Evaluasi Program
Evaluasi Program
PROPOSAL SKRIPSI
Di susun oleh:
17102241041
2020
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Menjadi tua adalah bagian dari fase kehidupan. Secara biologis, prosespenuaan
berarti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakinrentannya terhadap
serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkankematian (Atchely dalam week, 1998
dalam Izzaty, R.E;dkk, 2008). Namundemikian, pada masa lansia tidak berarti kita tidak
dapat lagi berkarya dalamhidup atau menghasilkan sesuatu yang dapat dihargai lingkungan.
Dijelaskandalam undang –undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998
tentangkesejahteraan lanjut usia, pasal 1 ayat 2 mendefiniskan lanjut usia adalahseseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun keatas.
Pelayanan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu hak penduduk lanjut usia,
dalam hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa pendidikan juga bisa dilakukan tidak terbatas
pada usia. Dalam meningkatkan kesejahteraan lanjut usia pendidikan juga bisa dilakukan
untuk memberdayakan dan juga membuat lanjut usia bisa berdaya, mandiri dan cakap yang
merupakan tujuan dari pendidikan nasional. Dalam hal pelayanan pendidikan lebih
diutamakan pada kelompok lanjut usia potensial yang masihmampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.
Pendidikan yang dikaitkan dengan usia, maka akan kita jumpai jenis pendidikan
yaitu pendidikan seumur hidup. Pendidikan seumur hidup yangtidak mengenal strata dan usia
membantu masyarakat untuk selalu hidupdalam proses belajar. Seperti dijelaskan oleh
Suprijatno (2007:4) bahwapendidikan seumur hidup (longlife education) digunakan untuk
menjelaskansuatu kenyataan, kesadaran, asas dan harapan baru bahwa proses dankebutuhan
pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia. Salah satuimplementasi pendidikan
sepanjang hayat dapat kita jumpai di SekolahLanjut UsiaIndonesia ramah lansia merupakan
lembaga yang bergerak denganlatar belakang kepedulian terhadap kesejahteraan lanjut usia di
Indonesia.
Sekolah Lansia yang berdiri sejak tahun 2018 yang merupakan salah satu program
pendidikan di Yayasan Indonesia Ramah Lansia Yogyakarta. SALSA dibawahnaungan
Yayasan Indonesia Ramah Lansia merupakan salah satu bukti nyatabahwa usia tidak
membatasi seseorang untuk terus berkarya, mandiri,berilmu, cakap dan kreatif. SALSA
merupakan sekolah yang berdiri di luarsistem persekolahan formal, didirikan dengan tujuan
untuk memberdayakanwarga lanjut usia potensial yang berada di Daerah Istimewa
Yogyakartaakhususnaya dengan kelas yang dibuat dalam ukuran kecil, yaitu hanyamaksimal
10 - 15 orang disatu kelompok. Keberadaan SALSA merupakan buktikepedulian lembaga
swasta terhadap presentase jumlah lanjut usia yang terusmeningkat di Indonesia, khususnya
di Daerah Istimewa Yogyakarta.Pendidikan non formal, seperti dijelaskan dalam Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikannonformal
dapat didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikanformal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. MenurutAxin (1976) dalam Soedomo(1989)
dalam Suprijatno(2007), pendidikannonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja oleh
warga belajar danpembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi
diluar sistem persekolahan. Dari definisi tersebut, dapat di tarik kesimpulanbahwa Sekolah
Lansia Salimah yang sistem pendidikannnyaberada di luar sistem persekolahan merupakan
salah satu wujud pendidikanluar sekolah.
Model evaluasi CIPP merupakan salah satu model evaluasi yang digunakan oleh
Stufflebleam dalam penelitian di Ohio University. Context,Input, Process, Product
merupakan kepanjangan dari CIPP yang menurut Stufflebleam keempat komponen tersebut
merupakan garis besar dari proses pendidikan.
Sekolah lanjut usia Salimah sebagai sekolah lanjut usiadi Indonesia berdiri sejak tahun
2018, sekolah lanjut usia Salimah tentu memiliki sistem tersendiri yang dibentuk
gunamempertankan dan mengembangkan SALSA mpai saat ini. Oleh karena itu,jika dilihat
dari uraian diatas konsep sekolah lanjut usia Salimah menjadi hal yang sangat perlu dan
dapat menjadi contoh bagi program pendidikan lanjut usia yang ada di Indonesia guna
membantu memberikan pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia
dalambidang pendidikan, baik di lingkup daerah maupun nasional.Program sekolah lanjut
usia juga diharapkan mampu menjadikanmasyarakat lanjut usia, khususnya di Kota
Yogyakarta, menjadi masyarakat lanjut usia potensial yang berdaya, mandiri dan cakap dan
masih bisa turutserta dalam pembangunan baik dalam lingkup kecil di daerah maupun
dilingkup yang lebih luas seperti nasional maupun internasional.
Berdasarkan informasi awal, sekolah lansia Salimah belum optimal dalam menjalankan
program pendidikan luar sekolah dan belum memiliki konsep evaluasi program dalam
konteks, input, proses, hasil. Untuk mendeskripsikan keadaan konteks, masukan, proses dan
produk, maka perludiadakan penelitian program sekolah lanjut usia. Mengingat
pentingnyapengetahuan tentang sebuah program pendidikan, yang dalam hal ini adalah
program sekolah lanjut usia, maka muncul minat penulis untuk meneliti tentang “Evaluasi
Program Sekolah Lanjut Usia Salimah diYayasan Indonesia Ramah Lansia Yogyakarta.”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi permasalahan yang muncul terkait dengan kegiatan evaluasiini antara lain:
c. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mejadi lebih jelas dan terarah maka penulis membuat
batasan masalah. Berdasarkan pada identifikasi masalah, peneliti membatasi masalah
yang berfokus pada proses evaluasi program sekolah lansia salimah dalam konteks,
input, proses dan hasil. Hal ini bertujuan untuk menghindari perluasan materi yang
akan dibahas selanjutnya.
d. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan penelitian di atas, masalah yang akan dibahasdalam penelitian ini
adalah “Evaluasi Program Sekolah Lansia Salimah di Yayasan Indonesia Ramah Lansia
Yogyakarta”Dari permasalahan utama ini, peneliti selanjutnya merumuskan beberapasub
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana evaluasi program sekolah lansia salimah di Yayasan Imdonesia Ramah Lansi
menggunakan model Evaluasi Context,Input, Process, Product (CIPP)?
2. Apa saja manfaat dan perubahan yang dirasakan oleh warga belajar setelah mengikuti
program pendidikan SALSA di Yayasan Indonesia Ramah Lansia
1. Tujuan Penelitian
b. Untuk menjelaskan apa saja manfaat dan perubahan yang dirasakan oleh warga belajar
setelah mengikuti program sekolah lansia salimah di Yayasan Indonesia Ramah Lansia
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan kepada Yayasan
Indonesia Ramah Lansia sebagai bahan evaluasi dan perencanaan program, serta untuk
menyajikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi, perbaikan maupun
pengembangan program.
c. Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial masyarakat
terhadap masalah sosial yang terjadi pada lansia khususnya bagi Pemerintah dan umumnya
untuk masyarakat luas.
BAB II
KAJIAN
A. Evaluasi Program
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata evaluasi berarti penilaian. Evaluasi adalah
pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program.
Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada
pelaksanaan atau penerapan program.
Terdapat sejumlah definisi evaluasi yang diperoleh dari para ahli. Ralph Tyler
mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauhmana tujuan
pendidikan dapat dicapai, dan upaya mendikumentasikankecocokan antara hasil belajar
peserta didik dengan tujuan program. Cronbach, Alkin dan Stufflebeam menjelaskan bahwa
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan memperoleh, dan menyediakan informasi
bagi pembuatan keputusan. Popham, Provus dan Rivlin menjelaskan bahwa evaluasi adalah
kegiatan membandingkan data tentang penampilan orang-orang dengan standar yang telah
diterima umum. Malcolm dan Provus,sebagai pencetus gagasan Discrepancy Evaluation,
menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan unutk mengetahui perbedaan antara apa yang
ada dengan suatu standar yang telah ditetapkan serta bagaimana menyatakan perbedaan
antara keduanya.
Paulson dalam bukunya “A Strategy for Evaluation Design” yang dikutip oleh
Grotelueschen mengemukakan bahwa, “Evaluation as a process of examining certain
objects or events in the light of specific value standards for the purpose of making adaptive
decisions.” Menurut Paulson evaluasi program adalah proses pengujian berbagai objek atau
peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk
menentukan keputusan-keputusan yang sesuai.
Tujuan umum evaluasi program pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal adalah
menyediakan atau menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan tentang
program tersebut. Tujuan umum dapat dijabarkan dalam berbagai tujuan khusus evaluasi
program pendidikan non formal. Tujuan-tujuan khusus tersebut adalah untuk:
b. Menyajikan masukan bagi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut,
perluasan, atau penghentian program
c. Memberi masukan bagi pengambilan keputusan tentang yang modifikasi atau perbaikan
program
d. Memberi masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program
e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan
monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program
f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan Nonformal.
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-
pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap
pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek
standar dari pembuatannya. Penamaan model evaluasi bervariasi. Sara M. Steele
menamakannya pendekatan (approach) dan Arthur Burman menggunakan istilah format.
Model evaluasi program terdiri atas enam kategori yaitu model evaluasi terfokus untuk
pengambilan keputusan, model evaluasi terhadap unsur-unsur program, model evaluasi
jenis data dan aktivitas program, model evaluasi proses pelaksanaan program, model
evaluasi pencapaian tujuan program, dan model evaluasi hasil dan pengaruh program.
Beberapa model evaluasi yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau
pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program adalah model evaluasi CIPP, model evaluasi
UCLA, model Brinkerhoff, dan model Stake atau Countenance.31 Tetapi pada dasarnya ke-
empat model evaluasi ini memiliki kategori yang sama yaitu untuk mengevaluasi sejauh
mana pencapaian tujuan program. Dalam penelitian ini akan digunakan Model Evaluasi CIPP
yang dikemukakan oleh Stufflebeam untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan program
yang nantinya akan membantu para stakeholder dalam membuat keputusan di masa
mendatang. Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi
kepada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk
menolong administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai “suatu
proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk
menilai alternatif keputusan.” Ia membuat pedoman kerja untuk melayanai para manajer
dan administrator menghadapi empat macam keputusan pendidikan dan membagi evaluasi
menjadi empat macam, yaitu
c) Apakah sarana dan prasarana sudah cukup memadai seperti yang dibutuhkan?
d) Sejauh apa kualifikasi yang dimiliki oleh para staff untuk memberikan layanan tersebut?
c) Apakah tujuan pelayanan pada penerima program telah sesuai dengan yang
diharapkan?
Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu
benar-benar ada. Misalnya dalam suatu program pembangunan sosial yang menyatakan
bahwa diperlukan satu tenaga kader lokal yang terlatih untuk menangani 10 rumah tangga,
maka perlu di cek apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada.
Indikator ini menunjukan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi
atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan perempuan
pedesaan dimana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tetapi ternyata kompor tersebut
lebih banyak menggunakan minyak tanah ataupun kayu dibandingkan dengan kompor yang
biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka teknologi yang lebih baru ini
dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila dibandingkan dengan kompor
yang biasa mereka gunakan.
3) Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility).
Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam
"jangkauan‟ pihak-pihak yang membutuhkan. Misalnya saja, puskesmas (pusat
kesehatan masyarakat) yang didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada
posisi yang strategis, dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mudah datang ke
puskesmas. Atau apakah suatu posko bencana alam berada dalam jangkauan korban
bencana tersebut.
Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pihak
pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran. Misalnya saja,
seberapa banyak pasangan usia subur yang memanfaatkan layanan jasa puskesmas dalam
meningkatkan KB mandiri. Atau, berapa banyak anak jalanan yang mengikuti kegiatan baca
tulis dari sekian banyak anak jalanan yang belum bisa membaca dan menulis.
9) Indikator Dampak (Indicators of Impact). Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita
lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat. Misalnya saja, apakah
setelah dikembangkan layanan untuk mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu
desa, maka angka penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah menurun.
UNESCO dengan Komisi Edgar Faure telah berhasil meletakkanasas pendidikan yang
fundamental dan berlaku untuk penyelenggaraanpendidikan, yakni asas pendidikan seumur
hidup/life long education(Soelaiman Joesoef,2004:39). Asas pendidikan seumur hidup
menjelaskan bahwa setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan untuk belajartanpa
adanya batasan usia. Individu usia dini hingga lanjut usia berhak menadpatkan kesempatan
untuk belajar. Asas pendidikan sepanjang hayat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bahwa pendidikan tidak dibatasi hingga usai tertentu. Asas pendidikan
sepanjang hayat memberikan dampak dengan berbagai bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang diarahkan bagi pendidikan anak, remaja, orang dewasa dan orang tua baik bagi mereka
yang sudah bekerja maupun belum bekerja.
Penyelenggaraan pendidikan tentu memiliki ciri khas masing –masing yaitu sistem
pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Sistem pendidikan luar sekolah telah lama
dikenal dan digunakan diberbagai negara. Pendidikan luar sekolah menurut PHILIPS H.
COMBSdalam Soelaiman Joesoef (2004:50): “Setiap kegaitan pendidikan yang terorganisir
yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari
suatu kegiatan yang luas, yang dimaksud untuk memberikan layanan kepada sasaran didik
tertentu dalam rangka mencapai tujuan –tujuan belajar”. Menurut definisi tersebut yang
dimaksud pendidikan luar sekolah adalah salah satu sistem pendidikan di luar pendidikan
formal yang dalam pelaksanaannya memiliki tujuan – tujuan belajar untuk memberikan
layanan kepada masyarakat. Pendidikan luar sekolah memiliki ciri –ciri diantaranya
(Soelaiman Joesoef,2004:54):
1. Beberapa bentuk pendidikan luar sekolah yang berbeda ditandai untuk mencapai
bermacam –macam tujuan.
2. Keterbatasan asalah suatu perlombaan antara beberapa PLS yang dipandang sebagi
pendidikan formal dari PLS sebagai pelengkap bentuk –bentuk pendidikan formal.
4. Beberapa lembaga pendidikan luar sekolah didisiplinkan secara ketat terhadap waktu
pengajaran, teknologi modern, kelengkapan dan buku –buku bacaan.
5. Metode pengajaran juga bermacam –macam dari tatap muka atau guru dan kelompok –
kelompok belajar sampai penggunaan audio televisi, unit latihan keliling, demonstrasi,
kursus –kursus, korespondensi, alat –alat bantu visual.
6. Penekanan pada penyebaran program teori dan praktek secara relatif daripada
pendidikan luar sekolah.
7. Tidak seperti pendidikan formal, tingkat sistem pendidikan laur sekolah terbatas yang
diberikan kredensial.
8. Guru –guru mungkin dilatih secara khusus untuk tugas tertentu atau hanya mempunyai
profesional di mana tidaktermasuk identitas guru.
9. Pencatatan tentang pemasukan murid, guru dan kredensial pimpinan, kesuksesan lathan,
membawa akibat peningkatan produksi ekonomi, peningkatan, kesejahteraan dan
pendapatan peserta.
10.Pemantapan bentuk pendidikan luar sekolah mempunyai dampak pada produksi
ekonomi dan perubahan sosial dalam waktu singkat daripada kasus pendidkan formal
sekolah.
11.Sebagian besar program pendidikan luar sekolah dilaksanakan oleh remaja dan orang –
orang dewasa secara terbatas pada kehidupan dan pekerjaan.
