Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjaga kesehatan tubuh kita, memelihara

kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting. Dalam

aktivitas sehari-hari tangan seringkali terkontaminasi oleh mikroba

kedalam tubuh kita salah satu cara yang paling sederhana dan

paling umum dilakukan adalah dengan mencuci tangan

menggunakan sabun. (Belliana Elizabeth,2019)

Seiring dengan bertambahnya kesibukan masyarakat dan

banyaknya produk serba instan yang serba cepat dan praktis, maka

muncullah produk inovasi pembersih tangan tanpa air yang dikenal

dengan pembersih tangan antiseptik atau handsanitizer merupakan

cairan berbahan dasar alkohol yang digunakan untuk membunuh

mikroorganisme yang ada dikulit tangan, disamping itu alkohol

mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan

kekeringan dan iritasi pada kulit. (Khairani Fitri,2019)

Oleh karena itu, diperlukan antiseptik berbahan dasar alami

yang aman di aplikasikan pada kulit tangan secara berulang. Salah

satu tanaman yang dapat menggantikan alkohol serta memiliki

potensi untuk dikembangkan sebagai antiseptik adalah ekstrak

metanol kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang telah


diisolasi memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Hal tersebut

disebabkan karena adanya senyawa polifenol dari ellagic acid,

corilagin dan geraniin. (Dina Mulyati,2015)

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperoleh rumusan

masalah apakah ekstrak kulit buah rambutan efektif sebagai

antibakteri baik sebelum maupun setelah diformulasikan dalam

sediaan gel dalam aplikasinya sebagai handsanitizer. (Wina

Rahayu,2015)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

maka penulis ingin melakukan penelitian tentang

“ FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER EKSTRAK KULIT

BUAH RAMBUTAN ( Nephelium Lappaceum L. ) ”


B. Rumusan Masalah

Apakah ekstrak kulit buah rambutan efektif sebagai antibakteri baik

sebelum maupun setelah diformulasikan dalam sediaan gel dalam

aplikasinnya sebagai handsanitizer?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk membuat sediaan gel handsanitizer ekstrak kulit

buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hasil uji fisik sediaan kulit buah rambutan

(Nephelium lappaceum L.) yang meliputi uji organoleptik ,

uji homogenitas , uji stabilitas , pengujian Ph .

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat membuat formulasi gel handsaniitizer ekstak kulit buah

rambutan

2. Dapat menjadi bahan informasi kepada masyarakat dalam

pemanfaatan ekstrak kulit buah rambutan

3. Dapat menjadi bahan perbandingan pustaka dan referensi bagi

peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Rambutan (Nephelium lappacium L.)

Gambar1.1

Rambutan merupakan buah yang banyak tumbuh di negara

dengan iklim tropis seperti Indonesia. Buah dengan ciri khas

rambut yanng tumbuh disekeliling kulit tersebut kini sedang

memasuki musimnya. Buah ini mengandung sejumlah nutrisi,

yaknni vitamin C, tinggi serat, zat besi, fosfor, protein, dan mineral.

Diketahui, jika anda mengkonsumsi 5-6 buah rambutan, anda bisa

memenuhi kebutuhan vitamin C. (Asnida Riani,2020)

Kulit rambutan merupakan salah satu limbah tanaman buah

yang belum termanfaatkan secara maksimal namun berpotensi

sebagai pengobatan alternatif. Khasiat rambutan yang baik untuk

kesehatan tidak lepas dari kandungan kimia didalammnya. Kulit

rambutan telah dilaporkan mengandung senyawa golongan tanin.

