah diberikan dapat diatasi.
9.      Kapitalisasi Biaya
Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi,
pemeriksaan, konsultan, percobaan dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal
yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya leasing.
10.  Risiko Keusangan
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating lease yang berjangka waktu relatif
singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap risiko keusangan (obsolescence) sehingga
lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
11.  Kemudahan Penyusutan Anggaran
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan merupakan
kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee.
12.  Pembiayaan Proyek Skala Besar
Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang
seringkali menjadi masalah di antara pemberi dana, masalah tersebut biasanya dapat diatasi
melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang dapat diterima dan /
serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai apabila terjadi suatu kelalaian.
13.  Meningkatkan Debt Capacity
Perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis manaikkan debt equity ratio yang
mempengaruhi bankability dari lessee yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan semakin berkembangya dunia bisnis, maka semakin banyak perusahaan yang terjun ke dunia bisnis.
Dengan semakin banyaknyaperusahaan yang terjun ke dunia bisnis, maka semakin banyak kebutuhandana dan
modal yang harus dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Haltersebut mendorong industry bisnis yang bergerak dalam
bidangpembiayaan yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karenayang dikatakan dengan lembaga
pembiayaan adalah suatu badan usahayang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaandana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan
leasing adalah setiap kegiatan pembiayaanperusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal
untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih (optie) bagiperusahaan tersebut untuk membeli barang – barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilaisisa yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu,
leasing termasuk salahsatu jenis lembaga pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang modal

DAFTAR PUSTAKA

Suyatno ,Thomas,”Kelembagaan Perbangkan”.,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999.


Y. Sr i Susilo, dkk, “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Jakarta :Penerbit Salemba
Empat,2000.
Harian Pikiran Rakyat, “Perusahaan sering ambil jalan pintas. Meningkat,
Pengaduan Konsumen Leasing”.
 S. Muharam, SM franchise, Istilah – Istilah dalam Waralaba, Oktober.
http://ekonomibisnis.co.id.
DASAR HUKUM

Dasar Hukum Leasing

Seperti yang kita ketahui pengaturan leasing dalam hal ini masih sangat sederhana, dan
pelaksanaan sehari-hari didasarkan kepada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan Surat
Keputusan Menteri yang ada.  Surat Keputusan Tiga Menteri Tahun 1974 mengenai leasing
Adalah peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk itu. Surat Keputusan itu dan lain -lain
peraturan yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian-perjanjian dan
kegiatan  leasing  di Indonesia,   terutama bersifat administratif dan obligatory atau bersifat
memaksa. Sumber hukum yang lebih luas dan mendalam yang melandasi dan mendasari
kegiatan  leasing dewasa ini di Indonesia antara lain  :

1.        Umum (General) 
a.         Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan  peralihan Undang-Undang Dasar 
1945  pasca amandemen  atas hukum perdata yang berlaku bagi penduduk eropa.

b.         Pasal 1338 KUHPerdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas-asas persetujuan
pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I Buku III KUHPerdata. Pasal ini
memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka
sepanjang hal ini tidak bertentangan dengan Undang -Undang, kepentingan atau kebijaksanaan
umum.

c.         Pasal 1548 sampai 1580 KUHPerdata (Buku III sampai dengan Buku IV), yang berisikan
ketentuan mengenai sewa-menyewa sepanjang tidak ada dilakukan penyimpangan oleh para
pihak. Pasal ini membahas hak dan kewajiban lessee.

2.    Khusus
a.         Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian  dan Menteri
Perdagangan RI No. KEP.122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No.30/KPB/1974
tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang perizinan usaha  leasing.

b.         Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei


1974 tentang perizinan usaha leasing.

c.         Surat  Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei


1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materi terhadap usaha
leasing.

d.        Surat Edaran Direktorat Jendral Moneter No. PENG-307/DJM/IIL 7/7/1974 tertanggal 8 Juli
1974, tentang :
1.    Tata cara perizinan 
2.    Pembatasan usaha
3.    Pembukaan 
4.    Tingkat suku bunga 
5.    Perpajakan
6.    Pengawasan dan Pembinaan

e.         Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.34/KP/II/B1980 tertanggal


1 Februari 1980, mengenai lisensi/perizinan untuk kegiatan usaha sewa-beli (hire purchase), jual-
beli dengan angsuran atau cicilan dan sewa-menyewa.