Pendidikan nonformal sebagai salah satu jalur pendidikan memiliki latar belakang
yaitu untuk meningkatakn pendidikan informal dan untuk melengkapi pendidikan formal.
Melihat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pendidikan informal, pendidikan
nonformal membantu masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dengan cara di luar
sistem pendidikan formal yang berjenjang dan ditentukan dalam kurun waktu tertentu.
Sementara pendidikan informal merupakan pendidikan yang menyesuaikan dengan kondisi
sasaran yang sangat luas, sehingga pendidikan informal dapat terlaksana kapan saja dan di
mana saja sesuai dengan kesepakatan bersama antara pihak penyelenggara dan
sasaranprogram pendidikan informal. Menurut Soelaiman Joesoef (2004:73) pendidikan
informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari –hari dengan
sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai mati, di dalam keluarga, dalam
pekerjaan atau pengalaman sehari –hari. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan informal bisa dilakukan dalam lingkup terkecil
seperti keluarga, di masyarakat, di tempat kerja, atau dalam kehidupan sehari –hari yang
biasa dialami oleh seseorang. Soelaiman Joesoef juga menjelaskan bahwa dari tempat –
tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan informal yang paling tampak saat ini adalah
pendidikan keluarga, pendidikan pemuda dan pendidikan orang tua.
Berkaitan dengan penelitian tentang program sekolah lanjut usia disekolah lanjut usia
Salimah, secara teori Salimah merupakan implementasi dari pendidikan luar sekolah dengan
asas pendidikan sepanjang hayat. Tututan zaman yang kian maju membuat umur tidak lagi
menjadi batas bagi individu untuk belajar guna menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman. Berikut adalah Perbedaan dan persamaan antara pendidikan informal dan
pendidikan non formal (Soelaiman Joesoef, 2004:70-71):
Pendidikan Informal dan pendidikan Non Formal yang merupakan satu kesatuan
dalam pendidikan luar sekolah menurut Soelaiman Joesoef (2004: 32) memiliki persamaan
diataranya sebagai berikut:
2) Clientele diterima tidak atas dasar credentials (seperti misalnya ijazah dan lain
sebagainya), juga tidak atas dasar usia.
3) Dibanding dengan pendidikan formal, pada keduanya materi pandidikan pada umumnya
lebih banyak yang brsifat praktis.
Persamaan yang ada antara pendidikan non formal dan pendidikan informal merupakan
faktor yang terkadang membuat masyarakat bingung terhadap perbedaan pendidikan non
formal dan informal. Oleh karena itu ada perbedaan antara pendidikan informal dan
pendidikan non formal yang bisa membantu masyarakat untuk membedakan dan
mengetahui perbedaan antara pendidikan non formal dan pendidikan informal. Kegiatan
pendidikan non formal biasanya lebih familiar untuk masyarakat awam, sementara bentuk
kegiatan pendidikan informal masih sedikit yang mengetahui.
Melihat perbedaan dan persamaan antara pendidikan informal dan non formal di
atas secara teori pendidikan informal dan nonformal merupakan jenis pendidikan yang
berbeda namun saling berhubungan. Secara teknis pendidikan non formal dan informal
merupakan satu kesatuan dalam jenis pendidikan luar sekolah.
Pendidikan sepanjang hayat adalah wujud dari proses pendidikan yang tidak berhenti
pada jenjang sekolah formal. Implementasi pendidikan sepanjang hayat merupakan wujud
bahwa usia tidak membatasi seseorang untuk terus belajar. Gordon dan Sharan (1982: 2)
mengatakan : “...education is a process that continues in one form oranother throughout
life, and that its purposes and forms must be adapted to the needs of individuals at different
stages in their development.”
Pendidian adalah sebuah proses yang berkelanjutan dalam satu bentuk atau
sepanjang manusia itu hidup, dan tujuan –tujuan serta bentuk–bentuknya harus diadaptasi
sesuai kebutuhan dari indivudu dalam perkembangan dengan taraf yang berbeda –beda.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa wujud pendidikan seharusnya sesuai
dengan kebutuhan individu seseuai dengan permasalahan dan minat yang berbeda –beda
yang berjalan secara terus menerus.
Menurut Bryony, Fernando dan Ulrich dalam buku Making Lifelong Learning Tangible
(2010:13) yang menyebut pendidikan sepanjang hayat sebagai pembelajaran sepanjang
hayat, mengatakan bahwa: “Learning is e very normal part of everyday life and an integral
part of relationships from the moment we are born through ti our final day”.Berdasarkan
pengertian tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses normal dari setiap
manusia yang berkaitan dengan kehidupan sejak kita lahir hingg meninggal dunia.
Pengertian tersebut menunujukkan kepada kita bahwa proses pembelajaran selalu terjadi
sepanjang rentan kehidupan manusia yang kemudian dikenal dengan pendidikan sepanjang
hayat.
Longworth dan Davies dalam Geoffrey (1999: 25) mendefinisikan: “Lifelong learning is
the development of human potential through a continuously supportive process which
stimulates and empowers indivuals to acquire all the knowledge, values, skills and
understanding they will require throughout their lifetimes and to apply them which
confidence, creativity and enjoyment in all roles, circumstance, and environments.”
Pembelajaran sepanjang hayat adalah perkembangan manusia potesial yang terus menerus
secara berkelanjutan mendukung proses yang mendorong dan memberi kuasa setiap
individu untuk mendapatkan semua pengetahuan, nilai keterampilan dan mengertimereka
akan membutuhkan sepanjang hidup mereka dan untuk menggunakannya dengan percaya
diri, kreatif dan menyenangkan dalam semua tugas, keadaan dan lingkungan.
Pendidikan sepanjang hayat adalah sebuah konsep yang sangat luas termasuk
pembelajaran formal, non –formal dan informal sepanjang hidup seseorang untuk mencapai
kemungkinan sedalam –dalamnya untuk pengembangan diri sendiri, kehidupan social,
kejuruan, dan profesional. Kunci tujuan pembelajaran sepanjang hayat adalah demokrasi
kewarganegaraan, menghubungkan individu dan kelompok dalam struktur aktivitas sosial,
politik dan ekonomi. Pendidikan sepanjang hayat dalam dewasa ini masih awam di kalangan
masayarakat, namun dalam perkembangannya wujud pendidikan sepanjang hayat
membantu manusia untuk terus berkarya dan memiliki wadah untuk menimba ilmu yang
tidak terhalang oleh ruang dan waktu. Hal ini disampaikan oleh Jan Figel dalam European
Referance Framework (2007: 1) yang mengatakan bahwa: “We need to develop ourskills
and competences throughout our lives, not only for our personalbfulfilment and our ability
to actively engage with the society in which we live, but for our ability to be successful in a
constantly changing world of work”.
Eropa bahkan memiliki indikator pendidikan sepanjang hayat yang disebut dengan
ELLI (European Lifelong Learning Indicators) yang merupakan indikator pembelajaran
seluruh tingkat kehidupan yang berbeda –beda dari semenjak dalam buaian hingga masuk
keliang lahat, dan melewati perbedaan lingkungan belajar di sekolah, komunitas, pekerjaan
dan kehidupan keluarga. Hal ini disampaikan oleh Bryony, Fernando dan Ulrich dalam buku
Making Lifelong Learning Tangible(2010:10) : “The European Lifelong Learning Index (ELLI) is
a measure of learning throughout the different stages of life from ‘cradle to grave’ and
across the different learning environments of school, community, work and home life.”
Kunci kompetensi untuk pendidikan sepanjang hayat menurut Jan Figel (2007:1) diantaranya
ilmu pengetahuan, keterampilan dan bakat. Ketiga komponen yang menurut Figel
merupakan komponen kompetensi yang dimiliki manusia yang kemudian melatarbelakangi
manusia untuk selalu belajar dengan bekal komptensi masing –masing individu yang
berbeda.
Pendidikan seumur hidup tidak sama dengan pendidikan orang dewasa. Menurut
Soelaiman Joesoef (1992:15) istilah adult education, dan sebagainya, menunjuk suatu
bentuk program pendidikan, sedangkan pendidikan seumur hidup merupakan asas
pendidikan. Sebagai sebuah asas pendidikan, pendidikan seumur hidup memiliki bentuk dan
macam pendidikan yang satu sama lain berbeda yaitu pendidikan in formal pendidikan
formal dan pendidikan nonformal. Menurut PROF.R. WROCZYNSKY dalam Soelaiman
Joesoef (1992:16) wujud asas pendidikan seumur hidup diantaranya adalah:
1. Pendidikan formal yang meliputi berbagai jenis sekolah dari tingkat rendah, menengah
dan tinggi.
4. Pendidikan seumur hidup, yang merupakan lanjutan dari pendidikan formal dan ditijukan
bagi oang dewasa.
Selain aspek-aspek di atas, ciri dari pendidkan seumur hidup adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Model –Model Pendidikan .Seleksi untuk menentukan dan menilai model –
model pendidkan sering menjadi lemah karena adanya tuntutan individu masyarakat,
tuntutan perkembangan ekonomi, pengaruh waktu luang dan sebagainya.
3. Kebebasan Dalam Inisiatif dan Partisipasi. Inisiatif dan partisipasi merupakan wujud
kemajuan sosial dan ekonomi yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk aktif
dalam setiap kegiatan pendidikan. Inisiatif dan partisipasi memungkinkann penduduk
dapatbmemperoleh pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan secara tepat dan tepat, di
mana pendidikan seumur hidup memberi kesempatan seluas –luasnya kepada setiap
individu.
5. Makin Meluasnya Pendidikan Pra –Sekolah. Jumlah masyarakat usia anak yang semakin
tinggi berbanding lurus dengan banyaknya pengembangan pendidikan anak usia dini.
Seperti, TK, KB, TPA dan SPS.
Berdasarkan penjelasan mengenai aspek dan ciri –ciri pendidikan sepanjang hayat di
atas dapat di telaah bahwa, pendidikan sepanjang hayat merupakan sebuah asas
pendidikan. Sementara wujud dari pendidikan berdasarkan asas pendidikan sepanjang hayat
melitputi pendidikan formal, informal, dan nonformal. Masing –masing pendidikan formal
meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan
informal meliputi pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan non formal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik
Berdasarkan ragam pendidikan sepanjang hayat di atas dapat kita lihat bahwa motivasi
individu yang berbeda –beda membuat ragam pendidikan sepanjang hayat yang juga lebih
bervariasi. Ada yang memang sebuah kebutuhan dasar yang mendesak, namun ada juga
sebagai bentuk rekreasi dan hiburan di waktu luang atau masa tua. Sekolah lanjut usia
Salimah yang merupakan salah satu bentuk pendidikan merupakan salah salah satu ragam
pendidikan sepanjang hayat yang termasuk dalam pendidikan untuk pemenuhan kenutuhan
mental dan rekreasional. Ada yang mengikuti latihan untuk menenangkan batin,
menyenangkan hati, dan mengisi waktu luang. Walaupun kegiatan-kegiatan tersebut
merupakan bentuk belajar, tetapi warga belajar tetap terus belajar karena belajar
merupakan sebuah kebutuhan dan menyenangkan.
