Anda di halaman 1dari 16

PROSES REGENERASI SEL PADA PERKEMBANGAN POSTNATAL HEWAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perkembangan Hewan
Yang diampu oleh Bapak Prof. Dr.Abdul Gofur, M.Si

Disusun Oleh:
Maria Angelina Genere Koban (200342857002)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
S2 BIOLOGI
NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan makalah Proses regenerasi sel pada perkembangan post
natal hewan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Abdul Gofur,M.Si
selaku pengampuh matakuliah perkembangan hewan yang telah membimbing selama proses
penulisan makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami proses regenerasi sel
pada perkembangan postnatal hewan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat dalam isi makalah ini, oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari bapak
Prof. Abdul Gofur, M.Si sebagai penyempurnaan atas makalah yang telah disusun dan
bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.

Malang, 29 November 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki organ tubuh yang mengalami
kerusakan. Proses perbaikan bagian organ tubuh yang mengalami kerusakan ini disebut dengan
regenerasi. Proses regenerasi sangat penting karena merupakan hal yang sangat esensial selama
perjalanan hidup suatu organisme. Pada beberapa organisme proses regenerasi merupakan hal
yang sangat penting dalam reproduksi secara aseksual. Dalam tubuh makhluk hidup terdapat
kemampuan untuk melakukan regenerasi pada tingkat sel atau jaringan sedangkan pada hewan
tertentu mampu melakukan regenerasi pada tingkat organ. Proses regenerasi yang efektif adalah
pada masa embrio hingga masa bayi, setelah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel
atau jaringan tertentu saja.
Pada avertebrata dan reptilia tertentu, kemampuan untuk memperbaiki dirinya sangat
tinggi hingga mencapai kedewasaan. Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada
yang tinggi dan ada yang rendah. Beberapa filum vertebrata yang memiliki daya regenerasi
tinggi adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia memiliki daya regenerasi yang rendah, hanya terbatas pada penyembuhan luka,
bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Dalam melakukan regenerasi banyak
faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu enzimatis dalam tubuh. Semakin baik
dan fertile kondisi enzim dalam tubuh makkhluk hidup maka semakin besar pula melakukan
proses regenerasi. Regenerasi dapat juga berbentuk sebagai proliferasi dan diferensiasi sel-sel
lapisan marginal. Menurut Adnan et all., (2007), proses regenerasi merupakan suatu terjadi atas
beberapa tahap, yaitu : Penyembuhan luka, Penyembuhan jaringan, Pembentukan blastoma,
Morfologi dan redeferensiasi.
Menurut Morgan dalam Browder (1984), ada dua mekanisme primer untuk pembentukan
kembali bagian-bagian tubuh yang hilang. Pertama, regenerasi morfalaksis yakni suatu proses
perbaikan yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan
kembali bagian tubuh yang hilang. Jadi dalam jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang hilang
itu sepenuhnya diganti oleh jaringan lama yang masih tertinggal. Kedua, epimorfosis yaitu
rekonstruksi bagian-bagian yang hilang melalui proliferasi dan diferensiasi jaringan dari
permukaan luka. Namun regenerasi dapat pula berupa penimbunan sel-sel yang nampaknya
belum terdiferensiasi pada luka dan sering disebut, blastema, yang akan berproliferasi dan secara
progresif membentuk bagian yang hilang.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui proses regenerasi sel pada
perkembangan postnatal hewan