f.          Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 31 Agustus 1983
tentang ketentuan perpanjangan izin usaha perusahaan  leasing   dan perpanjangan penggunaan
tenaga warga negara asing pada perusahaan leasing.

g.         Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 1 September 1983
tentang tata cara dan prosedur pendirian kantor cabang dan kantor perwakilan perusahaan
leasing.

h.         Surat Keputusan SK Menteri Keuangan RI No.S.742/MK.011/1984 tanggal 12 Juli 1984


mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial leasing.

i.           Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No.SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26 Juli 1984 mengenai
PPh pasal 23 atas usaha  financial leasing.

j.           Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna


usaha.

k.         Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan


PPS dan PBDR.

l.           Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan.

m.       Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan


Pembiayaan. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan.

Dengan demikian maka untuk pembuatan perjanjian  leasing   yang harus mengatur hak


kewajiban dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang bersangkutan, selain dari peraturan-
peraturan dan pedoman-pedoman tersebut diatas, kita harus berpegang pada asas-asas dan
ketentuan-ketentuan hukum yang
terdapat dalam Undang-Undang negara kita,  dalam hal ini Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yurisprudensi - yurisprudensi yang ada dan atau yang dituruti di
Indonesia serta praktek-praktek bisnis yang telah berkembang dan lazim menjadi
kebiasaan di negeri ini.

2.5  Tata Cara Dalam Leasing

Syarat-syarat  bagi  lessee  untuk  mendapatkan  fasilitas  sewa  guna  usaha  atau  leasing
adalah : (Budi Rachmat 2002: 52, sebagaimana yang dikutip oleh Sunaryo 2009: 58)
1.        Akta pendirian perusahaan penyewa guna usaha beserta perubahannya.
2.        Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman Hak Asasi Manusia dan
Berita Negara.
3.        Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
4.        Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5.        Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6.        Laporan Keuangan 3 Tahun terakhir.
7.        Bank statement account  untuk 3 bulan terakhir.
8.        Profesional background  dari direksi dan/atau komisaris.
9.        Struktur organisasi perusahaan penyewa guna usaha.
10.    Data lain yang diminta kemudian jika diperlukan.

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus
dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a.         Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga
dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b.        Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
c.         Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini
maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d.        Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease
dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease.
Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian
peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e.         Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan
memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
f.         Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g.        Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan
pemilikan kepada supplier.
h.        Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i.          Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease. Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease
agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah
pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1)      Nama dan alamat lease
2)      Jenis barang modal yang diinginkan
3)      Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4)      Syarat-syarat pembayaran
5)      Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6)      Biaya-biaya yang dikenakan
7)      Sangsi-sangsi apabila lesse ingkar janji

Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee)
akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
Tentunya  syarat-syarat  yang  telah  ditentukan  di  atas haruslah  dilakukan  secara  konsekwen  
sehinga
meminimalisisr  terjadinya  masalah  terkait  dengan  perjanjian  itu kedepannya  seperti  pembay
aran  yang  macet maupun hal lain yang tidak diinginkan.

Dasar hukum leasing : SKB Menkeu dan Memperin dan Mendag No. 122/MK/2/1974, No.
32/M/SK/1974, No. 30/KPK/I/1974 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perjanjian Leasing. SK
MenKeu No. 650/MK/IV/5/1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Leasing dan besarnya Bea
materei terhadap usaha leasing.
Pengertian leasing menuirut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK/.01/1991 adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan
hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan lesee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala
Pihak dalam perjanjian lease :
1.     Lessor adalah perusahan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam
bentuk barang modal.
2.     Lesse adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal
dari lessor.
3.     Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual
kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
4.     Bank, Pihak yang tidak terlihat secara langsung dalam perjanjian leasing, tetapi menyediakan dana
bagi Lessor dan Supplier.