Tanin senyawa alami dengan berat molekul 1000-5000, dengan

beberapa gugus hidroksi fenol bebas (1-2 tiap 100 bobot molekul

unit), secara umum digunakan sebagai astringent, saluran


pencernaan, antivirus, antioksidan, menghambat pertumbuhan

tumor. Penentuan kadar tanin total pada kulit buah rambutan

dilakukan dengan metode permanganometri. Dari hasil penentuan

kualitatifnya, kulit buah rambutan mengandung tanin yang

termasuk jenis tanin yang terhidrolisis. Dari penentuan kadar,

menunjukkan kadar tanin total pada kulit buah rambutan sebesar

23,25% secara permanganoetri. (khairuzzaman,A,2010)

1. Klasifikasi tanaman rambutan

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Viridiplantae

Divisi : Tracheophyta

Sub divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Nephelium L.

Spesies : nephelium lappaceum L.

2. Nama daerah

Rambot (sumatera), corogol (Jawa), buluan (Nusa Tenggara),

siban (Kalimantan), barangkasa (Sulawesi)

3. Morfologi buah rambutan

a. Struktur morfologi daun


Morfologi daun pohon rambutan berbentuk daun majemuk

yang letaknya berselang seling dengan jumlah anak daun 2

sampai 4 pasang. Helaian daun rambutan berebentuk bulat

lonjong dengan ukuran panjangnya sekitar 7-20 cm dan

lebar 3-8 cm.

b. Morfologi bunga rambutan

Bunga tanaman rambutan adalah bunga majemuk yang

tersusun dalam karangan dan diameter ukuran satuan

bunganya 5 mm atau bahkan lebih kecil. Bunga jantan dan

bunga betina tumbuh terpisah dalam satu pohon.

Pembungaan tanaman rambutan dipengaruhi oleh musim

dan keterediaan air.

c. Morfologi buah rambutan

Berbentuk bulat dan ada yang bulat lonjong dengan panjang

sekitar 4-5 cm. Kulit buahnya berwarna hijau untuk yang

masih muda, dan akan berubah kuning hingga merah ketika

sudah matang. (Krisnaindra,2016)

4. efek farmakologi kulit buah rambutan

ekstrak metanol kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)

yang telah diisolasi memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.


Hal tersebut disebabkan karena adanya senyawa polifenol dari

ellagic acid, corilagin dan geraniin. (Dina Mulyati,2015)

B.Tinjauan tentang maserasi

1. Pengertian

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya

merendam) : adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi

bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut

nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode

waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian

(Farmakope Indonesia, 1995).

Apa yang disebut “bahan nabati”, dalam dunia farmasi lebih

dikenal dengan istilah “simplisia nabati”. Langkah kerjanya adalah

merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari

tertentuk selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan

diambil beningannya.

Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat

aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang

cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air”

(contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat

“tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar

atau pelarut organik).


Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau

pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi

direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari

akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan

zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi

proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang

masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif,

katakan 100%,

Sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol

%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel

ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju

keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di

dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah

terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).

Keuntungan dari metode ini :

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

2. Biaya operasionalnya relatif rendah

3. Prosesnya relatif hemat penyari

4. Tanpa pemanasan
Kelemahan dari metode ini :

1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu

terekstraksi sebesar 50% saja

2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau

pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah

timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan

pada awal penyarian.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan.

Kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya

kurangsempurna.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 400 – 500C. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:

A. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan-lapisan batas.


B. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

pengadukan.

C. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu

akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat

aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

D. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang

digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik,

sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam     bejana.

2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses

maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan

diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari

selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan

melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara

sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan

telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar

bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan :

1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali,

sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3

kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.

2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari,

dilakukan penyarian.dengan cairan penyari baru. Dengan ini

diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal

Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk

simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang

maksimal . Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan

hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah

pelarut yang sama.

C. Tinjauan tentang antiseptik

a. Pengertian antiseptik

Antiseptik Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia

yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan


mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan

kulit dan membran mukosa. Antiseptik berbeda dengan antibiotik

dan disinfektan, yaitu antibiotik digunakan untuk membunuh

mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan untuk

membunuh mikroorganisme pada benda mati.

