PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang
secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian
yang mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi
pada saat stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar
di antara kita pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh
masalah, kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah
menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum
perasaan demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang
berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau (Wilkinson et al, 1998).
Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan
manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan
tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta
dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia
mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia
sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang
berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain
seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya.
Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak
adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan
kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya,
karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam
bawah sadar (Rice, 1994).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah
gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta
manusia di muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-
laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi
yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah
1
tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang
menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada
usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60
persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (Anonim,
2009).
Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan
bunuh diri pada penduduk yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa.
Bunuh diri adalah suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan,
keputusasaan dan kemarahan diri akibat gangguan mood. Angka bunuh diri
meningkat tiga kali lipat pada populasi remaja (usia 15 sampai 24) karena
terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi ini. Pria yang berusia lebih
dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000 dibandingkan dengan
angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat (Anonim, 2009).
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika
menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan
budaya. Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada
di institusi, dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan
jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu,
angka yang signifikan dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif
(10 sampai 20 persen) mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk
memenuhi kriteria diagnostik depresi klinis. Oleh karena itu, depresi
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan merupakan
gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia, tetapi untungnya
dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).
Selain itu prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen
dan hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan
prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan
perbandingan wanita-pria 14,1 : 8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia
yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30-45 persen.
Perempuan lebih banyak menderita depresi (Anonim, 2009).
2
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran
klinisnya tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan
somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan
sebagainya. Depresi pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif,
ansietas, atau penurunan fungsi kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi
pada lansia, antara lain faktor biologik, psikologik, stres kronis, penggunaan
obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak,
faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor psikologik pencetus
depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal (Anonim,
2009).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran
fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan
pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat.
A. Teori Kejiwaan Lansia
1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimiliki.
3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
a. Kehilangan Peran
b. Hambatan Kontak Sosial
c. Berkurangnya Kontak Komitmen
B. Teori Psikologi
1. Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada
masa tua antara lain adalah:
5
a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas
perkembangan yang spesifik yang dapat muncul sebagai akibat
tuntutan:
a. Kematangan fisik
b. Harapan dan kebudayaan masyarakat
c. Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
2. Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan
kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-
kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai
lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seorang
dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian
digambarkan terhadap dunia luar atau kearah subyektif. Pengalaman-
pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan
ini dapat dilihat pada setiap individu dan merupakan hal yang paling
penting bagi kesehatan mental.
3. Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya
kondisi dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap
kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah mengidentifikasi tahap
perubahan psikologis (delapan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa
pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk
6
mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa.
Peck (1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan
Erikson dengan mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri
dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap
peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap pola preokupasi,
dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi,
tugas perkembangan yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima
identitas diri sebagai orang tua dan mendapatkan dukungan yang
adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru sebagai
orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan
merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan
dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua
tersebut.
C. Teori Psikososial Lansia
1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas
diri yang utuh. Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan
membuat lansia berusaha menuntun generasi berikut (anak dan
cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia yang tidak mencapai
integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya karena
tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan
menurut Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial
lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman, generatif
dan integritas yang utuh.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
psikososial lansia menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
7
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi
menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat
ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan
kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap
menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang
lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:
a) Gangguan jantung
b) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
c) Vaginitis
d) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau
nafsu makan sangat kurang
f) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia.
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang
serta diperkuat oleh tradisi dan budaya .
8
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d) Pasangan hidup telah meninggal
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan
keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy),
biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada
tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy),
pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka
pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan
hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
9
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada
tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada
lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di
atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban
mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap
mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam
kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing
individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
10
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang
benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk
kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah
bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu
dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk
merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa
lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan
arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta,
cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan
langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan
pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan
dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak
berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan
keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak
mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
11
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-
rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada
umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita
(budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang,
atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya
adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan
perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay
rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat.
Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa
hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha
adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat
sebagai seorang lansia
12
B. Mania
1. Gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat atau keadaan emosional yang mudah
tersinggung dan terangsang.
2. Dapat diiringi perilaku berupa peningkatan aktivitas flight of
idea, euphoria, penyimpangan sex.
Perilaku yang berhubungan dengan mania :
a. Afektif
Gambaran berlebihan, peningkatan harga diri, tidak tahan kritik
b. Kognitif
Ambisi mudah terpengaruh, mudah beralih perhatian, waham
kebosanan, flight of idea.
c. Fisik
Gangguan tidur, nutrisi tidak adekuat, peningkatan aktivitas,
dehidrasi.
d. Tingkah laku
Agresif, aktivitas motorik meningkat, kurang perawatan, seks
berlebihan dan bicara bertele-tele.
C. Depresi
Gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan
berduka yang berlebihan dan berkepanjangan. Perilaku yang
berhubungan dengan depresi :
a. Afektif
Sedih, cemas, apatis, perasaan ditolak/bersalah, merasa tidak
berdaya, putus asa, merasa sendirian dan tidak berharga.
b. Kognitif
Bingung, ragu, sulit berkonsentrasi, hilang perhatian dan motivasi,
menyalahkan diri sendiri, pikiran merusak diri.
c. Fisik
Sakit perut, anoreksia, mual dan muntah, gangguan pencernaan,
pusing.
13
d. Tingkah laku
Gangguan tingkat aktivitas, menarik diri, isolasi sosial, irritable
(mudah marah).
14
a. Responsif
Respon individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya.
Mampu bereaksi dengan dunia eksternal dan internal
b. Reaksi Kehilangan Yang Wajar
Normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan.
Individu menghadapi realita dari kehilangan dan mengalami
proses kehilangan yang meliputi bersedih, berfokus pada diri
sendiri, berhenti melakukankegiatan sehari - hari tapi tidak lama
(keadaan ini bersifat temporer)
c. Supresi
Merupakan tahap awal dari respon mal adaptif, dimana individu
menyangkal, menekan atau menginternalisasi semua aspek
perasaannya ke dalam lingkungan
d. Reaksi Kehilangan Yang MemanjangMerupakan penyangkalan
yang menetap dan memanjang tapi tidak tampak reaksi emosional
terhadap kehilangan , dapat terjadi hingga beberapa tahun
e. Maniak /depresi
Merupakan respon emosional yang berat. Dapat melalui intensitas
dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi sosialnya.
Maniak ditandai dengan gangguan alam perasaan
meningkat,meluas, emosional mudah tersinggung,/terangsang .
Dalam hal perilaku dengan peningkatan kegiatan, banyak bicara,
flig of idea. senda gurau tertawa berlebihan,penyimpangan
seksual. Sedangkan depresi ditandai dengan perasaan bersedih
dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
3. Etiologi Depresi
a. Organobiologik
Perubahan neuro biologi sitem persyarafan
Penyakit kronik degeneratif
Gangguan endokrin
Pengaruh obat
15
Genetik
b. Psikososial
Perubahan peran sosial
Berbagai bentuk kehilangan
Ciri kepribadian yang rentan
Dukungan psikososial yang buruk
Peristiwa kehidupan yang nyenyak
c. Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Dimana transmisi gangguan alam perasaan diteruskan
melalui garis keturunan
Frekwensinya meningkat pada kembar monozigot
Menurut Cloninger (1989) :
Gangguan jiwa persepsi sensori dan gangguan jiwa
psikotik erat sekali penyebabnya dengan factor
genetic
Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu
atau anak dari klien yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecendrungan 10%, sedangkan keponakan
atau cucu 2-4%
Individu yang memiliki hubungan kembar identik
dengan klien memiliki kecendrungan 46-48% ,
sedangkan dyzigot kecendrungannya 14-17%
Faktor genetic tersebut sangat ditunjang oleh pola asuh
yang diwariskajn sesuai dengan pengalaman yang dimiliki
oleh anggota keluarga klien yang memiliki gangguan jiwa.
b) Teori Agregasi Berbalik Pada Diri Sendiri
Depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang dialihkan
kepada diri sendiri.berbalik
16
Menurut Freud, kehilangan banyak orang / objek akan
mengakibatkan orang menjadi ambivalen antara benci dan
cinta yang akhirnya menjadikan dia menyalahkan diri
sendiri.
c) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan factor perkembangan misalnya
kehilangan orang tua pada masa anak-anak, perpisahan dengan
orang yang sangat dicintai. Sehingga individu tidak berdaya
untuk mengatasi kehilangan.
d) Teori Kepribadian
Tipe kepribadian tertentu menyebabkan individu mengalami
depresi. Hal ini merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi
oleh penilaian negative terhadap diri sendiri.
e) Model Belajar Ketidakberdayaan
Depresi disebabkan oleh kehilangan kendali diri, individu yang
mengalami kehilangan menjadi pasif, tidak mampu
menghadapi masalah, sehingga lama-kelamaan timbul
keyakinan bahwa dirinya tidak mampu mengendalikan
kehidupan.
f) Model Perilaku
Depresi terjadi karena kurangnya reinforcement positif selam
berinteraksi dengan lingkungan
g) Model Biologis
Depresi terjadi karena adanya perubahan dalam kimia tubuh.
Perubahan tersebut termasuk dalam hal system endokrin
dimana terjadi defisiensi katekolamin. Katekolamin tidak
berfungsi namun terjadi hipersekresi kortisol yang terus-
menerus.
d. Faktor Presipitasi
1) Faktor Biologis
17
Peubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan
atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasme,
dan ketidakseimbangan metabolisme
2) Faktor Psikologis
Kehilangan kasih saying, termasuk kehilangan cinta,
kehilangna seseorang, kehilangan harga diri
4. Klasifikasi Depresi
Depresi dapat dibagi dalam 3 macam (Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan)
a. Depresi reaktif / eksogeneus
Adalah depresi yang dimulai dengan mendadak dan adanya
kejadian pencetus. Klien mengetahui mengapa dia mengalami
depresi
b. Gangguan afektif unipolar / depresi primer / endogenous
Adalah depresi yang ditandai dengan hilangnya minat dalam
pekerjaan dan rumah , ketidakmampuan dalam menyelesaikan
tugas-tugas dan depresi yang dalam (disforia). Depresi primer ini
dapat bersifat primer (tidak berhubungan dengan masalah
kesehatan lain) atau sekunder akibat suatu masalah kesehatan
seperti gangguan fisik atau psikiatrik atau pemakaian obat.
c. Gangguan afektif bipolar
Adalah gabungan antara 2 mood yaitu antara maniak (euphoria)
dan depresi (disforia).
Depresi pada usia lanjut dibagi dalam 2 kategori yaitu :
1) Depresi disorder
Adalah depresi yang terjadi 2 tahun atau lebih tanpa adanya
periode maniak
2) Bipolar disorder
Adalah depresi yang diselingi dengan periode maniak.
18
5. GEJALA DEPRESI
Gejala – gejala Depresi pada lansia adalah :
a. Afektif
Merasa sedih, cemas, apatis, murung, perasaan ditolak/bersalah,
merasa tidak berdaya, putus asa, merasa sendirian, rendah diri,
tidak berharga, cemas, penurunan keinginan seksual.
b. Kognitif
Konsentrasi dan perhatian berkurang, paranoid, agitasi, fokus pada
kejadian lalu, menyalahkan diri sendiri, menganggap diri tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram/kabur, berpikir untuk
membahayakn diri/bunuh diri.
c. Perilaku
Kesulitan dalam ADL, perubahan pola tidur (biasanya insomnia),
menarik diri, isolasi social, harga diri dan kepercayaan berkurang,
penurunan nafsu makan, iritabel (mudah marah).
d. Fisik
Sakit perut, anoreksia, mual, muntah, gangguan pencernaan,
konstipasi, berkurangnya energi, mudah lelah, lemah, lesu,
insomnia, pusing, mulut kering.
6. Sindrom Klinis Tertentu Yang Dapat Muncul Pada Lansia
(DEPKES 2001)
a. Depresi Agitatif
Ditandai dengan peningkatan aktifitas, mondar mndir, mengejar
ngejar orang dan terus menerus meremas remas tangan
b. Depresi dan Anxietas
Gangguan cemas menyeluruh dan fobia
c. Depresi terselubung
Tidak muncul gejala atau mood depresi
d. Somatisasi
19
Gejala somatik dapat menyembunyika gejala yang sesungguhnya
dan dsapat memperberat dengan adanya depresi
e. Pseudo Dimensia
Pasien depresi yang menunjukan gejala ganggua memori yang
bermakna seperti dimensia
f. Depresi sekunder pada dimensia
Depresi yang terjadi pada stadium awal dimensia
8. TERAPI PENUNJANG
Pengobatan, secara umum terbagi 2 :
1. Anti depresi trisiklik : nortriptilin, aventyl
2. Penghambat monoaminoksidase (MAO) : tranilsipromin sulfat,
isokarboksazid
Efek samping obat-obatan : sedasi, mengantuk, hipotensi, retensi urin,
konstipasi, mulut dan mata kering, penglihatan kabur.
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi factor predisposisi dan
factor presipitasi dan perubahan perilaku serta mekanisme koping yang
digunakan klien.
Riwayat kesehatan sekarang (tanda dan gejala), RKD, RKK, Riwayat
pengobatan, Riwayat nutrisi, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan status mental,
Pengkajian keluarga, pengkajian ADL.
B. Masalah
Berduka disfungsional
Koping individu tidak efektif
Perubahan proses keluarga
Gangguan interaksi sosial
Ketidakberdayaan
Gangguan pola tidur
Perubahan nutrisi
Defisit perawatan diri
Distres kepercayaan
C. Tujuan
Mengajarkan klien untuk berespon emosional yang adaptif dan meningkatkan
rasa puas serta kesenangan yang dapat diterima oleh lingkungan
D. Intervensi
a. Fase akut 6 – 12 minngu
Tujuan tidakan mengurangi gejala jika kondisi membaik setelah
dilakukan tindakan maka pasien sehat
b. Fase berkelanjutan 4 – 6 bulan
21
Tujuan mencegah kekambuhan ,meningkatkan proses penyembuhan.
Penyebab kambuh adalah kegagalan mempertahankan keadaa yang telah
membaik.
c. Fase mempertahankan
Tujuan rencana tindakan untuk mencegah tanda dan gejala depresi yang
lebih berat/ atau memperberat tanda depresi
E. Implementasi
1. Pada fase akut
Ajarkan pasien tentang Depresi
Ajarkan klien tentang pengobatan depresi
Mengajarkan cara mempertahan kan status nutrisi
Bantu klien untuk mengembangkan aktifitas sendiri
Ajarkan pada keluarga tanda- tanda resiko bunuh diri
Kaji dinamika keluarga , hargadiri dan persepsi klien
2. Pada Fase berkelanjutan
Ajarkan bila gejala muncul segra mencari bantuan
Beri reinforcement positif terhadap kemajuan yang di lakukan klien
Ajarkan teknik meningkatkan diri yang sehat , kemampuan
komunikasi asertif,teknik relaksasi
Ajarkan teknik peningkatan mekanisme koping
3. Pada Fase mempertahankan
Beri Reinforcement positif
Ajarkan kemampuan memecahkan masalah, teknik relaksasi, distraksi
F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetik
Dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui
riwayat keluarga atau keturunan.
2) Teori agresi menyerang ke dalam
22
Menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang
ditunjukkan kepada diri sendiri.
23
2) Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai
pendahuluan episode depresi dan mempunyai dampak terhadap
masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi
perkembangan depresi, terutama pada wanita.
4) Perubahan fisiologik yang disebabkan oleh obat-obatan berbagai
penyakit fisik.
c. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang
memanjang adalah denial dan supresi, hal ini dilakukan untuk
menghindari tekanan yang hebat. Pada depresi mekanisme koping
yang digunakan adalah represi, supresi, mengingkari dan disosiasi.
Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap
depresi yang diakibatkan karena kurang efektifnya koping dalam
menghadapi kehilangan.
d. Perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan mania dan depresi bervariasi.
Gambaran utama dari mania adalah perbedaan intensitas
psikologikal yang tinggi. Pada keadaan depresi kesedihan dan
kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi.
B. Masalah Keperawatan
a) Gangguan harga diri : harga diri rendah
b) Kerusakan interaksi sosial
c) Perubahan proses berpikir
d) Ketidakberdayaan
e) Perubahan nutrisi kurang dari ketubuhan tubuh
f) Gangguan pola tidur
g) Defisit perawatan diri
h) Risiko tinggi cidera
i) Koping individu tidak efektif
24
j) Gangguan komunikasi verbal
C. Analisa Data
No Data Masalah
1 DS : Gangguan alam
f. Klien mengatakan putus asa dan tidak perasaan : koping
berdaya, tidak berharga, tidak ada harapan individu maladaptive
setelah ditinggal suami dan anak satu-
satunya.
DO :
g. Klien tampak sedih
h. Klien tampak menangis
2 DS :
Klien mengatakan ingin memukul diri Risiko menciderai diri
sendiri jiwa ingat suami dan anak- sendiri : depresi
anaknya
Klien mengatakan bila ingat suami
dan anaknya lebih banyak sendiri dan
marah-marah
DO :
Klien tampak gelisah
Klien tampak memukul diri sendiri
Klien tampak tidak bisa mengontrol
impuls
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping
maladaptive
25
2. Risiko tinggi menciderai diri : berhubungan dengan depresi
E. Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan alam TUM :
perasaan : depresi Klien tidak Klien 1. Bina hubungan saling Hubungan
berhubungan terjadi menunjukkan percaya saling percaya
dengan koping gangguan alam tanda-tanda Sapa klien dengan sebagai dasar
individu perasaan : percaya ramah, ucapkan interaksi yang
maladaptif depresi kepada dengan sopan, terapeutik
perawat ciptakan suasana
TUK (1) : tenang dan santai.
Dapat membina Terima klien apa
hubungan adanya
saling percaya Pertahankan kontak
mata saat
berhubungan
Tunjukkan sikap
empati dan penuh
perhatian pada klien
Jujur dan menepati
janji
Perhatikan kebutuhan
klien
Memberikan
2. Tanyakan kepada klien hal-hal yang
TUK (2) : Klien mampu tentang perasaan saat ini adaptif yang
Klien dapat menggunakan Beri dorongan untuk dapat digunakan
menggunakan koping adaptif mengungkapkan oleh klien bila
26
koping adaptif. yang baik. perasaannya dan ada masalah
mengatakan bahwa
perawat memahami
apa yang dirasakan
Tanyakan kepada
pasien cara yang bisa
dilakukan mengatasi
perasaan sedih/
menyakitkan
Diskusikan dengan
pasien manfaat dari
koping yang biasa
digunakan
Bersama klien
mencari berbagai
alternatif koping
Beri dorongan kepada
pasien untuk memilih
koping yang paling
tepat dan dapat
diterima
Beri dorongan kepada
pasien untuk mencoba
koping yang telah
dipilih
Anjurkan pasien untuk
mencoba alternatif lain
dalam menyelesaikan
masalah
27
menciderai diri Klien tidak menunjukkan risiko bunuh diri/melukai secara
berhubungan menciderai diri tidak ada diri seksama
dengan depresi sendiri tanda-tanda Jauhkan dan simpan alat- dapat
untuk alat yang digunakan oleh mengetahui
TUK : menciderai pasien untuk menciderai lebih dini
Klien diri dengan dirinya di tempat yang tanda-tanda
terlindung dari tanda : tenang aman dan terkunci ingin
perilaku Jauhkan alat-alat yang menciderai
menciderai diri membahayakan pasien diri
F. Evaluasi
28
a) Semua sumber pencetus stress dan persepsi klien dapat digali.
b) Masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan
interpersonal dapat digali.
c) Perubahan pola tingkah laku dan respon klien tersebut tampak.
d) Riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi dapat
dievaluasi sepenuhnya.
e) Tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri telah
dilakukan.
f) Tindakan keperawatan telah mencakup semua aspek dunia klien.
g) Reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh
klien.
29
DAFTAR PUSTAKA
30