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses regenerasi sel pada perkembangan postnatal hewan?
2. Faktor-Faktor apasajakah yang mempengaruhi proses regenerasi sel pada
hewan?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses regenerasi sel pada perkembangan postnatal
hewan
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses regenerasi sel
pada hewan
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Regenerasi
Menurut Balinsky (1981), suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan
untuk memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang
tidak disengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk
keperluan penelitian atau eksperimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat
muncul kembali, dan proses memperbaiki diri ini disebut sebagai proses regenerasi. Setiap larva
dan hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh mereka
yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah. Kemampuan setiap hewan dalam melakukan
regenerasi berbeda-beda. Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih
tinggi dari pada hewan vertebrata. (Majumdar, 1985). Beberapa filum vertebrata yang memiliki
daya regenerasi tinggi adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela.
Aves dan Mammalia memiliki daya regenerasi yang rendah, hanya terbatas pada penyembuhan
luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Regenerasi pada manusia
hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan tertentu. Kemampuan hewan untuk
meregenerasi bagian-bagian yang hilang sangat bervariasi dari spesies ke spesies. Hewan
avertebrata seperti cacing tanah, udang, ikan, salamander dan kadal tidak mempunyai daya
regenerasi yang dapat meregenerasi seluruh organisme, melainkan hanya sebagian dari organ
atau jaringan organisme tersebut. (Kimball, 1992)
Menurut Adnan et all., (2007), regenerasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi atas
beberapa tahap, yaitu : 1) Penyembuhan luka, 2) Penyembuhan jaringan, 3) Pembentukan
blastoma, 4) Morfologi dan redeferensiasi. Dapat disimpulkan bahwa regenerasi adalah
kemampuan untuk memperbaiki sel, jaringan atau bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati.
Pada hewan tingkat tinggi proses regenerasi hanya terbatas pada jaringan saja, namun pada
hewan tingkat rendah proses regenerasi dapat sampai pada tingkat organ. Proses regenerasi
mempunyai kemiripan dengan proses perkembangan embrio. Proses ini melibatkan morfogenesis
dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi memiliki proses regenerasi yang
berbeda dari proses perkembangan embrio.
2.2 Tipe Regenerasi
Menurut Lukman (2009), ada tiga-tipe regenerasi yaitu regenerasi morfolaksis,
intermediet, dan epimorfik.
1) Regenerasi morfolaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi
bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang hilang.
Pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh jaringan lama yang masih
tertinggal.
2) Regenerasi intermediet melibatkan pembelahan sel-sel tetapi mempertahankan fungsi sel
yang telah terdiferensiasi. Regenerasi intermediet disebut juga sebagai regenerasi
konsenpatori. Pada regenerasi ini, sel-sel membelah, tetapi mempertahankan fungsi sel
yang telah terdiferensiasi. Tipe regenerasi konsenpatori khas pada hati manusia.
3) Regenerasi epimorfik merupakan salah satu tipe regenerasi yang melibatkan
dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum terdiferensiasi.
Masa sel tersebut dikenal dengan blastema. Blastema direspisifikasi membentuk struktur
baru untuk menggantikan struktur yang hilang. Regenerasi epimorfik terjadi pada
pergantian membran (alat gerak) contohnya kaki menjadi sirip (Tanaka dan Reddien,
2011). Sousa et al. (2011) menambahkan regenerasi epimorfik adalah proses yang
mengarah ke pergantian organ atau jaringan yang disebabkan oleh cedera atau amputasi,
ditandai dengan pembentukan struktur sementara yang disebut blastema. Blastema
berperan penting dalam proses regeneratif dan terdiri dari sebuah kumpulan proliferatif
sel yang bertanggung jawab untuk pemulihan jaringan yang hilang