Hal ini disebabkan antiseptik lebih aman diaplikasikan pada

jaringan hidup daripada disinfektan.Namun, antiseptik yang kuat

dan dapat mengiritasi jaringan kemungkinan dapat dialih fungsikan

menjadi disinfektan contohnya adalah fenol yang dapat digunakan

baik sebagai antiseptik maupun disinfektan.

Penggunaan antiseptik sangat direkomendasikan ketika

terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat penyebaran

penyakit. Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme

bergantung pada beberapa faktor,

misalnya konsentrasi dan lama paparan. Konsentrasi

mempengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik.

Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi

biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri

tersebut. Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen

antiseptik akan berpenetrasi kedalam sel dan menganggu fungsi

normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis

pembuatan makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan

asam nukleat (DNA atau RNA).


Lama paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan

pada sel mikroorganisme berbanding lurus. Mekanisme kerja

antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya

dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel

bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan disekitar bakteri

atau meracuni bakteri. (Drg.rudi Hendro Putranto 2014 )

b. Hand Sanitizer

Gel pembersih tangan merupakan gel yang memiliki sebagai

antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakter.

Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol

yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal

karbomer, gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, gel, atau

busa untuk memudahkan penggunaan dan menghindari

perasaan kering karena penggunaan alkohol.( hapsari 2015 ).

Contoh gel pembersih tangan (hand sanitizer) dari beberapa merek yang

sering dipakai dapat dilihat pada Gambar 1.berikut ini.

Gambar 1. Gel Pembersih Tangan (Hand Sanitizer)


Gel pembersih tangan atau Hand sanitizer ini juga dikenal dengan

detergen sintetik cair pembersih tangan yang merupakan sediaan

pembersih yang dibuat dari bahan aktif detergen sintetik dengan atau

tanpa penambahan zat lain yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit Di

Negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai

bahan kebersihan ( Hapsari 2015 ). Di Indonesia, syarat mutu detergen

sintetik cair pembersih tangan diatur berdasarkan SNI-06-2588-1992 yang

dapat dilihat .berikut ini. Tabel 1.Standar Mutu Detergen Sintetik

Pembersih Tangan No. Jenis Uji Persyaratan 1 Kadar zat aktif Min 5.0% 2

pH 4,5 – 8,0 3 Emulsi cairan Stabil 4 Zat tambahan Sesuai peraturan

yang berlaku.

Efektivitas hand sanitizer ini dipengaruhi oleh faktor fisik kimia seperti

waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan

air, dan serangan bakteri (Marriot, 2010). Sanitizer yang ideal menurut

Marriot (2010), harus memiliki beberapa hal seperti dibawah ini :

1. Memiliki sifat menghancurkan mikroba, aktivitas spektrum

melawan fase vegetatif bakteri, kapang, dan khamir.

2. Tahan terhadap lingkungan (efektif pada lingkungan yang

mengandung bahan organik, deterjen, sisa sabun, kesadahan air,

dan perbedaan pH).

3. Mampu membersihkan dengan baik.

4. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.

5. Larut dalam air dalam berbagai konsentrasi.


6. Bau dapat diterima.

7. Konsentrasi stabil.

8. Mudah digunakan.

9. Tidak mahal.

10. Mudah pengukurannya jika digunakan dalam larutan.

Berdasarkan penelitian The Centers for Disease Control and

Prevention (CDC), hand sanitizer dengan kandungan alkohol diatas 60%

dapat berfungsi sebagai antibakteri maupun antivirus. Walaupun tidak

dapat membunuh seluruh jenis bakteri dan virus. Mekanisme kerja dari

hand sanitizer, bahan kimia yang mematikan bakteri disebut dengan

bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang menghambat pertumbuhan

disebut bakteriostatik. Bahan antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik

pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi

tinggi. Dalam menghambat aktivitas mikroba, alkohol 50-70% berperan

sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi dan

koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba tidak dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti. (CDC,

2010).

