LANDASAN TEORI
Kurva Phillips diperoleh semata-mata atas dasar studi empirik, tidak ada
dasar teorinya. Lipsey pada tahun 1960 mencoba untuk mengisi dasar teorinya.
Untuk tujuan ini Lipsey menggunakan sebagai dasar penjelasannya adalah teori
pasar tenaga kerja. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat upah cenderung turun
apabila
terdapat pengangguran (kelebihan tenaga kerja) dan akan naik apabila terdapat
kelebihan permintaan akan tenaga kerja. Dengan demikian, apabila dalam pasar
terdapat kelebihan penawaran, ini akan tercermin pada banyaknya orang yang
(menganggur) mencari pekerjaan.
(Sumber: Nhopirin)
Analisis Lipsey mengenai kurva Phillips dengan menggunakan teori pasar
tenaga kerja mulai dengan dua pernyataan yaitu penawaran dan permintaan akan
tenaga kerja menentukan tingkat upah, kedua tingkat/laju perubahan tingkat upah
ditentukan oleh besarya kelebihan permintaan (excess demand) akan tenaga kerja.
Tingkat perubahan upah mempunyai hubungan searah (positif) dengan kelebihan
permintaan. Makin besar kelebihan permintaan akan tenaga kerja tingkat
perubahan upah juga makin besar. Sedangkan kelebihan permintaan mempunyai
hubungan terbalik (negatif) dengan tingkat pengangguran. Makin besar kelebihan
permintaan
yaitu :
a. Faktor Ekonomi
1. Sumber Alam
3. Organisasi
4. Kemajuan teknologi
b. Faktor Nonekonomi
1. Faktor sosial
Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan,
strukturdan nilai-nilai sosial.
4. Teori Schumpeter
Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran baru
mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan sebabnya
konjungtur berlaku.Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami
keadaan dimana adakalanya berkembang dan pada lain mengalami
kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para
pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau pembaruan dalam
kegiatan mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan
inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan, dan pertambahan
investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Teori Harrod-Domar
Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes mengenai
penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk menunjukkan hubungan
diantara analisis keynes dengan teori harrod-domar. Teori keynes pada
hakikatnya menerangkan bahwa perbelanjaan agregat akan
menentukan tingkat kegiatan perekonomian. Analisis yang
dikembangkan oleh Keynes menunjukkan bagaimana konsumsi rumah
tangga dan investasi perusahaan akan menentukan tingkat pendapatan
nasional. Analisis harrod-domar bahwa sebagai akibat investasi yang
dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitm barang-barang
modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya teori harrod-
domar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar pada masa berikutnya
barang-barang modal yang tersedia tersebut akan sepenuhnya
digunakan. Sebagai jawaban tersebut menurut harrod-domar agar
seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya,
permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas
barang-barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di
masa lalu.
1) Teori J.E.Meade
2) Teori Solow
Inflation rate (% 4
per year) 4
2 7
a. Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak
mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena
memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara
maksimal dan sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih
rendah daripada pertambahan tenaga kerja. Efek dari keadaan ini di dalam
suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan suatu
pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan
oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka
dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun,
dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau
sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri.
b. Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal
karena suatu alasan tertentu. Salah satunya adalah karena kecilnya
perusahaan dengan tenaga kerja yang terlalu banyak sehingga untuk
menjalakan kegiatannya tidak efisien. Kelebihan tenaga kerja yang
digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.
c. Setengah Menganggur
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal
karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah
menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam
selama seminggu. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari
dalam seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang
mempunyai masa kerja seperti ini digolongkan sebagai setengah
menganggur.
d. Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja karena terikat
pada musim tertentu. Pengangguran seperti ini terutama di sektor pertanian
dan perikanan. Pada umumnya petani tidak begitu aktif di antara waktu
sesudah menanam dan panen. Apabila dalam masa tersebut mereka tidak
melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur.
2.5 Hubungan Antara Inflasi Dengan Pengangguran
Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran
kedudukannya naik (tidak ada trade off ) maka menunjukkan bahwa adanya
perbedaan dengan kurva philips dimana terjadi trade off antara inflasi yang rendah
atau pengangguran yang rendah. Nopirin (2000). Pada awalnya, kurva Phillips
memberikan gambaran kasar mengenai kausalitas proses inflasi. Rendahnya
tingkat pengangguran dianggap memiliki keterkaitan dengan ketatnya pasar
tenaga kerja dan tingginya tingkat pendapatan dan permintaan dari konsumen.
Kurva Phillips juga memberikan gagasan mengenai pilihan (trade off) antara
pengangguran dan inflasi.
Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi
tingkat pengangguran yang yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi
yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif
rendah (Dernburg dan Karyaman Muchtar, 1992). Kurva Phillips menggambarkan
hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada
asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan
agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan,
permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga
(inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan
kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan
satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan
permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga (inflasi)
pengangguran berkurang.
2.6 Hubungan Antara Upah Dengan Pengangguran
Tenaga kerja yang menetapkan tingkat upah minimumnya pada tingkat
upah tertentu, jika seluruh upah yang ditawarkan besarnya dibawah tingkat upah
tersebut, seseorang pekerja akan menolak mendapatkan upah tersebut dan
akibatnya menyebabkan pengangguran. Jika upah yang ditetapkan pada suatu
daerah terlalu rendah, maka akan berakibat pada tingginya jumlah pengangguran
yang terjadi pada daerah tersebut. Namun dari sisi pengusaha, jika upah
meningkat dan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, maka akan mengurangi
efisiensi pengeluaran, sehingga pengusaha akan mengambil kebijakan
pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi. Hal ini akan berakibat
peningkatan pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik berdasarkan indikator
Upah/gaji pekerja adalah upah yang dibayarkan sebelum dipotong pajak
upah/pendapatan, baik dalam bentuk uang, maupun bentuk barang kepada pekerja
penduduk dan angkatan kerja, besaran upah, dan pertumbuhan ekonomi sejalan
dengan kenaikan jumlah pengangguran. Sedangkan tingkat inflasi hubungannya
positif dan lemah, hal ini mengindikasikan tingkat inflasi tidak memiliki
hubungan terhadap jumlah pengangguran.
Penelitian oleh Hasan Basri, Indria Mayesti, dan Nurdin (2019) dengan
judul “Pengaruh UMP, Inflasi, IPM, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Pengangguran di Provinsi Jambi”. Model analisis data yang digunakan adalah
model regresi berganda dengan menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan
kualitatif. Secara simultan UMP, inflasi, IPM dan pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Provinsi Jambi selama periode
2000-2015. Sedangkan secara parsial diketahui bahwa UMP inflasi, dan IPM
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Provinsi Jambi, sementara itu
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan.
Penelitian oleh Mutiara Shifa (2017) dengan judul “Analisis Pengaruh
Tingkat Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran DiKota Medan”. Model analisis
data yang digunakan adalah model regresi linear sederhana. Dari hasil analisis
estimasi regresi linear sederhana 0.945 > 0.005 membuktikan bahwa tingkat
inflasi adanya pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran.
Dengan hasil estimasi tersebut membuktikan bahwa curva Philips tidak bisa
diterapkan di kota Medan dari tahun 2005 – 2014.
ini:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran