Anda di halaman 1dari 24

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334941542

Primary Health Care (PHC) in Indonesia | Engaging Communities for Behavior


Change

Preprint · August 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.14608.97281/1

CITATIONS READS

0 1,600

1 author:

Annisa Fitriani
Ananda Purworejo General Hospital
30 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Biologi Molekuler, Histologi dan Biologi Sel View project

Effectiveness of Propolis Gel as Alcohol Free Hand Sanitizer Against the Germs on Hands View project

All content following this page was uploaded by Annisa Fitriani on 03 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN KEGIATAN
PROGRAM DOKTER INTERNSIP

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai


bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di Puskesmas Banyumas

Disusun Oleh:
dr. Annisa Fitriani

Pendamping :
dr. Tri Feriana

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

KABUPATEN BANYUMAS

JAWA TENGAH

2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kegiatan Internsip


Puskesmas Banyumas
Periode Oktober 2018-Februari 2019

Topik:
1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan
Tidak Menular
6. Upaya Pengobatan Dasar

Disusun oleh:
dr. Annisa Fitriani

Diajukan sebagai syarat dalam menyelesaikan Program Internsip Dokter


Indonesia di Puskesmas Banyumas.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal


Banyumas, Januari 2019
Mengetahui,
Dokter Pendamping

dr. Tri Feriana


NIP. 19760226 200701 2 008

2
F.1 UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

PENYULUHAN HIPERTENSI

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir
semua golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh
dunia , peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian,
sekitar 12,8% dari total kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi
masyarakat yang terkena hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
kinerja berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting
terhadap terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan
stroke. Apabila tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan
organ tubuh. Hipertensi disebut sebagai silent killer karena dapat menyebabkan
kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang khas.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke
dalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi “krisis hipertensi” dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun. Namun, krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan
darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur
dapat mencegah insiden krisis hipertensi maupun komplikasi lainnya menjadi
kurang dari 1%.

B. PERMASALAHAN
Dari sekian banyak pasien yang datang di balai pengobatan puskesmas
Banyumas, masih banyak pasien dengan penyakit hipertensi. Keadaan ini
tentunya sudah tidak asing dijumpai, mengingat pola hidup masyarakat yang
masih jauh dari pola hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan berkolesterol,
kurangnya olahraga dan merokok.

3
Hipertensi dapat membahayakan apabila tidak diobati. Lama-kelamaan
dapat mennyebabkan komplikasi lintas organ penyakit kardiovaskuler, renal
bahkan cerebrovaskuler (stroke).
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan hipertensi menyebabkan
masyarakat rajin untuk memeriksakan tekanan darahnya tanpa mengetahui hal-
hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mempertahankan dan menurunkan
tekanan darahnya. Masih banyak pasien yang merasa malu untuk bertanya
ataupun tidak waspada terhadap komplikasi yang dapat disebabkan oleh
hipertensi ini.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan
(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan
kemampuan kepada individu (sasaran) melalui penyuluhan yang dibarengi
dengan kegiatan Posyandu Lansia.
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan Hipertensi ini adalah
sasaran primer orang dengan lanjut usia yang sangat berisiko terhadap
hipertensi, yakni anggota Posbindu Papringan.
Tujuan umum adalah mengurangi angka kejadian penyakit hipertensi dan
segala penyakit yang berkaitan dengan hipertensi. Tujuan khusus adalah
memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang penyakit hipertensi untuk
memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat diamalkan untuk diri
sendiri maupun kerabatnya.

D. PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan : Penyuluhan tentang Hipertensi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan anggota Posyandu Lansia
tentang Hipertensi
Peserta : Anggota Posbindu Papringan berjumlah 30 orang.
Waktu dan Tempat : Senin, 10 Desember 2018

4
Metode :Pemberian materi secara lisan yang berisi materi definisi
dari hipertensi, penyebab, tanda dan gejala, kriteria
hipertensi, pencegahan, penatalaksanaan dan komplikasi
dari hipertensi. Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab

E. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman
peserta penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar materi
yang telah disampaikan. Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh peserta
penyuluhan merupakan bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang telah
dilakukan mampu diterima dan dipahami oleh peserta sehingga cukup
membantu untuk mengontrol tekanan darah masing-masing peserta.
Penyuluhan rutin ulangan perlu dilakukan agar pemahaman yang ada dapat
selalu diingat.

