Anda di halaman 1dari 11

Tatalaksana diabetes melitus type 1

Komponen pengelolaan DMT1 meliputi pemberian insulin, pengaturan

makan, olah raga, edukasi, dan pemantauan mandiri.

Jenis sdiaan insulin dan profil kerjanya

Penyesuaian dosis insulin

• Penyesuaian dosis insulin bolus dapat dilakukan dengan memperhitungkan rasio insulin bolus-
karbohidrat, yaitu dengan cara memperhitungkan rasio dosis insulin bolus harian dengan total
karbohidrat harian.

• Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan dengan jalan memperhitungkan rasio insulin-
karbohidrat (menggunakan rumus 500). Angka 500 dibagi dengan dosis insulin total harian hasilnya
dinyatakan dalam gram, artinya 1 unit insulin dapat mencakup sejumlah gram karbohidrat dalam
diet penderita.

• Koreksi hiperglikemia: dapat dilakukan dengan rumus 1800 bila menggunakan insulin kerja cepat,
dan rumus 1500 bila menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau 1500 dibagi dengan insulin
total harian hasilnya dalam mg/dL, artinya 1 unit insulin akan menurunkan kadar glukosa darah
sebesar hasil pembagian tersebut dalam mg/dL. Hasil perhitungan dosis koreksi ini bersifat individual
dan harus mempertimbangkan faktor lain misalnya latihan.

Pengaturan makan

• Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
kalori.

• Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
gram karbohidrat.

• Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic load yang
rendah.
Olah raga

• Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh remaja dan dewasa saat melakukan olahraga:

- Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter

. - jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin harus diturunkan
secara bermakna

. - Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90 menit sebelum
mulai latihan

. - Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan.

• Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan ketonuria /ketonemia (>
0,5 mmol/L)

- Olahraga atau latihan fisik harus dihindari - Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05
U/kg atau 5% dari dosis total harian.

- Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif

. • Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga yang lebih lama
atau lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau insulin sebelum latihan tidak
dikurangi.

• Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah latihan untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.

• Hipoglikemia dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga.

- Ukur kadar glukosa darah sebelum tidur dan kurangi insulin basal sebelum tidur (atau basal pompa
insulin) sebesar 10-20% setelah

Tatalaksana diabetes melitus type 2

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan
tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah
raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya
. TERAPI TANPA OBAT

Pengaturan Diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan
lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut

Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa
penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu
parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup

Tatalaksana farmakoterapi DM type II

Tabel penggolongan oabt hipoglikemioral

Tabel obat antihiperglikemia oral yang tersedia di indonesia


Note

Pada penyakit DM type 2 dengan penyakit kardiovaskuler aterosklerosis ( stroke infark miokard dan
penyakit arteri perifer ) disarankan mengguakan penghambat SGLT -2 atau agonis GLP-1 setlah
metformin ,pada pasien penyakit kardiovaskuler aterosklerosis dengan klins predominan gagal
jantunag dan gagal ginjal disarankan memggunakan SGLT -2 atau agonis GLP -1 setelah metformin

Olahraga

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-
umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga
aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-
10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
Terapi insulin

Pengendalian sekresi insulin

Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula darah.
Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya, apabila kadar
gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan normal, kadar gula
darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat rendah. Stimulasi sekresi
insulin oleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara bifasik.

MEKANISME KERJA INSULIN

Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin
yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena
porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja
insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel.
Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber
energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya.
Cara Pemberian Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas
dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi
penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada gambar 4 disamping ini.

Penggolongan sediaan insulin

Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana
yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya ditentukan secara
individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya, pada tahap
awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja
singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum
makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk
suntikan subkutan. Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka
tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH)

Profil beberapa sediaan insulin yang beredar di indonesia


Tatalaksana mikroangioati diabetik

Tatalaksana nefropati diabetik

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali
lemakdarahDisamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti pengaturan
diet,penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok dll.
Semuatindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.Secara non
farmakologis terdiri dari 3 pengelolaan penyakit ginjal diabetik yaitu

1.Edukasi

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman tentangpenyakit DM,
makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM,intervensi farmakologis dan
non-farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yangdihadapi, dll.

