Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Jalan (termasuk jembatan) sebagai bagian dari sistem transportasi darat


mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan
budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah.
Disamping itu pembangunan prasarana transportasi darat khususnya jembatan dapat
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan
keamanan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan
sasaran pembangunan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan sejahtera,
sebagaimana diamanatkan UU 38 Tahun 2004 tentang jalan.

Kebijakan pemerintah dalam upaya mempercepat program pembangunan


prasarana transportasi darat khususnya jembatan diarahkan pada standarisasi
bangunan atas, baik dengan menyediakan stok komponen bentang standar maupun
penyediaan standar konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat di lapangan.
Teknologi pembangunan jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari
tahun ke tahun mulai dari peraturan perencanaan, teknologi bahan (beton, baja,
kabel), teknologi perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai teknologi
rehabilitasi, sehingga penguasaan teknologi jembatan tersebut mutlak dibutuhkan
untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau sederhana, maupun
jembatan dengan teknologi khusus, demikian juga untuk pembangunan jembatan di
daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan lalu lintas yang harus tetap
operasional.

Di Provinsi Bali banyak terdapat sungai-sungai yang merupakan batas wilayah


antar kabupaten yang belum dibangun jembatan sebagai akses penyebrangan antar
wilayah kabupaten ataupun desa yang berseberangan. Sejalan dengan upaya
peningkatan / pelebaran ruas – ruas jalan di provinsi Bali maka lokasi-lokasi yang
belum memiliki akses akibat prasarana jembatan yang belum ada perlu
dilakasanakan pembangunan jembatan secara bertahap berdasarkan tingkat
kebutuhan terhadap adanya akses jalan dan jembatan.

1|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari pekerjaan ini adalah :

 Maksud dari pelaksanaan kegiatan ini untuk mendukung program pembangunan


infrastruktur prasarana transportasi darat khususnya pembangunan jalan dan
jembatan yang memadai sebagai penghubung antar daerah dan tersedianya
perencanaan jembatan yang sesuai dengan kriteria perencanaan teknis.

Tujuan dari pekerjaan ini adalah :

 Mendapatkan dokumen perencanaan teknis (DED) dan dokumen lelang sesuai


dengan kondisi daerah.
 Membantu menyelesaikan revisi disain bilamana terdapat perbedaan antara
disain dengan kondisi lapangan.

1.3. LINGKUP PEKERJAAN PERENCANAAN


Pada intinya lingkup kegiatan dalam pekerjaan ini terdiri dari beberapa tahapan
yang meliputi :
a. Pemahaman mengenai maksud dan tujuan,

b. Persiapan,
c. Inventarisasi data,

d. Pembuatan Rencana Kerja,


e. Persiapan Personil dan Peralatan

f. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

g. Koordinasi dengan Instansi Terkait.

1.4. KRITERIA PERENCANAAN


Adapun kriteria perencanaan yang digunakan pada pekerjaan Penyusunan
DED Perbaikan Alinyemen Jalan dan Jembatan pada Ruas Jalan Blahkiuh –
Ayunan di Kabupaten Badung adalah sebagai berikut :
1. Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDC (Bridge Design Code)
dengan revisi pada :

2|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI T-02-2005) sesuai
Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.

Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI T-


122004), sesuai Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.

Bagian 7 dengan Perencanaan Struktur Baja untuk jembatan (SK.SNI T-


032005), sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.

Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDM (Bridge Design


Manual).
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI
T14-1990-0.3).

3. Perencanaan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.


038/T/BM/1997

1.5. DATA KONTRAK


1. Nama Pengguna Jasa : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten
Badung, Pemerintah Kabupaten Badung.
2. Nama Pekerjaan : Penyusunan DED Perbaikan Alinyemen Jalan dan
Jembatan pada Ruas Jalan Blahkiuh – Ayunan di Kabupaten Badung.
3. Sumber Dana : Dana APBD Kabupaten Badung Tahun Anggaran
2014

4. Tanggal Kontrak : 24 Februari 2014


5. Nilai Kontrak : Rp. 49.111.000,00 (Empat Puluh Sembilan Juta
Seratus Sebelas Ribu Rupiah)
6. Nomor SPK : 056 / 33 / PE / 2014
7. Tanggal SPK : 24 Februari 2014
8. Waktu Pelaksanaan : 30 (tiga puluh) hari kalender

1.6. LOKASI KEGIATAN


Lokasi jembatan Perbaikan Alinyemen Jalan dan Jembatan pada Ruas Jalan
Blahkiuh – Ayunan di Kabupaten Badung dapat di lihat bawah ini :

3|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


GAMBAR 1-1 Peta Pulau Bali dan Peta Kabupaten Lokasi Pekerjaan

4|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


GAMBAR 1-2 Peta Kabupaten dan Peta Kecamatan Lokasi Pekerjaan

5|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


GAMBAR 1-3 Peta Lokasi Pekerjaan Perbaikan Alinyemen Jalan dan Jembatan pada
Ruas Jalan Blahkiuh – Ayunan di Kabupaten Badung.

6|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


BAB II

METODOLOGI

2.1. U M U M

Metodologi penanganan pekerjaan merupakan acuan yang berisi tahapan pelaksanaan


pekerjaan yang akan dilaksanakan secara sistimatis, agar tujuan pekerjaan dapat dicapai
sesuai dengan syarat teknis, tertib administrasi, sesuai jadwal dan hemat sumber daya.

Sebelum memulai pekerjaan, Konsultan harus mengadakan konsultasi terlebih dahulu


dengan Pemimpin Satuan Kerja untuk mendapatkan data awal mengenai ruas-ruas jalan
dan lokasi jembatan yang akan ditangani.

Untuk itu maka metodologi penanganan pekerjaan disusun sesuai dengan ruang lingkup
tugas dan sasaran pekerjaan yang tercantum dalam TOR dan pengalaman konsultan
melaksanakan pekerjaan sejenis.

2.2. METODOLOGI

Secara umum perencanaan teknik jembatan terdiri dari lima tahapan kegiatan. Kelima
tahapan kegiatan tersebut adalah :
a. Tahap Pra Survai dan Survai Pendahuluan.
b. Tahap Analisa Pendahuluan.
c. Tahap Survai Detail.
d. Tahap Perencanaan.
e. Tahap Penyelesaian Akhir.

2.2.1 Tahap Pra Survai dan Survai Pendahuluan.


1) Pra Survai
a. Acuan Perencanaan
Sesuai yang didyaratkan didalam Kerangka Acuan Kerja maka acuan yang
digunakan didalam perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDC (Bridge Design
Code) dengan revisi pada :
- Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI T-02-2005)
sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.

7|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


- Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI
T-12-2004), sesuai Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.
- Bagian 7 dengan Perencanaan Struktur Baja untuk jembatan (SK.SNI
T-03-2005), sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
2. Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDM (Bridge Design
Manual).
3. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya
(SK.SNI T-141990-0.3).
4. Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, Sept. 1997 5. Pedoman Perencanaan
Pembebanan Jembatan Jalan Raya SKBI-1.3.28.1987.

b. Peta Topografi Dimaksudkan untuk mengetahui secara global dalam peta dimana
letak Pekerjaan ini.

c. Studi Terdahulu Data-data yang berhubungan dengan perencanaan jembatan


berdasarkan studi sebelumnya seperti data pengukuran topografi, penyelidikan
tanah, analisa hidrologi dan penyelidikan air, penyelidikan batuan dan data-data
setempat.

2) Survai Pendahuluan
a. Data Primer
1. Lokasi Pekerjaan Lokasi Pekerjaan meliputi nama sungai, jarak /
kilometer dari ibu kota propinsi, desa, kecamatan, kabupaten dan nama
ruas jalan tempat jembatan berada.
2. Gambaran Umum Loksi Jembatan, yang meliputi :
- Situasi Lokasi Jembatan Penggambaran sket situasi lokasi jembatan
serta arah aliran sungai
- Penampang Melintang Sungai Yang perlu diukur adalah lebar atas
dan bawah penampang sungai serta tinggi penampang dan tinggi air
normal serta disertai skets-skets.
- Banjir Tertinggi yang Pernah Terjadi Informasi ini bisa didapat dari
masyarakat di sekitar lokasi jembatan serta pengamatan visual dari
bekas batas air banjir atau hanyutan yang lewat.

8|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


- Kondisi Lingkungan Sepanjang Aliran Sungai Pengamatan kondisi
lingkungan sebagai bahan pertimbangan perencanaan koefisien
pengaliran dan lain sebagainya.
- Perkiraan Alinemen Jembatan Dicari beberapa alternatif lokasi
jembatan berdasarkan pertimbangan pertimbangan teknis,
disesuaikan dengan rencana program penanganan jalan dan rencana
normalisasi sungai. Dan ini diajukan sebagai konsep pendahuluan.
- Pengamatan Benda-Benda Hanyutan Mengamati hanyutan yang
dibawa pada waktu air sungai dalam keadaan banjir atau mencari
informasi dari masyarakat disekitar lokasi jembatan.
3. Gambaran Umum Lapisan Tanah
- Jenis Tanah Secara visual ditentukan jenis tanah pada dasar sungai
untuk penempatan abutmen. Hal ini akan memberi gambaran jenis
pondasi yang akan digunakan.
- Kemiringan lereng atau tebing sungai untuk memperkirakan sudut
geser tanah asli.
4. Gambaran Umum Lapisan Tanah
- Jenis Tanah Secara visual ditentukan jenis tanah pada dasar sungai
untuk penempatan abutmen. Hal ini akan memberi gambaran jenis
pondasi yang akan digunakan
- Kemiringan lereng atau tebing sungai untuk memperkirakan sudut
geser tanah asli.

b. Data Sekunder
1. Standar Harga Satuan Upah dan Bahan Mendapatkan harga satuan
upah dan bahan di lokasi setempat yang nantinya dipakai acuan untuk
perhitungan harga satuan.
2. Data Curah Hujan Harian Maksimum Untuk Minimal 10 Tahun
Terakhir.
3. Peta Sumber Material Untuk mendapatkan impormasi awal tentang
lokasi-lokasi sumber material yang ada di Propinsi Bali.

