Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

“BEROBAT DAN INDUTRI OBAT-OBATAN DALAM ISLAM”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu

Asep Suryanto, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh :

Nur Sofy Lestari 31117180


Asri Nur baety Fauziah 31120245
Dila Kania Nurfadhilah 31120244
Ikhal Muhamad Al-Haz 31120240
Neng Widy 31120242
Nurlita 31120239
Sri Siti Aisyah 31120242
Vika Jenika 31120241

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2020

Berobat dan Indutri Obat-Obatan dalam Islam

Absrtrak
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan,
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit. Obat terdiri dari bahan aktif dan bahan farmasetik ( bahan pembantu eksipien). Dalam
suatu sediaan obat dapat mengandung tiga sampai dengan empat bahan pembantu.
Perkembangan teknologi proses pembuatan obat seiring berjalannya waktu semakin berkembang
dan menjadi tantangan tersendiri untuk menghasilkan obat yang berkhasiat dan halal, dan
kemajuan pembuatan obat-obatan tidak terlepas dari peran serta dari tokoh-tokoh besar islam.
Indonesia merupakan Negara dengan penduduk muslim terbanyak didunia, dalam islam seorang
muslim diharuskan makan dan minum dengan prinsip “halalan thoyiban” halal menurut syariah
dan baik atau bermanfaat bagi tubuh.

Pendahuluan

Pada zaman modern ini, orang menganggap bahwa kemajuan ilmu farmasi berasal dari
Barat. Padahal kemajuan yang dicapai Barat tersebut tidak lepas dari zaman sebelumnya, yakni
dunia Islam. Para ilmuwan farmasi Muslim selain menguasai riset-riset ilmiah di bidang farmasi,
mereka juga berhasil membuat komposisi, dosis, tata cara penggunaan, dan efek dari obat-obatan
(baik obat sederhana maupun obat campuran). Masa kejayaan Islam merupakan masa di mana
ilmu farmasi mencapai puncaknya. Tokoh-tokoh ilmu farmasi seperti Jabir bin Ibnu Hayyan,
Ibnu Masawayh, Al-Kindi, Sabur Ibnu Sahl, At-Tabari, Ar-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu Sina, Al-
Biruni, Al-Ghafiqi, Ibnu Zuhr, Ibnu Thufayl, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Al-Baythar menjadi orang-
orang di barisan terdepan bahkan beberapa karya mereka masih dijadikan rujukan dalam ilmu
farmasi dan kedokteran hingga abad modern baik di negara Timur maupun di negara Barat.
( Sri,2017)

Perkembangan ilmu farmasi (syadanah, bahasa Arab) tidak terlepas dari sejarah
perkembangannya yang merupakan suatu proses panjang tumbuh dan berkembangnya ilmu
pengetahuan itu sendiri. Pada setiap fase perkembangan ilmu farmasi muncul sesuatu yang baru
dan memiliki karakteristik tersendiri pada setiap masanya. Pada masa kejayaan Islam, karya dan
pemikiran mereka menjadi sumbangan signifikan yang mempengaruhi perkembangan ilmu
farmasi hingga saat ini.Selain menguasai di bidang farmasi, masyarakat muslim adalah sebagai
peradaban pertama yang memiliki apotek dan tokoh obat. Horward R Turner dalam
bukunya Science in Mediavel Islam, umat islam mulai menguasai farmasi setelah melakukan
Gerakan penerjemah secara besar-besaran di era kekhalifahan Abbasiyah. Pada abad ke-7 sampai
abad ke-12, para ilmuwan muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi
atau pencarian terhadap beragam produk alam yang dapat digunakan sebagai obat-obatan.
Tokoh-tokoh islam pada masa kejayaan islam tersebut berperan penting dalam ilmu kedokteran
dan farmasi tergambar dalam kitab-kitab yang mereka hasilkan. Realitas ini dapat menepis
dugaan selama ini, seolah olah pengetahuan farmasi lahirnya dari Barat, padahal kenyataannya
dunia farmasi islam telah kebih daulu unggul dibandingkan barat. Ilmuwan muslim mengalami
perkembangan pada saat perkembangan ilmu dibarat terhenti yang disebut zaman gelap (dark
age) antara abad ke-7 sampai abad ke-12. Perkembangan selanjutnya, setelah era keemas an
islam mencapai kejayaan yang amat luar biasa tersebut, perlahan kemudian memudar, hingga
akhirnya ilmu farmasi kemudian dikuasai oleh barat sampai saat ini.