2.Perencanaan makan.
Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetikdisesuaikan
dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis.Perencanaan diet yang diberikan
adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendahgaram. Dalam upaya mengurangi progresivitas
nefropati maka pemberian diet rendahprotein sangat penting. Dalam suatu penelitian klinik selama
4 tahun pada penderitaDM Tipe I diberi diet mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4
tahunmenurunkan resiko terjadinya penyakit gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD)sebanyak 76 %.
Pada umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandungprotein sebanyak 0,8
gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari kebutuhan kalori padapenderita dengan nefropati overt, akan
tetapi bila LFG telah mulai menurun, makapembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari
mungkin bermanfaat untukmemperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga
berperan dalamterjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan
denganpemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Penderita DM
sendiricenderung mengalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet danobat
bila diperlukan. Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100mg/dl pada
penderita DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainankardiovaskuler

3. Latihan Jasmani.Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit. Latihan
jasmanidapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tapi
tetapharus disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan
jasmani yang dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. PrinsipnyaCRIPE (Continous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance)

Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah

1. Pengendalian DMBerbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan
ribuanpenderita telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif
akanmencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada
DMtipe I maupun tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi inidilaksanakan
sesegera mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendaliansecara intensif
kadar gula darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yangdiharapkan. Selain itu
pengendalian status gizi dan tekanan darah juga perludiperhatikan
Tabel kadar gula darah lipid HbA1c

2.
3. Pengendalian Tekanan DarahPengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting
dalam pencegahan dan terapinefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga telah
ditunjukkan memberi efekperlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi
maupun terhadap organkardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin
baik pula renoproteksi.Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai
dalam pengendaliantekanan darah pada penderita diabetes
4. Penanganan Gagal GinjalDasar penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:Terapi konservatif dan terapi pengganti.
`1.Terapi Konservatif1.
Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik;
- keseimbangan cairan
- diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam bila ditemukan adanyaoedema atau
-hipertens
- menghindarkan obat-obat nefrotoksik (NSAID, aminoglikosida, tetrasiklin, dll)
2.Memperbaiki faktor-faktor yang reversible
- mengatasi anemia
- menurunkan tekanan darah
- mengatasi infeksi
3. Mengatasi hiperfosfatemia dengan memberikan Ca(CO)dan diet rendah fosfat
4. Terapi penyakit dasar seperti DM
5. Terapi keluhan:- untuk mual/muntah diberikan Metoklopramid
- untuk gatal-gatal diberikan Dipenhydramin
6. Terapi komplikasi
- payah jantung dengan Diuretik, vasodilator, dan hati-hati terhadap pemberiandigitalis
5. Suatu penelitian klinik dari
Steno Diabetes Center di Copenhagen mendapatkan bahwapenanganan intensif secara
multifaktorial pada penderita DM tipe II denganmikroalbuminuria menunjukkan
pengurangan faktor resiko yang jauh melebihipenanganan sesuai panduan umum
penanggulangan diabets nasional mereka. Jugaditunjukkan bahwa penurunan yang sangat
bermakna pada kejadian kardiovaskuler

Tatalaksana nueropati diabetik


1. Penatalaksanaan Farmakologik
- Terapi kausatif Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang paling bisa
ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan defisiensi vitamin neurotropik.
Adapula obat yang merangsang proteosintesis untuk regenerasi sel Schwann
diantaranya metilkobalamin (derivat B12) dengan dosis 1500mg/hari selama 6-10 minggu,
gangliosid (intrinsic membrane sel neuron) dengan dosis 2x200mg intramuskuler selama 8
minggu
-Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin),
topiramate (topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan
antidepresan (misalnya amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan
dalam mengobati nyeri neuropatik kronik pada pasien tertentu.
- Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
2. Penatalaksanaan Non-farmakologik1,3
- Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, dietdan pemilihan sepatu yang
sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekananjuga dapat membantu.
- Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi
Sasaran pengobatan neuropati perifer adalah mengontrol penyakit yang
mendasarinya dan menghilangkan gejala (simptomatis). Yang pertama dilakukan
adalah menghentikan penggunaan obat-obatan atau bahan yang menjadi pencetus,
memperbaiki gizi (pada defisiensi vitamin neurotropik), dan mengobati penyakit
yang mendasarinya (seperti pemberian kortikosteroid pada immunemediatedneuropathy).
Neuropati inflamasi akut membutuhkan penanganan yang
lebih cepat dan agresif dengan pemberian immunoglobulin dan plasmapheresis

tatalaksana retinopati diabetik


pada retina disebabkan oleh keadaan hiperglikemia pada pembuluh darah. Keadaan
hiperglikemia pada darah menyebabkan terjadinya kerusakan endotel. Selain itu terjadi
kehilangan perisit dan penebalan membran basal dari pembuluh darah sehingga memicu
terjadinya oklusi kapiler dan iskemi pembuluh darah. Keadaan ini menyebabkan
dekompensasi fungsi endotel sebagai sawar darah retina dan terjadi edema retina.

Retinopati diabetik terbagi menjadi beberapa stadium, yaitu non proliferatif dan
proliferatif.Non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) ditandai kelainan mikrovaskular
yang tidak melewati membrane limitan interna yang ditandai dengan adanya
mikroaneurisma, area non perfusi kapiler, kerusakan nerve fibre layer, intra retina
mikrovaskular abnormalities (IRMAs), dot-blot intraretina hemorrhages, edema retina, hard
exudates (HE), dan venous beading. Non proliferative diabetic retinopathy dibagi menjadi
ringan, sedang, dan berat
Proliferative diabetic retinopathy (PDR) ditandai dengan adanya neovaskularisasi yang dipicu
oleh keadaan iskemia. Neovascularization of the disk (NVD) dan neovascularization
elsewhere (NVE) merupakan tanda utama PDR. Neovaskularisasi dapat mencetuskan
terjadinya perdarahan vitreus dan hifema spontan. Neovaskularisasi yang terjadi di sudut
bilik mata dapat mengakibatkan glaukoma sekunder

beberapa cara untukpenatalaksanaan RD antara lain


 Fotokoagulasilaser
 steroid intravitreal
 tindakan vitrektomi
 pemberian anti-Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) intravitreal.

Fotokoagulasilaser

anretinal photocoagulation (PRP) merupakan terapi baku emas pada proliferative


diabetic retinopathy (PDR) dan severe nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR)berdasarkanDiabetic Retinopathy Study (DRS).6 Studi yang dilakukan oleh DRS
menunjukkan bahwa pada kelompok dengan PRP didapatkan penurunan angka severe
visual loss (SVL) sebesar 50%.7 Teknik laser yang digunakan pada DRS yaitu 1200
tembakan atau lebih dengan ukuran 500 µm yang berjarak setengah diameter lesi
antara dua tembakan dan dibagi dalam 2 atau lebih sesi PRP dengan menggunakan laser
argon 514 nm
Efek utama dari fotokoagulasi laser pada retinopati diabetik yaitu meningkatkan
tekanan oksigen pada lapisan retina bagian dalam. Laser yang ditembakkan akan
diserap oleh pigmen melanin di lapisan retinal pigment epithelium (RPE) dan
menyebabkan efek koagulasi pada sel RPE dan fotoreseptor di dekatnya

Steroid intravitreal

pada beberapa penelitian sering digunakan secara intravitreal untuk mengatasi edema
makula pada retinopati diabetik. Kelompok kortikosteroid yang digunakan yaitu
triamcinolone acetonide, dexamethasone, dan fluocinolone acetonide. Namun
pemberian injeksi intravitreal steroid ini sering diikuti dengan komplikasi okular seperti
katarak, peningkatan tekanan intra okular bahkan dapat mengakibatkan peningkatan
risiko terjadinya endoftalmitis

vitrektomi

Tindakan pembedahan vitrektomi diindikasikan pada kasus tractional retinal


detachment, perdarahan vitreus yang menetap, perdarahan pre makular dan edema
makula yang diakibatkan vítreomacular traction. Tindakan ini juga memberikan akses
untuk melakukan tindakan laser fotokoagulasi pada keadaan kekeruhan vitreus akibat
terjadinya perdarahan vitreus

pemberian anti-Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) intravitreal.

pada penatalaksanaan retinopati diabetik dengan cara menghambat progresivitas


retinopatia diabetik dan meningkatkan tajam penglihatan dengan mengatasi edema
makula. Ada beberapa anti VEGF yang biasa digunakan pada penatalaksanaan dan
penelitian tersebut antara lain ranibizumab

tatalaksana makroangiopati diabetik

daftar pustaka

• 1 Niken Prita 2017 diagnosis dan tatalaksana diabtes melits tipe 1 pada anak dan dewasa
suarabaya panduan praktik klinins ikatan anak indonesia

• Agustin deni 2017 farmakoterapi 3 dan farmako endokrin fakultas kedokterann universitas
jendral sudirman

• Yusran muhammad 2017 retinopati diabetik diagnosis dan tatalaksna lampung fakultas
kedokteran universitas lampung

• Janita riduan ria 2014 penatalaksaan KAD dan dm tipe 1 pada anak usia 15 lampung
universitas lampung fakultas kedotera

Anda mungkin juga menyukai