9|LAPORAN PENDAHULUAN – KONSTRUKSI JEMBATAN


2.2.2 Tahap Analisa Pendahuluan.
Berdasarkan data hasil survai pendahuluan baik data primer maupun data sekunder,
disusun konsep pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran,
gambaran umum Pekerjaan dan program kerja konsultan.
a. Umum Pada bagian umum ini diuraiakan antara lain :
- Latar belakang, yang menguaraikan latar belakang mengapa pekerjaan ini
dilaksanakan
- Maksud dan Tujuan yaitu maksud dan tujuan diadakannya Pekerjaan.
- Sasaran, yang menguaraikan sasaran apa yang ingin dicapai setelah
Pekerjaan dilaksanakan

b. Gambaran Umum Pekerjaan. Dari data hasil survai pendahuluan dapat dibuat
gambaran umum Pekerjaan untuk masingmasing ruas yang direncanakan.
Gambaran umum lokasi jembatan yang berisikan antara lain :
- Lokasi jembatan
- Situasi lokasi jembatan meliputi penampang sungai, pemanfatan daerah
sepanjang daerah sekitar aliran sungai, tinggi banjir maksimum yang
pernah terjadi, dan benda hanyutan dalam aliran sungai.
- Gambaran umum lapisan tanah asli yang meliputi jenis tanah dan
kemiringan lereng/tebing.
- Photo-photo

c. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan pryek ini dilakukan dalam


beberapa tahap yaitu :
- Pra Survai yaitu tahap inventarisasi data yang diperlukan untuk
menunjang survai dan perencanaan.
- Survai Pendahuluan yaitu pengumpulan data langsung (data primer)
maupun data hasil survai orang/badan/instansi lain (data sekunder).
- Konsep Pendahuluan yaitu satu konsep yang memuat langkah-langkah
pelaksanaan yang akan diambil berdasarkan hasil survai pendahuluan.
- Pelakasanaan Survai Lapangan yang memuat uraian detail pelaksanaan
survai untuk masing-masing jenis survai.
- Perencanaan Teknis yaitu menganalisa data yang diperoleh dari survai
pendahuluan dan survai detail yang dilanjutkan dengan perhitungan

10 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
teknis perkerasan maupun bangunan pelengkap yang diperlukan dan
justifikasi teknis bila memerlukan jastifikasi teknis. Hasil perhitungan
teknis dituangkan kedalam gambar rencana yang dilanjutkan dengan
perhitungan anggaran biaya pekerjaan. Out put dari perencanaan teknis
akan didiskusikan dengan pihak pemimpin Satuan Kerja untuk mendapat
pemeriksaan dan persetujuan.
- Draft Perencanaan dan Pelaporan yaitu penyusunan laporan proses
perhitungan teknis (FE) dan rencana anggaran biaya (EE) dan pembuatan
draf dokumen lelang dan laporan akhir
- Final Perencanaan dan Pelaporan merupakan hasil akhir perencanaan
yang merupakan penyempurnaan draf perencanaan dan laporan setelah
dikonsultasikan atau dipresentasikan dengan pihak Bina Marga Dinas
Pekerjaan Umum Propinsi Bali.

d. Program Kerja
1. Jadwal pelaksanaan
Jadwal pelaksanakan mutlak dibuat agar waktu pelaksanaan pekerjaan
tidak melampaui waktu pelaksanaan yang tersedia. Pada jadwal
pelaksanaan ini akan dimuat tanggal-tanggal pasti untuk pelaksanaan
seluruh item kegiatan termasuk rencana survai detail, perhitungan dan
penggambaran, pengadaan dokumen lelang dan penyusunan laporan-
laporan.
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi ini harus berisikan nama-nama lengkap personil
konsultan sesuai dengan jabatan dan jumlah yang diperlukan untuk
masing-masing jabatan. Struktur organisasi dibuat dalam suatu bagan
sehingga personil dapat dengan mudah mengetahui jabatan atau tugas
masing-masing dan ruas jalan yang harus ditangani.
3. Jadwal Penugasan Personil
Berkaitan erat dengan jadwal pelaksanaan maka harus dibuat jadwal
penugasan personil sebagai pelaksana pekerjaan sesuai jadwal
pelaksanaan. Dalam jadwal penugasan personil ini akan ditentukan
tanggal pasti masing-masing personil untuk setiap item pekerjaan.
4. Rencana Survai Detail

11 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Rencana survai detail berisikan jenis survai detail yang akan dilakukan
pada masingmasing ruas yang direncanakan lengkap dengan nama
personil yang diperlukan dan waktu/tanggal pasti pelaksanaanya.

Konsep pendahuluan yang telah disusun, selanjutnya dikonfirmasikan dan didiskusikan


dengan pihak Pemimpin Satuan Kerja untuk mendapatkan koreksi-koreksi atau
masukanmasukan untuk kesempurnaanya sehingga konsep tersebut juga mendapatkan
persetuan dari pihak Pemimpin Kegiatan.

2.2.3 Tahap Survai Detail


1) Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi ini dilakukan sepanjang lokasi as jalan/jembatan, dengan
mengadakan tambahan dan pengukuran detail pada tempat yang memerlukan atau
pemindahan lokasi jembatan sehingga memungkinkan realigment didapatnya as
jalan jembatan yang sesuai dengan standart yang dikehendaki. Jenis pengukuran ini
meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut :
Pengukuran Khusus Jembatan :
- Pengukuran titik kontrol horisontal dan vertikal.
- Pengukuran situasi jembatan.
- Pengukuran penampang memanjang dan melintang.
- Pemasangan patok-patok tetap.
- Pengukuran ditempat realigment jembatan.

Daerah disekitar sungai yang diukur :


- 200 m di kiri kanan sungai disepanjang jalan.
- 200 m ke kiri kanan dari as jalan atau 200 meter daerah hulu dan hilir.
a. Pengukuran Titik Kontrol Horizontal
- Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk polygon.
- Sisi poligon atau jarak antara titik poligon maksimal 100 meter diukur
dengan pegas ukur (meteran).
- Patok-patok untuk titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok
untuk titik ikat adalah dari beton.
- Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolit jenis Wild – T2.

12 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Titik-titik ikat (BM) harus diukur sudutnya dengan alat yang sama dengan
alat pengukuran poligon, jaraknya diukur dengan pegas (meteran) / jarak
langsung.
Ketelitian poligon adalah sebagai berikut :
 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” kali akar jumlah titik
poligon.
 Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”.
b. Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
- Pengukurannya berupa pengukuran waterpass jenis NAK – 2 atau yang
setingkat.
- Pengukuran tinggi melintas sungai dilaksanakan dengan methode double
line crossing ( untuk sungai-sungai yang lebih besar dari 75 meter ),
dengan perbedaan pembacaan maksimum 2 mm.
- Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian
skala jelas dan sama.
- Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) pembacaan benang atas, tengah
dan bawah.
- Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB),
mempunyai control pembacaan : 2BT = BA + BB.
- Ketelitian pengukuran titik vertikal tidak boleh melampaui 10 kali akar D.
- Referensi leveling menggunakan referensi koordinat geografis.

c. Pengukuran Situasi
Pengukuran situasi daerah sepanjang jembatan harus mencakup semua
keteranganketerangan yang ada didaerah sepanjang jalan jembatan, misalnya
rumah-rumah, pohon pelindung jalan, pinggir selokan, letak gorong-gorong,
serta dimensinya, tiang-tiang listrik, tiang-tiang telepon, jembatan-jembatan,
batas-batas sawah, batas kebun, batas desa, sungai-sungai saluran irigasi, arah
aliran air, dan lain-lainnya. Untuk itu pengukuran dapat dilakukan dengan cara
Tachimetri (To) :
- Tugu-tugu Km dan Hm yang ada ditepi jalan harus diambil dan dihitung
koordinatnya. Ini dimaksud untuk memperbanyak titik-titik reference pada
penemuan kembali sumbu jalan yang direncanakan.

13 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Pada tempat-tempat sumber material jalan yang terdapat disekitar jalur
jalan perlu diberi tanda diatas peta ( jenis dan lokasi material ).
d. Pengukuran Penampang Memanjang
- Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu jalan pada
rencana lokasi jembatan serta oprit jembatan.
- Alat yang digunakan adalah jenis Theodolit To atau alat ukur lain yang
mempunyai ketelitian yang sama.
e. Pengukuran Penampang Melintang
- Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai
dibuat setiap jarak 50 meter dan pada daerah – daerah tikungan /
pegunungan setiap jarak 25 meter.
- Pada daerah yang menikung, dari as jalan ke arah luar 25 m dan kearah
dalam 75 m.
- Lebar pengukuran penampang melintang dibuat 50 m ke kiri dan ke kanan
as jalan.
- Penampang memanjang pada sungai dibuat pada sumbu sungai. 
Pengukuran penampang memanjang & melintang pada jalan masuk (oprit)
jembatan :
 Pengukuran Penampang Memanjang :
Pengukuran penampang memanjang diambil memanjang pada sumbu
jalan lama dan pada as jalan yang ada kecuali pada tempat-tempat
kemungkinan diadakan religement, harus diadakan tambahan.
 Pengukuran Melintang :
Pengukuran Penampang melintang diambil setiap jarak 50 meter pada
bagian jalan yang lurus dan landai setiap 25 meter atau sesuai
kebutuhan untuk-untuk daerahdaerah tikungan dan berbukit lebar
pengukuran harus meliputi daerah sejauh 15 m sebelah kanan dan
sebelah kiri sumbu jalan pada bagian yang lurus dan 10 m kesisi luar
dan 20 m kesisi dalam pada bagian jalan yang menikung. Titik yang
perlu diperhatikan adalah tepi perkerasan dasar dan atas gorong-
gorong, tepi bahu jalan, dan permukaan saluran selokan, lantai
kendaraan jembatan dan tebing sungai.
f. Pemasangan Patok – Patok
- Patok lokasi pengukuran dipasang patok (BM) sebagai titik ikat dan
pedoman ketinggian pengukuran menggunakan patok beton.

