Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Tonsillitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel (Reeves, 2001).
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang terjadi karena virus, bakteri, atau
jamur (Black, 2006).
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsil dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam
kripta (Derricson, 2009).
Macam-macam tonsillitis menurut Reeves (2001) :
1. Tonsillitis Akut
Dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis Viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,pneumococcus, streptococcus
viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebab yaitu oleh kuman coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk gram positif dan hidung disalurkan napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik

5
Penyebab sterptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi seningga
menimbulkan epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu
dengan cara paste urisasi sebelum di minum maka penyakit ini jarang di
temukan.
c. Angina plout Vincent
Penyebab penayakit ini adalah bakteri spinachaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan difiensi
vitamin C. Gejala berupa demam samapai 39° C, nyeri kepala, badan lemah
dan kadang gangguan pencernaan.

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 letak tonsil pada saluran pencernaan dan pernafasan


Sumber : Mckesson, 2003

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing – masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil.
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai

6
fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus kontriktor
faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih
tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi
velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil
tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya saat
tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur
utama:
1. Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2. Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam berbagai stadium.
Abses peri tonsil terjadi setalah serangan akut tonsilitis. Kira-kira seminggu
setelah permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam, serta
disfagia timbul kembali. Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya trimus,
tanpa gejala ini diagnosis abses peri tonsil mungkin salah.
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat
pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai
berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari
ibu mulai menghilang dari tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas
utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh
kuman dan virus. Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel
yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun
yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal
sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).

7
C. Etiologi
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus α
streptokokus ß hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu
infeksi virus influenza, serta herpes (Nanda, 2008). Infeksi ini terjadi pada hidung /
faring menyebar melalui sistem limpa ke tonsil hiperthropi yang disebabkan oleh
infeksi bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar
masuk udara. 50% bakteri merupakan penyebabnya. Tonsil bisa dikalahkan oleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, dan juga menyebabkan
tonsilitis (Reeves, 2001).

D. Patofisiologi
Bakteri atau virus menginfeksi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka
jaringan limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonukuler. Proses ini secara klinis tampak pada
kriptus tonsil yang berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan
terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang
apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang disebut kidding tonsil
dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makana. Komplikasi yang sering
terjadi akibat disflagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang
ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk.
Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung
yang membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan
bernafas melalui mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membarne dari
orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat
meyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media (Nanda, 2008 ).

8
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitandalam
menela.
2. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal /
kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil
membangkak.
3. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan
terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit
tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
4. Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga
bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada
akhirnya menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).

F. Komplikasi
Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam
rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman
streptokokus.
Komplikasi yang lain dapat berupa :
1. Abses pertosil
2. Mastoiditis akut
3. Otitis media akut
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. rhinitis

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum menurut Soepardi, 2001:
1. Menjaga hygiene mulut
2. Pemberian antibiotik (penicilin)

9
3. Vit. C & B kompleks
4. Obat kumur
Penatalaksanaan tonsilitis akut :
1. Antibiotik golongan peneliti anti sulfanamid selama 5 hari.
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder dan untuk
mengurangi edema pada laring.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 x negatif.
4. Pemberian antipiretik.
Penatalaksanaan tonsilitis kronis :
1. Terapi lokal untuk hygine mulut.
2. Teori radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa

H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang


Pengkajian fokus pada pasien tonsilitis :
1. Wawancara :
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya
b. Kapan gejala itu muncul
c. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
d. Bagaimana pola makan
e. Apakah rajin membersihkan mulut
2. Pengkajian pola :
a. Data dasar pengkajian :
Intergritas ego
Gejala : perasaan takut, khawatir bila pembedahan mempengaruhi
kemampuan kerja.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan cair
Gejala : kesulitan menelan.

10
Tanda : kesulitan menelan, tersedak.
c. Nyeri / keamanan
Gejala : sakit tenggorokan kronis.
Tanda : gelisah, perilaku berhati- hati.
d. Pernafasan
Gejala : riwayat merokok, bekerja dengan serbuk kayu (Charlene J.
Reeves, 2001).

Pemeriksaan Penunjang :
1. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Usapan bias
teenggorokan, hidung.
2. Biopsy dilakukan pada semua kasus dengan pembesaran tonsil unuilateral.
3. Pemeriksaan darah lengkap.
Leukosit : 11.20H
Hemoglobin : 11.90 g/dl
Trombosit : 314
4. Radiologi.
5. Thorak.

11
I. Pathways

Bakteri (dlm udara & makanan) Virus (dlm udara & makanan)

Streptococcus hemoliticus tipe A


Virus hemoliticus influenza

Reaksi antigen dan antibodi dalam tubuh

Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Peradangan tonsil produksi sekret berlebih

Tonsilitis Bersihan jln nafas tdk efektif

Pembesaran tonsil Peningkatan suhu tubuh

Benda asing dijalan nafas Diprose

Obst. Jalan nafas Kekurangan vol. Cairan

Jalan nafas tdk efektif


Obst. Mekanik Gangguan rasa nyaman nyeri

Tonsilektomi Resiko kerusakan menelan

Kurang pemahaman Resiko perdarahan Anoreksia

Kurang pengetahuan Darah disaluran nafas Resiko perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Bersihan jln. nafas tdk efektif

( Reeves, 2001 )

12
J. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
b. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit.
c. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanisme tonsilitis.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi.
2. Post Operasi :
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan.
b. Resiko ketidak seimbangan nurisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan asupan sekunder akibat nyeri saat
menelan.
c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan
luka terbuka (Carpenito, 2006).