Hukum Bisnis-leasing

Bab I 
Pendahuluan 
I. Sejarah Perkembangan Leasing
Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam
sejarah paling tidak sudah ada sejak lebih kurang 4500 tahun Sebelum Masehi. Yakni sewa menyewa
yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria.
Perkembangan leasing dalam sejarah Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase sebagai berikut:
1. Fase Pengenalan 
Fase pertama merupakan fase pengenalan dari bisnis leasing di Indonesia terjadi antara tahun 1974
sampai dengan tahun 1983. Fase pertama kali ini dimulai dengan keluarnya beberapa tahun 1974 yang
khusus mengatur tentang pranata hukum leasing tersebut. Dalam fase ini, leasing belum dikenal
masyarakat, dan perkembangannyapun tidak begitu pesat. Kosekuensinya jumlah perusahaan leasing
waktu itu belum seberapa dan jumlah transaksinyapun masih relative kecil. 
Sampai dengan tahun 1980, jumlah perusahaan leasing hanya berjumlah 5 buah dengan besarnya
kontrak Rp 22,5 miliar. Dan sampai dengan tahun 1984, jumlah perusahaan leasing bertambah sehingga
seluruhnya menjadi 48 buah dengan total kontrak Rp 436,1 miliar.

2. Fase Pengembangan
Fase kedua yang merupakan fase pengembangan ini terjadi kira-kira antara tahun 1984 sampai dengan
tahun 1950. Dalam fase kedua ini, bisnis leasing ini cukup pesat perkembangan berbarengan pesatnya
pertumbuhan bisnis di Indonesia.
Ini terlihat misalnya pada indicator peran dan kontribusi leasing terhadap investasi nasional sacara
keseluruhan. Dalam hal ini, dari 2,60% di tahun 1986 misalnya menjadi 6,32% di tahun 1989. Demikian
juga perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya kontrak leasing, dimna jumlah perusahaan 89
buah di tahun 1986, dengan nilai kontrak Rp 645 miliar, bertambah menjadi seluruhnya 122 buah
perusahaan di tahun 1990, dengan nilai kontraknya tidak kurang dari Rp 4,061 triliyun.
Pada fase kedua ini, beberapa segi operasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode
perhitungan penyusutan untuk kepentingan perpajakan. Hal ini akibat berlakunya UU pajak 1984.
Sementara sistem pelaporan pajak dalm period eke dua ini masih memakai operating metode seperti
pada fase sebelumnya,tetapi dengan beberapa distorsi.

3. Fase Konsolidasi
Fase ketiga, yang merupakan fase konsolidasi dari perkembangan leasing di Indonesia ini, terjadi sejak
tahun 1991 sampai sekarang. Pada periode ini izin-izin pendirian perusahaan leasing yang sebelumnya
diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan multi finance juga banyak didirikan pada periode ini.
Dan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada fase konsolidasi ini adalah diubahnya sistem
perpajakan, dari semula dengan operating metode berubah menjadi financial metode. Perubahan
sistem perhitungan perpajakan ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam SK
Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.

Bab II
Teori Leasing
A. Pengertian 
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya
memang sewa- menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia
bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang disebut saja sebagai
lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering di
istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Sungguhpun terdapat berbagai variasi dari pihak yang terlibat dalam system pembiayaan berpolakan
leasing, pada prinsipnya para pihak tersebut adalah:
1.Lessor, yakni pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang
membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat “multi
finance” tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing.
2.Lessee, adalah pihak yang memerlukan barang modal,barang modal mana dibiayai oleh lessor dan
diperuntukkan kepada lessee.
3.Supplier, adalah pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing, barang modal
mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Supplier, juga dapat disebut dengan
penjual biasa. Tetapi ada juga leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan bilateral
antara pihak lessee. Misalnya dalam bentuk sale and lease back.
Sementara mengenai mekanisme sehingga terjadinya hubungan hukum antar para
Pihak , yaitu lessor, dan juga supplier,terdapat berbagai alternatif sebagai berikut:
1. Lessor membeli barang atas permintaan lessee, selanjutnya memberikan kepada lessee secara
leasing.
2. Lessee membeli barang sebagai agentnya lessor dan mengambil barang tersebut secara leasing dari
lessor.
3. Lessee membeli barang atas namanya sendiri, tetapi dalam kenyataannya sebagai agen dari lessor,
dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.
4. Setelah lessee mengambil barang atas namanya sendiri, kemudiaan melakukan novasi, sehingga
lessor kemudian menghendaki barang tersebut da membayarnya.
5. Setelah lesse membeli barang untuk dan atas namanya sendiri, kemudian menjualnya kepada lessor
dan mengambil kembali barang tersebut secara leasing.ini adalah contoh sale and lease back.
6. Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan hak melakukan subleasing dan
memberikan subleasing kepada lessee.

Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut :


a. Suatu pembiayaan perusahan
Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan
kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum
tentu untuk kegiatan usaha.
b. Penyediaan barang modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang modal, biasanya oleh pihak supplier
atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oeh lessee umumnya untuk
kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin,
pesawat terbang, peralatan kantor seperti computer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan
sebagainya.
c. Keterbatasan jangka waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga ,
apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah di katakana leasing. Melainkan
sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut
dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana
status kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni
pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati
bersama, atau lessee tetap menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d. Pembayaran kembali secara berkala
Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah
kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor.
Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan
suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai angunanya.
e. Hak opsi untuk membeli barang modal
Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu
pula, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan
kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang
bersangkutan. Sungguhpun diakui pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena
ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan
harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing. Tetapi
ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing tanpa
perlu memberikan hak opsinya.
f. Nilai Sisa (Residu)
Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee diakhir
masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih
dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.

B. Landasan Hukum Leasing di Indonesia


a. Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha
leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan
usaha leasing.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang
penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d. Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang:
1. Tata cara perizinan
2. Pembatasan usaha.
3. Pembukuan.
4. Tingkat suku bunga.
5. Perpajakan.
6. Pengawasan dan pembinaan.
e. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan
PBDR.

C. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam leasing:


a. Siapakah yang dapat menjadi subyek leasing.
Subyek leasing yaitu lembaga-lembaga keuangan seperti bank yang memperoleh izin dari menteri
keuangan, dan lembaga-lembaga yang bukan lembaga keuangan seperti perseroan terbatas.
b. Obyek dari pada leasing tersebut.
Obyek leasing, harus ada peincian diterangkan secara detail misalnya: jenisnya apa, jumlahnya berapa,
lokasinya di mana dan sebagainya.
c. Jangka waktu dari pada leasing tersebut.
Jangka waktu leasing: masa berlakunya dari barang tadi harus ditanyakan kepada perusahaan appraisal,
jadi harus sama dengan masa guna barang tadi.
d. Cara pembayaran, yaitu dengan melihat nilai ekonomi benda yang di leasing tersebut, biasanya yang
dinilai oleh appraisal.
e. Pemeliharaannya.
f. Kewajiban untuk mengasuransikannya.
g. Hak opsi, yaitu kapan dan berapa harus di bayar.

D. Macam-Macam Leasing
Pada prinsip ada 2 macam prototype leasing, yaitu leasing yang berbentuk operating dan leasing yang
berbentuk financial. Namun demikian terdapat juga berbagai bentuk lainnya yang merupak derivative
dari kedua bentuk pokok tersebut. Untuk itu akan ditinjau satu persatu. 
a. Operatiang Lease
Disebut juga service lease. Leasing seperti ini tidak dibenarkan dilakukan oleh perusahaan financial,
sebab menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, yang dibenarkan hanya leasing
yang mempunyai hak opsi. Operating Lease ini biasanya merupakan suatu corak leasing dengan
karakteristik sebagai berikut:
1.) Jangka waktu berlakunya leasing relative singkat, dan lebih singkat dari usia ekonomis dari barang
tersebut. 
2.) Besarnya harga sewa lebih kecil ketimbang harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan
lessor.
3.) Tidak diberikan “hak opsi” bagi lessee untuk membeli barang di akhir masa leasing.
4.) Bisanya operating lease di khususkan untuk barang-barang yang mudah terjual setelah pemakaian
(yang berlaku di pasar barang bekas).
5.) Operating lease biasanya diberikan oleh pabrik atau leveransir karena umumnya mereka mempunyai
keahlian dalam seluk beluk tentang barang tersebut. Sebab dalam operating lease, dasar pemeliharaan
merupakan tanggung jawab lessor.
6.) Bisanya harga sewa setiap bulannya ditambah dengan jumlah yang tetap. 
7.) Biasanya lessor lah yang menanggung biaya pemliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi.
8.) Biasanya kontrak leasing dapat dibatalkan sepihak oleh lessee dengan mengmbalikan yang
bersangkutan kepada lessor.