D. Pendidikan Orang Dewasa Sebagai Salah Satu Bentuk Asas Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan orang dewasa memiliki suasana belajar yang berbeda dengan suasana
belajar yang biasa kita temui di pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam
pendidikan orang dewasa dapat ditemui beberapa suasana belajar diantaranya; 1) Berisi
kumpulan manusia aktif. Maksudnya disini adalah pada pendidikan orang dewasa
pembimbing, tentor, atau fasilitator bukanlah menjadi pusat pengetahuan. Peserta didik
atau sebutan sejenisnya merupakan partner diskusi dan fasilitaror adalah pematik untuk
membahas sebuah materi; 2) Suasana hormat –menghormati. Pada orang dewasa akan kita
temui kepuasan apabila pendapat yang ia kemukakan dihormati baik oleh teman sejawat
atau oleh pembimbing. Hal ini bisa menjadi mematik motivasi orang dewasauntuk belajar;
3) Suasana percaya. Peserta didik perlu mendapatkan kepercayaan dari rekan sejawat dan
juga pembimbing sama halnya mereka juga perlu mempercayai pembimbing; 4) Suasana
penemuan diri. Penemuan diri maskudnya adalah orang dewasa dapat menemukan sendiri
masalahnya dan mencari solusinya dengan bimbingan fasilitaror, dengan demikian peserta
didik dapat memahami kelemahan dan kelebihan diri sendiri; 5) Suasana harga –
menghargai. Selain menghormati, menghargai pendapat teman adalah bentuk
daripenghargaan bahwa setiap manusia itu unik dengan gaya pikir masing –masing; 6)
Suasana tak mengancam. Kebebasan mengemukakan pendapat dengan kemungkinan benar
atau salah, yang hasilnya tidak akan berpangaruh ancaman kepada pesert didik. Misalnya
jika salah berpendapat maka akan dipecat; 7) Suasana keterbukaan. Terbuka untuk
mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan orang lain; 8) Suasana mengakui
kekhasan pribadi. Setiap manusia memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda –beda,
sehingga pengakuan kepada setiap individu yang memiliki pemikiran berbeda adalah bentuk
toleransi perbedaan; 9) Suasana membenarkan perbedaan. Perbedaan merupakan hal wajar
yang justru dapat menambah variasi pengetahuan karenasetiap inividu memiliki latar
belakang kehidupan yang berbeda –beda; 10) Suasana mengakui hak berbuat salah.
Kesalahan adalah hal yang wajar dari proses belajar; 11) Suasana membolehkan keraguan.
Prinsip keraguan dalam suasana belajar orang dewasa bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada setiap individu agar dapat berargumen dalam waktu tertentu agar
didapat hasil yang memuaskan; 12) Evaluasi bersama dan evaluasi diri. Evaluasi perlu
dilakukan untuk mengetahui kelemahan, kekurangan serta kemampuan kelebihan bersama
maupun perseorangan sehingga akan terbentuk suasana belajar yang lebih nyaman.
Berdasarkan kriteria suasana belajar pada pendidikan orang dewasa di atas kita dapat
melihat kriteria –kriteria pendidikan orang dewasa di sekeliling kita dengan melihat suasana
belajar yang ada. Pada konsep pendidikan orang dewasa, baik fasilitator maupun peserta
didik berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Fasilitator merupakan pematik
tema sementara peserta didik lebih aktif dalam membahas tema berdasarkan pengetahuan
yang mereka miliki. Konsep pendidikann orang dewasa lebih sering kita temui dalam
pendidikan non formal. Seperti lembaga kursus dan pelatihan, perguruan tinggi, dansekolah
lanjut usia.
E. Sekolah Lanjut Usia Salimah sebagai Wujud Asas Pendidikan Sepanjang Hayat
F. Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan sasaran dalam program sekolah lanjut usia Salimah. Lanjut usia
yang dipandang sebagai individu yang tidak lagi berdaya berusaha diberdayakan oleh
sekolah melalui program sekolah lanjut usia. Berikut beberapa kajian terkait denga lanjut
usia:
Perkembangan manusia terus berjalan dari waktu ke waktu, masa usia lanjut juga
merupakan proses perkembangan manusia, pada masa ini tugas –tugas perkembangan juga
harus diselesaikan, tentunya sesuai dengan tahapan usianya. Tugas –tugas perkembangan
tu adalah (Izzaty,2004: 80):
1. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis –garis yang menetap;
5. Mulai lelah;
Dari keterangan diatas yang dimaksud kemuduran fisik merupakan kondisi dimana orang
lain dapat melihat dengan nyata kondisi fisik masyarakat lanjut usia. Dari kondisi fisik yang
tampak masyarakat dapat menyimpulkan bahwa apakah seseorang sudah memasuki masa
lanjut usia.
