GAGAL NAPAS
Oleh:
Pembimbing:
dr. A. Alamsyah Irwan, M.Kes, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Anestesi. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang mendalam kepada dr. A. Alamsyah Irwan, M.Kes, Sp.An selaku
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar.
Pembimbing Mahasiswa
3
BAB I
LAPORAN KASUS
SKENARIO
KATA KUNCI
Laki-laki 40 tahun
Sesak sejak 30 menit
Tanda vital: TD:
130/90 mmHg
Nadi: 116x/menit
RR: 34x/menit
Suhu afebris
Pemeriksaan fisik: Wheezing (+/+)
DAFTAR PERTANYAAN
4
5. Jelaskan patomekanisme terjadinya sesak napas!
6. Jelaskan differential diagnosis dari skenario terkait!
7. Jelaskan penatalaksanaan pada scenario terkait!
PEMBAHASAN
5
5) Trakea, umumnya dikenal sebagai batang tenggorokan dimana struktur
ini berfungsi sebagai tabung pembersih udara untuk menyalurkan
udara yang telah diinspirasi ke masing-masing paru-paru.
Trakea adalah suatu pipa yang dibentuk dari kartilago dan jaringan
ikat yang dimulai dari tepi caidal larynx, yaitu dari tepi caudal cartilago
cricoidea setinggi vertebra cervicalis VI sampai setinggi tepi cranial
vertebra thoracalis V dan di sini terbentuk bifurcatio menjadi bronchus
dextra dan bronchus sinistra.2
6
caudal arcus aortae, menyilang di seblah ventra osophagus, ductus
thoracicus dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior
arteria pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di
sebelah inferiornya sebelum bronchus bercabang menuju ke lobus superior
dan lobus inferior, letak bronchus ini disebut hypartherialis.2
1) Apex.
2) Basis
7
3) Facies costalis
4) Facies mediastinalis
5) Margo anterior
6) Margo inferior
7) Margo pulmonis
Pulmo dextra terdiri atas 3 buah lobus yaitu, lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior yang dibagi oleh dua buah incisurae
interlobares. Fissura horizontalis memisahkan lobus superior dar lobus
medius terletak horizontal, ujung dorsal bertemu dengan fissura oblique,
ujung ventral terletak setinggi pars cartilaginis costa IV, dan pada facies
mediastinalis fissura tersebut melampaui bagian dorsal hilus pulmonis.
Lobus medius adalah yang terkecil dari lobus lainnya, dan berada di
bagian ventrocaudal. Morfologi pulmo dextra lebih kecil dari pulmo
sinistra tetapi lebih berat dan total kapasitasnya lebih baesar.2
Pulmo sinistra terdiri dari dua buah lobus yaitu, lobus superior dan
lobus inferior yang dipisahkan oleh fissura oblique. Fissura tersebut
meluas dari facies costalis sampai pada facies mediastinalis baik di sebelah
cranial maupun caudal hilus pulmonis. Lobus superior lebih besar daripada
lobus inferior dan meliputi sebagian besar facies costalis.
8
Gambar 2. Anatamo Pulmo
B. Fisiologi Pernapasan
9
berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Diafragma suatu
lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan
dipersarafi oleh saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan lemas akan
membentuk kubah yang menonjol ke atas. Ketika berkontraksi, diafragma
turun dan memperbesar volume rongga thoraks. Dinding abdomen jika
melemas, menonjol keluar ketika inspirasi karena diafragma turun
menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan.3
10
berhenti ketika tekanan intra-alveoulus sama dengan tekanan atmosfer dan
gradien tekanan tidak ada lagi.
11
2) Kelainan sistem saraf perifer
Hal ini meliputi otot pernapasan dan kelemahan dinding dada yang
mengarah pada ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi
untuk laju produksi karbon dioksida. Hipoksemia dan hiperkapnia
terjadi bersamaan. Contoh seperti Gullian-Barre Sindrom, distrofi
otot, kiposkoliosis parah, obesitas morbid, dan myastenia gravis.
3) Obstruksi
Disini yang dimaksud yaitu obstruksi jalan napas atas dan bawah
dimana pada umumnya hal ini sebagai penyebab terjadinya hiperkapni
akut dan kronik. Contoh obstruksi jalan napas atas yaitu, epiglotitis
akut atau tumor yang melibatkan trakea. Sedangkan obstruksi jalan
napas bawah yaitu, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan
asthma.
4) Abnormalotas alveoli
Pada etiologi paling sering dengan terisinya alveoli secara difus
dan bisa menghasilkan gagal napas hipoksemia. Contoh paling sering
adalah edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik, pneumonia
aspirasi, atau perdarahan paru ekstensif.