b. Financial Lease
Sering disebut juga dengan capital lease atau full-payout lease. Financial lease merupak suatu corak
leasing yang lebih sering diterapkan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.) Jangka waktu berlakunya leasing relative panjang.
2.) Besarnya harga sewa plus hak opsi harus menutupi harga barang plus keuntungan harga barang yang
diharapkan oleh lessor.
3.) Diberikan hak opsi untuk lease untuk membeli barang diakhir masa lease.
4.) Financial lease dapat diberikan oleh perusahaan pembiayaan.
5.) Harga sewa yang dibayar per bulan oleh lease dapat dengan jumlahnya yang tetap, maupun dengan
harga berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman.
6.) Biasanya lessee yang menanggung biaya pemeliharaan kerusakan, pajak dan asuransi.
7.) Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak.
E. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian lain-Lain
a. Perbedaan Leasing dengan Kredit
Leasing Kredit
1.Menyewakan barang modal.
2.Pemilik barang: lessor.
3.Resiko pada financial dan barang.
4.Jaminannya barang modal.

5.Wanprestasi tidak ada pengmbalian kelebihan harga barang. 1.Menyediakan dana.


2.Kreditur bukan pemilik barang.
3.Resikonya financial saja.
4.Jaminanya benda tetap maupun benda bergerak.
5.Wanprestasi: ada pengembalian kelebihan harga.

b. Perbedaan Leasing dengan Sewa Menyewa


Leasing Sewa Menyewa
1.Jangka waktu dan umur pemakaian barang menjadi fokus utama.
2.Merupakan pembiayaan bisnis.
3.Objeknya barang modal.
4.Merupakan pembiayaan bisnis.

5.Lessor sebagai penyandang dana, barang berasal dari lessee atau pihak ketiga.
6.Jangka waktunya terbatas.

7.Dokumennya lebih komplit.

8.Jaminan tertentu. 1.Jangka waktu dan umur pemakaian barang tidak menjadi fokus utama.
2.Tidak merupakan pembiayaan bisnis.
3.Objeknya barang apa saja.
4.Dapat tidak merupakan pembiayaan bisnis.
5.Lessor sebagai pemilik barang.

6.Jangka waktu bisa terbatas dan tidak terbatas.


7.Dokumen-dokumen tidak begitu komplit.

8.Tidak ada jaminan.

c. Perbedaan Leasing dengan Jual Beli


Leasing Jual Beli
1.Objek barang modal.
2.Lessor sebagai penyandang dana (Penengah Keuangan).
3.Harga barang relative tinggi.
4.Hak milik akan beralih jika hak opsi digunakan. 1.Objek bendanya apa saja.
2.Lessor bukan penyandan dana.

3.Harganya lebih murah.


4.Hak milik akan beralih jika ada levering

F. Untung Ruginya Menggunakan Leasing


Ada pun yang menggunakan kelebihan-kelebihan leasing bila dibandingkan dengan metode-metode
pembayaran lainnya, terutama dengan kredit bank dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Unsur Fleksibilitas.
2. Ongkos yang relative murah.
3. Penghematan pajak.
4. Pengaturannya tidak terlalu complicated.
5. Kriteria bagi lessee yang longgar.
6. Pemutusan kontrak lessee oleh lease.
7. Pembukaan yang lebih murah.
Diantara kelemahan-kelemahan leasing tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Biaya bunga yang tinggi.
b. Biaya marginal yang tinggi.
c. Kurangnya perlindungan hukum.
d. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.
G. Jaminan Hutang dalam Leasing
Seperti juga pada metode pembiayaan lainnya, leasing juga memerlukan jaminan-jaminan tertentu agar
dana yang telah dikeluarkan oleh lessor ditambah dengan keuntungan-keuntungan tertentu dapat
dterima kembali oleh lessor.

Jaminan-jaminan hutang untuk leasing yang sering kali dipraktekkan dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a. Jaminan Utama
Jaminan utama pada transaksi leasing adalah keyakinan dari lessor bahwa lessee akan dan sanggup
membayar kembali cicilan sebagai mana mestinya. Jika terhadap perjajian kredit bank, jaminan utama
keyakinan ini ditentukan dengan tegas dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1922.
b. Jaminan Pokok 
Jaminan pokok ini berupa barang, modal hasil pembelian dari transaksi leasing itu sendiri.
c. Jaminan Tambahan
Jaminan tambahan dalam leasing tidak begitu krusial dibandingkan dengan jaminan pada kredit bank.
Hal ini dikarenakan memang hakikat dari leasing yang berbeda dengan suatu jaminan bank. Sering
dikatakan bahwa kredit bank sangat collateral minded, semntara leasing bussines minded. 

