Anda di halaman 1dari 10

KODE ETIK JURNALISTIK ISLAM

Disusun Oleh:

Azizah Kumala Dewi 1941010592

Qosa Mursit 1941010583

KOMUNIKASI dan PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH dan ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah segala puji bagi Allah tuhan pencipta alam, sholawat serta salam selalu
terlimpah curahkan untuk junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, seluruh
keluarganya, sahabatnya, dan pengikut-pengikutnya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Jurnalistik Islam yang
berjudul “Kode Etik Jurnalistik Islam”. Makalah ini diharapkan dapat membantu para
mahasiswa pada umumnya sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman tentang beberapa
konsep awal pengajaran

Meskipun makalah yang kami tulis ini sudah selesai tetapi kami yakin bahwa didalam
makalah ini masih banyak kesalahan, kekurangan untuk itu kami mohon kepada bapak/ibu
untuk memberi bimbingan, saran, didalam memperbaiki kekurangannya atas perhatian bapak
dan ibu kami ucapkan terima kasih. Akhir kata kami ucapkan rasa syukur kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada kami
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat, Terimakasih.

Lampung, 20 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Cover...................................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Pengertian Kode Etik Jurnalistik Islami....................................................................


B. Pelanjut Risalah Nabi...................................................................................................
C. Kode Etik.......................................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

Kesimpulan ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jurnalistik merupakan suatu pekerjaan yang meminta tanggungjawab dan


mensyaratkan adanya kebebasan. Tanpa kebebasan seorang wartawan sulit bekerja, namun
kebebasan saja tanpa disertai tanggung jawab mudah menjerumuskan wartawan kedalam
praktek jurnalistik yang kotor yang merendahkan harkat martabat manusia. Baik dinegara-
negara maju maupun dinegara-negara berkembang., persyaratan menjadi wartawan tidak
sederhana.

Mengapa persyaratan ini dibuat sedemikian berat, karena wartawan didalam menunaikan
tugasnya mempunyai tanggungjawab yang besar. Seorang wartawan dengan penanya tanpa
diikat tanggung jawab mudah saja mempergunakan kebebasan profesinya untuk kepentingan
dirinya sendiri atau kepentingan golongannya. Di lain pihak karena wartawan banyak
menghubungkan dia dengan masyarakat umum. Maka perlu diatur hubungan hubungan
antara manusia dengan pers. Tidak jarang dalam pekerjaannya terjadi konflik, dan
pelanggaran yang lazim disebut kejahatan pers.

Kebebasan pers untuk mempublikasi peristiwa dan kejadian yang terbuka seperti tidak
memiliki batasan sebuah pemberitaan dalam media massa. Dikalangan dunia pers, pers
dinilai sudah menyimpang dari kode etik.

B. Rumusan Masalah

a. Pengertian kode etik jurnalistik islami


b. Jurnalistik Sebagai Pelanjut Risalah Nabi

c. Apa saja kode etik jurnalistik islami

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian, apa yang di maksud dengan Jurnalistik Sebagai Pelanjut
Risalah Nabi dan apa saja kode etik jurnalistik islami
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Jurnalistik Islami

Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi
wartawan yang termuat dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2009) saya
mengartikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) atau Kannos of Journalism sebagai pedoman
wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa
menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.

Jadi pengertian kode etik jurnalistik islami adalah landasan atau pedoman jurnalis islami
dalam kegiatan kejurnalistikan.

B. Jurnalistik Sebagai Pelanjut Risalah Nabi


Berita dalam bahasa Arab antara lain disebut dengan istilah naba (berita) bentuk
jamaknya al-anba’. Maka, pembawa berita (dari langit) disebut dengan nabi, jamaknya al-
anbiya.  
Tetapi, tidak setiap berita disebut naba. Hanya berita yang berguna saja yang bisa, yang
dapat menambah pengetahuan dan bernilai benar, yang disebut dengan naba.
Karena itu, sebagai wartawan Muslim, dia sejatinya adalah pelanjut risalah nabi, dalam
mencari, menulis dan menyebarkan informasi dan tulisan yang bernilai kebaikan dan
kebenaran kepada publik. Dalam hal ini melalui media massa, baik cetak (koran, majalah,
bulletin, jurnal), elektronik (radio, televisi) maupun online (streaming, website, blog).

Wartawan Muslim disebut juga sebagai juru dakwah yang menebarkan kebenaran ilahi. Ia
bagaikan penyambung lidah para nabi. Karena itu ia pun dituntut memiliki sifat-sifat
kenabian, yaitu Shiddiq, Tabligh, Amanah,  dan  Fathonah(disingkat STAF). 
Secara ringkas keempat sifat itu adalah:

1. Shiddiq
Artinya jujur dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dalam konteks
jurnalistik, shiddiq adalah menginformasikan sesuatu yang benar dan membela serta
menegakkan kebenaran itu dengan jiwa pemberani dan penuh tawakkalkepada Allah.
Standar kebenarannya tentu saja adalah ajaran Islam yang bersumber dai Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
2. Tabligh
Artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran apa adanya, bukan
malah memutarbalikkan kebenaran atau mencampuradukkan yang haq (benar)
dengan yang bathil (salah).
3. Amanah
Artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta,
merekayasa, memanipulasi atau mendistorsi fakta menjadi berita. Amanah juga
bermakna melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan di pundaknya dengan
sungguh-sungguh dan ikhlas karena Allah semata.
Amanah juga bermakna kehormatan. jadi kalau seseorang diberi amanah oleh
pemimpin redaksi misalnya untuk melakukan liputan, pada dasarnya ia sedang diberi
kehormatan. Maka, kalau ia tidak melaksanakan amanah tersebut atau
menyepelekannya, tidak masksimal, itu sama saj ia sedang melucuti kehormatan
dirinya.
4. Fathanah
Artinya cerdas dan berwawasan luas. Karena itu, wartawan Muslim dituntut
mampu menganalisis dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan
umat dengan meneladani kecerdasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Untuk mendapatkan tingkat kecerdasan itu maka diperlukan sikap suka atau gemar
membaca. Bukan sekedar membaca koran, menyimak berita televisi atau
memperhatikan peristiwa di sekitarnya.

Tetapi ia juga menyeruak ke dalam, di balik berita dan peristiwa tersebut. Apa
dampaknya, bagaimana pengaruhnya, dan seperti apa prediksi ke depannya.Untuk
menambah daya kecerdasan itu, sekarang sudah terlalu banyak info di dunia maya.
Tidak kalah pentingnya adalah bergaul, berdiskusi, tukar pendapat dengan tokoh dan
orang-orang yang dipandang memiliki kelebihan dalam satu atau banyak hal.
Sehingga wawasan dirinya juga ikut bertambah.Wartawan Muslim tidak akan
terjebak dalam diskusi liar tanpa arah, apalagi curhat-curhatan di dunia maya yang
isinya sekedar guyonan, cemoohan, atau kata-kata tanpa makna apalagi bernilai
kebenaran ilahi.

C. Kode Etik

Dalam praktik jurnalistik, wartawan Muslim hendaknya mengamalkan nilai-nilai dan


akhlak Islam di dalam melaksanakan tugasnya, untuk ini bagi wartawan Indonesia ada Kode
Etik Jurnalistik.Pengawasan pelaksanaan Kode Etik dilakukan oleh Dewan Pers dan Dewan
Kehormatan PWI. Dalam Dewan Kehormatan pernah duduk tokoh-tokoh Islam terkemuka
antaranya Mohammad Natsir, H. Agus Salim, Muhyiddin Hamidy.

Wartawan senior, Achmad Istiqom, mengatakan, Kode Etik Jurnalistik wartawan


Indonesia ini sangat Islami, berisi pedoman tingkah laku termasuk wartawan menulis berita
harus dimulai dengan niat yang baik, pedoman kerja, pedoman penulisan berita / penyajian
berita, cek dan ricek, obyektif, berita berdasarkan fakta, seimbang, tak boleh fitnah,
pemakaian bahasa yang baik dan benar.
Secara umum kode etik bermakna suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu.Di manapun kita hidup, bekerja, dan berada tentu ada kode
etiknya, ada etikanya, ada aturannya atau akhlaknya. Antara lain:

1). Menyampaikan informasi dengan benar.


Wartawan Muslim tidak merekayasa atau memanipulasi fakta, atau
mencampuradukan yang benar dengan yang salah.

a. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS Al-Ahzab [33]: 70

‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َوقُ ۡولُ ۡوا قَ ۡواًل َس ِد ۡيدًا‬
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar”. (QS Al-Ahzab [33]: 70)

b. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS Al-Baqarah [2]: 42

َّ ‫اط ِل َوتَ ۡكتُ ُموا ۡال َحـ‬


‫ق َواَ ۡنتُمۡ تَ ۡعلَ ُم ۡو َن‬ ِ َ‫ق بِ ۡالب‬
َّ ‫َواَل تَ ۡلبِسُوا ۡال َحـ‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan
janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui”. (QS
Al-Baqarah [2]: 42).

2). Melaksanakan Tabayyun (meneliti fakta/cek-ricek).


Wartawan Muslim sebelum memberitakan suatu hal, ia mesti meneliti,
mengadakan cek dan ricek (cek ulang) atau disebut dengan tabayyun. Hal ini untuk
mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan baku berita yang akan ditulis. Maka,
wartawan Muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta di lapangan
dengan informasi awal yang ia peroleh agar tidak terjadi berita bohong, menebar
kebencian, menggunjing apalagi memfitnah orang atau instansi lain, apalagi sesama
Muslim.

a. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

ٌ ‫ٰۤياَيُّهَا الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُ ۡۤوا اِ ۡن َجٓا َء ُكمۡ فَا ِس‬


ِ ُ‫ق ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُ ۡۤوا اَ ۡنت‬
‫ص ۡيب ُۡوا قَ ۡو ًما ۢ بِ َجهَالَ ٍة‬
‫صبِح ُۡوا َع ٰلى َما فَ َع ۡلتُمۡ ٰن ِد ِم ۡي َن‬ ۡ ُ‫فَت‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS Al-Hujurat [49]: 6).

b. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


‫ض الظَّنِّ اِ ۡث ٌۖ‌م َّواَل‬ َ ‫اجتَنِب ُۡوا َكثِ ۡيرًا ِّم َن الظَّنِّ اِ َّن بَ ۡع‬ ۡ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُوا‬
‫ضا‌ ؕ اَ ي ُِحبُّ اَ َح ُد ُكمۡ اَ ۡن ي َّۡا ُك َل لَ ۡح َم اَ ِخ ۡي ِه‬ ً ‫ض ُكمۡ بَ ۡع‬ ُ ‫تَ َج َّسس ُۡوا َواَل يَ ۡغتَبْ ب َّۡع‬
‫َم ۡيتًا فَ َك ِر ۡهتُ ُم ۡو ‌هُ ؕ َواتَّقُوا هّٰللا ‌َ ؕ اِ َّن هّٰللا َ تَ َّوابٌ َّر ِح ۡي ٌم‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS Al-Hujurat
[49]: 12).

3). Menyampaikan berita dengan argumentasi yang jelas, baik dan benar.
Wartawan Muslim dalam menulis berita atau artikel dengan Bahasa dan
makna yang baik, benar, serta argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola
pikir, kadar pemahaman pembaca, harus dipahami sehingga berita yang disusun akan
mudah dibaca dan dicerna, penuh dengan kebijakan dan kebaikan.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

ؕ‌‫ع اِ ٰلى َسبِ ۡي ِل َرب َِّك بِ ۡال ِح ۡك َم ِة َو ۡال َم ۡو ِعظَ ِة ۡال َح َسنَ ِ‌ة َو َجا ِد ۡلهُمۡ ِبالَّتِ ۡى ِه َى اَ ۡح َس ُن‬ُ ‫اُ ۡد‬
‫ض َّل َع ۡن َسبِ ۡيلِ ٖ‌ه َوهُ َو اَ ۡعلَ ُم بِ ۡال ُم ۡهتَ ِد ۡي َن‬
َ ‫اِ َّن َرب ََّك هُ َو اَ ۡعلَ ُم ِب َم ۡن‬
Artinya: “Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS An-Nahl [16]:
125).

4). melaksanakan kegiatan kewartawanan secara professional, mahir dan produktif.


Sehingga karya-karya jurnalistiknya menjadi tabungan amal sholihnya, yang
memberikan manfaat kepada seluas dan sebanyak mungkin orang dan
kalangan.Karena ia adalah wartawan, alias penulis berita, maka pekerjaan pokoknya
adalah menulis berita setiap hari. Tiada hari tanpa menulis, produktif menulis,
menulis yang baik, beramal yang baik, bahkan terbaik.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


‫اع َملُ ۡوا فَ َسيَ َرى هّٰللا ُ َع َملَ ُكمۡ َو َرس ُۡولُهٗ َو ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡو َن‌ؕ َو َستُ َر ُّد ۡو َن اِ ٰلى ٰعلِ ِم‬ ۡ ‫َوقُ ِل‬
‌َۚ ‫ب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبِّئُ ُكمۡ بِ َما ُك ۡنتُمۡ تَ ۡع َملُ ۡو‬
‫ن‬ ِ ‫ۡال َغ ۡي‬
Artinya: “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
[Allah] Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS At-Taubah [9]: 105).

Dan salah satu hadits menjelaskan yang artinya:


“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala mencintai jika seorang dari kalian bekerja,
maka ia itqon (profesional) dalam pekerjaannya.” (HR al-Baihaqi).

5). Menulis berita secara adil, objektif, berimbang dan komprehensif berdasarkan fakta
dan data, bukan nafsu dan kepentingan pribadi.
Dalam QS Al-Maidah [5]: 8 allah berfirman:

‫ط ۖ َواَل يَ ۡج ِر َمنَّ ُكمۡ َشنَ ٰا ُن قَ ۡو ٍم‬ ‌ِ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُ ۡوا ُك ۡونُ ۡوا قَ َّوا ا ِم ۡي َن هّٰلِل ِ ُشهَ َدٓا َء بِ ۡالقِ ۡس‬
‫َع ٰلٓى اَ اَّل تَ ۡع ِدلُ ۡوا‌ ؕ اِ ۡع ِدلُ ۡوا هُ َو اَ ۡق َربُ لِلتَّ ۡق ٰوى‌ َواتَّقُوا هّٰللا ‌َ ؕ اِ َّن هّٰللا َ َخبِ ۡي ۢ ٌر بِ َما‬
‫تَ ۡع َملُ ۡو َن‬
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Maidah [5]: 8).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Jika digali dan terus digali, tentu masih sangat banyak ajaran-ajaran Islam yang
mendorong etika jurnalistik Islami, yang mengarahkan wartawan-wartawan Muslim untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan ilmunya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-
Nya.

Pada intinya adalah, wartawan Muslim merupakan pekerjaan dakwah melalui media
massa, yang mempunyai peran dan tanggung jawab sangat besar dan strategis dalam
pembangunan, pencerdasan, bahkan bagi peradaban manusia. InsyaAllah.

Anda mungkin juga menyukai