C. Definisi Gel

Menurut (Farmakope Indonesia edisi IV), gel merupakan sistem

semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang

kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

(Menurut Formularium Nasional), gel adalah sediaan bermassa lembek


berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau

makromolekul senyawa organik, masingmasing terbungkus dan saling

terserap oleh cairan. Menurut (Ansel), gel didefinisikan sebagai suatu

sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik

dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul organik yang besar dan

saling diresapi cairan.

D. Penggolongan Gel

Menurut (Farmakope Indonesia Edisi IV), penggolongan sediaan

gel dibagi menjadi dua yaitu:

1. Gel sistem dua fase Dalam sistem dua fase, jika ukuran

partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-

kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma

bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,

membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada

pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum

digunakan untuk menjamin homogenitas.

2. Gel sistem fase tunggal Gel fase tunggal terdiri dari

makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan

sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul

makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat

dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau

gom alam misalnya tragakan.

E. Kelebihan dan Kekurangan Gel


Kelebihan dan kekurangan Menurut (Lachman, 1994) yaitu

1.Kelebihan sediaan gel Untuk hidrogel: efek pendinginan pada

kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan

elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan

film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,

pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada

kulit baik.

2.Kekurangan sediaan gel Untuk hidrogel: harus menggunakan

zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan

penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel

tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel

tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,

kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi

dan harga lebih mahal.

F. Kegunaan Gel

Kegunaan sediaan gel secara garis besar dibagi menjadi

empat, yaitu :

1) Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk

pemberian oral dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai

kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan

obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.


2) Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada

granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan

pengental pada sediaan cairan oral.

3) Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk

kosmetik, termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan

sediaan perawatan rambut.

4) Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara

topikal (non steril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh

atau mata (gel steril).

G. Sifat dan Karakterisitik Gel

Menurut (Lachman, dkk. 1994) sediaan gel memiliki sifat

adalah sebagai berikut:

a. Swelling Gel dapat mengembang karena komponen

pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi

pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara

matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.

Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang

antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan

kelarutan komponen gel berkurang.

b. Sineresis Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi

di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan

berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel

terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel


yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan

dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat

terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan

mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga

memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis

dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel

H. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui

penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi

setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC,

HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan

yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk

gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang

disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

I. Efek Konsentrasi

Elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik

dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap

pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang

tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan

meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk

menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat

akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion


kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial

dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

J. lastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan

nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel

terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi

pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan

atau deformasi dan mempunyai aliran viskoslastik. Struktur gel

dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk

gel.

K. Rheologi Larutan

Pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang

terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan

menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh

penurunan viskositas dan peningkatan laju aliraan

L. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pembentukan gelAda banyak faktor yang mempengaruhi

pembentukan gel hidrokoloid, faktorfaktor ini dapat berdiri sendiri

atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan

pengaruh yang sangat kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut

yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya

ion atau komponen aktif lainnya.


1. Pengaruh konsentrasi.

Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap

kekentalan larutannya. Pada konsentrasi yang rendah larutan

hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtonian

dengan meningkatnya konsentrasi maka sifat alirannya akan

berubah menjadi non Newtonian. Hampir semua hidrokoloid

memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat

rendah antara 1-5% kecuali pada gum arab yang sifat

newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan konsentrasi

40%.

2. Pengaruh Suhu.

Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan

penurunan kekentalan, karena itu kenaikan suhu dapat

mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi

Newtonian.

3. Pengaruh pH.

Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan

baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya

peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga

mencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila

pH terus ditingkatkan.

4.Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam

tertentu untuk membentuk gelnya, karena pembentukan gel

tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion

selektif.

5. Pengaruh komponen Aktif lainnya

Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat

dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat

bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang

dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena

adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang

bergabung.

