Oleh:
Pembimbing:
dr. Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Anestesi. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang mendalam kepada dr. Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An selaku pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya
dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir
kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada
semua orang.
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar.
Pembimbing Mahasiswa
3
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri akut cenderung lebih mudah untuk dinilai dan diobati dari nyeri
kronis. Pasien sering sekali bisa menentukan lokasi nyeri akut, gambaran kualitas
dan karakternya (tajam, tumpul, menusuk, atau kram) dan menunjukkan pola
temporal (kapan asalnya dan bagaimana itu terjadi berubah seiring waktu).1
Nyeri akut tidak selalu hilang dengan sendirinya atau bahkan dengan
pengobatan. Nyeri akut diperkirakan akan berkurang dalam beberapa hari atau
minggu, bisa bertahan hingga tiga bulan atau lebih, dimana pada titik ini sudah
bisa dikatakan nyeri kronik. Nyeri akut berlangsung selama berminggu-minggu
1
atau berbulan-bulan mungkin menandakan cedera, kondisi, atau penyakit serius.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau
yang digambarkan dalam kerusakan tersebut. Nyeri akut merupakan proses
kompleks yang melibatkan aktivasi nosiseptor, mediator kimia, dan
peradangan. Pengobatan dapat dilakukan dengan menargetkan masing-masing
elemen jalur nyeri dan menghilangkan atau mengurangi sensai nyeri.2,3
B. Klasifikasi Nyeri
Sensasi nyeri melibatkan komunikasi antar saraf, tulang belakang, dan
otak. Terdapat beberapa jenis nyeri tergantung dari penyebab yang mendasari:4
a. Nyeri akut
Nyeri ini seringkali disebabkan oleh trauma seperti, fraktur tulang,
atau tindakan operasi, proses persalinan, luka iris, dan luka bakar. Nyeri
akut cenderung terasa tajam atau intens dan kemudian membaik secara
perlahan.
b. Nyeri kronik
Nyeri ini berlangsung hingga enam bulan atau lebih bahkan setelah
trauma yang aslinya telah sembuh. Nyeri kronik bisa bertahan hingga
tahunan dari tingkat yang ringan hingga berat. Beberapa contoh yang
umum mengenai nyeri kronik yaitu, nyeri kepala yang sering, nyeri pada
kerusakan saraf, atau nyeri fibromyalgia.
c. Nyeri nosiseptif
5
Nyeri nosiseptif merupakan tipe nyeri yang paling umum. Hak ini
disebabkan oleh stimulasi pada nosiseptor dimana merupaka reseptor
untuk cedera jaringan. Nosiseptor berada di tubuh terutama di kulit dan
organ dalam. Ketika nosiseptor distimulasi oleh bahaya yang potensial
seperti, sayatan atau yang lainnya, maka mereka akan mengirimkan signal
ke otak dan menyebabkan terasa nyeri.
d. Nyeri viseral
Nyeri viseral merupakan hasil dari cedera atau kerusakan pada organ
dalam. Nyeri ini bisa dirasakan pada batang tubuh dimana termasuk
thoraks, abdomen, atau panggul. Hal ini juga karang sulit menentukan
menunjukkan lokasi yang tepat dimana nyeri terjadi. Nyeri viseral ini
kadang dideskripsikan seperti, tekanan, nyeri, dan kadang dirasakan mual
tau muntah, juga perubahan suhu, denyut jantung, dan tekanan darah.
Contoh yang menyebabkan nyeri viseral yaitu, batu empedu, appendisitis,
irritable bowel syndrome.
e. Nyeri somatik
Nyeri somatik merupakan hasil dari stimulasi di reseptor nyeri pada
jaringan dibandingkan dengan organ dalam. Hal ini termasuk, kulit, otot,
sendi, jaringan ikat, dan tulang. Ini sering cukup mudah menunjukkan
letak nyerinya dibandingkan nyeri viseral. Nyeri ini biasa dirasakan seperti
menggerogoti. Contoh penyebab nyeri somatik yaitu, fraktur tulang,
ketegangan otot, penyakit jaringan ikat, kanker yang mengganggu kulit
atau tulang, luka iris atau bakar, nyeri sendi.
f. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil dari kerusakan atau disfungsi dari
sinyal saraf . Nyeri ini sepertinya datang entah dari mana dibandingkan
akibat cedera spesifik. Mungkin juga bisa merespon nyeri yang biasanya
tidak nyeri seperti dingin atau pakaian di kulit. Nyeri neuropati
dideskripsikan seperti, rasa terbakar, rasa dingin, mati rasa, rasa
kesemutan, rasa tertusuk, atau seperti sengatan listrik. Contoh yang
menyebabkan nyeri ini yaitu, paling umum diabetes, infeksi, kelainan
6
nervus facial, inflamasi saraf spinal, carpla tunnel syndrome, dan
sebagainya.
C. Patofisiologi
Rangsangan nyeri diterima oleh nosiseptor pada kulit bisa dengan
intensitas tinggi maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta lesi jaringan.
Sel yang mengalami nekrotik akan melepaskan K+ dan protein intraseluler.
Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nosiseptor,
sedangkan protein dalam beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorgansime
sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri
dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan
merangsang nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya bisa
menyebabkan nyeri (hiperalgesia dan allodynia).2
Trauma dan inflamasi yang terjadi dari luka iris selama aktivitas
pembedahan dapat mengaktifkan nosiseptor. Stimulus nosiseptof ditransduksi
7
menjadi impuls listrik dan dibawah ke sum-sum tulang belakang melalu aferen
primer Aδ dan serabut C. Neuron aferen primer bersinaps dengan neuron aferen
sekunder di tanduk dorsal sum-sum tulang belakang dan membawa impuls ke
pusat lebih tinggi melalui jalur spinothalamic kontralateral dan spinoreticular, dua
jalur ini merupakan jalur asenden utama. Terdapat proyeksi lebih lanjut di serebral
dan pusat lain yang lebih tinggi. Proses sentral impuls mengarah pada pengalaman
nyeri.5
8
adaptif tubuh pada rasa nyeri melibatkan perubahan fisiologis, yang pada awalnya
berguna dan berpotensi menyelamatkan nyawa. Jika respons adaptif terus
berlanjut, efek berbahaya dan mengancam nyawa dapat terjadi.6
Tubuh merespon rasa sakit melalui fisiologis yang banyak dan saling
berhubungan proses melalui sistem saraf simpatis (SNS), sistem neuro-endokrin
dan sistem kekebalan tubuh, tetapi juga melalui emosi. Efek dari perubahan ini
pada tubuh sistem dirangkum dalam tabel di bawah:6
Pernapasan dangkal
Respirasi
9
Menurunkan pengosongan lambung dan motilitas
usus
konstipasi
pilo-erection (merinding)
Saraf
berisio menjadi nyeri kronik
cemas/takut
depresi
Otak
konsentrasi berkurang
10
SNS berkaitan dengan regulasi tonus pembuluh darah, aliran darah dan
tekanan darah, karena saraf simpatis memiliki efek stimulasi pada jantung
(membaik sirkulasi) dan sistem pernapasan (meningkatkan asupan oksigen).
Karena itu sakit meningkatkan detak jantung, tekanan darah dan laju pernapasan.
Jika fisiologis ini tanggapan berkepanjangan, terutama pada orang dengan
cadangan fisiologis yang buruk, itu dapat menyebabkan kerusakan iskemik.6
11
memiliki tingkat yang lebih tinggi pada mediator inflamasi dalam darah mereka,
dan ini dapat berkontribusi depresi, kecemasan dan masalah tidur.6
12
Gambar 2.1 Verbal Rating Scale
13
Gambar 2.3 Visual Analog Scale
F. Diagnostik Nyeri
Penanganan nyeri adalah upaya mengatasi nyeri yang dilakukan pada
pasien bayi, anak, dewasa, dan pasien tersedasi dengan pemberian obat ataupun
tanpa pemberian obat sesuai tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Pendekatan
untuk memperoleh riwayat detail dari seorang pasien nyeri sebaiknya
menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk mengetahui masalah pasien. Selain itu,
perhatikan juga faktor-faktor seperti menentukan tempat ketika melakukan
wawancara, menunjukkan sikap yang suportif dan tidak menghakimi,
memperhatikan tanda-tanda verbal dan nonverbal, dan meluangkan waktu yang
cukup untuk melakukan wawancara. Penggunaan mnemonik PQRST juga akan
membantu untuk mengumpulkan informasi vital yang berkaitan dengan proses
nyeri pasien.9
P: Paliatif atau penyebab nyeri
Q: Kualitas nyeri
R: Regio atau lokasi nyeri
S: Subjektif deskripsi oleh pasien mengenai tingkat nyeri
T: Temporal/ periode/ waktu yang berkaian nyeri
14
pengujian kekuatan, sensasi, dan refleks. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
untuk mengetahui penyebab nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti
laboratorium dan imaging (foto polos, CT-scan, atau MRI).10
15
sinergis, efek yang menghasilkan analgesia superior sambil menurunkan
penggunaan opioid dan efek samping terkait opioid. Gugus tugas
American Society of Anesthesiology (ASA) tentang manajemen nyeri akut
pada tahun 2012 merekomendasikan bahwa manajemen nyeri multimodal
harus dimasukkan untuk manajemen nyeri perioperatif jika
memungkinkan. Anggota gugus tugas ASA merekomendasikan bahwa
asetaminofen harus dianggap sebagai bagian integral dari rejimen
manajemen nyeri multimodal pasca operasi dan siklooksigenase (COX) -2-
NSAID selektif, NSAID non-selektif, dan kalsium antagonis saluran α-2-δ
(gabapentin dan pregabalin) harus dianggap sebagai bagian dari rejimen
manajemen nyeri multimodal pasca operasi.12
16
signifikan dibandingkan dengan NSAID tradisional. Namun, coxib
dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular.12
b) Acetaminophen
Acetaminophen adalah analgesik antipiretik non-opioid yang
mekanisme aksi masih belum sepenuhnya dipahami. Itu sangat tinggi
selektif dan memiliki efek aditif dan belum tentu efek sinergis bila
digabungkan dengan NSAID. Pedoman ini merekomendasikan untuk
tidak melebihi 3 g / hari pada orang dewasa berukuran rata-rata untuk
menghindari hati toksisitas. Acetaminophen berbeda dari NSAID lain,
karena kekurangannya aktivitas anti-inflamasi yang signifikan.
Formulasi acetaminophen adalah yang IV. Telah dilakukan uji coba
terkontrol secara acak di mana asetaminofen IV pertama kali diuji
pada pasien ortopedi. Mereka melaporkannya efektif untuk nyeri
sedang hingga berat. Penggunaan asetaminofen IV telah dievaluasi
dalam penelitian dan berbagai pembedahan menunjukkan bahwa
analgesia multimodal dengan obat ini sebagai komponen dapat
ditoleransi dengan baik dan menurunkan konsumsi opioid. Cara ini
sangat berguna secara perioperatif jika obat oral digunakan tidak
direkomendasikan.12
c) Tramadol
17
pernapasan, pruritus). Bagaimanapun, tramadol adalah substrat untuk
sitokrom P450 Enzim hati CYP2D6, jadi setiap agen dengan
kemampuan menghambat atau menginduksi enzim ini mungkin akan