2.3 Mekanisme Regenerasi


Menurut Adnan et all., (2007), regenerasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi atas
beberapa tahap, yaitu : 1) Penyembuhan luka, 2) Penyembuhan jaringan, 3) Pembentukan
blastoma, 4) Morfologi dan redeferensiasi. Adapun beberapa tahapan secara umum dalam
regenerasi anggota tubuh pada hewan yaitu :
a) Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang
bersifat sebagai pelindung.
b) Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah
scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka
telah tertutup oleh kulit.
c) Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali
dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan
tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan
ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga
dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel
otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma
menyempit.
d) Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Blastema
berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada
dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel- sel
pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
e) Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan
proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang
maksimal dan tidak membesar lagi.
f) Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel
blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat
derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang
dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa
dengan asalnya.
Jenis amfibia yang sering digunakan sebagai objek studi regenerasi adalah salamander
dewasa dan larvanya, terutama spesies-spesies Ambystoma dan Triturus. Menurut Singer dalam
Browder (1984), bahwa proses-proses yang terlibat dalam regenerasi anggota tubuh Cristurus
cristatus, setelah diamputasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Periode Penyembuhan Luka
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran epidermis dari
tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka. Penyebarannya dengan cara
gerakan amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan pembelahan mitosis sel. Akan tetapi
sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis berproliferasi untuk menghasilkan masa sel
yang berlapis-lapis dan membentuk sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujung anggota
badan. Struktur tersebut dikenal dengan “Apical epidermis cap”. Waktu penyembuhan
luka relatif cepat, namun tergantung juga pada ukuran hewan yang beregenerasi dan
ukuran luka serta faktor-faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan
luka setelah anggota badan diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari.
2) Periode penghancuran jaringan (histolisis)
Setelah proses penutupan luka, proses lain yang sangat penting dalam regenerasi adalah
terjadinya dediferensiasi jaringan-jaringan yang berdekatan dengan permukaan luka,
dediferensiasi didahului dengan histolisis jaringan-jaringan didalam puntung secara
besar-besaran. Jaringan yang telah terdiferensiasi seperti otot, tulang rawan, tulang ikat,
matriks, interselulernya hancur dan melepaskan individu sel-sel mesenkhim yang
merupakan sel-sel awal dari jaringan yng telah berdiferensiasi tersebut.
3) Periode pembentukan blastema
Sel-sel mesenkhim yang dilepaskan selama diferensiasi tertimbun di bawah epidermis,
sel-sel berproliferasi cepat dan menyebabkan epidermis menjadi semakin menonjol. Masa
sel-sel mesenkhim ini dinamakan blastema regenerasi.
4) Diferensiasi dan morfogenesis
Jaringan pertama yang berdiferensiasi dari blastema adalah tulang rawan. Mula-mula
muncul pada ujung tulang sejati dan terjadi penambahan secara progresif pada distal
bagian ujungnya, ketika konstruksi tulang menjadi sempurna rangka yang telah
beregenerasi berubah menjadi tulang. Berikutnya otot terbentuk disekitar tulang rawan.
Sedangkan pembuluh darah tidak jelas pada tahap konstruksi awal, serabut saraf yang
terpotong pada saat amputasi segera aksonnya tumbuh ke daerah luka dan merekontruksi
pola-pola persarafan. Dibagian luar terjadi perubahan bentuk puntung anggota yang
semula menyerupai kerucut, selanjutnya mulai memipih dorsoventral pada bagian
ujungnya, bagian pipih menunjukkan tanda-tanda jari awal yakni korpus atau tarsus
rudimen yang dinamakan plat kaki atau tangan. Selanjutnya pola-pola pembentukan jari-
jari yang progresif dimana segera jari-jari sederhana muncul, terpisah satu sama lainnya.
Akhirnya anggota tubuh sempurna terbentuk dan berfungsi normal.
2.4 Regenerasi pada Avertebrata
Salah satu contoh regenerasi pada avertebrata yaitu pada planaria. Planaria merupakan
hewan yang paling tinggi daya regenerasinya, 1/300 dari bagian tubuhnya dapat menjadi individu
baru yang sempurna. Planaria dapat dipotong melintang atau memanjang, dan masing-masing
bagian potongan tubuh akan melakukan regenerasi bagian-bagian yang hilang. Bagian tubuh
yang mungkin dibentuk kembali adalah kepala, eko, atau bagian tengah dari farink. Apabila
dilakukan pemotongan si8ebuah blastema regenerasi akan terbentuk pada permukaan potongan
dan bagian yang hilang akan tumbuh dari blastema tersebut. Bagian-bagian yang akan
direorganisasi dengan cara pengurangan skala, hingga individu yang dihasilkan dari regenerasi
ini akan berukuran lebih kecil dari ukuran semula. Tipe regenereasi Planaria adalah epimorfis,
yaitu tipe regenerasi dimana bagian tubuh yang hilang dibentuk kembali dari sel-sel yang belum
terdiferensiasi. Proses ini berkebalikan dengan proses regenerasi tipe morfolaksis, dimana sel
yang telah terdiferensiasi kembali dibentuk menjadi bentuk yang baru. (Surjono, 2001).