H. Dokumentasi yang Diperlukan Dalam Leasing


Tidak ada keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebelumnya kontrak bawah
tangan diantara leasing dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup dan mempunyai kekuatan hokum.
Namun demikian, kadang-kadang dalm praktek sering juga dibuat leasing dalam bentuk akta notaries,
terutama jika menyangkut dengan leasing dan dengan jumlah uang yang besar-besar. 
Pembuatan leasing dapat dibedakan ke dalam cara pembuatannya yaitu sebagai berikut:
1. Model Kontrak yang Menyatu
Pada prinsipnya sistem menyatu ini dari 3 set dokumen sebagai berikut:
a. Dokumen permintaan dan penawaran, ini merupakan dokumen pendahuluan dalam transaksi leasing,
biasanya lessee tinggal mengisi formulir khusus yang sudah tersedia pada lessor berupa aplikasi untuk
mendapatkan leasing. Dalam kontrak pokok leasing biasanya disebut bahwa terms condition ns dalam
dokumen pendahuluan ini tidak berlaku lagi dan diganti dengan terms dan condition yang ada dalam
kontrak pokok tersebut. Tetapi tidak semua leasing didahului oleh dokumen permintaan dan penawaran
ini.
b. Dokumen pokok, di sini adalah kontrak leasing itu sendiri. Hanya dalam sistem kondisinya yang
menyatu ini, disamping mengatur tentang leasing itu sendiri, kontrak leasing ini mengatur juga tentang
jaminan utamnya, misalnya berupa fidusia, kuasa jual, pengalihan insurance proceeds, pletge deposito,
garansi dan sebaginya.
c. Dokumen tambahan, biasanya dalam perjajnian pokok disebutkan bahwa seluruh dokumen tambahan
ini merupakan suatu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian pokoknya.
Dokumen-dokumen tambahan tersebut antara lain berupa:
a. Jadwal pembayaran.
b. Tanda bukti penerimaan barang.
c. Perjajian jual beli.
d. Pegaliahan order pembelian.
e. Sertifikat penyerahan dan penerimaan.
f. Surat konfirmasi.
g. Invoice.
h. Sertifikat of title.
2. Model Kontrak Mandiri
Bedanya hanyalah bahwa dalam kontrak model mandiri, maka seluruh atau sebagian besar dari detail
dokumen jaminan utang dibuat secara terpisah dengan akta sendiri. Dalam kontrak leasing paling-paling
tentang jaminan hutang secara mandiri lebih baik mengingat isinya yang lebih detail sehingga bisa
dihindari dispute di kemudian hari.

Penutup
A. Kesimpulan
1. Leasing adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee pemakaian aset selama periode waktu yang
ditentukan.
2. Landasan Hukum Leasing di Indonesia
a. Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha
leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan
usaha leasing.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang
penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d. Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang a. Tata cara
perizinan.
1. Pembatasan usaha.
2. Pembukuan.
3. Tingkat suku bunga.
4. Perpajakan.
5. Pengawasan dan pembinaan.
e. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan
PBDR.
3. Macam-macam leasing :
1. Operating lease
2. Financial lease
4. Untung Ruginya Menggunakan Leasing
kelebihan-kelebihan leasing bila dibandingkan dengan metode-metode pembayaran lainnya, terutama
dengan kredit bank dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Unsur Fleksibilitas.
2. Ongkos yang relative murah.
3. Penghematan pajak.
4. Pengaturannya tidak terlalu complicated.
5. Kriteria bagi lessee yang longgar.
6. Pemutusan kontrak lessee oleh lease.
7. Pembukaan yang lebih murah.
Diantara kelemahan-kelemahan leasing tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Biaya bunga yang tinggi.
b. Biaya marginal yang tinggi.
c. Kurangnya perlindungan hukum.
d. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.

B. Saran
1. Agar makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin.
2. Agar makalah ini digunakan sebagai referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.
3. Agar penulis selanjutnya mengarah juga pada buku rujukan lainnya.
4. Perlunya pengembangan lebih lanjut mengenai isi dari makalah ini, karena penulis kekurangan
referensi saat pembuatan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai