Abstract
Based on General Section item (4) of General Section item (4) of the Explanation of Law Number 14 of 1985
concerning the Supreme Court, the contempt of court term is an action that can undermine the dignity of a judicial
power. Oemar Seno Adjie argued that there are five categories of behavior that are classified as contempt of court,
including behavior attacking the integrity and impartiality of the court (Scandalising the Court) and insulting
justice through publication (Sub-Judice Rule). Both forms of contempt of court have the potential to be carried
out by a press media. Law Number 40 of 1999 concerning the Press constructs two forms of punishment for the
implementation of Law Number 40 of 1999 concerning the Press, namely imprisonment and fines. However, there
is no further explanation regarding the legal liability of the press media if it is proven to be committing
Scandalising the Court or Sub-Judice Rule. This research is a normative legal research by utilizing literature
study as a technique for gathering legal materials. Therefore, the results of this study are a juridical study of the
potential and contempt of court violations conducted by a press media in Indonesia and can be an academic
research for further research related to contempt court normative arrangements in Indonesia.
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hukum merupakan sebuah istilah yang sulit untuk terdefinisi secara kaku (rigid).
Namun pada umumnya hukum didefinisikan sebagai seperangkat kaidah atau
norma. Hukum berdasarkan substansinya kemudian digolongkan menjadi hukum
publik dan hukum privat.1 Meskipun demikian penetapan sebuah norma untuk
dikategorikan sebagai hukum publik atau hukum privat merupakan kewenangan dari
lembaga kekuasaan pada sebuah negara. Tetapi apabila memperhatikan karakteristik
dari setiap norma maka dapat diketahui norma yang digolongkan sebagai bagian dari
hukum publik dapat pula memuat substansi dari hukum privat dan begitupun
sebaliknya. Sehingga dapat ditegaskan bahwa norma yang dewasa ini berlaku
memiliki kecenderungan untuk mengandung kedua karakteristik bentuk hukum
tersebut secara bersamaan. Salah satu norma yang dimaksud tersebut adalah norma
hukum yang mengatur kegiatan pers yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
1
Perbedaan yang prinsipil pada hukum publik dan hukum privat adalah berkenaan dengan pola hubungan
hukum yang diatur di dalamnya. Hukum publik secara normatif merupakan pengaturan sikap tindak subjek
hukum yang mengikat secara umum sedangkan hukum privat merupakan suatu bentuk penormaan yang
mengikat subjek hukum tertentu sehingga bersifat mengikat secara khusus. Lihat: Rahayu Prasetianingsih,
“Konstitusionalisasi Hukum Privat: Beberapa Pandangan Yang Berkembang Dalam Pengkajian Ilmu
Hukum”, Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum,Volume 1, Nomor 2 (2014): 367.
121
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
2
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
3
Lihat Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
4
Salah satu bentuk badan hukum Indonesia adalah perseroan terbatas sebagai sebuah persekutuan modal.
Lihat Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers jo. Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5
Dalam dogma hukum diterangkan bahwa subjek hukum merupakan penyandang hak dan kewajiban. Selain
itu subjek hukum dibagi menjadi dua yaitu subjek hukum pribadi kodrati atau perseorangan dan subjek
hukum badan hukum. Lihat: Dyah Hapsari Prananingrum, “Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia
dan Badan Hukum”, Refleksi Hukum Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 1 (2014): 77-78.
6
Dalam konsepsi hukum pidana terdapat pemisahan istilah kejahatan dan pelanggaran pada sebuah norma.
Istilah kejahatan merupakan bentuk transformasi dari istilah mala in se yang kemudian ditafsirkan sebagai
delik hukum (rechtsdelicten) atau sebuah perbuatan yang dinilai sebagai perbuatan terlarang terlepas diatur
maupun tidaknya dalam sebuah undang-undang sedangkan istilah pelanggaran merupakan bentuk
transformasi dari istilah mala prohibita yang kemudian ditafsirkan sebagai delik undang-undang
(wetsdelicten) atau sebuah perbuatan yang terklasifikasi sebagai perbuatan terlarang karena diaturnya dalam
sebuah undang-undang. Namun dalam konsepsi hukum perdata, kedua istilah tersebut diterjemahkan secara
umum dengan istilah perbuatan yang bersifat melanggar hukum baik hukum yang dibentuk oleh penguasa
122
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konstruksi pengaturan contempt of court dalam norma hukum
positif dan doktrin hukum ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum perusahaan pers terkait publikasi
berita dengan muatan contempt of court yang dilakukan oleh wartawan yang
terafiliasi dengannya ?
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang dilakukan secara normatif. Salah
satu aspek dalam penelitian hukum normatif adalah penelaahan pokok kajian
maupun hukum yang dibentuk berdasarkan perjanjian yang mengikat para pihak di dalamnya. Lihat: Eddy
O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), 102. Bandingkan
dengan ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
123
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
7
Zulfi Diane Zaini, “Implementasi Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Normatif Sosiologis Dalam
Penelitian Ilmu Hukum”, Jurnal Pranata Hukum, Volume 6, Nomor 2 (Juli 2011): 127.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010): 133.
124
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
II. Pembahasan
A. Meninjau Istilah Contempt of Court
1. Penjelasan Terhadap Istilah Contempt of Court
a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung
Istilah contempt of court secara yuridis diketemukan dalam Bagian Umum
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 butir ke (4) yang menerangkan bahwa,
“... perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan
dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan peradilan yang
dikenal sebagai contempt of court”, namun meskipun demikian terdapat pula
bentuk contempt of court yang diatur secara parsial dalam beberapa pasal
terpisah seperti yang termuat dalam aturan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Dalam pengertian contempt of cout tersebut terdapat kesamaan cara
pendefinisian dengan istilah perbuatan melanggar hukum pada ketentuan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu dengan cara memaktubkan
unsur-unsur istilah terkait secara implisit dalam mendefinisikan sebuah istilah
hukum. Dalam pengertian yang diatur pada ketentuan tersebut, sebuah sikap
tindak dapat dikatakan sebagai contempt of court apabila setidaknya
125
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
126
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
127
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
9
Tri Jata Ayu Pramesti, “Perbedaan Pengadilan dan Peradilan”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-
pengadilan/, diakses tanggal 27 April 2020.
10
Mencermati kelima bentuk contempt of court tersebut terdapat kekhasan dalam penggunaan istilah
obstruction of justice dimana keempat bentuk contempt of court lainnya menggunakan akhiran frasa “court”
128
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
untuk menunjukkan konsepsi peradilan. Lihat: Rhivent Marchel Michael Samatara, “Tindak Pidana
Terhadap Lembaga Peradilan (Contempt of Court) Menurut Hukum Positif Indonesia”, Jurnal Lex Privatum,
Volume 5, Nomor 9 (November 2017): 135.
11
Hanafi Mahrus, Sistem Pertanggungjawaban Pidana (Jakarta: Rajawali Pers,2015), 16.
129
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
12
Risan Izaak, “Penerapan Alasan Penghapus Pidana dan Pertimbangan Hukumnya (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No.103.K/Pid/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No.1850.K/Pid/2006)”, Jurnal Lex Crimen, Volume 5, Nomor 6 (Agustus 2016): 131.
13
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2010), 503.
130
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
14
Lihat Pasal 1100 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
131
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
15
Lihat Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
16
Adi Condro Bawono, “Apakah Badan Hukum Dapat Dipidana ?”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5940/badan-hukum/, diakses pada 27 April 2020.
17
Lihat Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
132
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
18
Lihat Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
19
Lihat Pasal 2 ) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
133
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
III. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diterangkan sebelumnya maka terdapat dua
hal yang menjadi kesimpulan dari penelitian. Pertama adalah mengenai konstruksi
pengaturan contempt of court dalam norma hukum positif dan doktrin hukum.
Pengaturan contempt of court secara yuridis diatur dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tersebut terdapat definisi
contempt of court yang setidaknya mengandung lima unsur. Kelima unsur tersebut
merupakan sebuah perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan, sikap tindak
termasuk yang bersifat potensial, bersifat merendahkan dan merongrong, ditujukan
pada aspek kewibawaan, martabat dan kehormatan, dan sasaran dari sikap tindak
adalah peradilan.
Namun meskipun demikian terdapat pula karakteristik sikap tindak yang dapat
digolongkan sebagai contempt of court yang diatur pada ketentuan lain seperti di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan konstruksi contempt of
court dalam doktrin ilmu hukum mengklasfikasikan contempt of court ke dalam lima
134
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
B. Saran
Sehingga dalam memberikan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang
ditegaskan oleh Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sekaligus menjalankan amanat tersirat dalam ketentuan pada
Bagian Umum butir ke (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung untuk membentuk norma hukum yang mengatur secara khusus
perihal contempt of court. Hal ini ditujukan untuk menghadapi berbagai
permasalahan yang merendahkan dan merongrong sebuah peradilan pada masa
mendatang. Secara khusus apabila hal ini dilakukan di tengah perkembangan pesat
pers di era globalisasi.
135
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
C. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah
terakhir kali dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958).
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3887).
D. Website
Adi Condro Bawono. “Apakah Badan Hukum Dapat Dipidana ?”.
136
Kristianus Jimy Pratama
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERUSAHAAN
PERS DALAM PUBLIKASI BERITA YANG
BERMUATAN CONTEMPT OF COURT
137