14 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Patok beton dibuat dengan ukuran 15x15x60 cm dan harus dipasang pada
awal / akhir 2 (dua) buah dan pada patok antara dipasang dengan interval 1
km dan perpotongan rencana jalan dengan sungai 2 buah seberang
menyeberang.
- Patok beton tersebut harus ditanam kedalam tanah sepanjang ± 45 cm
(yang kelihatan diatas tanah ± 15 cm).
- Patok-patok (BM) diberi tanda BM dan nomor urut.
- Untuk memudahkan pencarian patok kembali, sebaiknya pada pohon-
pohon di sekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu
misalnya .............. (nomor urut / 2008)
- Patok pologon maupun patok station diberi tanda cat kuning dengan tulisan
hitam yang diletakkan di sebelah kiri ke arah jalannya pengukuran.
- Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak di sumbu jalan
diberi paku yang dilingkari cat kuning sebagai tanda.
g. Perhitungan dan Penggambaran Peta
- Perhitungan koordinat polygon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang
diperlukan.
- Penggambaran titik-titik polygon harus didasarkan pada hasil perhitungan
koordinat, tidak boleh secara grafis.
- Gambar ukur yang berupa Gambar Situasi dibuat dengan skala 1 : 1000
untuk situasi jalan, skala 1 : 500 untuk situasi jembatan.
- Ketinggian titik detail harus tercantum dalam gambar ukur begitu pula
semua keterangan yang penting. Ketinggian titik tersebut perlu
dicantumkan.

2) Sondir
Untuk mendapatkan informasi mengenai daya dukung tanah untuk tiap kedalaman
20 cm sampai kedalaman dimana pembacaan nilai konus mencapai 250 kg/cm2.
Jumlah titik sondir yang harus dilakukan minimal 1 (satu) buah pada setiap rencana
pilat / abutmen dengan catatan bahwa lokasi tersebut merupakan tanah tidak
berbutir kasar.

3) Boring dan Sampling


Untuk jembatan dengan bentang lebih besar atau sama dengan 60 meter harus
menggunakan Bor Mesin sedangkan jembatan dengan bentang lebih kecil dari 60

15 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
meter bisa menggunakan Bor Tangan (Hand Bore). Tata cara pengeboran adalah
sebagai berikut :
- Mata bor harus mempunyai diameter cukup besar sehingga undisturb sample
yang diinginkan dapat diambil dengan baik. Untuk tanah clay, silt atau tanah
lainnya yang tidak terlalu padat/keras dapat dipakai steel bit sebagai mata bor.
Untuk lapisan yang keras atau cemented harus dipakai core barrel sehingga
dapat juga diambil undisturb samplenya dari lapisan keras tersebut.
- Pada setiap kedalaman 1.5 meter harus dilakukan Standard Penetrometer Test
(SPT) dan harus diambil contoh tanahnya (tidak perlu undisturb), kemudian
disimpan pada tempat yang dapat menjaga kadar air aslinya. Contoh tanah
tersebut diperlukan untuk menyusun Geological Description lapisan tanah.
- Pada setiap interval kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain
maka rata-rata kedalaman diambil ± 3 meter), pada tanah lunak harus diambil
undisturb sample untuk test di laboratorium guna mendapatkan harga index
dan structural properties lapisan tanah.
- Undisturb sample harus diambil dengan cara sebagai berikut :
 Tabung sample yang dibuat dari baja tipis tetapi keras dan berbentuk
silinder dengan diameternya rata-rata 7 cm panjang minimal 70 cm,
dimasukkan kedalaman dimana undisturb sample akan diambil, kemudian
di tekan perlahan-lahan sehingga tabung tersebut penuh terisi tanah.
 Tanah tersebut harus tetap berada dalam tabung sample sampai saatnya
ditest di laboratorium.
 Tabung yang berisi contoh tanah tersebut harus segera ditutup dengan
paraffin setelah dikeluarkan dari lubang bor.
 Sebagai hasil boring harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
lithologi (geological description), harga SPT serta letak muka kedalaman
lapisan tanah yang bersangkutan.
 Penamaan masing-masing tanah harus dilakukan pada saat itu juga sesuai
dengan kedalaman maupun sifat tanah tersebut yang dapat dilihat secara
visual.
 Terhadap undisturb sample harus dikerjakan laboratory test untuk
menentukan index dan structural/properties tanah.
- Besaran index dimaksudkan untuk menetapkan klasifikasi, konsistensi dan
sensitivity tanah, data tersebut meliputi :

16 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
 Spesific gravity, Moisture Content, Atterberg Limits serta Grain size
analysis.
- Besaran-besaran structural tanah meliputi :
 Unconfined Compressive Strength, maksudnya untuk memperoleh
besarnya kekuatan tanah yang kohesif.
 Direct Shear Test, dikerjakan untuk tanah tidak kohesif.
 Consolidation Test, dimaksudkan untuk mendapatkan besaran-besaran
yang dipergunakan untuk memperhitungkan settlement bangunan bawah
jembatan.

2.2.4 Tahap Perencanaan

Sebelum melakukan perhitungan struktur jembatan terlebih dahulu dilakaukan


analisa data lapangan dan konfirmasi survai pendahuluan dan survai detail.
1) Analisa Data
Analisa dilakukan terhadap data-data lapangan agar menjadi data untuk dasar
perhitungan teknis.
a. Analisa Data Sondir
- Dari nilai konus untuk masing-masing kedalaman dapat dihitung total
hambatan dari setiap kedalaman yang ditinjau yang selanjutnya dituangkan
kedalam gambar grafik. Dari gafik ini dapat dianalisa prilaku daya dukung
untuk tiap-tiap kedalaman sehingga dapat ditentukan pada kedalaman berapa
pondasi diletakkan agar betul betul aman.
- Dari nilai konus juga dapat dihitung tegangan ijin tanah dasar dengan rumus
Meyerhoff Meyerhoff σ ijin = qc/30 (kg/cm2).

b. Analisa Data Boring dan Sampling


- Dari data boring akan diketahui jenis tanah untuk setiap kedalaman 1,00
meter hingga mencapi tanah keras.
- Sample tanah yang diambil saat boring dianalisa di labolatorium untuk
mendapatkan nilai berat isi tanh, kohesi dan sudut geser tanah. Dari ketiga
paribel ini tegangan ijin tanah dasar dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Terzaghi :
σ ult = C.Nc + ɣDf.Nq + 0,5.ɣB.Nɣ (kg/cm2)
σ ijin = σult/3

17 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
c. Analisa Data Hidrologi
Secara umum langkah-langkah untuk menghitung debit banjir sungai pada lokasi
rencana jembatan digambarkan pada Gambar 3.2. “Diagram Perhitungan
Hidrologi”, sebagai tercantum pada halaman berikut.

Tujuan perhitungan ini adalah untuk menentukan tinggi air banjir pada periode
tertentu (50 th), menentukan elevasi terendah bangunan atas jembatan,
penetapan bentang jembatan, jenis jembatan dan pemilihan bangunan bawah.
- Analisa Data Hujan Perhitungan data hujan ini menggunakan data curah
harian maksimum minimal 10 tahun terakhir.
- Penggambaran Catchment Area Catchment Area ditentukan berdasarkan
peta kontur dimana daerah aliran sungai dibatasi oleh punggung
bukit/gunung sampai pada batas daerah aliran sungai lainnya.
- Perhitungan Debit Banjir Untuk menentukan debit sungai berdasarkan
hujan, perlu kita tinjau hubungan antara hujan dan aliran sungai, dimana
besarnya aliran ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah
hujan, lama waktu hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah aliran
itu.
- Analisa Penampang Penampang sungai dapat digambarkan berdasarkan hasil
pengukuran/pemetaan topografi, sehingga dari bambar tersebut dapat
dihitung luas penampang basah yang ada pada banjir tertentu. Juga
berdasarkan analisa penampang sungai dapat ditetapkan letak abutmen.