L. Intervensi dan Rasional


1. Pre Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi(Nic and Noc,2008).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri dapat terkontrol, nyeri berkurang.
Intervensi dan rasional :
1) I : Monitor perkembangan nyeri.
R : Mengetahui tindakan dari yang dilakukan.
2) I : Monitor tanda-tanda vital darah dan nadi.
R : Mengetahui keadaan pasien.
3) I : Berikan tindakan nyaman.
4) R : Meningkatkan relaksasi.

13
5) I : Cari perubahan karakteristik nyeri, periksa mulut dan
tenggorokan.
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan
evaluasi lanjutan.

b. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu


tubuh naik diatas rentang normal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
normal.
Kriteria hasil : Pasien tidak gelisah, suhu tubuh normal {36°-37°C}.
Intervensi dan rasional :
1) I : Pantau suhu lingkungan.
R : Suhu lingkungan harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
2) I : Pantau suhu pasien.
R : Menunjukkan proses penyakit infeksius.
3) I : Berikan kompres hangat
R : Dapat mengurangi demam

c. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanisme tonsilitis


ditandai dengan mengeluh ketika menelan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu
menelan dengan baik.
Kriteria hasil : Reflek menelan baik, tidak tersedak saat menelan, tidak
muntah, usaha menelan secara normal.
Intervensi da rasional :
1) I : Berikan makanan lunak.
R : Dapat membantu pasien untuk menelan.
2) I : Cek mulut adakah sisa-sisa makanan.

14
R : Agar dapat mengetahui adakah gangguan saat menelan.
3) I : Bantu pasien dengan posisi tegak sebelum makan.
R : Dapat menghindari tersedak saat makan.

d. Harga diri rendah berhubungan dengan fungsi tubuh.


Tujuan : Tidak mengalami harga diri rendah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman akan perubahan dan
penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi dan rasional :
1) I : Diskusikan situasi atau dorongan pernyataan takut, jelaskan
hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
R : Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh.
2) I : Dukung dan dorong pasien, berikan perawat yang
berperilaku bersahabat.
R : Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan
penilaian perasaan pasien untuk memuat upaya untuk
membantu pasien merasakan nilai pribadi.
3) I : Berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan
R : Anggota keluarga dapat merasakan bersalah tentang kondisi
pasien.
4) I : Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang
baik.
R : Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.

e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas dapat
berkurang.
Kriteria hasil : Kecemasan dapat berkurang.

15
Intervensi dan rasional :
1) I : Kaji sejauh mana kecemasan pasien.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
2) I : Menginformasikan pasien atau orang terdekat tentang peran
advokat perawat intra operasi.
R : Mengembangkan rasa percaya diri.
3) I : Identifikasikan tingkat rasa cemas.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
4) I : Beri tahu pasien yang kemungkinan akan dilakukan tindaka
operasi.
R : Mengurangi rasa cemas atau takut.

2. Post Operasi :
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi.
Kriteria hasil : Kekurangan volume cairan dapat teratasi dapat ditandai
dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi dan rasional :
1) I : Ukur dan catat jumlah darah.
R : Potensial kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada
tambahan cairan.
2) I : Awasi tanda vital bandingkan dengan hasil normal
R : Perubahan tanda vital dan nadi dapat digunakan untuk
perkiraan kehilangan darah.
3) I : Catat respon fisiologi individual pasien terhadap
pendarahan.

16
R : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
4) I : Awasi batuk karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan.
5) R : Aktivitas batuk dapat meningkatkan tekanan intra abdomen

b. Resiko ketidak seimbangan nurisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan penurunan asupan sekunder akibat nyeri saat
menelan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi
terpenuhi dan seimbang.
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
1) I : Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi.
R : Memberitahu informasi sehubung dengan kebutuhan nutrisi.
2) I : Berikan makanan sedikit dan lunak.
R : Dapat membantu pasien saat menelan makanan.
3) I : Mulai makanan yang kecil dan sesuai toleransi.
R : Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketoleransian.
4) I : Auskultasi bunyi usus.
R : Maka hanya dimulai setelah bunyi usus membaik.

c. Ganguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang, skala nyeri terkontrol.
Intervensi dan rasional :
1) I : Tentukan karakteristik nyeri, misal : ditusuk, tajam.

17
R : Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat, juga dapat
menimbul kan komplikasi.
2) I : Anjurkan pasien untuk mengurangi nyeri, Misal dengan
minum air dingin atau air es.
3) R : Tindakan non analgetik diberikan dengan cara alternative
Untuk mengurangi rasa nyeri.
4) I : Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
R : Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat.
5) I : Pantau tanda vital.
R : Perubahan tekanan darah dan jantung menandakan pasien
mengalami nyeri.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan


luka terbuka.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
dapat menyatakan pemahaman tentang penyebab atau faktor resiko
individu.
Kriteria hasil : Menurunkan resiko infeksi, menunjukkan teknik atau
pola hidup yang aman dan nyaman.
Intervensi dan rasional :
1) I : Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas.
R : Menghindari kontaminasi silang.
2) I : Tetap ada fasilitas control infeksi steril.
R : Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah
infeksi.
3) I : Siapkan lokasi operasi menurut produsen khusus.
R : Minimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi.

18

Anda mungkin juga menyukai