Tabel 1.1 (penyebab gagal napas paling sering sesuai tipe I dan II)5
TIPE I TIPE II
PPOK PPOK
Pneumonia Asthma berat
Edema paru Overdosis obat
Fibrosis paru Keracunan
Asthma Myastenia gravis
Pneumothoraks Polineuropati
Emboli paru Kelainan otot primer
Hipertensi arteri paru Hiperventilasi alveolar
Bronkiektasis Edema paru
12
Sindrom distres pernapasan
akut
Kiposkoliosis
Obesitas
Gagal napas diawali dengan dengan stadium kompensasi. Pada keadaan ini
ditemukan peningakatan upaya napas yang ditandai dengan adanya distres
pernapasan (pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi, takipneu, dan
takikardi). Penigkatan upaya napas terjadi karena dalam usaha
mempertahankan aliran udara walaupun compliance paru menurun.
Sebaliknya, stadium dekompensasi muncul belakangan dengan ditandai
munculnya penurunan upaya napas.6
Tanda dan gejala gagal napas akut mencerminkan proses penyakit yang
mendasari dan terkait hipoksemia dan hiperkapnia. Ateriksis mungkin bisa
ditemukan pada hiperkapni yang parah. Sianosis juga dapat ditemukan dan hal
ini bisa diindikasikan kepada hipoksemia. Sianosis yang tampak biasanya
terjadi ketika konsentrasi hemoglobin deoksigenasi di kapiler atau jaringan
kurang dari 5 gr/dl.5
13
Hipoksemia Hiperkapnia
Dispneu Nyeri kepala
Rasa tidak nyaman Perubahan perilaku
Kebingungan atau somnolen Koma
Takipneu Asteriksis
Sianosis Papillodema
Ekstremitas hangat
Gagal napas dapat timbul dari kelainan pada salah satu komponen sistem
pernapasan termasuk saluran udara, alveoli, sistem saraf pusat (SSP), sistem
saraf tepi, otot pernapasan, dan dinding dada. Pasien yang memiliki
hiperperfusi sekunder akibat syok kardiogenik, hipovolemik, atau septik sering
muncul dengan gagal napas.5
14
Gambar 3. Tipe Gagal Napas
15
Gambar 4. Gagal Napas Hipoksemia
16
pada PPOK yang menganggu pengosongan paru total selama ekspirasi
dan menyebabkan hiperinflasi paru.7
Kapasitas pompa otot pernapasan mungkin terganggu oleh
kelemahan otot pernapasan, dalam kondisi seperti distrofi otot dan
miopati lainnya. Lesi medula spinalis letak tinggi, neuropati motorik,
gangguan pada neuromuscular junction menyebabkan kegagalan
transmisi penggerak pusat ke pompa otot pernapasan. Penggerak
pernapasan sentral itu sendiri dapat berkurang karena gangguan
intrakranial dan obat-obatan (seperti opiat dan benzodiazepin).
Selanjutnya, terjadi peningkatan serum bikarbonat kompensasi
metabolik dalam kondisi seperti COPD dan penyakit neuromuskuler,
dapat mengurangi penggerak sentral.7
17
paru menurun. Wheezing selama ekspirasi saja menunjukkan obstruksi yang
lebih ringan daripada wheezing selama inspirasi dan ekspirasi yang
menunjukkan penyempitan saluran napas yang lebih parah. 9
6. Diferensial Diagnosis
1) Asma Bronkial
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran
napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi saluran napas, dan peningkatan respon saluran
napas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivitas).10
Klasifikasi asma sendiri dulu dibedakan menjadi asma alergik
(ekstrinsik) dan asma non-alergik (intrinsik). Asma alergik terutama
munculya pada waktu anak-anak , mekanisme serangannya melalui
mekanisme hipersensitivitas tipe I terhadap alergen sedangkan asma
non-alergik tidak ada reaksi hipersensitivitas terhadap alergen.10
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk,
mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan, sering gejala tidak jelas
seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai
pilek atau bersin. Awal mulanya batuk yang dialami tanpa sekret,
tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan
sekret baik yang mukoid, putih dan kadang-kadang purulen.10
2) Pneumonia
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja
18
yang dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat.10
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman,
misalnya infeksi melalui droplet disebabkan Streptococcus
pneumoniae, melalui selang infus Staphylococcus aureus, sedangkan
infeksi dalam pemakaian ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan
Enterobacter.10
Tanda-tanda fisis pada pneumonia klasik bisa didapatkan berupa
demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru
oekak, ronki nyaring pernapasan bronkial).10
3) Bronkitis
Proses radang akut yang mengenai bronkus dan cabang-cabangnya,
biasanya terlokalisisr dan sembuh sempurna. Dengan gejala, batuk
berkepanjangan hingga 3 minggu, sesak, dada terasa berat,
wheezing.10
7. Penatalaksanaan
Pasien dinilai dan pengobatan prioritas mereka ditetapkan berdasarkan
cedera mereka, tanda-tanda vital, dan mekanisme cedera. Fungsi vita pasien
harus dinilai dengan cepat dan efisien. Pengelolaan terdiri dari survei primer,
dan simultan resusitasi vital. Untuk lebih detailnya ke survei sekunder dan
inisiasi perawatan definitif.11
19
4) Disability
5) Exposure and Environmental Control
Jika pasien mampu berkomunikasi secara verbal, maka pasien bisa saja
tidak dalam bahaya. Namun, penilaian ulang pada jalan napas tetap dibijakkan.