18 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
DIAGRAM
PERHITUNGAN HIDROLOGI

SURVEY PENDAHULUAN
o Data Primer
o Data Sekunder

Mencari data hujan harian maksimum


Minimum 10 tahun terakhir Analisa penampang sungai

Ya
KELENGKAPAN
DATA

Tidak
Melengkapi data hujan
R = 1/3xR(rA/RA+rB/RB+rC/RC Hitung kemiringan saluran sungai (S)
berdasarkan peta topografi pada
catchment area tersebut
Analisa data hujan menggunakan
metoda Thiessen - Gumbel
R (t th) = R - 0.45xS - 0.78xSxln(ln(t/(t-1)))
atau menggunakan metoda lain

Menetapkan intensitas hujan untuk periode


ulang tertentu Coba kedalaman
Y = tertentu

Menetapkan luas catchment area


untuk lokasi jembatan tersebut

Hitung luas penampang = A


Tetapkan nilai koefisien pengaliran dan Hitung keliling penampang = P
koefisien lain sesuai metode yang digunakan
untuk catchment area tersebut

Hitung debit untuk periode ulang


tertentu (umumnya 50 th) menggunakan
perumusan yang sesuai untuk kondisi
areal tersebut ( Q1 )
o Metode Rasional Q = 0.278xCxlxA Hitung debit
o Metode Weduwen Q = Dari Chart untuk R - 70 Q2 = V * A
o Metode Harpers Q = CxBxR V = t/n * R^(2/3)*S^(1/2)
o Metode Melchior Q = B1xR1xA R=A/P

Tidak
Q1 = Q2

Ya

Level banjir
Y = didapat

Gambar 4.2.

2) Konfirmasi Survai Pendahuluan dan Survai Detail


a. Penentuan Alinemen Jembatan

19 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Dalam pemilihan lokasi jembatan pertimbangan-pertimbangan pada konsep
pendahuluan/alternatif usulan , tetap dipakai sebagai acuan dengan tingkat
ketelitian yang lebih akurat. Sebagai dasar perencanaan untuk menetapkan lokasi
jembatan adalah hasil peta pengukuran topografi yang isinya antara lain
penampang memanjang, melintang dan peta situasi.

b. Penetapan Bentang Jembatan


Bentang jembatan dapat ditetapkan berdasarkan langkah pekerjaan pemilihan
alinyemen jembatan diatas , dengan pertimbangan sesuai dengan pertimbangan
pada konsep pendahuluan dengan menggunakan data hasil survei detail dan
analisa data.

c. Pemilihan Type Bangunan Atas


Pemilihan Type Bangunan Atas jembatan ditetapkan dengan hati-hati karena ini
berpengaruh sekali terhadap biaya. Pertimbangan-pertimbangan untuk penetapan
type bangunan atas :
- Data lapangan
- Ekonomis
- Panjang bentang jembatan
- Daya dukung tanah
- Perilaku sungai
- Estetika
- Kemudahan pelaksanaan
- Ketersediaan material
- Debit banjir
- Lingkungan
- Kelas jalan/jembatan
- Pemeliharaan
- Lendutan ijin
- Penggunaan pilar

20 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
d. Pemilihan Tipe Bangunan Bawah
Bangunan bawah jembatan terdiri dari 2 macam yaitu : abutmen dan pilar.
1. Abutmen terletak diujung jembatan disamping sebagai penyangga banguan
atas jembatan juga berfungsi sebagai dinding penahan tanah dan dilengkapi
dengan konstruksi sayap yang berfungsi menahan tanah.
2. Pilar biasanya terletak diantara abutmen, antara abutmen dan pilar, diantara
pilar. Jumlah pilar yang diperlukan tergantung dari bentang sungai dan
panjang tiap bentang.

e. Menentukan Jenis Pondasi Pertimbangan pemilihan jenis pondasi antara lain :


- Daya dukung tanah/letak tanah keras
- Pelaksanaan/kemudahan pelaksanaan
- Pengadaan material
- Ekonomis
- Penggerusan
- Pemeliharaan
- Pengaruh air tanah
- Pengaruh lingkungan

f. Menetukan Type Bangunan Pengaman


Penentuan type bangunan pengaman jembatan dapat ditetapkan setelah tahapan-
tahapan konfirmasi survei pendahuluan dan survei detail ditetapkan, sehingga
penentuan jenis pengaman dapat dilakukan, dan diharapkan struktur jembatan
secara keseluruhan dapat terhindar dari kerusakan yang diperkirakan akan
terjadi.

3) Perhitungan Struktur Jembatan Perhitungan struktur jembatan terdiri dari struktur


bangunan atas dan struktur bangunan bawah. Acuan yang digunakan pada
perhitungan struktur jembatan meliputi :
a. Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDC (Bridge Design Code)
dengan revisi pada :
- Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI T-02-2005)
sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
- Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI
T-122004), sesuai Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.

21 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Bagian 7 dengan Perencanaan Struktur Baja untuk jembatan (SK.SNI T-
032005), sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
- Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDM (Bridge Design
Manual).
b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI
T14-1990-0.3).
c. Perencanaan Geometrik Jalan Raya yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Bina Marga No. 13/70.

A. Perencanaan Struktur Bangunan Atas


Sebagai ancer-ancer dimensi balok dan plat bangunan atas pertama-tama didasarkan
pada gambar standar yang ada untuk bentang sama. Dengan memperhitungkan
semua beban yang bekerja yaitu beban mati dan beban hidup dilakukan perhitungan
kembali terhadap kekuatan struktur dan keperluan pembesiannya.

B. Perencanaan Struktur Bangunan Bawah


a. Analisa Penampang Abutmen, Wing Wall dan Pilar Sebelum perencanaan
abutmen perlu ditetapkan dahulu dimensi-dimensi abutmen baik alas, dinding
dan wing wall. Sehingga semua reaksi beban (beban mati bangunan atas, beban
hidup bangunan atas serta beban mati bangunan bawah) dengan beban-beban
semua kombinasi pembebanan. Semua beban ini akan dipikul oleh abutmen.
b. Perhitungan Struktur Wing Wall Perencanaan wing wall berdasarkan asumsi
wing wall menerima beban-beban horisontal akibat tekanan tanah aktif dan
tekanan tanah akibat beban kendaraan. Pemasangan wing wall menyatu dengan
abutmen dengan asumsi dinding terjepit pada satu sisi.
c. Perencanaan Pondasi Perencanaan pondasi harus memperhitungkan macam dari
muatan/kombinasi muatan yang bekerja pada suatu bangunan jembatan. Semua
beban baik beban mati, beban hidup baik beban primer, sekunder beban khusus
maupun beban-beban lain yang pada akhirnya dilimpahkan ketanah melalui
pondasi. Beban tersebut setelah dikosentrasikan di pondasi menjadi beban
vertikal, momen dan beban horisontal (V, M & H).

22 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
C. Penyiapan Gambar Rencana Berdasarkan data survai pengukuran dan
perhitungan teknis jembatan dibuat gambar rencana. Gambar rencana ini terdiri
dari :
- Peta topografi dan situasi.
- Gambar potongan memanjang jalan dan jembatan
- Gambar potongan melintang jembatan
- Gambar detail pembesian

4) Rencana Anggaran Biaya


Rencana anggaran biaya merupakan penjumlahan biaya untuk masing-masing item
pekerjaan. Biaya masing-masing item pekerjaan perupakan hasil kali antara volume
dengan harga satuan.
a. Perhitungan Volume Perhitungan volume pekerjaan berdasarkan hasil survai
detail dan mengacu pada gambar rencana jalan.
b. Analisa Harga Satuan Untuk mendapatkan harga satuan masing-masing item
pekerjaan dilakukan analisa harga satuan. Hal-hal yang pempengaruhi besarnya
harga satuan adalah besarnya biaya upah, bahan dan peralatan.
c. Harga bahan dilokasi pekerjaan akan dipengaruhi oleh jarak quarry atau base
cam ke lokasi pekerjaan sedangkan biaya alat tergantung pada efesiensi alat
yang dipengaruhi oleh umur alat dan kondisi alat. Sewa alat dianalisa
berdasarkan tahun pemakaian, harga alat, biaya operasi dan lainnya.

Semua hasil perencanaan teknis dari perhitungan teknis, gambar rencana dan
rencana anggaran biaya didiskusikan dengan unsur pemimpin Kegiatan untuk
mendapatkan masukan dan koreksi untuk penyempurnaanya

2.2.5 Tahap Penyelesaian Akhir.

Berdasarkan hasil perencanaan teknis yang telah mendapat persetujuan pihak pemimpin
Satuan Kerja dibuatlah draf dokumen tender, final engineering, rencana anggaran biaya
dan laporan akhir.

Sebelum final penyelesaian akhir semua draft dipersentasikan dengan unsur Bina
Marga sebagai pemilik Pekerjaan untuk mendapatkan masukan-masukan yang
diperlukan

23 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Pada tahap penyelesaian akhir, kegiatan-kegiatan meliputi :

1) Penyiapan Dokumen Tender


Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk menyiapkan final dokumen pelelangan yang
diperlukan pada saat pelelangan pekerjaan. Dokumen tender ini terdiri dari :
a. Dokumen Lelang Standar Memuat ketentuan-ketentuan pelelangan yang berlaku
menurut ketentuan pemerintah dan beberapa kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh badan pemberi bantuan.
b. Spesifikasi Teknis Memuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan teknis
pelaksanaan pekerjaan baik yang bersifat umum maupun khusus. Ada beberapa
edisi (tahun terbit) dari spesifikasi teknis,oleh karena itu dikonsultasikan terlebih
dahulu dengan pengguna jasa edisi yang mana akan dipakai.
c. Daftar Kuantitas Memuat volume dari setiap item pekerjaan jalan yang
merupakan hasil perhitungan volume yang dibuat konsultan perencana pada saat
membuat Rencana anggaran Biaya.
d. Gambar Rencana . Memuat gambar-gambar hasil disain dan gambar-gambar
standar yang berlaku untuk setiap paket Pekerjaan.

2) Final Engineering (FE)


Substansi yang tercakup dalam Final Engineering meliputi :
- Perhitungan struktur bangunan atas, bangunan bawah dan bangunan pelengkap
jembatan.
- Laporan penyelidikan/investigasi tanah yang berisi semua data-data
penyelidikan tanah;
- Analisa Hidrologi
- Perhitungan struktur perkerasan di daerah oprit jembatan.

3) Rencana Anggaran Biaya


Untuk mengetahui perkiraan biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan masing-
masing paket pekerjaan konsultan perencana membuat Rencana Anggaran Biaya
atau Estimate Engineer lengkap dengan daftar kuantitas dan Analisa Harga Satuan
setiap item pekerjaan. Estimate Engineer tersebut nantinya akan digunakan sebagai
acuan didalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya Pelaksanaan (Owner Estimate)
dan sebagai acuan rekanan menawar biaya pelaksanaan fisik.

24 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
4) Laporan Akhir Laporan akhir merupakan resume semua proses hingga hasil disain
perencanaan.

25 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
BAB III

RENCANA KERJA DAN PELAPORAN

3.1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


Berdasarkan metodologi diatas maka konsultan menyusun program kerja sebagai
berikut :
3.1.1. Survey Pendahuluan
Sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi awal lokasi kegiatan dan
melakukan koordinasi/sosialisasi dengan masyarakat ditiap lokasi ruas jalan
& jembatan yang direncanakan guna menggali informasi dan permasalahan
yang ada pada ruas jalan yang direncanakan maka akan dilakukan Survey
Pendahuluan yaitu setelah SMPK ditandatangani. Survei ini dilakukan
selama 1 (satu) hari.

3.1.2. Survey Material


Sebagai langkah awal untuk membantu proses perencanaan maka perlu
dilakukan survey sumber material, dari lokasi harga dan sebagainya, dengan
membawa peta lokasi sumber material. Survei ini dilakukan selama 1 (satu)
hari.

3.1.3. Survey Pengukuran Jalan


Untuk membuat peta tofografi sepanjang perbaikan alinyemen jalan yang
direncanakan maka dilakukan pengukuran tofografi pada jalan. Pekerjaan ini
direncanakan dilakukan selama 1 (satu) hari.

3.1.4. Survey Pengukuran Jembatan


Untuk memudahkan proses perencanaan dilakukan survey pengukuran
jembatan berupa peta tofografi sungai serta daerah di sekitar sungai dengan
seksama. Pekerjaan ini direncanakan dilakukan selama 6 (enam) hari.

3.1.5. Survey DCP

26 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Untuk mengetahui daya dukung tanah dasar pada jalan (karena direncanakan
perbaikan alinyemen dan jalan baru untuk jembatan) maka akan dilakukan
survey Dinamic Cone Penetrometer (DCP) untuk mendapatkan data CBR
tanah dasar. Pekerjaan ini direncanakan dilakukan selama 1 (satu) hari.

3.1.6. Survey Perhitungan Lalu Lintas


Survey lalu lintas bertujuan untuk mengetahui data lalu lintas (jumlah
kendaraan) yang melalui daerah perencanaan. Pekerjaan ini direncanakan
dilakukan selama 1 (satu) hari 24 jam.

3.1.7. Survey Penyelidikan Tanah


Survey penyelidikan tanah bertujuan untuk mengetahui jenis tanah, sifat
tanah dan daya dukung tanah yang diperlukan dalam proses perencanaan
jembatan. Pekerjaan ini direncanakan dilakukan selama 4 (empat) hari.

3.1.8. Survey Hidrologi


Untuk membantu proses perencanaan maka perlu dilakukan survey
hidrologi, Tujuan survey hidrologi yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini
adalah untuk mengumpulkan data hidrologi dan karakter/ perilaku aliran air
pada bangunan air yang ada (sekitar jembatan maupun jalan), guna
keperluan analisis hidrologi, penentuan debit banjir rencana (elevasi muka
air banjir), perencanaan drainase dan bangunan pengaman terhadap gerusan.
Survei ini dilakukan selama 2 (dua) hari.

3.1.9. Perhitungan Design dan Penggambaran


Setelah semua data terkumpul termasuk sudah ada konsep pendahuluan yang
disetujui oleh Dinas Pekerjaan Umum maka dilanjutkan dengan perhitungan
struktur dan penggambaran secara detail. Perhitungan dan penggambaran ini
direncanakan dengan alokasi waktu 13 (Tiga Belas) hari kalender.

3.1.10. Pembuatan Dokumen Lelang dan Pelaporan


Setelah proses perhitungan dan penggambaran selesai dan gambar sudah
disetujui dan ditandatangani oleh semua pihak dan perkiraan biaya
konstruksi juga telah disetujui maka data-data tersebut akan dijadikan

27 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Dokumen Lelang yang dilengkapi dengan Dokumen Lelang Standard an
Spesifikasi Teknis. Pada tahap ini juga akan disusun laporan yang meliputi :
- Laporan Pendahuluan
- Laporan Pengumupulan Data Lapangan
- Laporan Akhir
- Laporan Final Engineering
- Rencana Anggaran Biaya (RAB)
- Dokumen Lelang (Spesifikasi Telnis, Gambar Rencana, Dokumen
Lelang Standar)
- Soft Copy dalam bentuk CD Waktu yang dialokasikan untuk pembuatan
dokumen lelang dan pelaporan ini adalah 4 (empat) hari kalender.

28 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
BAB IV

DATA SURVEY

4.1. SURVEY TOPOGRAFI

Pengukuran topografi ini dilakukan sepanjang lokasi as jalan/jembatan, dengan


mengadakan tambahan dan pengukuran detail pada tempat yang memerlukan atau
pemindahan lokasi jembatan sehingga memungkinkan realigment didapatnya as jalan
jembatan yang sesuai dengan standart yang dikehendaki. Jenis pengukuran ini meliputi
pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut :

Pengukuran Khusus Jembatan :

- Pengukuran titik kontrol horisontal dan vertikal.


- Pengukuran situasi jembatan.
- Pengukuran penampang memanjang dan melintang.
- Pemasangan patok-patok tetap.
- Pengukuran ditempat realigment jembatan.

Daerah disekitar sungai yang diukur :

- 200 m di kiri kanan sungai disepanjang jalan.


- 200 m ke kiri kanan dari as jalan atau 200 meter daerah hulu dan hilir.

4.1.1. PENGUKURAN SITUASI

Pengukuran situasi daerah sepanjang jembatan harus mencakup semua


keteranganketerangan yang ada didaerah sepanjang jalan jembatan, misalnya rumah-
rumah, pohon pelindung jalan, pinggir selokan, letak gorong-gorong, serta dimensinya,
tiang-tiang listrik, tiang-tiang telepon, jembatan-jembatan, batas-batas sawah, batas
kebun, batas desa, sungaisungai saluran irigasi, arah aliran air, dan lain-lainnya.

Untuk itu pengukuran dapat dilakukan dengan cara Tachimetri (To) :

29 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Tugu-tugu Km dan Hm yang ada ditepi jalan harus diambil dan dihitung
koordinatnya. Ini dimaksud untuk memperbanyak titik-titik reference pada
penemuan kembali sumbu jalan yang direncanakan.
- Pada tempat-tempat sumber material jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu
diberi tanda diatas peta ( jenis dan lokasi material ).
4.1.2. PENGUKURAN TITIK KONTROL

1. Pengukuran Titik Kontrol Horizontal


- Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk polygon.
- Sisi poligon atau jarak antara titik poligon maksimal 100 meter diukur
dengan pegas ukur (meteran).
- Patok-patok untuk titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok untuk
titik ikat adalah dari beton.
- Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolit jenis Wild – T2.
- Titik-titik ikat (BM) harus diukur sudutnya dengan alat yang sama dengan
alat pengukuran poligon, jaraknya diukur dengan pegas (meteran) / jarak
langsung.
- Ketelitian poligon adalah sebagai berikut :
 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” kali akar jumlah titik
poligon.
 Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”.
2. Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
- Pengukurannya berupa pengukuran waterpass jenis NAK – 2 atau yang
setingkat.
- Pengukuran tinggi melintas sungai dilaksanakan dengan methode double line
crossing ( untuk sungai-sungai yang lebih besar dari 75 meter ), dengan
perbedaan pembacaan maksimum 2 mm.
- Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian
skala jelas dan sama.
- Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) pembacaan benang atas, tengah
dan bawah
- Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB),
mempunyai control pembacaan : 2BT = BA + BB.
- Ketelitian pengukuran titik vertikal tidak boleh melampaui 10 kali akar D.
- Referensi leveling menggunakan referensi koordinat geografis.

30 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
4.1.3. PENGUKURAN PENAMPANG MELINTANG & MEMANJANG
1. Pengukuran Penampang Memanjang
- Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu jalan pada
rencana lokasi jembatan serta oprit jembatan.
- Alat yang digunakan adalah jenis Theodolit To atau alat ukur lain yang
mempunyai ketelitian yang sama.
2. Pengukuran Penampang Melintang
- Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai dibuat
setiap jarak 50 meter dan pada daerah – daerah tikungan / pegunungan setiap
jarak 25 meter.
- Pada daerah yang menikung, dari as jalan ke arah luar 25 m dan kearah
dalam 75 m.
- Lebar pengukuran penampang melintang dibuat 50 m ke kiri dan ke kanan as
jalan.
- Penampang memanjang pada sungai dibuat pada sumbu sungai. 
Pengukuran penampang memanjang & melintang pada jalan masuk (oprit)
jembatan :
 Pengukuran Penampang Memanjang :
Pengukuran penampang memanjang diambil memanjang pada sumbu
jalan lama dan pada as jalan yang ada kecuali pada tempat-tempat
kemungkinan diadakan religement, harus diadakan tambahan.
 Pengukuran Melintang :
Pengukuran Penampang melintang diambil setiap jarak 50 meter pada
bagian jalan yang lurus dan landai setiap 25 meter atau sesuai kebutuhan
untuk-untuk daerah-daerah tikungan dan berbukit lebar pengukuran harus
meliputi daerah sejauh 15 m sebelah kanan dan sebelah kiri sumbu jalan
pada bagian yang lurus dan 10 m kesisi luar dan 20 m kesisi dalam pada
bagian jalan yang menikung. Titik yang perlu diperhatikan adalah tepi
perkerasan dasar dan atas gorong-gorong, tepi bahu jalan, dan permukaan
saluran selokan, lantai kendaraan jembatan dan tebing sungai.

4.1.4. PEMASANGAN PATOK – PATOK


- Patok lokasi pengukuran dipasang patok (BM) sebagai titik ikat dan
pedoman ketinggian pengukuran menggunakan patok beton.

31 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Patok beton dibuat dengan ukuran 15x15x60 cm dan harus dipasang pada
awal / akhir 2 (dua) buah dan pada patok antara dipasang dengan interval 1
km dan perpotongan rencana jalan dengan sungai 2 buah seberang
menyeberang.
- Patok beton tersebut harus ditanam kedalam tanah sepanjang ± 45 cm (yang
kelihatan diatas tanah ± 15 cm).
- Patok-patok (BM) diberi tanda BM dan nomor urut.
- Untuk memudahkan pencarian patok kembali, sebaiknya pada pohon-pohon
di sekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu
misalnya .............. (nomor urut / 2008)
- Patok pologon maupun patok station diberi tanda cat kuning dengan tulisan
hitam yang diletakkan di sebelah kiri ke arah jalannya pengukuran.
- Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak di sumbu jalan
diberi paku yang dilingkari cat kuning sebagai tanda.

4.1.5. PERHITUNGAN & PENGGAMBARAN


- Perhitungan koordinat polygon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang
diperlukan.
- Penggambaran titik-titik polygon harus didasarkan pada hasil perhitungan
koordinat, tidak boleh secara grafis.
- Gambar ukur yang berupa Gambar Situasi dibuat dengan skala 1 : 1000
untuk situasi jalan, skala 1 : 500 untuk situasi jembatan.
- Ketinggian titik detail harus tercantum dalam gambar ukur begitu pula
semua keterangan yang penting. Ketinggian titik tersebut perlu dicantumkan.

Hasil Survey Topografi dapat dilihat pada Lampiran

4.2. SURVEY TANAH

4.2.1. BORING

1. Boring dan Sampling

Untuk jembatan dengan bentang lebih besar atau sama dengan 60 meter harus
menggunakan Bor Mesin sedangkan jembatan dengan bentang lebih kecil dari 60
meter bisa menggunakan Bor Tangan (Hand Bore). Tata cara pengeboran adalah
sebagai berikut :

32 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
- Mata bor harus mempunyai diameter cukup besar sehingga undisturb sample
yang diinginkan dapat diambil dengan baik. Untuk tanah clay, silt atau tanah
lainnya yang tidak terlalu padat/keras dapat dipakai steel bit sebagai mata
bor. Untuk lapisan yang keras atau cemented harus dipakai core barrel
sehingga dapat juga diambil undisturb samplenya dari lapisan keras tersebut.
- Pada setiap kedalaman 1.5 meter harus dilakukan Standard Penetrometer
Test (SPT) dan harus diambil contoh tanahnya (tidak perlu undisturb),
kemudian disimpan pada tempat yang dapat menjaga kadar air aslinya.
Contoh tanah tersebut diperlukan untuk menyusun Geological Description
lapisan tanah.
- Pada setiap interval kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain
maka rata-rata kedalaman diambil ± 3 meter), pada tanah lunak harus
diambil undisturb sample untuk test di laboratorium guna mendapatkan
harga index dan structural properties lapisan tanah.
- Undisturb sample harus diambil dengan cara sebagai berikut :
 Tabung sample yang dibuat dari baja tipis tetapi keras dan berbentuk
silinder dengan diameternya rata-rata 7 cm panjang minimal 70 cm,
dimasukkan kedalaman dimana undisturb sample akan diambil,
kemudian di tekan perlahan-lahan sehingga tabung tersebut penuh terisi
tanah.
 Tanah tersebut harus tetap berada dalam tabung sample sampai saatnya
ditest di laboratorium.
 Tabung yang berisi contoh tanah tersebut harus segera ditutup dengan
paraffin setelah dikeluarkan dari lubang bor.
 Sebagai hasil boring harus dibuat bor log yang paling sedikit dilengkapi
lithologi (geological description), harga SPT serta letak muka
kedalaman lapisan tanah yang bersangkutan.
 Penamaan masing-masing tanah harus dilakukan pada saat itu juga
sesuai dengan kedalaman maupun sifat tanah tersebut yang dapat dilihat
secara visual.
 Terhadap undisturb sample harus dikerjakan laboratory test untuk
menentukan index dan structural/properties tanah.
- Besaran index dimaksudkan untuk menetapkan klasifikasi, konsistensi dan
sensitivity tanah, data tersebut meliputi :

33 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
 Spesific gravity, Moisture Content, Atterberg Limits serta Grain size
analysis.
- Besaran-besaran structural tanah meliputi :
 Unconfined Compressive Strength, maksudnya untuk memperoleh
besarnya kekuatan tanah yang kohesif.
 Direct Shear Test, dikerjakan untuk tanah tidak kohesif.
 Consolidation Test, dimaksudkan untuk mendapatkan besaran-besaran
yang dipergunakan untuk memperhitungkan settlement bangunan
bawah jembatan.

4.2.2. ANALISA DATA

1. Analisa Data Boring dan Sampling

- Dari data boring akan diketahui jenis tanah untuk setiap kedalaman 1,00
meter hingga mencapi tanah keras.
- Sample tanah yang diambil saat boring dianalisa di labolatorium untuk
mendapatkan nilai berat isi tanh, kohesi dan sudut geser tanah. Dari ketiga
paribel ini tegangan ijin tanah dasar dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Terzaghi :
- σult = C.Nc + ɣDf.Nq + 0,5.ɣB.Nɣ (kg/cm2)
- σijin = σult/3

Titik Bor 1

34 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
35 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Titik Bor 2 Titik Bor 3

36 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
4.3. SURVEY HIDROLOGI DAN HIDROLIKA

4.3.1. DATA LAPANGAN

Tujuan survey hidrologi adalah untuk untuk menentukan tinggi air banjir pada periode
tertentu (50 th), menentukan elevasi terendah bangunan atas jembatan, penetapan bentang
jembatan, jenis jembatan dan pemilihan bangunan bawah. Ruang Lingkup pekerjaan
survey hidrologi ini meliputi:

1. Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum (mm/hr) paling sedikit dalam
jangka 10 tahun pada daerah tangkapan (catchment area) atau pada daerah yang
berpengaruh terhadap lokasi pekerjaan, data tersebut bisa diperoleh dari Badan
Meteorologi dan Geofisika atau instansi terkait di kota terdekat dari lokasi
perencanaan.
2. Mengumpulkan data bangunan pengaman yang ada seperti gorong-gorong, jembatan
selokan yang meliputi: lokasi , dimensi, kondisi, tinggi muka air banjir.
3. Menganalisis data curah hujan dan menentukan curah hujan rencana, debit dan tinggi
muka air banjir rencana dengan periode ulang 10 tahunan untuk jalan arteri, 10 tahun
untuk jalan kolektor, 5 tahunan untuk jalan lokal dan 50 tahunan jembatan dengan
metode yang sesuai.
4. Menganalisa pola aliran air pada daerah rencana untuk memberikan masukan dalam
proses perencanaan yang aman.
5. Menghitung dimensi dan jenis bangunan pengaman yang diperlukan.
6. Menentukan rencana elevasi aman untuk jalan/ jembatan termasuk pengaruhnya
akibat adanya bangunan air.
7. Merencanakan bangunan pengaman jalan/ jembatan terhadap gerusan samping atau
horisontal dan vertical. Secara umum langkah-langkah untuk menghitung debit
banjir sungai pada lokasi rencana jembatan digambarkan pada Gambar 4.1.
“Diagram Perhitungan Hidrologi”, sebagai tercantum pada halaman berikut.

37 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
38 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
GAMBAR 4- 1 DIAGRAM PERHITUNGAN HIDROLOGI

4.3.2. ANALISA DATA

1. Analisis Curah Hujan Rancangan

Analisis curah hujan rancangan dimaksudkan untuk memperkirakan besarnya curah


hujan maksimum yang mungkin terjadi pada satu DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan
periode ulang tertentu. Curah hujan tersebut dapat digunakan bersama-sama dengan
komponen lain seperti parameter DAS dan koefisien pengaliran sebagai masukan (input)
dalam analisis debit banjir rancangan untuk memperkirakan besarnya debit banjir
rancangan sebagai keluarannya (output).

Jika analisis curah hujan rancangan dianggap sebagai suatu sistem proses, maka
komponen masukan yang dibutuhkan adalah serangkaian rekaman data curah hujan (jam-
jaman atau harian) untuk periode pencatatan selama beberapa tahun.

2. Kesenjangan Data Curah Hujan

Proses dalam suatu sistem akan menghasilkan keluaran yang berkualitas bila
ditunjang oleh masukan yang tangguh dan akurat. Konsep tersebut berlaku juga untuk
analisis curah hujan rancangan, sehingga kebutuhan akan kualitas data curah hujan yang
meliputi jumlah data dan keakuratan pencatatannya, menjadi sangat penting.

Namun terkadang dijumpai kesenjangan atau kehilangan data untuk tahuntahun


tertentu yang direkam oleh Stasiun Sukat (Penakar) Hujan. Fenomena ini dapat
disebabkan oleh berbagai kemungkinan antara lain : kerusakan alat sukat, tumbuhnya
pohon besar diantara alat sukat, kealpaan petugas dan sebagainya. Untuk mengatasi
kendala tersebut dapat dipakai metode Rasio Normal dengan persamaan berikut :
(Soemarto, 1987).

39 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
dimana :

n = jumlah Stasiun Sukat Hujan disekitar Stasiun Sukat Hujan X untuk menentukan data
yang hilang.

d = tinggi curah hujan yang hilang pada Stasiun Sukat Hujan (mm).

di = tinggi curah hujan pada Stasiun Sukat Hujan disekitar Stasiun Sukat Hujan X (mm)

Anx = tinggi curah hujan rata-rata tahunan pada Stasiun Sukat Hujan X (mm)

Ani = tinggi curah hujan rata-rata tahunan Stasiun Sukat Hujan disekitar Stasiun Sukat
Hujan X (mm).

Nama dan luas DAS serta nama Stasiun Sukat Hujan yang terdapat pada lokasi proyek
ditunjukkan pada tabel 4-1.

TABEL 4-1 NAMA DAN LUAS DAS SERTA NAMA

3. Curah Hujan Rata-rata Daerah

Pencatatan data pada stasiun sukat hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data
curah hujan di suatu titik tertentu atau curah hujan terpusat (point rainfall). Apabila
dalam suatu DAS terdapat beberapa stasiun sukat hujan, maka besarnya curah hujan
yang merata pada DAS tersebut disebut curah hujan harian rata-rata daerah, yang dapat
diketahui dengan mengambil harga rata-ratanya. Salah satu metode yang dapat dipakai
untuk keperluan tersebut adalah metode Tinggi Rata-rata (Aritmetic Mean) dengan
persamaan sebagai berikut :

40 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
dimana :

d = tinggi curah hujan rata-rata daerah [mm] d1, d2, ….

dn = tinggi curah hujan pada stasiun sukat hujan 1,2,3, …..n [mm]

n = banyaknya pos penakar. Data rekaman curah hujan harian maksimum, besarnya curah
hujan rata-rata daerah dapat dilihat pada lampiran.

4. Intensitas dan Lama Curah Hujan

Definisi dari Intensitas Curah Hujan (I) adalah tinggi curah hujan per satuan waktu,
dan dinyatakan dalam mm/menit, mm/jam atau mm/hari. Sedang lama curah hujan (t),
adalah lama terjadinya curah hujan, dalam satuan waktu menit atau jam. Intensitas curah
hujan tinggi umumnya terjadi dalam waktu yang pendek atau lama hujan pendek,
sebaliknya intensitas curah hujan rendah terjadi dengan lama hujan yang lebih panjang.

Pola sebaran intensitas dan lama curah hujan merupakan komponen yang cukup
berperan dalam peramalan debit banjir. Patut diketahui bahwa jarang ditemui curah
hujan yang terjadi selama 24 jam terus menerus. Proses turunnya hujan pada setiap
daerah mempunyai pola intensitas dan lama curah hujan yang spesifik akibat pengaruh
beragam, terutama disebabkan kondisi alam dan iklim daerah.

Satu hal lain yang dapat dicatat adalah kemampuan Stasiun Sukat Hujan Otomatik
(Automatic Rainfall Gauge) untuk merekam curah hujan dalam satuan mm/menit atau
mm/jam, sehingga besarnya intensitas dan lama curah hujan dapat diketahui dengan
teliti. Stasiun Sukat Hujan Biasa (Manual Rainfall Gauge) hanya dapat mencatat
besarnya intensitas curah hujan dalam mm/hari. Apabila tidak terdapat Stasiun Sukat
Hujan Otomatik maka pola sebaran intensitas curah hujan untuk setiap jam dapat
didekati dengan persamaan empiris, salah satu diantaranya adalah persamaan yang
diberikan oleh Dr. Mononobe.

5. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh satuan volume air untuk
mengalir dari titik terjauh pada suatu DAS sampai pelepasan DAS (outlet) atau titik
kontrol tertentu (misalnya Stasiun Duga Muka Air Otomatik / Automatic Water Level
Record). Waktu konsentrasi dapat juga didefinisikan sebagai tenggang waktu dari

41 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
permulaan adanya debit di palung sungai sampai debit mencapai maksimum di titik
kontrol.

Untuk DAS dengan pola drainase yang kompleks, aliran air dari titik terjauh akan
datang terlambat di titik kontrol. Sedangkan untuk DAS kecil dengan pola drainase yang
lebih sederhana, aliran air dari titik terjauh akan lebih cepat mencapai titik kintrol.

Besarnya nilai waktu konsentrasi sangat tergantung pada parameter fisik DAS,
terutama panjang sungai dan kemiringan dasar sungai, sehingga persamaan empirik yang
diturunkan untuk mendekati nilai waktu konsentrasi mengandung kedua parameter
tersebut. Dengan diketahuinya nilai waktu konsentrasi, maka dapat diperkirakan waktu
yang ditempuh oleh debit banjir sejak terjadinya di daerah hulu sampai titik tertentu
(misalnya site jembatan).

6. Koefisien Pengaliran

Curah hujan yang melimpas pada DAS sebelum mencapai palung sungai akan
mengalami kehilangan-kehilangan. Berbagai kehilangan tersebut dapat dinyatakan
menjadi besaran yang disebut koefisien pengaliran.

Analogi koefisien pengaliran dapat diilustrasikan sebagai berikut. Curah hujan


sebesar 1 mm/menit pada suatu daerah seluas 1 Ha sama dengan pengaliran sebesar 1/6
m3/det/Ha. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa besarnya pengaliran dapat
juga dinyatakan dalam ukuran tinggi (disebut tinggi aliran), sehingga bila ukuran
besarnya hujan (dalam mm) untuk luas daerah yang sama disebut tinggi hujan, maka
koefisien pengaliran ( C ), dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi aliran
dengan tinggi hujan untuk jangka waktu yang cukup panjang.

Komponen penting yang mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran antara lain


keadaan hujan, luas dan bentuk DAS, kemiringan DAS dan kemiringan dasar sungai,
daya infiltrasi dan daya perkolasi tanah, kelembaban tanah, suhu udara dan angin serta
evaporasin dan daya tampung palung sungai.

Dapat dimengerti betapa sulit untuk menentukan besarnya pengaruh dari setiap
komponen tersebut terhadap nilai koefisien pengaliran, sehingga tidaklah mungkin untuk
memperhitungkan semua komponen pengaruh secara sendiri-sendiri. Namun untuk DAS
yang nilai koefisien pengalirannya belum diketahui karena belum pernah dilakukan
survei, besarnya nilai koefisien pengaliran dapat didekati dengan memperhatikan kondisi
vegetasi dan topografi DAS seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4-2.

42 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
TABEL 4-2. KOEFISIEN PENGALIRAN UNTUK BERBAGAI KONDISI DAS.

Dari hasil pengamatan di lapangan dengan memperhatikan topografi dan vegetasinya


maka diambil koefisien pengaliran C = 0,75.

7. Periode Ulang

Periode ulang (reccurence interval, return period, periodicity) didefinisikan sebagai


selang waktu rata-rata dari suatu peristiwa (hidrologis) untuk disamai atau dilampaui
satu kali. Peluang (probability) suatu peristiwa didefinisikan sebagai perbandingan antara
banyaknya peristiwa terhadap jumlah peristiwa yang mungkin dan yang tidak mungkin
(accurence dan non occurence).

Jika dinyatakan bahwa periode ulang (Tr) = 10 tahun maka peristiwa hidrologis akan
terjadi rata-rata satu kali setiap 10 tahun. Pernyataan ini mengandung arti bahwa
peristiwa hidrologis tersebut tidak harus terjadi setiap 10 tahun, melainkan rata-rata
sekali setiap 10 tahun, misalnya 10 kali dalam 100 tahun, 25 kali dalam 250 tahun dan
seterusnya. Bila peristiwa hidrologis tersebut disamai atau dilampaui rata-rata tiap T
tahun, maka nilai peluangnya dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :
(Subarkah,1980) )

43 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
dengan : P = besarnya peluang [%]

Dalam konteks yang lebih mendalam, peramalan hidrologis (hidrological


forecasting) mempunyai arti menentukan peluang terjadinya suatu peristiwa hidrologis
(misalnya banjir, hujan dan sebagainya), namun waktu atau saat yang sebenarnya dari
kejadian atau peristiwa tersebut tidak ditentukan. Pemilihan periode ulang ditentukan
oleh pertimbangan hidro ekonomis yang terutama didasarkan pada alasan-alasan berikut :

- Besarnya kerugian yang akan diderita bila jembatan rusak akibat banjir dan sering
tidaknya kerusakan itu terjadi.
- Umur ekonomis jembatan.
- Biaya pembangunan.

8. Curah Hujan Rancangan

Terdapat beragam metode untuk memperkirakan besarnya nilai curah hujan


rancangan. Salah satu diantaranya adalah metode E.J. Gumbell.

Pada tahun 1941, Gumbell berpendapat bahwa persoalan tertua yang berkaitan
dengan harga-harga ekstrim adalah datang dari permasalahan banjir. Lebih lanjut
Gumbell mengemukakan, teori statistik harga-harga ekstrim dimaksudkan untuk
menganalisis hasil pengamatan harga-harga ekstrim tersebut untuk meramal hargaharga
ekstrim berikutnya.

Persamaan yang disajikan Gumbell adalah sebagai berikut : (Sumarto, 1987)

dengan :

Rt = curah hujan rancangan periode ulang T tahun [mm].

Rm = curah hujan rata-rata daerah [mm].

K = faktor agihan (faktor frekwensi).

Sd = simpangan baku standar (standar deviation) curah hujan rata-rata daerah.

44 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Faktor agihan K dihitung dengan persamaan :

dengan :

Yt = reduce variated (Tabel 4 - 5).

Yn = reduce mean (Tabel 4 - 3).

Sn = reduce standar deviation (Tabel 4 - 4).

TABEL 4 - 3. HUBUNGAN REDUCE MEAN Yn DENGAN BESARNYA SAMPEL n

TABEL 4 - 4. HUBUNGAN REDUCE S. DEV. Sn DENGAN BESARNYA SAMPEL n

45 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
TABEL 4 - 5. HUBUNGAN T (TAHUN) DAN REDUCED VARIATED (Yt)

Dari data di atas dengan jumlah sample (n) 10 maka didapat :


Yn (reduce mean) = 0,4952
Sn (reduce standar deviation) = 0,9496
Yt (reduce variated) dengan periode ulang 50 tahun = 3,9028
Yt (reduce variated) dengan periode ulang 100 tahun = 4,6012

9. Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang mengakibatkan terjadinya limpasan
permukaan (surface run off) yaitu curah hujan daerah setengah dikurangi kehilangan-
kehilangan.

Dengan menganggap bahwa proses pengalih ragaman hujan menjadi limpasan


langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka besarnya curah
hujan efektif Rn dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

46 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
dengan :

Rn = curah hujan efektif [mm]

C = koefisien pengaliran

I = intensitas curah hujan

10. Pola Sebaran Curah Hujan Tiap Jamnya

Dalam perhitungan hidrograph banjir dengan menggunakan unit hodrograph


diperlukan pembagian hujan yang mungkin terjadi dalam suatu selang waktu. Dr.
Mononobe memberikan suatu persamaan untuk memperkirakan pola sebaran curah hujan
tiap jamnya (hourly rain fall) apabila tidak tersedia rekaman data curah hujan tiap-tiap
jamnya.

Di Indonesia pada umumnya lama waktu hujan terjadi selama 6 (enam) jam.
Berdasarkan anggapan tersebut maka pola sebaran curah hujan jam-jam an untuk
masing-masing DAS dapat diketahui. Dr. Mononobe memberikan persamaan sebagai
berikut : (Anonimus, 1976).

Rata-rata intensitas hujan sampai jam ke T

dengan :

T = lama waktu curah hujan selama 1 hari

t = lama curah hujan dari awal terjadinya hujan sampai dengan jam ke T [jam].

Rt = rata-rata intensitas curah hujan dari awal terjadinya hujan sampai dengan jam ke t
[mm/jam].

R24 = intensitas curah hujan selama 24 jam [mm/jam].

sehingga :

47 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Perhitungan intesitas curah hujan dengan Rumus Mononobe dapat dilihat pada
lampiran.

4.3.3. ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN

Pada hakekatnya analisis banjir rancangan merupakan suatu pendekatan pada alam,
dengan menganggap faktor-faktor alam atau parameter-parameter fisik DAS sebagai
masukan, sedang pemilihan metodenya tergantung pada macam pemanfaatan sumber air
dan tersedianya faktor pendukung hidrologi DAS, seperti data aliran sungai, data curah
hujan dan data parameter fisik DAS.

Pengolahan data aliran sungai (data debit) akan cenderung memberikan keluaran
yang lebih mewakili aliran suatu DAS, bila data debit yang direkam AWLR cukup
panjang dan akurat. Namun kenyataan menunjukkan bahwa untuk memperoleh data
aliran sungai yang berkualitas baik dan berkualitas cukup, sulit diperoleh. Keterbatasan
ini menyebabkan berkembangnya metode pendekatan yang memperlihatkan adanya
hubungan erat antara curah hujan dan aliran sungai. Metode-metode yang dapat
digunakan dalam analisis debit banjir rancangan adalah metode rasional dan model
hidrograf satuan sintetik.

1. Metode Rasional

Metode rasional adalah cara yang tertua untuk memperkirakan debit banjir rancangan.
Asumsi dasar dari metode tersebut adalah tidak adanya kehilangan kehilangan air (semua
curah hujan menjadi limpasan permukaan) dan lama waktu hujan adalah sedemikian rupa
sehingga debit keseimbangan tercapai. Pengertian dari debit secara sederhana adalah
besarnya nilai curah hujan yang turun sama dengan besarnya nilai limpasan permukaan.

48 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Untuk daerah-daerah perkotaan yang tidak begitu luas, faktor kehilangankehilangan
air tersebut relatif kecil, dan karena kecilnya waktu konsentrasi maka debit keseimbangan
dapat dicapai. Alasan inilah yang menyebabkan Metode Rasional masih sering digunakan
untuk memperkirakan debit banjir rancangan di perkotaan. Persamaan matematika
metode Rasional adalah sebagai berikut :

Qp = laju aliran permukaan/debit puncak [m3/det]

C = koefisien aliran permukaan.

A = luas Daerah Aliran Sungai [hektar].

4.3.4. PERHITUNGAN TINGGI MUKA AIR

Tahapan selanjutnya setelah analisis debit banjir rancangan adalah hitungan tinggi
muka air banjir pada palung sungai yang membutuhkan data potongan melintang sungai
(cross section) setiap site jembatan sehingga dapat diperoleh hubungan antara debit (Q)
dengan ketinggian muka air (h) untuk palung sungai terkait.

Solusi akhir yang diharapkan adalah diketahuinya tinggi muka air banjir rancangan
untuk periode ulang yang telah ditetapkan.

1. Perhitungan Tampang Sungai Pada Site Jembatan

Survei berupa pengukuran pada site jembatan dimaksudkan untuk memperoleh data-
data seperti gambar tampang melintang sungai, tinggi muka air normal dan banjir, serta
karakteristik sungai seperti material pembentuk dasar dan tebing sungai, derajat ketidak
teraturan, variasi penampang melintang sungai, dan derajat kelokan.

Gambar penampang sungai digunakan untuk menghitung debit yang mengalir untuk
setiap selang (interval) ketinggian muka air, misalnya 0,2 meter. Sehingga dapat
diperoleh suatu lengkung yang menyatakan hubungan antara debit (Q) dengan tinggi
muka air (h) pada tampang sungai tersebut.

Sungai pada hakekatnya adalah saluran terbuka sehingga persamaan hidrolika yang
dapat diterapkan untuk menghitung debit adalah persamaan aliran saluran terbuka sebagai
berikut (Chow, 1978) :

49 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
dengan :

Q = debit sungai [m3/det]

V = kecepatan aliran [m/det]

A = luas penampang sungai [m2]

Sedang besarnya kecepatan aliran dihitung dengan persamaan Manning :

dengan :

n = koefisien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolik tampang sungai

I = kemiringan dasar sungai

Hitungan dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan selang ketinggian muka air untuk setiap penambahan 0,5 m.


2. Menghitung luas penampang sungai untuk setiap selang ketinggian muka air.
3. Mengukur panjang keliling basah tampang sungai untuk setiap ketinggian muka air.
4. Menghitung jari-jari hidrolis tampang sungai.
5. Menentukan koefisien Manning berdasarkan tipe saluran dan jenis bahan serta
merujuk pada pada tabel 4-6.
6. Menentukan kemiringan (slope) rata-rata dasar sungai dengan menghitung ratarata
elevasi dasar sungai pada jarak tertentu dari site jembatan ke arah hulu (up stream)
dan hilir (down stream) sungai.
7. Menghitung kecepatan aliran sungai.

50 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
8. Menghitung debit sungai. Angka kekasaran Manning pada tampang sungai
ditunjukkan pada tabel 4-6. Sedangkan perhitungan tinggi muka air selengkapnya
ditunjukkan pada lampiran.

4.3.5. KESIMPULAN

Kebutuhan akan besarnya tinggi muka air banjir untuk perencanaan jembatan
merupakan suatu hal penting, mengingat bahwa jembatan tersebut secara teknis
diharapkan mampu berfungsi untuk suatu kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan.

51 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N
Besarnya nilai tinggi muka air banjir tersebut dapat diperkirakan dengan analisis
debit banjir rancangan yang dasarn konsepnya pada anggapan bahwa aliran di palung
sungai disebabkan oleh hujan yang turun pada suatu DAS dengan memperhitungkan
faktor-faktor kehilangan air sepanjang perjalanannya yang berawal dari titik terjadinya
hujan sampai ke palung sungai.

Metode yang digunakan dalam analisis tersebut adalah Rasional dengan keluaran
berupa debit banjir rancangan untuk periode ulang 50 tahun dan 100 tahun (Q50 dan
Q100). Dengan diketahuinya harga debit banjir rancangan, maka besarnya nilai tinggi
muka air banjir rancangan (h50 dan h100) dapat diperoleh.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam memperkirakan besarnya nilai tinggi
muka air banjir rancangan adalah ada tidaknya pengaruh aliran baik pada site jembatan
yang berdekatan dengan garis pantai atau dengan sungai yang lebih tinggi muka airnya.

Berdasarkan analisa dan data lapangan maka dipakai tinggi banjir rancangan pada
lokasi rencana jembatan Tukad Yeh Otan adalah sebesar 4,320 meter.

52 | L A P O R A N P E N D A H U L U A N – K O N S T R U K S I J E M B A T A N

Anda mungkin juga menyukai