Anda di halaman 1dari 9

Sebuah Nasihat untuk Setiap Anak.

Bahwa Setiap Hari, adalah Hari Ibu

Erlan Iskandar, ST
Judul:
Ibu
Sebuah Nasihat untuk Setiap Anak.
Bahwa Setiap Hari adalah Hari Ibu

Penyusun :
Kak Erlan Iskandar, ST

Desain dan Layouter :


Ratna A. Arilia Y

Diterbitkan dan
disebarluaskan oleh :
Berbakti Kepada Ibu,
Tak Kenal Waktu
Berbuat baik pada orang tua merupakan amalan yang
istimewa. Dengannya, seseorang akan dimudahkan untuk
bisa masuk surga. Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“(Berbakti pada) Kedua orang tua itu adalah pintu surga
yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka
jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya,
silakan sia-siakan orang tua kalian.” (HR. Tirmidzi, dinilai
saheh oleh Syaikh Al Albani)

Al-Qadhi mengatakan, “Makna hadits di atas yakni sarana


terbaik yang menghantarkan ke surga dan memperoleh
derajat yang tinggi di surga adalah dengan menaati orang
tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang
mengatakan, ‘Ada banyak pintu di surga. Pintu masuk
terbaik adalah yang paling tengah. Sebab untuk bisa masuk
surga melalui pintu itu adalah menunaikan hak orang tua.’
(Tuhfatul Ahwadzi, 6/21)

Oleh karenanya, tulisan ini kembali mengingatkan kita


untuk tidak pernah lelah dan bosan berbuat baik pada
orang tua sebagai pintu surga kita, terlebih lagi pada ibu
kita
Amalan Yang Utama,
Dan Dicintai Allah
Islam sebagai agama yang sempurna, mengajarkan
untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Begitu
istimewanya kedudukan amalan birrul walidain dalam
kacamata syariat, sampai-sampai perintah berbakti
kepada keduanya disandingkan dengan perintah bertauhid
kepada Allah ta’ala. Sebagaimana yang terdapat dalam
firman Allah (yang artinya),
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang tua.” (QS. An Nisa : 36)

Pernah suatu hari, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu


bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal
apa yang paling dicintai Allah ?” Nabi menjawab: “Shalat
pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa?”
Nabi pun mengatakan: “Birrul walidain”. Ibnu Mas’ud
bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab: “Jihad fi
sabilillah.” (HR. Bukhari No. 5970 dan Muslim No. 85)
Allah Yang Langsung,
Memberi Wasiat
Dalam Al Qur’an, kita jumpai ada beberapa ayat yang
memotivasi untuk berbuat baik diawali dengan kata “wa
washshoinaa” (dan kami wasiatkan), semisal firman Allah
berikut ini (yang artinya),
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan.” (QS. Al Ahqaf : 15)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan para anak untuk
berbuat baik kepada orang tuanya. Lebih dikhususkan lagi
ibunya, sebab Allah menyebutkan secara tegas akan
perjuangan dan pengorbanan seorang ibu. Syaikh As Sa’di
memaparkan,
“Karena ibunya mengandungnya dengan merasakan
penderitaan saat mengandung, lalu penderitaan saat
melahirkan dan penderitaan saat menyusui dan
mengasuhnya, dan waktunya tidak sebentar; tidak satu
jam atau dua jam; bahkan dalam waktu yang cukup lama,
yaitu 30 bulan; untuk hamilnya sekitar sembilan bulan dan
sisanya untuk menyusui, secara rata-rata.”
(Taisir Karimirrahman, hal. 793)
Ibu: Yang Paling Berhak,
Diperlakukan Baik
Diantara dalil yang menguatkan pernyataan ini adalah
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam riwayat
shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
menceritakan bahwa ada seorang yang datang lalu
bertanya kepada Nabi, “Siapakah yang paling berhak aku
perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu
siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi
menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab:
ayahmu.”

Imam An Nawawi menerangkan, “Para ulama


menjelaskan sebabnya ibu didahulukan dalam hadits ini
adalah karena kelelahan, kesulitan dan khidmat yang
dialami seorang ibu. Ia mengandung bayi, melahirkan,
menyusui, mendidik dan merawat anaknya.” (Al Minhaj,
5/410)

Begitu besarnya jasa dan pengorbanan seorang


ibu, sampai-sampai Allah mewasiatkan untuk berbuat
baik kepada ibu sebanyak tiga kali. Dari Miqdam bin
Ma’di Yakrib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian
untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya
Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik
kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat
kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat
yang paling dekat kemudian yang dekat.” (HR. Ibnu
Majah No. 2969, dinilai saheh oleh Syaikh Al Albani)
Durhaka Pada Ibu,
Lebih Besar Lagi Dosanya
Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar yang
paling besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kepada para sahabat, “Maukah kalian aku
kabarkan dosa besar yang paling besar?” Para sahabat
berkata, “Tentu, wahai Rasulallah.” Nabi kemudian
berkata sebanyak tiga kali, “Syirik kepada Allah dan
durhaka pada orang tua.” (HR. Bukhari No. 5976, Muslim
No. 87)

Adapun durhaka kepada ibu, dosanya lebih besar lagi.


Syaikh Musthafa Al Adawy menuturkan, “Ibu adalah
manusia yang paling berhak diperlakukan baik. Ia adalah
seorang wanita yang secara hakikatnya lemah. Padahal
kita tahu bahwa menyakiti orang lemah lebih besar
dosanya.” (Fiqh Ta’amul Ma’al Waalidain, Hal. 41)

Itulah sebabnya mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam lebih menekankan dan mengkhususkan supaya
tidak berbuat durhaka kepada ibu. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka
kepada para ibu, pelit dan rakus, mengubur anak
perempuan hidup-hidup. Allah juga tidak menyukai qiila
wa qaala, banyak bertanya dan membuang-membuang
harta.” (HR. Bukhari No. 5975, Muslim No. 593)
Tidak Perlu,
Hari Ibu
Dari sekelumit uraian ini, sangat terlihat betapa
kedudukan seorang ibu sangat dimuliakan dalam Islam.
Syariat yang mulia ini, mengharuskan kita untuk
senantiasa berbakti kepada ibu. Berbuat baik pada ibu
tidak hanya di momen tertentu. Islam memotivasi kita
untuk berbuat baik kepada ibu sepanjang waktu, sehingga
kita tidak butuh hari ibu.
Hari raya tahunan yang disyariatkan kaum muslimin
hanyalah Idul Fitri dan Idul Adha. Oleh karenanya, adanya
perayaan hari ibu ini adalah bagian dari hal yang baru
dalam agama dan tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan
orang-orang kafir yang tercela. Tidak boleh bagi kita untuk
merayakannya dan mengadakan suatu acara tertentu
sebagai simbol perayaan. Wallahul Muwaffiq.

Washallallahu ‘alaa nabiyyinaa wa ‘ala aalihi wa ash-habihi


ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alaamiin.

Penulis : Kak Erlan Iskandar, ST


(Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Anda mungkin juga menyukai