Jika ciri –ciri diatas tampak dalam fisik seorang individu, maka dengan mudah
seseorang mengetahui bahwa individu tersebut masuk dalam fase lanjut usia. Namun, ada
beberapa individu yang rajin merawat tubuh atau karena gen keturunan memiliki kondisi
fisik yang tampak muda, namun seseorang yang berusia diatas 60 tahun tetap merupakan
masyarakat lanjut usia.
2. Ingatan kepada hal –hal pada masa muda lebih baik daripada kepada hal–hal yang baru
terjadi, yang pertama dilupakan adalah nama –nama;
3. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat mundur, karena daya
ingat sudah mundur dan juga karena penglihatan biasanyasudah mundur;
4. Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam tes inteligensi
menjadi lebih rendah; dan
5. Tidak mudah menerima hal –hal atau ide –ide baru. Kondisi kognitif yang berkaitan
dengan kecerasan lanjut usia ini dapat dengan jelas kita lihat dari cara berbicara atau
penyampaian ide seorang lanjut usia. Dari ciri –ciri diatas kita dapa simpulkan bahwa lanjut
usia cenderung memiliki memori masa muda yang lebih kuat dari pada memori yang baru
saja terjadi, hal ini biasanya membuat lanjut usia cenderung bercerita dan membanggakan
masa lalunya kepada kerabat, anak, cucu atau kelompok seusia
“Dari komposisi usia warga belajar di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi dapat terlihat
populasi mereka yang berusia muda sangat mencolok ke arah skala usia yang lebih muda
dibandingkan dengan hanya sejumlah kecil orang berusia 50-an dan 60-an tahunterdaftar di
lembaga tersebut.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa faktor usia juga harus
difikirkan jika program pendidikan yang diambil terkait dengan program pelatihan yang
memerlukan tingkat konsentrasi atau ketangkasan manual seperti pelatihan membuat
kerajinan tangan, pada individu dengan usia 40 tahun ke atas tidak akan lebih efisien
dibandingkan dengan individu pada usia dewasa awal sampai dewasa madya.
Pada usia 40 tahun ke atas seorang individu lebih memerlukan aktivitas yang lebih
santai dan menyenangkan. Individu dengan usia 40 tahun keatas mengikuti program
pendidikan sekolah cenderung agar tetap bisa memiliki kegiatan sosial dan kelompok yang
mengikuti pendidikan luar sekolah untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
dengan kelompok sebaya seperti yang terjadi di sekolah lanjut usia Salimah
Lanjut usia bisa diartikan dari bahasa inggris sebagai successful aging atau optimal
aging. Banyak kriteria yang diusulkan untuk dikatakan sebagai lanjut usia berhasil dari
berbagai kriteria, seperti faktor kesehatan, kemampuan kognitif, dan kesehatan psikis yang
tercermin dalam kondisi lanjut usia. Banyak faktor yang memberikan kontribusi pada umur
seseorang. Jenis kelamin dan ras memiliki kontribusi pada umur panjang seseorang. Wanita
lebih panjang umurnya dar pada laki-laki. Orang kulit putih lebih panjang umurnya dari pada
orang kulit hitam. Ada 4 faktor yang diduga menjadi prediktor yang baik bagi umur panjang
seseorang yaitu:
b. Pendidikan, orang dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih panjang umurnya
dari pada yang pendidikanya lebih rendah
c. Pekerjaan, para professional atau orang dengan pekerjaan yang hanya membutuhkan
aktivitas fisik relatif kecil cenderung berumur panjang
d. Aktivitas, orang yang aktif berkerja lebih panjang umurnya dari padaorang yang banyak
menganggur atau pensiun (Izzaty, 2008: 48)
Faktor –faktor di atas dapat membantu masyarakat untuk mengetahui bahwa kondisi
di masa tua ditentukan oleh kondisi seseorang di masa mudanya. Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa individu yang banyak beraktivitas memiliki angka harapan hidup
yang lebih tinggi. Hal ini karena semua organ fisik terlatih untuk bergerak sehingga
kesehatan tubuh lebih terjaga. Selain itu, tubuh yang sehat membantu seorang individu
untuk berfikir sehat dan efeknya adalah otak tidak mudah terkena stres, dengan demikian
angka harapan hidup akan lebih tinggi.
b. Penelitian Relevan
1. Hasil Penelitian Dyah Ayu W.L dengan Judul Skripsi:"Evaluasi Program Pendidikan
Nonformal melalui Rumah Belajar Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anak Langit Pemkot
Tangerang" Penelitiannya memberikan penjelasan tentang konteks, input, proses dan
produk program pendidikan nonformal rumah belajar anak jalanan di Yayasan Keluarga
Anak Langit. Metode wawancara, dokumentasi dan observasi digunakan dalam penelitian ini
guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif dan mendalam. Penelitian ini memberikan
gambaran kepada peneliti tentang evaluasi program. Dari penelitian ini program pendidikan
nonformal rumah belajar anak jalanan dapat dilanjutkan dengan lebih meningkatkan
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta meningkatkan kualitas program
pendidikan dan kualitas fasilitas ruangan program rumah belajar anak jalanan.Penelitian
dari Dyah Ayu W.L merupakan penelitian evaluasi yang menggunakan model sama dengan
yang saat ini peneliti lakukan. Namun, sasaran dalam penelitian evaluasi ini berbeda.