6.Hal yang harus diperhatikan dalam Pembuatan Gel

Menurut (Lachman, dkk. 1994) dalam pembuatan gel yang

harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a) Penampilann gel : transparan atau berbentuk suspensi

partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah

pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang

mempunyai struktur tiga dimensi

b) Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur

obat yang bersifat kationik pada kombinasi pengendapan zat

kationik tersebut).

c) Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman

dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi.


d) Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan

pengawet sebab polisakarida bersifat rentan terhadap

mikroba.

e) Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat

disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah

diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat

penggunaan topikal.

f) Pemilihan komponen dalam formula yang tidak

banyak menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan di

bawah temperatur yang tidak terkontrol. g. Konsentrasi

polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat

penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer

yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas

permukaan gel). Pelarut yang digunakan tidak bersifat

melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan gel

lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan

rusak.
5.Rancangan formulasI

a. Metode optimasi basisi gel

Optimasi basis gel bertujuan untuk mencari konsentrasi Na-

CMC yang optimal.Konsentrasi yang di uji yaitu 3%, 4%, dan 5%.

Tabel 1. Optimasi basis gel

Nama bahan F1% F2% F3% Kegunaan

Na-CMC 3% 3% 3% pengental

Gliserin 10% 10% 10%omelion

TEA 1,50% 1,50% 1,50% Surfaktan

DMDM Hydantion 0,06 0,06 0,06 pengawet

NLS 10% 10% 10% Zat penyabun

Vitamin E 0,05 0,05 0,05 Antioksidan

oleum citri 5 tetes 5 tetes 5 tetes pewangi

Aquades Ad100 Ad100 Ad100 pelarut

b. Formulasi gel pencuci tangan

Formulasi sediaan gel bertujuan untuk mencari konsentrasi zat aktif yang

paling stabil. Konsentrasi yang di uji yaitu 0,2%, 0,4%,

Tabel 2. Formulasi Gel Pencuci Tangan

Nama bahan F1 % F2% F3%

Minyak atsiri 0,20 0,40 0,60

TEA 0,50 0,50 0,50

Basis Gel Ad100 Ad100 Ad100


BAB III

METODE PENELITIAN

 Rancangan Penelitian

 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian

menggunakan suatu percobaan yang di rancang secara khusus

guna mengembangkan data yang diperlukan untuk menjawab

pertanyaan peneliti.

 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei 2020

bertempat di Laboratorium STIKES Bhakti Pertiwi Luwu Raya

Palopo, Sulawesi selatan.

 Populasi dan Sampel

 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman rambutan

yang berada di Desa Bunga Eja, Kecamatan Kamanre,

Kabupaten luwu, Sulawesi selatan.

 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kulit rambutan yang di

ambil dari Desa Bunga Eja, Kecamatan Kamanre, Kabupaten

luwu, Sulawesi selatan.

 Definisi Operasional

 Ekstrak kulit rambutan adalah ekstrak yang diperoleh dengan

cara metode maserasi

 Sediaan gel antiseptik merupakan sediaan yang berbentuk gel

yang digunakan untuk mengurangi atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme tanpa membutuhkan air ,yang

diperoleh dari ekstrak gel kulit rambutan sebagai zat aktifnya.

 Alat dan Bahan

 Alat

Alat yang di gunakan yaitu:

 Mortar

 stempel

 Timbangan digital

 Batang pengaduk

 Erlenmeyer

 Gelas kimia
 Gelas ukur 100 ml

 Hot plate

 Kain flannel

 Indicatoruniversal

 Thermometer

 Wadah gel

 Sudip

 Lap

 Pipet tetes

 Kaki tiga

 Spritus

 Korek api dan

 Kaca arloji

 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu:

 Minyak atsiri Kulit rambutan

 Na-CMC

 TEA

 Natrium laurylsulfat

 Vitamin E
 Oleum citri

 DMDM Hydantion

 Aquadest

 Prosedur Penelitian

 Penyiapan sampel kulit rambutan

 Pengumpulan bahan baku

 Sortasi basah: sortasi basah dilakukan untuk

memisahkan bahan baku dengan benda asing yang

terikut pada proses pengumpulan bahan baku.

 Pencucian: pencucian dilakukan untuk memisahkan

kotoran atau benda asing yang menempel pada bahan

baku.

 Pengubahan bentuk/perajangan: perajangan dilakukan

untuk memperbesar luas permukaan simplisia.

 Pengeringan: pengeringan dilakukan dengan

mengurangi kadar air dalam simplisia. Selain itu,

pengeringan dilakukan agar simplisia tidak mudah

membusuk.
 Sortasi kering: sortasi kering dilakukan untuk menghidari

benda asing yang mungkin terikut pada proses

pengeringan

 proses ekstraksi ( metode maserasi sederhana )

 Disiapkan alat dan bahan

 Kemudian simplisia dimasakukan ke dalam bejana

 Kemudian direndam menggunakan etanol selama 5

hari

 Dan ekstrak di kumpulkan dalam botol

 Pembuatan sediaan gel

 Basis gel dibuat dengan menaburkan NaCMC serbuk

di atas air panas, biarkan selama 15 menit sampai

mengembang dan diaduk perlahan dalam mortar

sampai mengembang (massa 1)

 Campurkan gliserin dan sebagian TEA, aduk sampai

homogen, tambahkan DMDM hydantoin aduk sampai

homogen (massa 2)
 Campurkan massa 1 dan 2, aduk perlahan sampai

homogen (massa 3)

 Larutkan Na-lauryl sulfat dalam air secukupnya,

kemudian masukkan massa 3 sedikit demi sedikit

 Campurkan Vitamin E dengan sisa TEA, aduk

perlahan sampai homogen

 Tambahkan 5 tetes oleum citri Tambahkan aquades

sampai 100%, aduk sampai homogen. lam massa 3

sedikit demi sedikit.

 Uji Kualitas Gel Pencuci Tangan

 Uji Organoleptik

 Diamati bentuk, perubahan warna, dan bau dari formula gel

 Pengamatan dilakukan minggu pertama , kedua dan

ketiga.

 Uji pH

 Ditimbang sebanyak 1 g sampel sediaan formula gel

 Dilarutkan dalam 10 mL air.

 Dicelupkan kertas pH universal.


 Diamkan dalam beberapa saat sampai terjadi

perubahan warna pada kertas pH universal tersebut.

 Diamati perubahan warna yang ditunjukan pada

kertas pH universal tersebut, lalu dicatat.

 uji kejernihan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui sediaan gel jernih

dan tidak ada partikel padat pada gel yang dibuat, sesuai

dengan kriteria sediaan gel pada umumnya. Pada hasil tabel

diatas menghasilkan gel jernih.Hal ini dikarenakan bahwa

pencampuran zat aktif, basis dan bahan lain tidak tercampur

dengan partikel kasar pada saat proses pembuatan pada

masin masing formula sehingga gel terlihat jernih..

 Uji homogenitas

Uji homogenitas gel dilakukan untuk mengetahui

pencampuran masing-masing komponen dalam pembuatan

gel tercampur merata. Semua gel dari masing-masing 3 kali

replikasi didapatkan gel yang homogen. Hal ini menunjukkan

bahwa semua komponen tercampur dengan baik pada

masing-masing formula sehingga gel terlihat homogen,

teksturnya halus dan tidak kasar


 Analisis Data

 Jenis Data

 Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil

penelitian di Laboratorium STIKES Bhakti

Pertiwi Luwu Raya Palopo.

 Data sekunder yaitu data yang berasal dari

literatur yang mendukung penelitian.

 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah yaitu menggunakan teknik

eksperimen yaitu merupakan penelitian menggunakan

suatu percobaan yang di rancang secara khusus guna

mengembangkan data yang diperlukan untuk

menjawab pertanyaan peneliti.

 Penyajian Data

Data yang dianalisa dalam bentuk tabel kemudian

dijabarkan dalam bentuk narasi (uraian dan

dilakukan penyimpulan).

Anda mungkin juga menyukai