Selain itu, penderita cedera kepala parah yang memiliki tingkat kesadaran yang
berubah atau Glasgow Coma Scale (GCS) bernilai 8 atau lebih rendah biasanya
membutuhkan pemasangan jalan napas definitif. Awalnya, jaw-thrust atau
chin-lift maneuver sering kali cukup sebagai intervensi awal. Jika pasien tidak
sadar dan tidak memiliki refleks muntah, pemasangan jalan napas orofaringeal
bisa membantu untuk sementara. Buat jalan napas definitif jika ada keraguan
tentang kemampuan pasien untuk mempertahankan integritas saluran napas.11
20
Breathing and Ventilation. Patensi jalan napas saja tidak menjamin
ventilasi yang adekuat. Pertukaran gas yang memadai diperlukan untuk
memaksimalkan oksigenai dan eliminasi karbon dioksida. Ventilasi
membutuhkan fungsi yang memadai dari paru-paru, dinding dada, dan
diafragma, maka dari itu dokter harus mengevaluasi dengan cepat setiap
komponen.11
21
hemodinamik pasien yang cedera sangat penting. Elemen dari observasi klinis
yang menghasilkan informasi penting dalam beberapa detik adalah tingkat
kesadaran, perfusi kulit, dan denyut nadi.11
22
Disability. Evaluasi neurologis yang cepat menetapkan tingkat kesadarn
pasien, ukuran pupil, dan reaksi pasien. Identifikasi juga adanya tanda
lateralisasi dan menentukan tingkat cedera tulang belakang. GCS adalag
metode yang cepat, mudah, dan objektif dalam menentukan kesadaran.
Penurunan tingkat kesadaran pasien mungkin mengindikasikan penurunan
oksigenasi serebral dan/ atau perfusi, atau itu bisa disebabkan oleh cedera
langsung pada serebral. Adanya perubahan tingkat kesadaran mengindikasikan
perlunya reevaluasi oksigenasi pasien, ventilasi, dan status perfusi secara
segera. Hipoglikemi, alkohol, narkotika, dan obat-obat lainnya juga dapat
menyebabkan perubahan tingkat kesadaran pasien.11
23
24
Gambar 3. Mekanisme cedera
1) Koreksi hipoksemia
Tujuannya adalah untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang
memadai, umumnya dicapai dengan tekanan oksigen arteri (PaO2) 60
mmHg atau saturasi oksigen arteri (SaO2) sekitar 90%. Suplementasi
oksigen yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keracunan oksigen
dan CO2. Jadi, konsentrasi oksigen inspirasi harus disesuaikan pada
tingkat yang paling rendah dimana cukup untuk oksigenasi jaringan.
Oksigen dapat disalurkan melalui beberapa rute tergantung pada
situasi klinis seperti gunakan nasal kanul, simple face mask
25
nonbreathing mask, atau nasal kanul aliran tinggi. Oksigenasi
membran ekstrakorporeal mungkin diperlukan dalam kasus refrakter.4
2) Koreksi hiperkapni dan asidosis respiratorik
Ini dapat dicapai dengan mengobati penyebab yan mendasari atau
memberikan dukungan ventilasi. Pilihan untuk ventilasi invasif atau
non-invasif tergantung pada situasi klinis pasien. Apakah kondisinya
akut tau kronis, dan seberapa parah kondisinya. Jika tidak ada indikasi
mutlak untuk melakukan ventilasi mekanis invasif dan tidak ada
kontraindikasi untuk ventilasi non-invasif maka ventilasi non-invasif
lebih dianjurkan.4
DAFTAR PUSTAKA
Seeley’s Anatomy & Physiology. Edisi 20. New York: Mc-Graw Hill
32.
3. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;
2012. P:506-07.
2020.
26
5. Kayna AM. Respiratory Failure. University of Pittsburgh School of
Medicine. 2020.
6. Bakhtiar. Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Napas Akut pada Anak.
2020.
10. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit
FK UI.
11. Henry S, Brasel K, Stewart RM. Advanced Trauma Life Support. Chicago.
No.1.
27