Program pendidikan nonformal Rumah Belajar Anak Jalanan merupakan program yang
dievaluasi oleh peneliti diatas, sementara dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
indikator model evaluasi CIPP sebagai indikator untuk mendeskripsikan keadaan program
sekolah lanjut usia di Sekolah Lanjut Usia Salimah.
2. Hasil penelitian Fitri Badriyah dengan judul skripsi: Program Sekolah Lanjut Usia Golden
Geriatric Club Di Yayasan Budi Mulia Dua Yogyakarta. Penelitian ini memliki persamaan
tema sasaran yaitu lanjut usia. Penelitian tersebut berorientasi untuk mendeskripsikan
program sekolah lanjut usia di Sekolah Lanjut Usia Golden Geriatric Club yang merupakan
salah satu wujud upaya padapeningkatan pelayanan pendidikan bagi lansia. Sedangkan
perbedaan dengan penelitian ini adalah mendeskripsikan evaluasi program sekolah lansia
salimah.
C. Pertanyaan Penelitian
6. Bagaimana hasil program pendidikan sekolah lanjut usia ditinjau dari keterampilan dan
pengetahuan yang didapatkan peserta didik?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan penelitian
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
2. Waktu penelitian
3. Subyek peneliti
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini di lakukan agar data yang di
peroleh merupakan data yang valid atau pasti menggambarkan kondisi yang
sebenanrnya pada pelaksanaan kegiatan. Pada penelitian ini tekhnik pengumpulan
data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi
a. Letak demografis
b. Sejarah beridiri
c. Tujuan, visi,misi
d. Struktur organisasi
F. Reduksi Data
Dalam analisis data penelitian kualitatif, menurut Miles & Huberman (1992: 16)
sebagaimana diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstakan, dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi
penelitian kualitatif berlangsung.Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu
penelitiannya memutuskan (acapkali tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual
wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang
dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilan tahapan reduksi selanjutnya
(membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi,
membuat memo). Reduksi data/transfoemasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan,
sampai laporan akhr lengkap tersusun.
G. Penyajian Data
Penyajian data aitu sekumpulan data yang di uraikan terhadap hasil data
yang di peroleh untuk memudahkan dalammendeskripsikan suatu peristiwa yang
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan (Sugiyono:2016) . Pada tahap
penelitian ini peneliti menyajikan dan mengubungkan data dari hasil penelitian yang
telah di lakukan yang di peroleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi yang
telah di reduksi menjadi kalimat yang mudah di pahami.
H. Keabsahan Data
I. Penarikan kesimpulan
Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media.
Irawan, Soeharto. 2004. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Joesoef, Soelaiman. 2004. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rita Eka Izzaty dkk. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press
Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Lampiran I
PEDOMAN WAWANCARA
EVALUASI PROGRAM SEKOLAH LANSIA SALIMAH DI YAYASAN INDONESIA RAMAH LANSIA
YOGYAKARTA
Informan :
Jabatan :
Hari/Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
A. Evaluasi Konteks
1. Apakah tujuan yang ingin dicapai yang telah dirumuskan dalam program sekolah lansia
ini benar-benar dibutuhkan oleh warga belajar?
3. Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program sekolah lansia?
4. Tujuan pengembangan apakah yang belum tercapai oleh program sekolah lansia?
B. Evaluasi Input
2. Dari rentang usia berapa saja warga belajar yang mengikuti program tersebut?
C. Evaluasi Proses
1. Hari apa dan pukul berapa kegiatan pembelajaran ini dilakukan?
5. Bagaimana prosedur agar warga belajar bisa mengikuti sekolah lansia di yayasan
indonesia ramah lansia ?
D. Evaluasi Produk/Hasil
1. Pengalamani apa saja yang sudah pernah didapat dari program ini?
2. Perubahn perilaku seperti apa yang dialami oleh warga belajar setelah mengikuti
program di IRL?
3. Apakah dampak yang diperoleh warga belajar dalam waktu yang relatif panjang dengan
adanya program sekolah lansia ini?
5. Adakah manfaat yang didapat bagi masyarakat sekitar dari program yang dijalankan?
6. Apa harapan anda kedepan dengan adanya program yang dimiliki di Yayasan Indonesia
Ramah Lansia?
PEDOMAN WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Motto Hidup :
Sekolah :
Alamat :
A. Evaluasi Konteks
1. Sudah berapa lama anda bergabung menjadi warga belajar disini?2. Darimana anda
mendengar tentang adanya Yayasan Indonesia Ramah Lansia ini?
3. Menurut anda, bagaimana program sekolah lansia yang ada di Yayasan Indonesia
Ramah Lansia?
B. Evaluasi Input
C. Evaluasi Proses
D. Evaluasi Produk/Hasil
1. Pengalaman apa saja yang sudah pernah anda dapat dari sekolah lansia ini?
2. Perubahan perilaku seperti apa andadialami setelah mengikuti program sekolah lansia di
IRL ini?
5. Apa harapan anda kedepan untuk Yayasan Indonesia Ramah Lansia ini?
Lampiran II
PEDOMAN OBSERVASI
B. Input
2. Keterjangkauan lokasi
C. Proses
D. Hasil