F. DOKUMENTASI KEGIATAN

5
6
F.2 UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

PENYISIRAN MONITORING SANITASI TOTAL BERBASIS


MASYARAKAT (STBM)

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang saat ini mempunyai
permasalahan di bidang sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat,
sebagaimana negara berkembang lainnya. Dengan adanya otonomi daerah,
permasalahan di bidang sanitasi ini pun bukan lagi hanya menjadi urusan bagi
Pemerintah Pusat, namun juga sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada kondisi sanitasi saat ini, jumlah penduduk
yang hidup dalam akses sanitasi yang buruk mencapai 72.500.000 jiwa.
Mereka tersebar di perkotaan (18,20%) dan perdesaan (40%). Kementerian
Kesehatan menjelaskan bahwa di Indonesia ada 226 kota yang masih
bermasalah dengan pengelolaan air limbah, 240 kota menghadapi masalah
pengelolaan sampah, serta 100 kota masih bermasalah dengan drainase.
Sedangkan kota yang bermasalah dengan ketiganya sebanyak 52 kota.
Dalam hal ini Pemerintah juga telah memberikan perhatian di bidang
higiene dan sanitasi dengan menetapkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP
BABS) dan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Stop
Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS) yang merupakan salah satu
kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah suatu program
pemberdayaan masyarakat dalam bidang sanitasi dimana kegiatannya
diarahkan pada perubahan perilaku dari Buang Air Besar Sembarangan
(BABS) menuju pada suatu tempat tertentu (jamban/kakus) sekalipun hanya
dalam bentuk yang paling sederhana berupa lubang atau galian yang diberi
tempat jongkokan sampai kepada WC yang mewah yang dapat mencegah
terhadap bau yang tidak sedap, pencemaran terhadap sumbersumber air bersih

7
serta keterjangkauan lalat yang dapat menyebabkan penyakit berbasis
lingkungan misalnya saja penyakit diare.

B. Permasalahan
Perilaku BABS/Open defecation termasuk salah satu contoh perilaku
yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area
terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah,
udara dan air. Penyakit yang berhubungan dengan sanitasi dan higiene yang
buruk memberikan dampak kerugian finansial dan ekonomi termasuk biaya
perawatan kesehatan, produktivitas dan kematian usia dini. Prevalensi
penyakit akibat sanitasi buruk di Indonesia adalah penyakit diare sebesar
72%, kecacingan 0,85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%, hepatitis A 0,57%,
hepatitis E 0,02% dan malnutrisi 2,5%, sedangkan kasus kematian akibat
sanitasi buruk 2 adalah diare sebesar 46%, kecacingan 0,1%, scabies 1,1%,
hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04%.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Terkait dengan tingginya buang air besar sembarangan dan program
pemerintah yaitu stop buang air besar sembarangan, maka kami melakukan
program pemicuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar perduli
terhadap kesehatan.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyisiran Monitoring STBM
Peserta : Warga RT 04 RW 04 Desa Karangrau
Waktu : Senin, 15 Oktober 2018
Metode : Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk menilai
kelayakan jamban sekaligus memberikan penyuluhan oral kepada kepala
keluarga/pemangku desa..

8
E. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan pemicuan dan komitmen ODF diharapkan masyarakat
mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuh mencegah terjadinya penyakit
yang di tularkan karena buang air besar sembarangan dan diharapkan dapat
segera membuat jamban sehat agar tercipta desa ODF.

F. Dokumentasi

9
F.3 KESEHATAN IBU DAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA

PENYULUHAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD), KEHAMILAN


RISIKO TINGGI DAN UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI

A. Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat yang baik ditandai dengan
rendahnya Angka Kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
dan peningkatan status gizi masyarakat. Saat ini kesehatan ibu dan anak
merupakan salah satu prioritas dari program kesehatan nasional.
Diharapkan nantinya terdapat penurunan AKI dan AKB sesuai dengan
target nasional MDGs 2015.
Kematian ibu erat kaitannya dengan kehamilan yang berisiko
tinggi. Tinginya AKI disebabkan infeksi 54,49%, hipertensi 23,95%,
perdarahan 17,22%, lain lain 4,04%. Masih rendahnya deteksi dini
kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat dan masih kurangnya
kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan persalinan pada kehamilan risiko
tinggi merupakan beberapa alasan tingginya AKI. Kondisi ini
menggambarkan derajat kesehatan masyarakat khususnya status kesehatan
ibu masih perlu ditingkatkan terutama di wilayah-wilayah dengan kasus
kematian ibu tinggi. Sedangkan kematian bayi berhubungan erat dengan
kesehatan ibu ketika hamil, proses persalinan yang aman dan status gizi
bayi tersebut.
Pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai kehamilan
risiko tinggi dan IMD sangat diperlukan bagi wanita usia subur mengingat
pengetahuan yang baik akan mengarahkan pada tindakan dan kebiasaan-
kebiasaan baik yang secara tidak langsung dapat menurunkan AKI dan
AKB. Masyarakat harus memahami pentingnya merencanakan kehamilan
dan persalinan agar ibu selamat dan bayi lahir sehat. Selain itu perlu
ditumbuhkan motivasi untuk melaksanakan berbagai cara untuk
merencanakan kehamilan tanpa komplikasi serta penting bagi masyarakat

10
untuk memahami apa manfaat dari IMD dan memahami cara serta
termotivasi melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif untuk bayinya.

B. Permasalahan
Permasalahan yang ditemukan di masyarakat yaitu masih
kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan
petingnya IMD. Selain itu juga masih kurang pemahaman mengenai
kehamilan risiko tinggi dan bagaimana melakukan perencanaan persalinan
yang baik sehingga dapat mencegahterjadinya komplikasi kehamilan dan
komplikasi persalinan. Pemberian penyuluhan IMD dan kehamilan risiko
tinggi perlu dilakukan secara rutin dan berkala agar menjadi edukasi yang
baik bagi masyarakat khususnya wanita usia subur dan juga ibu hamil.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Penyampaian informasi kepada sasaran yang tepat dan dengan
metode yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
masyarakat secara umum. Penyuluhan pada masyarakat luas merupakan
salah satu metode yang sering digunakan. Penyuluhan kali ini dilakukan
pada sasaran seluruh ibu hamil dan ibu dengan balita di daerah Karangrau.

D. Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : 20 Desember 2018
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Balai Desa Karangrau
Kegiatan : Penyuluhan IMD, Kehamilan Risiko Tinggi dan
Upaya Pencegahan Komplikasi

E. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancar dan tampak
antusiasme dari peserta penyuluhan. Penyuluhan dilakukan oleh pemateri
yaitu dokter internship dan juga bidan dari bagian KIA Puskesmas

11
Banyumas. Media yang lebih atraktif seperti video atau pemutaran film
dapat meberikan informasi yang lebih mudah ditangkap oleh peserta.

F. DOKUMENTASI

12
F.4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

PERAN POSYANDU BALITA DALAM UPAYA PERBAIKAN GIZI

A. Latar Belakang
Menurut Menkes, gizi buruk yang terjadi di Indonesia bukan
hanya gizi kurang saja tapi juga gizi lebih. Maka itu, memperkuat
posyandu di seluruh Indonesia merupakan kunci sukses dalam upaya
perbaikan gizi.
Tujuan Posyandu sangat mulia yakni fokus melayani ibu dan
anak serta mensejahterakan kesehatan masyarakat dengan program dan
pelayanan terpadu.
 Menurunkan angka kematian ibu dan anak
 Meningkatkan pelayanan kesehatan anak dan ibu demi
mencengahnya kematian anak dan ibu
 Mewujudkan keluarga kecil sehat sejahtera
 Meningkatkan rasa peduli masyarakat akan pentingnya kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting


dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan
kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal (Depkes RI, 2004).

B. Permasalahan
Masih banyaknya ibu-ibu yang tidak membawa anak-anak mereka
untuk mengikuti kegiatan posyandu secara rutin tiap bulannya dikarenakan
alasan kerja atau dengan alasan apabila anak mereka ikut posyandu dan
mendapat imunisasi, maka anak mereka akan menjadi sakit.

13
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi yang diberikan adalah dengan mengadakan penyuluhan yang
diadakan saat program posyandu Balita di Desa Pasinggangan Bawah.

D. Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : Desember 2018
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Balai Desa Pasinggangan
Kegiatan :Penyuluhan, Penimbangan Berat Badan Balita, dan
Konseling mengenai gizi balita.

E. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dilakukan dengan melihat hasil KMS balita tiap bulannya dan
evaluasi tiap bulan dengan melihat jumlah kunjungan yang ada.

F. Dokumentasi

14
F.5 PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
DAN TIDAK MENULAR

PENYULUHAN HIV DAN KESEHATAN REPRODUKSI

A. Latar Belakang

Penularan HIV/AIDS di kalangan anak muda Indonesia saat ini


semakin mengkhawatirkan. Epidemi HIV/AIDS telah menyebar dengan
cepat. Penyakit yang 20 tahun lalu belum dikenal sama sekali, akan tetapi
saat ini diperkirakan lebih dari 60 juta orang terinfeksi dan lebih dari 21
juta orang meninggal karenanya. Rata-rata setiap harinya terdapat 14 ribu
orang terinfeksi, sebagian adalah usia remaja antara 15-24 tahun. AIDS
telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di seluruh dunia.
Perkiraan secara nasional oleh Kementerian Kesehatan tahun 2002
jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia adalah sekitar 90 – 130 ribu
orang. Akan tetapi yang tercatat dan dilaporkan hanya sekitar 6000 orang
sejak 1987. Sampai sekarang di Indonesia telah ditemukan banyak kasus
terinfeksi HIV/AIDS yang jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Kasus terbanyak infeksi HIV/AIDS di Indonesia berturut-turut
ditemukan di DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau dan Riau.
Sedangkan kelompok umur yang paling banyak ditemukan kasus
HIV/AIDS adalah kelompok umur dewasa muda yaitu usia 20 – 29 tahun,
disusul berturut-turut 30-39 tahun, 40-49 tahun dan 15-19 tahun.
Menurut jenis penularannya kasus HIV/AIDS terbanyak ditemukan
pada pengguna jarum suntik (Intravenous Drugs Users), disusul pasangan
heteroseksual, homoseksual, penularan saat persalinan, transfusi darah dan
lain-lain. Saat ini Indonesia tidak lagi tergolong sebagai Negara dengan
prevalensi infeksi rendah, akan tetapi sudah terjadi peningkatan status
menjadi epidemi terkonsentrasi.

15
Data sampai Desember 2001 menunjukkan, ada 1.978 kasus HIV
positif dan 671 kasus AIDS di Indonesia. Diperkirakan jumlah ini akan
terus meningkat hingga 80.000-120.0000 kasus pada tahun 2010.
Ironisnya, sekitar 30% penderitanya adalah remaja, baik yang ditularkan
melalui penyalahgunaan nafza, maupun yang ditularkan dari ibu pengidap
HIV/AIDS yang sejak muda telah mengkonsumsi napza kepada bayi-bayi
yang dilahirkannya. Bahkan, yang lebih parah lagi hanya sebagian kecil
saja dari mereka yang tahu kalau dirinya terinfeksi.
Faktor- faktor yang menyebabkan peningkatan cepat epidemi di
Indonesia antara lain terbanyak adalah penggunaan narkoba dengan jarum
suntik yang tidak steril, peningkatan atau meluasnya industri seks yang
melayani 7-10 juta konsumen setiap tahun serta minimnya penggunaan
kondom oleh pelanggan pekerja seks komersil. Apabila tidak segera
ditanggulangi maka, HIV/AIDS akan dengan cepat meniadakan kemajuan
pembangunan yang telah dicapai bangsa selama ini.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan
pengetahuan komprehensif tentang HIV/ AIDS pada penduduk usia 15-24
masih rendah, hanya 11,4 persen.

