Npm : 21701082127
Kelas : A6
Perilaku moral mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu, moral disini berarti adat
kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan
kelompok sosial tersebut. Ketidakpatuhan ini disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap
harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa wajib untuk mematuhinya.
Perilaku diluar kesadaran moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok
sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami
harapan kelompok sosial. Perkembangan moral ada hubungannya dengan tahap-tahap
perkembangan intelektual seseorang, di asumsikan jika kemampuan pemahaman seseorang
anak meningkat, maka tahap perkembangan moral anak tersebut juga meningkat.
Sublevel
1. Orientasi pada hukuman
2. Orientasi pada hadiah
Ciri menonjol
1.Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman
2.menyesuaikan diri untuk memperoleh hadiah/pujian
Sub level
3. Orientasi anak baik
4. Orientasi otoritas
Ciri menonjol
3.Menyesuaikan diri untuk menghindari celaan orang lain
4.Mematuhi hukuman dan peraturan untuk mengindari kecaman dari otoritas dan perasaan
bersalah
Sublevel
5. Orientasi kontrak sosial
6. Orientasi prinsip etika
Ciri menonjol
5.Tindakan atas dasar yang disepakati bersama masyarakat demi kehormatan diri
6.Tindakan atas dasar prinsip etika yang diyakini untuk menghindari penghukuman diri
Teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu
dari sebuah disiplin keilmuan (suriasumawatri), fungsi Teori dan ilmu pengetahuan adalah
untuk menjelaskan, meramalkan dan mengkontrol. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan
dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku
manusia yang dianggap baik atau tidak baik.
Egoisme
Rachel (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu
egoisme psikologi dan egoisme etis. Egoisme psikologi adalah suatu teori yang menjelaskan
bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri, dalam teori ini
orang boleh saja yakni bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban,
namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/atau tindakan yang suka berkorban tersebut
hanyalah ilusi. Jadi menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat
altruisme. Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan
kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Sedangkan paham
egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri, jadi yang
membedakan tindakan berkutat diri dengan tindakan untuk kepentingan diri adalah pada
akibatnya terhadap orang lain.
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang
lain, sedangkan tindakan mementingkan tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
Dengan perbedaan pemahaman diatas, jelas bahwa paham egoisme psikologi dilandasi oleh
ketamakan sehingga tidak dapat dikatakan tindakan tersebut bersifat etis.
Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain
Menurut teori ini, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk
menolong diri sendiri, karena menolong orang lain juga dalam rangka memenuhi
kepentingan diri.
Kalau ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang
lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar, yang membuat tindakan itu
benar jika tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandang yang sesuai dengan moralitas
akal sehat, dan pada akhirnya tindakan dapat dijelaskan dari prinsip fundamental
kepentingan diri.
Munculnya paham egoisme etis memberikan landasan munculnya paham ekonomi kapitalis
dalam ilmu ekonomi yang dipelopori oleh Adam Smith.
Utilitarisme
Teori ini dipelopori oleh David june (1711-1776), dan dikembangkan Jeremy bentham (1748-
1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, utility
(Inggris) yang berarti bermanfaat (bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat
dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. jadi
ukuran baik tidaknya dilihat dari akibat, konsekuensi atau tujuan dari tindakan itu
(bermanfaat atau tidak). Teori ini juga disebut teologis yang berarti tujuan.
Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan,
atau hasilnya)
Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya adalah jumlah kebahagiaan
atau jumlah ketidakbahagiaan.
Deontologi
Deontologi berasal dari kata yunani Deon yang berarti kewajiban (bartender, 2000), teori ini
dipelopori oleh Immanuel kant (1724-1804). Berbeda dengan paham sebelumnya menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan atau konsekuensi dari tindakan
tersebut, namun dalam deontogi semua itu tidak ada kaitannya sama sekali. Ada dua konsep
penting yaitu imperative hypothesis yaitu perintah-perintah yang bersifat khusus yang harus
diikuti jika keinginan yang relevan. Selanjutnya Konsep imperative categories adalah
kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja tanpa syarat apapun, kewajiban moral
bersifat mutlak tanpa pengecualian apapun dan tanpa dikaitkan dengan keinginan atau tujuan
apapun.
Kant menganggapn bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri,
bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban
itu diperintahkan oleh tuhan (Allah SWT). Kant membangun teorinya dengan berlandaskan
pemikiran rasional dengan asumsi bahwa Karena manusia bermartabat, maka setiap
perlakuan Manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal.
Teori Hak
Selain deontologi dan imperative categories, Kant juga memperkenalkan teori hak (right
theory). Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau
tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia didasarkan
atas beberapa sumber otoritas (weiss, 2006), yaitu hak hukum (legal right), hak moral atau
kemanusiaan (moral, human right), dan hak kontraktual (contractual right). Hak legal adalah
hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara. Hak moral dihubungkan
dengan pribadi manusia secara individu atau dalam kelompok (bukan masyarakat luas). Hak
kontraktual mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan (kontrak) bersama dalam
wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Pada tingkat perusahaan, teori HAM ini banyak dirujuk untuk menilai tindakan manajemen
terhadap karyawannya, apa karyawan diperlakukan secara manusiawi atau tidak. Pada
pemerintahan dan kerjasama antar negara, PBB, para pemerhati HAM dan organisasi-
organisasi kemanusiaan seperti Lembaga swadaya masyarakat (LSM), mereka berfungsi
sebagai penjaga HAM bagi tindakan setiap pemerintah terhadap warga negaranya.
Teori Keutamaan berdasarkan dari manusianya. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu
tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus
dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter
yang mencerminkan manusia hina. Karakter (sifat) utama disini berarti disposisi sifat/watak
yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah
laku yang secara moral dinilai baik, sedangkan yang melakukan tingkah laku buruk secara
moral disebut Manusia hina.
Sebagaimana diakui oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan tertinggi yang
ingin dicapai manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika yang hampir sama.
Salah satunya adalah teori etika teonom. Teori teonom dilandasi filsafat Kristen, teori ini
mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian
hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika
sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik jika tidak
mengikuti aturan-aturan dan perintah Allah sebagaimana yang telah diberitahukan dalam
kitab suci.