2.5 Regenerasi pada Vertebrata


a) Amphibia
Jenis amfibia yang sering digunakan sebagai objek studi regenerasi adalah
Salamander. Dipakai contoh salamander (Urodela) dalam penelitian (eksperimen)
untuk meneliti proses regenerasi. Satu kaki salamander ini dipotong dekat pangkal
lengan. Terjadilah proses berikut:
o Darah mengalir menutupi permukaan luka, lalu membeku, membentuk “scab”
yang sifatnya melindungi.
o Epitel kulit menyebar di permukaan luka, di bawah “scab”. Sel epitel itu bergerak
secara amoebid. Dan sel epitel tersebut memerlukan waktu dua hari untuk
menutupi luka secara sempurna. (Pada evertebrata otot bawah kulit ikut berkerut
untuk mempercepat epitel menutupi luka).
o Dedifferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga jaringan-jaringan tersebut
akan bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis
jaringan baru. Matrix tulang dan tulang rawan melarut, sel-selnya lepas dan
bersebar di bawah epitel.
o Pembentukan blastema, yakni kuncup regenerasi pada permukaan bekas luka.
“Scab” mungkin sudah lepas pada proses ini. Blastema berasal dari penimbunan
sel-sel yang berdifferensiasi.
o Proliferasi sel-sel dedifferensiasi secara mitosis. Proliferasi ini serentak dengan
proses differensiasi, dan memuncak pada waktu blastema dalam besarnya yang
maksimal, dan waktu itu tak membesar lagi.
o Redifferensiasi sel-sel dedifferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel
sel blastema itu (Yatim, 1984).
Secara experimental dilakukan pula amputasi terhadap ekor salamander. Ternyata
hasil regenerasi itu tidak sama seperti semula. Ekor baru tidak itu tidak mengandung
notochord lagi, dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan
(Carlson, 1998). Ruas-ruas itu hanya menyelaputi batang saraf (medulla spinalis). Jumlah
ruas vertebrae itu pun tidak selengkap asal. Membuktikan bahwa sel dedifferensiasi bisa
pluripotent, yakni dapat menumbuhkan jaringan yang bukan dari mana dia berasal,
dilakukan experiment amputasi lensa salamander. Lensa baru terbentuk dengan proses
yang disebut regenerasi Wolffian. Artinya lensa baru terbentuk dari sel-sel dari pinggir
dorsal iris, yang berasal dari mesoderm.
b) Reptil
Reptilia hanya terbatas pada ekor, yang seperti kepiting juga untuk melepaskan
diri dari tanggapan musuh, ekor dibiarkan lepas. Proses regenerasi pada reptil berbeda
dengan pada hewan golongan amfibi. Regenerasi tidak berasal dari proliferasi atau
perbanyakan sel-sel blastema. Regenerasi pada reptile diketahui bahwa ekor yang
terbentuk setelah autotomi menghasikan hasil dengan catatan khusus karena baik secara
struktur maupun cara regenerasinya berbeda (Balinsky, 1983).
Cicak mempunyai daya regenerasi pada bagian ekor yang putus dengan cukup
kokoh. (Kaltroff, 1996). Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak yang
memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami regenerasi
bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator. Regenerasi tersebut
diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses adaptasi yang khusus
membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Jadi, autotomi merupakan
perwujudan dari mutilasi diri.
Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka akan segera memutuskan
ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi
tidak sama seperti semula (Storer, 1981). Ekor cicak yang dipotong sel epidermisnya
menyebar menutupi permukaan luka dan membentuk tudung epidermis apikal. Semua
jaringan mengalami diferensiasi dan generasi membentuk sel kerucut yang disebut
blastema regenerasi di bawah tudung. Berakhirnya periode proliferasi, sel blastema
mengadakan rediferensiasi dan memperbaiki ekornya. Ketika salah satu anggota badan
terpotong hanya bagian tersebut yang disuplai darah dan dapat bergenerasi. Hal inilah
yang member pertimbangan bahwa bagian yang dipotong selalu bagian distal. Secara
eksperimental pada ekor cicak yang telah dipotong, ternyata hasil regenerasinya tidak
sama dengan semula. Pertambahan panjang tidak sama dengan ekor yang dipotong. Ekor
baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari ruas-ruas
tulang rawan. Ruas-ruas ini hanya meliputi batang syaraf (medula spinalis), jumlah ruas
itu pun tidak lengkap seperti semula. Proses perbaikan pertama pada regenerasi ekor
cicak adalah penyembuhan luka dengan cara penumbuhan kulit di atas luka tersebut.
Kemudian tunas-tunas sel yang belum berdiferensiasi terlihat.Tunas ini menyerupai tunas
anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang.
c) Mamalia
Pada mamalia, termasuk manusia, daya regenerasinya kecil sekali; hanya terbatas pada
taraf histologis, tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang-
tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat, dan juga beberapa kelenjar pencernaan seperti hati
dan pancreas (Yatim, 1984).
 Tulang
Proses penyembuhan pada tulang memakan waktu yang cukup lama. Kita ambil
contoh kalau terjadi patah tulang. Mula-mula darah membeku di tempat patahan
(fraktur). Disusul denga hancurnya matrix tulang dan osteosit di tempat itu pun
juga mati. Periosteum dan endosteum sekitar patahan bereaksi, denga terjadinya
proliferasi fibroblastnya. Hasilnya terjadi penumpukan sel-sel di celah patahan
(Carlson, 1998). Disusul dengan terbentuknya tulang rawan hialin di tempat itu.
Lantas terjadi ossifikasi secara endochondral dan membranous.
Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang menghubungkan kedua ujung
patahan, disebut callus. Ossifikasi berlangsung terus, sampai celah terisi semua
kembali dengan bahan tulang. Dalam rangka penyembuhan patah tulang biasanya
dilakukan penekanan dari luar (berupa bilah papan). Ini menolong remodeling
callus sehingga kedua tepi patahan bertaut dengan rata oleh callus. Taraf akhir,
callus diresap dan diganti oleh tulang lamella (Carlson, 1998).
 Tulang Rawan
Tulang rawan sulit beregenerasi kalau seseorang sudah dewasa. Biasanya hasil
regenarasi itu pun tidak sesempurna seperti semula. Seperti halnya dengan
penyembuhan patah tulang, di sisi sel-sel fibroblast dari perichondrium masuk
patahan dan menghasilkan jaringan tulang rawan di situ. Jika kerusakan tulang
rawan itu besar, sel fibroblast di tempat patahan membentuk jaringan ikat rapat
(Jasin, 1984).
 Otot
Otot jantung kalau orang dewasa tak dapat beregenerasi. Kalau terjadi kerusakan
(seperti infarct jantung), bekas otot yang rusak ditempati jaringan ikat berupa
parut. Pada otot lurik regenerasi dilakukan oleh sel satelit yang terletak bersebar
di lamina basalis yang menyelaputi serat otot. Ketika terjadi kerusakan, sel-sel
satelit sekitar kerrusakan jadi aktif dan berproliferasi, membentuk sel-sel otot
lurik baru. Otot polos dapat beregenerasi sendiri, dengan melakukan motosis
berulang-ulang untuk menggantikan yang rusak (Yatim, 1984).
 Saraf
Serat saraf tepi, kalau putus dapat juga beregenerasi, asal perikaryon (soma
neuron) tidak ikut rusak. Jika urat saraf terpotong, bagian ujung yang lepas dari
perikaryon akan berdegenerasi dan debrisnya diphagocytosis makrograf. Bagian
pangkal yang berhubungan dengan porikaryon tetap tertahan, dan akan
beregenerasi (Wiyono, 2005). Terjadi proses sebagai berikut:
o Chrmatolysis, yakni melarutnya badan nissl
o Perikaryon membesar
o Inti berpindah ke tepi
o Bagian ujung axon yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi
o Di ujung axon yang putus, setelah semua hancur dan dibersihkan oleh
makrofag, sel schwann berproliferi membentuk batang sel-sel. Bagian
proximal axon kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang
sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga mencapai alat effector (otot,
kelenjar) (Wiyono, 2005)
 Hati
Daya regenerasi hati besar juga. Pada tikus 2/3 bagian belahan hatindapat
diangkat, beberapa hari kemudian tumbuh lagi sampai sebesar semula. Jika hati
kemasukan zat kimia yang sifatnya meracun sel-selnya, seperti hidrokarbon
berchlor atau karena saluran empedu tersumbat, sebagian belahan hati dapat
rusak. Bagian belahan hati yang rusak ini dapat diperbaiki lagi. Sel-sel epitel
pelapis saluran empedu dalam hati pun dapat ikut bermitosis untuk menumbuhkan
saluran-saluran baru bagi bagian yang sedang beregenerasi. Makin lanjut umur
seseorang, maka daya regenerasi hatinya makin susut (Ngatidjan, 1991).
 Pancreas
Daya regenerasi pancreas kecil saja. Jika segumpal besar pancreas rusak dan
lepas, regenerasi tidak akan dapat mengembalikan alat itu seperti semula; hanya
perbaikan di pinggiran yang tipis saja. Jadi gumpalan yang hilang tetap tidak akan
terganti. Apabila sebagian kecil saja yang rusak, dapat terjadi regenerasi pada
saluran dan pulau langerhans, sedangkan regenerasi pada kelenjar acini sedikit
sekali (Yatim,1984).

2.6 Peranan Hormon dan Faktor-faktor Sistemik


Menurut Thornton (1968) dalam Browder (1984) menyatakan bahwa regenerasi juga
dipengaruhi oleh sistem endokrin, penghilangan kelenjar pituitri anterior (hipofisektomi)
mencegah regenerasi urodella dewasa, pengaruh yang paling besar jika hipofasektomi dilakukan
pada saat amputasi. Jika hipofasektomi dilakukan pada saat reaksi diperlambat maka tingkat
regenerasi tergantung pada panjang bagian yang tersisa. Apabila diperlambat sekurang-
kurangnya tiga belas hari tidak berpengaruh pada regenerasi. Interpretasi terbaik menduga bahwa
hormon pituitri berperan hanya selama tahap awal regenerasi yakni pada saat penyembuhan luka
dan dideferensiasi, maka dengan demikian pertumbuhan blastema dan diferensiasi tidak
memerlukan persediaan hormon pituitri yang terus-menerus (Phillip, 1978).
Telah diketahui beberapa hormon terutama ACTH, hormon pertumbuhan dan bahkan
prolaktin, merangsang regenerasi anggota badan dari hewan yang dihipofisektomi. Hormon lain
yakni tiroksin, suatu hormon yang mengontrol metamorfosis juga mempengaruhi regenerasi,
terutama pada regenerasi Anura. Namun pengaruh tiroksin masih kurang dipahami karena
hormon tersebut mencehah regenerasi anggota badan kecebong apabila diberikan sebelum
amputasi, tetapi mempercepat morfogenesis jika diberikan pada tahap blastema.

2.7 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Regenerasi pada Sel


Dalam melakukan regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi. salah satu diantaranya
yaitu enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan fertile kondisi enzim dalam tubuh makhluk hidup
maka semakin besar pula melakukan proses regenerasi. Regenerasi di pengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah temperartur, proses biologi dan faktor bahan makanan. Kenaikan
temperatur pada hal tertentu, mempercepat regenerasi. Regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu
29,7oC. Regenerasi sel dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lain yaitu: Temperatur, Makanan,
dan system saraf (Sudarwati,1990).
 Temperatur
Peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan meningkatkan regenerasi.
 Makanan
Tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan. Makanan yang
cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
 Sistem Saraf
Sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar luka. Hal ini dapat
dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali bagian yang terpotong,
maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam organ yang
diregenerasi
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan makalah ini yakni :
1. Regenerasi merupakan kemampuan hewan untuk memperbaiki struktur atau jaringan
yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi
natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian atau
eksperimen.
2. Regenerasi sel dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Temperatur, makanan dan
sistem saraf. Selain itu juga dipengaruhi oleh enzimatis dalam tubuh. Semakin baik
dan fertile kondisi enzim dalam tubuh makhluk hidup maka semakin besar pula
melakukan proses regenerasi.
3. Terdapat tiga tipe regenerasi yaitu regenerasi morfolaksis, intermediet, dan epimorfik.
4. Regenerasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi atas beberapa tahap, yaitu : 1)
Penyembuhan luka, 2) Penyembuhan jaringan, 3) Pembentukan blastoma, 4)
Morfologi dan redeferensiasi
5. Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada
hewan vertebrata. Beberapa filum vertebrata yang memiliki daya regenerasi tinggi
adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia memiliki daya regenerasi yang rendah, hanya terbatas pada penyembuhan
luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Regenerasi pada
manusia hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan tertentu.

3.2 SARAN
Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
menghimbau kepada pembaca untuk menggali lebih jauh informasi terkait proses regenerasi
sel pada perkembangan postnatal hewan
DAFTAR RUJUKAN

Adnan, Halifah pagarra, Asmawati, 2007. Penuntun Praktikum Reproduksi dan Embriologi.
Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Balinsky, B.I,1981. An introduction to embryology. 5th ed sunders college publishing.
Philadelphia.
Browder, L.W. 1984. Developmental biology, 2th ed, W.B. Saunders, London.
Carlson, B.M. 1998. Patten’s Foundation of Embryology. New York: McGraw-Hill Book
Company. 
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik Hewan ( Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinar
Wijaya.
Kimball, John W. 1992. Biology. Addison-Wesley Publishing Company, Inc., New York.
Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development. Mc Graw-Hill Mc, New York
Majumdar, N.M.1985. Textbook of vertebrates Embryology. Mc.Graw Hill Publ.Co.New delhi
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta:
UGM.
Phillip, G. 1978. Biology of developmental system, Holt, Rinehart and Winston, New
York, Sab Francisco.
Surjono, T.W. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka  
Storer and Usinger. 1981. Elements of Zoology. Mc. Graw Hill Book Company Inc., New York.
Sudarwati, 1990. Struktur Hewan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Yatim, Wildan. 1984. Embriologi. Bandung: Tarsito. 

Anda mungkin juga menyukai