berinteraksi dengan tramadol. Itu harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien dengan SSRI karena takut mempercepat pelepasan
serotonin (sindrom serotonin). Saat ini, terdapat kekurangan bukti
tentang manfaat tramadol. Namun, tidak ada bukti yang mendukung
konsep bahwa tramadol lebih sedikit adiktif dari opioid lainnya.12
18
PCA adalah suatu sryinge pump yang dikendalikan oleh
microprocessor dan dapat diatur, digunakan untuk memasukkan dosis obat
IV yang telah ditentukan sebelumnya. Pengaktifan dilakukn oleh pasien
dengan cara menekan tombol yang telah didesai sedemikian rupa sehingga
tidak memungkinan penekanan secara tidak sengaja. PCA yang efektif
memerlukan: pasien harus diberi penjelasan singkat oleh ahli anesten\si
dab/atau staf perawat sebelum operasi dilakukan dan bila mungkin,
ditunjukkan alat yang akan dipakai. Pada periode pasca operasi, opioid
diberikan secara umum PCA. Meski awalnya mengira untuk mengurangi
keseluruhan opioid yang diberikan segera periode pasca operasi, pasien
telah ditemukan membutuhkan jumlah yang sama baik yang diberikan oleh
perawat atau dengan PCA. Keuntungan utama secara keseluruhan
kepuasan pasien, penurunan skor sedasi dan dampak yang lebih kecil pada
staf perawat. Penggunaan yang sukses dari PCA membutuhkan ketekunan
dalam pemantauan pasien dan penilaian nyeri dan kemauan staf rumah
untuk menyesuaikan pengaturan dengan kebutuhan setiap pasien melalui
kursus pasca operasi.3,13
c. Balanced Analgesia
Konsep balancaed anesthesia diperkenalkan oleh John S. Lundy
pada tahun 1926. Dia menyarankan bahwa aplikasi yang seimbang dari
19
agen dan teknik yang berbeda dapat menghasilkan komponen anestesi
yang berbeda seperti amnesia, analgesia, kelumpuhan motorik, dan
penghapusan refleks otonom. Induksi anestesi dengan agen tunggal bisa
menyebabkan beberapa komplikasi. Di sisi lain, menggunakan kombinasi
lebih dari satu obat dan teknik anestesi dapat meningkatkan keselamatan
pasien, mengurangi efek samping anestesi, dan meningkatkan kepuasan
pasien. Penggunaan kombinasi analgesik atau teknik analgesik dengan
mode atau tempat berbeda tindakan. Pendekatan semacam itu (misalnya,
menggabungkan non-opioid dengan opioid atau teknik analgesia regional
dengan analgesik sistemik) meningkatkan pengendalian nyeri
dibandingkan dengan terutama analgesia berbasis opioid, dan mengurangi
konsumsi opioid dan dengan demikian mengurangi dampak buruk.14,15
20
(NRS), dengan skala 0-10 yang menggambarkan intensitas nyeri dengan
skala ‘tidak ada nyeri’ hingga “nyeri terburuk yang dapat dibayangkan”.16
Preemptive analgesia mencegah sensitisasi sentral yang disebabkan
oleh insisi serta jejas inflamasi, diberikan sebelum insisi operasi dan
berfungsi selama periode pembedahan hingga pascaoperatif. Konsep
preemptive analgesia adalah modulasi nosiseptif perifer dan sentral pada
pasien yang sedang menjalani operasi. Preemptive analgesia mengurangi
kebutuhan analgetik pascaoperatif.16
BAB III
KESIMPULAN
21
Manajemen pada nyeri aku sendiri bisa berbagai macam, mulai dari
multimodal analgesia disertai farmakoterapi lainnya dan juga bisa menggunakan
teknik Patient Controlled Analgesia (PCA), balanced analgesia, TENS, dan
preemptive analgesia.
DAFTAR PUSTAKA
4. Longhurst AS. Types of Pain: How to Recognize and Talk About Them.
2020 14:20)
2017.
22
6. Swift A. Understanding the effect of pain and how the human body
23:45)
2005.
11. Anekar AA, Cascella M. WHO Analgesic Ladder. Itali. National Institute
of Health. 2020.
2017.
13. Gwinnutt CL. Anestesi Klinis. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012.
15. Schug SA, dkk. Acute pain management: scientific evidence, fourth
edition. 2015.
23
16. Yuswono ARA, Maskoen TT, Fuadi I. Perbandingan Pemberian
24