1. Sejarah Perkembangan Farmasi Islam


Sejarah Perkembangan Farmasi Islam Menurut Abu Al-Wafar Abdul Akhir,
sejarah farmasi Islam terbagi dalam empat fase6 , yakni fase pertama adalah hasil kerja
keras pakar kimia Muslim, sekaligus perintis ilmu farmasi Jabir bin Ibnu Hayyan (720 M-
815 M). Fase kedua, ilmu farmasi dikembangkan oleh Yuhanna Ibnu Masawayh (777-
857 M), Al-Kindi (809-873), Sabur Ibnu Sahl (Wafat 869 M), Abu Hasan Ali bin Shal
Rabani AtTabari (838-870 M), dan Zakariya Ar-Razi (864 M-930 M). Fase ketiga, ilmu
kedokteran dan farmasi melalui tangan Al-Zahrawi (936- 1013), Ibnu Sina (980-1037 M),
Abu Raihan Muhammad Al-Biruni (973-1050 M), Ibnu Aldan Abu Ja’far Al-Ghafiqi
(Wafat 1165 M). Fase keempat, para ilmuwan farmasi Muslim mulai memperluas studi
mereka mulai memperluas studi mereka lewat perindustrian di bidang farmasi. Hasil
akhir dari studi tersebut adalah seni menyajikan obat-obatan. Empat dari dari mereka
adalah Ibnu Zuhr (1091-1131 M, Ibnu Thufayl (1112-1186 M, Ibnu Rusyd (1128-1198
M), dan Ibnu Al-Baythar (1197- 1248 M). Fase keempat ini merupakan fase kebangkitan
ilmuwan Muslim era kekhalifaan yang terakhir. Setelah fase ini, umat Islam mengamai
kemunduran drastis.(Sari,2017)
2. Pengobatan dalam Islam
a. Pengertian Pengobatan
Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit
yang mengganggu kesehatan. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan,
tetapi juga oleh kepercayaan dan keyakinan, karena manusia telah merasa dialam ini
ada sesuatu yang lebih kuat dari dia, baik yang dapat dirasakan panca indera maupun
yang tidak dapat dirasakan dan bersifat gaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari
pengaruh kepercayaan atau agama yang dianut oleh manusia.
Secara umum didalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non-medis.
Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya
secara terminologis menjadi tiga pendapat, yaitu
1) Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh
manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini di
nisbatkan oleh para dokter klasik dan ibnu Rusyid Al-Hafidz.
2) Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia
untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi
sakit
3) Ilmu pengetahuan tentang kondisi kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi
sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah
ada dan mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisinya tidak sehat.
Ini adalah pendapat ibnu syina

b. Prinsip – Prinsip pengobatan dalam islam


Beberapa prinsip pengobatan menurut islam, yakni :
1) Tidak berobat dengan zat yang diharamkan
Nabi Muhammad SAW. Bersabda Artinya :
Allah SWT tidak menjadikan penyembuhmu dengan apa yang diharamkan
atas kamu.
Prinsip ini menujukan bahwa berobat dengan menggunakan zat – zat yang
diharamkan sementara kondisinya tidak benar benar darurat, maka
penggunaan zat tersebut di haramkan. Missal pengobatan dengan meminum
air seninya sendiri terapi hormone dengan menggunakan lemak babi, atau
mengobati gatal di tubuh dengan menggunakan kadal, mengobati mata rabun
dengan memakan kelelawar dan seterusnya. Dan yang paling popular pada
saat ini, dan sering dilihat pada acara acara kuliner ekstrim adalah memakan
daging ular kobra untuk mengobat penyakti asma.

Didalam pelaksanaan ibadah haji, setiap calon jama’ah haji wajib di beri
vaksin menginitis yang didalamnya ada kandungan unsur enzim babi
(porcain). Vaksin ini bersifat darurat karena implikasi penyakit ini yang
sangat berbahaya. Namun ketika sudah ada alternative penggunaan vaksin
lainnya, maka penggunaan vaksin tersebut menjadi di haramkan. Demikian
juga bagi orang yang akan berhaji untuk kesekian kalinya, baik sebagai
jamaah biasa, tim kesehatan, ataupun pemandu haji maka penggunaan vaksin
ini sudah di haramkan karena berhaji untuk kesekian kali menunjukan kondisi
yang sudah tidak darurat lagi berdasarkan kaidah :
Keadaan darurat menyebabkan perkara yang dilarang menjadi boleh (darurat
tubuh jal-mahzurat). Sehingga tanpa kondisi yang darurat, maka yang haram
atau tidak di perbolehkan tetap menjadi sesuatu yang diharamkan.
2) Berobat Kepada Ahlinya (Ilmiah)

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus ilmiah.


Dalam arti dapat diukur. Seorang dokter dalam mengembangkan
pengobatannya dapat diukur kebenaran metodologinya oleh dokter lainnya.
Sementara seorang dukun dalam mengobati pasiennya, tidak dapat diukur
metode yang digunakannya oleh dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat
diukur disebut tidak ilmiah dan tidak metodologis.

3) Tidak Menggunakan Mantra (Sihir)

Hal ini harus menjadi perhatian besar dari orang-orang yang


mendatangi pengobatan alternatif. Memperhatikan dengan seksama, apakah
pengobatan yang dilakukannya itu menggunakan sihir atau tidak. Pengobatan
yang melibatkan unsur unsur syirik adalah termasuk salah satu bentuk
kemusyrikan. Tiga prinsip inilah yang harus ditransformasikan kepada
masyarakat secara umum.