B. Permasalahan
1. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat terutama para remaja usia
sekolah mengenai HIV/AIDS.
2. Masih banyaknya angka kejadian HIV/AIDS terutama pada usia
muda dikarenakan pemahaman yang kurang mengenai HIV/AIDS.
3. Masih kurangnya pengetahua masyarakat terutama para remaja usia
sekolah mengenai cara penularan HIV/AIDS dan bahaya yang
ditimbulkannya.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan warga


Desa Sudagaran mengenai HIV/AIDS dilakukan melalui kegiatan penyuluhan

16
yang menggunakan metode ceramah menggunakan media slide (powerpoint).
Pada kegiatan tersebut juga dilakukan sesi tanya jawab yang difasilitasi oleh
penyuluh dari dokter internship Puskesmas Banyumas.
Pada kegiatan penyuluhan tersebut akan dijelaskan mengenai
pengertian, bahaya HIV/AIDS, penyebab, gejala, penularan, kelompok yang
beresiko terkena HIV/AIDS, pencegahan dari HIV/AIDS dan usaha yang
dilakukan jika terkena AIDS.

D. Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : Selasa, 22 Oktober 2018
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Balai Desa Sudagaran
Peserta : 42 orang ibu-ibu bidan dan kader desa Sudagaran
Kegiatan :Penyuluhan menggunakan media slide (power point) dan
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

E. Monitoring Dan Evaluasi

Evaluasi penyuluhan HIV/AIDS dinilai secara langsung dengan


metode tanya jawab yang dilakukan pada akhir penyuluhan. Hal itu dilakukan
untuk menilai seberapa besar pemahaman para peserta mengenai HIV/AIDS
baik itu dari segi pengertian, gejala, cara penularan, dan pencegahan dari
HIV/AIDS tersebut. Pada evaluasi didapatkan terjadinya peningkatan
pemahaman dan pengetahuan daripada sebelum dilakukan penyuluhan.
Dengan peningkatan yang terjadi ini, diharapkan para peserta tersebut dapat
membagikan informasi yang didapatkan dari penyuluhan kepada keluarga
maupun orang di sekitarnya sehingga pemahaman masyarakat tentang
HIV/AIDS juga dapat bertambah.

17
F. Dokumentasi

18
F6. UPAYA PENGOBATAN DASAR
SKABIES

A. Latar Belakang
Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia
yangdisebabkanSarcoptes scabieivarietashominis. Penyakit inidikenal juga
dengan namathe itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan disemua
negara dengan prevalensi yang bervariasi. Skabies dapat diderita semua
orang tanpa membedakan usiadan jeniskelamin, akan tetapi lebih sering
ditemukan pada anak-anak usia sekolah dandewasa muda/remaja1.
Berdasarkan pengumpulan dataKelompok Studi Dermatologi Anak
Indonesia (KSDAI) tahun 2015 dari 9 rumahsakit di 7 kota besar di
Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabiesdengan insiden
tertinggi pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 54,6% serta
penderita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan
yaknisebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan faktor predisposisi pada anak
usia sekolahyang memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih
besar, dengan anak laki-laki memiliki frekuensi kegiatan di luar rumah
lebih banyak daripada anakperempuan1,2.
Proporsi penyakit paling tinggi terdapat di negara-negara tropis
yangmerupakan tempat di mana penyakit skabies itu endemik. Di wilayah
lain selainnegara-negara tropis, dijumpai sedikit bukti dari prevalensi
penyakit ini. Jumlahyang paling tinggi dari penyakit muncul pada kondisi
tempat tinggal yang ramai,seperti kos dan asrama2.
Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan
tidaklangsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit
penderita,misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.
Sedangkankontak tidak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh
penderita sepertipakaian, handuk, bantal, dan lain-lain. Faktor predisposisi

19
paling banyak dari penyakit skabies adalah keramaian,imigrasi, higienitas
yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dankontak seksual1.
Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi tahap
dalammenggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga
yang tidakpunya keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan
penderita jugamembutuhkan pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu
bagaimana menjagakebersihan lingkungannya dan juga termasuk
mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras, dan tempat pakaian1,3.

B. Kasus Klinik
1. Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 29 kg
Alamat : Dawuhan
Status : Pelajar
Tanggal periksa : 18 Desember 2018
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama : gatal pada sela-sela jari tangan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang mengeluh gatal pada sela-sela jari tangan kanan dan
kiri. Keluhan dirsasakan sejak 1 minggu yang lalu. Gatalsemakin parah
pada malam hari. Keluhan gatal pada sela jari kaki maupun kemaluan
disangkal. Sebelumnya ± 2 minggu yang lalu kakak pasien yang tinggal di
pondok pesantren berkunjung ke rumah. Pasien bersama kakaknya tidur di
kasur yang sama dan sempat bertukar handuk. Pasien sempat memakai
salep yang diberli dari apotek namun gatal tidak berkurang. Riwayat
kebiasaan mandi 2x sehari dengan sabun antiseptik.
Riwayat penyakit serupa disangkal
Riwayat alergi disangkal

20
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa (+) kakak dan ibu pasien
d. Riwayat Tumbuh Kembang dan Imunisasi
Riwayat tumbuh kembang baik dengan riwayat imunisasi dasar lengkap
e. Riwayat kebiasaan : Pasien biasa mandi 2x sehari dengan
menggunakan sabun antiseptik. Kebiasaan mengganti sprei 3 minggu
sekali. Pasien sempat bertukar handuk dengan kakaknya. Namun
pasien tidak punya riwayat bertukar pakaian dengan orang lain
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Compos mentis
b. Tanda Vital
Nadi : 88 x/ menit, irama reguler, isi & tegangan cukup
Frekuensi nafas : 18 x/ menit
Suhu : 36,80C per axiller
c. Kepala : Mesocephal, rambut warna hitam, rambut rontok (-),
luka(-)
d. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
e. Mulut : Bibir sianosis (-),stomatitis (-), lesi (-)
f. Leher : Pembesaran limfonodi cervical (-)
g. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan
= kiri, Jantung : HR 68 kali/menit, reguler. Bunyi jantung I-II
intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo : suara dasar vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-).
h. Abdomen : bising usus(+) normal,12x/menit, nyeri tekan (-)
i. Extremitas superior et inferior: udem -/-, akral dingin -/-
j. Status Dermatologis

21
UKK : Regio manus dx et sn tampak papul multiple, dengan
kanalikuli halus berwarna putih keabu-abuan, tersebar, diskret regional
dengan erosi, dan eskoriasi

Diagnosis : Skabies

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Intervensi yang diberikan yaitu secara farmakologis dan non
farmakologis berupa edukasi.

D. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Permethrin cream 5% dioleskan pada seluruh tubuh kecuali wajah,
didiamkan selama 8-14 jam kemudian dibilas dengan sabun dan air. Bila
lesi menetap dapat diulang 1 minggu kemudian.

Non Medikamentosa
1. Mengobati seluruh keluarga yang terkena scabies.
2. Mencuci sprei, handuk, dan baju dengan air panas kemudian
menjemur di bawah sinar matahari. Pencucian sprei, sarung bantal
dan handuk minimal 2x dalam seminggu. Bila perlu sucihamakan
sisir pada cairan antiseptik.
3. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

22
4. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
5. Tidak saling bertukar pakaian, handuk, sisir dan sikat rambut dengan
orang lain.
6. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi skabies, mengingat parasit mudah menular pada
kulit.
7. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

E. Monitoring dan Evaluasi


Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dokter dapat memantau kondisi pasien dan efek obat yang diberikan pada
pasien. Serta menganjurkan pasien untuk melakukan kontrol begitu obat
habis.

23

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai