NATIONAL
DI SUSUN OLEH
MIMIN YASIN 751540119083
KELAS : I C KEBIDANAN
1
bersumber dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi perempuan dalam menjalankan
fungsi-fungsimereka sebagaiperempuan. Contoh kepentingan gender praktis
adalah masalah pemeliharaan anak, perawatan kesehatan, kebutuhan sanitasi
lingkungan, air bersih dan pemenuhan kebutuhanpangan. Sementara
itukepentingangenderstrategis lahir dari adanya subordinasi perempuan dalam
masyarakat yang mendorong keinginan untuk mewujudkantatanansosialyang lebih
adilgender. Kepentingan genderstrategisinilah yang identik dengan isu-isu
feminis.Contohnya adalah penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,
pemberian kesempatan bagi perempuan di bidang politik, dan
kebebasanbagiperempuan untuk memiliki anak atau tidak, termasuk untuk
melakukan aborsi (Machya, 2009:228-230).
2
Evaluasi terhadap Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Sosial Non-
Goverment Organization (NGO) untuk Isu-Isu Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Studi Kasus Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Cut Nyak Dien Yogyakarta dan Solidaritas Perempuan untuk Hak Asasi
Manusia Surakarta)
3
Dalam konteks social marketing untuk isu-isu anti kekerasan terhadap
perempuan ini, tidak bisa dilepaskan dengan tumbuhnya organisasi-organisasi
perempuan yang independen bermunculan di Indonesia. Organisasi-organisasi
yang mengusung isu-isu kekerasan terhadap perempuan antara lain Kalyanamitra,
Jakarta; Mitra Perempuan, Jakarta; LBH APIK, Jakarta; Spekham, Surakarta;
Riffka Annisa, Yogyakarta; Damar, Lampung; dan Cut Nyak Dien, Yogyakarta.
Bahkan tidak sedikit NGO (organisasi non pemerintah) yang tidak secara spesifik
memperjuangkan isu-isu perempuan, mulai memasukkan perspektif gender dalam
program-programnya. Untuk memperjuangkan keadilan gender dalam masyarakat
tersebut, kelompok sasaran dari program-program yang dilakukan antara lain
buruh perempuan, perempuan miskin, perempuan pedesaan, pekerja seks, anak-
anak jalanan, nelayan perempuan, perempuan miskin desa, perempuan miskin
desa, anakanak perempuan serta ibu rumah tangga.
Masalah kekerasan terhadap perempuan, yang pada awalnya masih
dianggap masalah yang sepele, individual (privat problem) namun dengan
strategi-strategi yang dirancang oleh organisasi-organisasi non-pemerintah maka
masyarakat menjadi terinformasikan dan mengetahui adanya masalah kekerasan
terhadap perempuan ini. Bahkan oleh sebagian masyarakat sudah dianggap
sebagai masalah yang penting dan serius. Disahkannya UndangUndang Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2004 ini menggambarkan bahwa
pemerintah memandang penting masalah kekerasan terhadap perempuan yang
jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Meskipun masih terjadi
kontroversi dalam beberapa pasalnya, paling tidak memberikan landasan hukum
bagi organisasi-organisasi yang mengkampanyekan dan mengadvokasi anti
kekerasan terhadap perempuan sehingga pemerintah serius melaksanakannya.
Masalah kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es karena
yang tampak di permukaan jumlahnya jauh lebih sedikit daripada jumlah yang
sesungguhnya. Masalah kekerasan terhadap perempuan lebih banyak tersimpan di
dinding-dinding kokoh rumah yang akhirnya lenyap bersamaan dengan
berputarnya waktu. Hal ini dikarenakan korban-korban kekerasan takut untuk
bersuara, menyatakan bahwa mereka merupakan korban kekerasan.
4
Ketidakberanian korban-korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ataupun
korban perkosaan bersuara karena masyarakat beranggapan miring terhadap para
korban. Dimensi kekerasan juga menimpa tidak hanya fisik dan psikis saja
melalui pemukulan, perkosaan dan pelecehan seksual namun juga kekerasan
karena pengabaian hak-haknya misalnya terhadap pekerja rumah tangga (PRT)
(Hastuti, 2004:143-146).
5
Akses dan informasi bagi perempuan penyandang disabilitas dalam
pelayanan kesehatan reproduksi dan seksualitas
6
diperkuat oleh stigma masyarakat yang memberi cap pada mereka sebagai orang
gila.
Berdasarkan data-data yang terkumpul dan sudah dilakukan analisis maka
dapat kita simpulkan bahwa berbagai persoalan perempuan disable sangat
menunjukkan beberapa fakta yang memprihatinkan terkait kesehatan perempuan,
kesehatan seksualitas maupun reproduksi perempuan disable. Dalam isu
perempuan disable, berbagai stigma, diskriminasi, ketidakadilan sampai kekerasan
terhadap mereka terjadi. Mereka mendapatkan stigma dan diskriminasi sejak usia
kecil sampai mereka dewasa. Kemudian, hak mereka atas pengetahuan dan akses
kesehatan khusus tidak didapatkan, sehingga mereka rentan akan kekerasan dalam
ruang privat maupun publik. Ketersediaan informasi yang benar serta bertanggung
jawab, layanan kesehatan serta perlindungan atas hak seksualitas dan kesehatan
reproduksi seharusnya merupakan hak komunitas disable di manapun mereka
berada sehingga mereka merasa aman dan terlindungi dari resiko-resiko
reproduksi seksual. Hal ini terjadi antara lain akibat pandangan yang berkembang
di masyarakat bahwa komunitas disable bukanlah makhluk seksual. Komunitas
disable dianggap tidak mempunyai hasrat mengekspresikan seksualitasnya.
Padahal, pada faktanya, komunitas disable sangat rentan mengalami resiko-resiko
reproduksi seksual, infeksil menular seksual, HIV/AIDS, kehamilan tidak
dikehendaki, bahkan tindak kekerasan seksual, sehingga sudah seharusnya mereka
mendapatkan hak yang sama. Kebijakan tentang perempuan disable belum
memihak secara penuh pada kebutuhan dan kekhususan dari penanganan isu-isu
disable, apalagi isu perempuan disable. Belum banyak informasi dan pengetahuan
yang cukup bagi orangtua untuk menangani anaknya yang disable, apalagi kalau
berkaitan isu kesehatan reproduksi bagi perempuan disable (Haryono, dkk,
2013:65-78).
7
Efek Samping, Konsekuensi Kesehatan Fisik, dan Kematian Terkait
dengan Aborsi dan Kelahiran setelah Kehamilan Tidak Diinginkan
Hasil ini memperkuat data yang ada pada keselamatan aborsi induksi jika
dibandingkan dengan persalinan, dan menyoroti risiko morbiditas serius dan
kematian terkait dengan melahirkan setelah kehamilan yang tidak diinginkan.
Keselamatan aborsi di bawah pedoman medis saat ini (Organisasi
Kesehatan Dunia [WHO], 2012 ) Telah banyak didokumentasikan. Aborsi adalah
salah prosedur rawat jalan yang paling aman dilakukan di Amerika Serikat. Risiko
kematian dari melahirkan di Amerika Serikat diperkirakan 14 kali lebih tinggi dari
pada risiko dari aborsi, dan risiko semua morbiditas ibu, de fi didefinisikan
sebagai “ kondisi baik unik untuk kehamilan atau berpotensi diperburuk oleh
kehamilan yang terjadi di setidaknya 5% dari seluruh kehamilan ” adalah signi fi
jauh lebih tinggi pada wanita yang melahirkan dibandingkan mereka yang
melakukan aborsi. Perempuan pengalaman yang dilaporkan sendiri dengan efek
fisik dari aborsi dan kelahiran telah didokumentasikan dalam literatur medis.
Namun, efek samping subakut tidak ditangkap secara rutin oleh sumber data
tradisional, seperti rumah sakit catatan kesehatan elektronik dan kode tagihan
medis. Dalam konteks kehamilan yang tidak diinginkan sebagai kehamilan bahwa
wanita ingin mengakhiri, ada sedikit data yang membandingkan konsekuensi
kesehatan melakukan aborsi terhadap membawa kehamilan untuk jangka (Caitilin,
dkk, 2016:55).
8
Wanita muda ' s Perspektif Tentang Konseling Kontrasepsi Diterima
Selama mereka Kontrasepsi Darurat Kunjungi