3. Jenis-jenis Bahan Obat dalam Islam


a. Obat Halal
Obat halal harus memenuhi persyaratan berikut :
1) Sumber : tidak boleh mengandung bahan yang berasal dari daging babi
atau hewan yang tidak disembelih dengan syarat islam. Bahan yang
berasal dari tanaman, mineral dan mikroorganisme (laut-darat) dibolehkan
selama tidak beracun dan berbahaya bagi tubuh. Begitu juga dengan bahan
sintetik kimia dibolehkan selama tidak toxic dan bahaya.
2) Metode dalam pembuatan obat mulai dari tahap persiapan, proses
produksi, dan pengemasan harus bebas dari bahan kotor atau mengandung
najis.
3) Penggunaan obat tidak menyebabkan efek berbahaya di kemudian hari.
4) Aspek kebersihan pada setiap komponen harus diperhatikan, termasuk
kebersihan personil, pakaian, peralatan, dan bangunan harus bebas dari
najis dan kotoran.
b. Bahan Obat yang Tidak Halal
Islam memiliki panduan dan pedoman untuk berbagai bahan aktif dan bahan
eksipien yang berstatus tidak halal diantaranya :
1) Babi : tidak boleh menggunakan bahan yang berasal dari babi dan hewan
yang tidak disembelih menurut aturan islam. Mengobati dengan bahan
yang terlarang tidak dibolehkan, walaupun bahan tersebut efektif untuk
penyembuhan.
2) Alkohol : menurut fakta MUI, alkohol itu dibedakan antara alkohol yang
berasal dari industri khamar dan alkohol yang bukan dari indutri khamar.
Hukum alkohol dari industri khamar adalah haram dan najis, sedangkan
alkohol yang bukan berasal dari industri khamar, jika digunakan sebagai
bahan penolong dan tidak terdeteksi dalam produk akhir, maka boleh
digunakan dan tidak bernajis. Khamar dengan alkohol terdapat perbedaan,
karena tidak semua alkohol itu merupakan khamar, tapi semua khamar
pasti mengandung alkohol.
3) Gelatin : gelatin merupakan campuran antara peptida dengan protein yang
diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang,
tendon dan kulit binatang, seperti ikan, sapi dan babi. Gelatin secara luas
digunakan sebagai zat pembuat gel pada makanan, industri farmasi,
potografi dan pabrik kosmetik. Dalam indutri pangan, gelatin luas dipakai
sebagai salah satu bahan baku dari permen lunak jeli dan eskrim. Dalam
industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul.
Gelatin yang berasal dari binatang yang dilarang adalah haram.
4) Bahan lain : bahan aktif lain yang marak digunakan dalam industri
farmasi adalah bahan aktif yang berasal dari manusia. Seperti keratin
rambut manusia untuk pembentukan sistein. Maupun placenta manusia
untuk obat-obatan seperti obat luka bakar dan yang lainnya. Menurut
Abdullah Salim, berdasarkan keputusan Fatwa Munas VI MUI no :
2/Munas VI/MUI/2000, tanggal 30 Juli 2000 tentang penggunaan organ
tubuh, ari-ari dan air seni bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika
adalah haram.
4. Konsep Darurat dalam Pengobatan
1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti obat yang haram.
3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik
pemeriksaannya maupun agamanya.

Konsep darurat ini berlaku di indonesia pada penggunaan vaksin, beberapa vaksin yang
penting seperti vaksin menginitis untuk ca;on jamaah haji yang berasal dari enzim babi.
Begitupun dnegan vaksin lainnya yang berbahan dari hal yang diharamkan selama belum
ada bahan pengganti yang halal maka dibolehkan sesuai kaidah darurat.

Kesimpulan

Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang
mengganggu kesehatan. Pengobatan tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau agama yang
dianut oleh manusia. Secara umum didalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non
medis.

Dalam penjaminan obat halal memiliki peran penting dari semua pihak. Seperti indutri
farmasi sebagai pelaku dan penyedia obat didorong untuk melakukan sertifikasi halal produknya,
para akademisi dan peneliti harus terus berupaya melakukakn riset untuk menemukan bahan
tambahan obat dari sumber yang halal, pemerintah pun harus mempermudah dan mendorong
semua pihak agar telibat aktif untuk mewujudkan jaminan produk halal.

Daftar Pustaka

Muhisyam, Muhammad. Sembuhkan Penyakitmu dengan Al-Qur’an. Yogjakarta:


Beranda Publishing, 2010.

Norisca Aliza A Putriana. Apakah Obat Yang Kita Konsumsi Saat Ini Sudah Halal.
Sumedang : Universitas Padjajaran.2016

Podisastra, S.I, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta:
Komunitas Bambu, 2008.

Sari Sudewi. Sejarah Farmasi Islam Dan Hasil Karya Tokoh-Tokohnya. 2017. Manado :
Badan Litbang Kemenkes RI.

Yusuf, Sidiq, Yusuf, ‘’Para Ahli Farmasi’’ dalam Koran Republik Khazanah. Halaman
20, Jumat 15 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai