Oleh
I Wayan Diara
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga
penelitian ini dapat dilaksanakan. Penelitian yang berjudul Degradasi Kandungan C-organik dan
Hara Makro pada Lahan Sawah dengan Sistem Pertanian Konvensional telah dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui seberapa besar terjadinya degradasi/penurunan kandungan C-organik
dan unsur hara makro (N-total, P-tersedia, K-tersedia) pada lahan sawah yang secara terus
menerus dikelola secara konvensional. Hal ini dilatarbelakangi oleh terjadinya penurunan
produksi pada lahan-lahan padi sawah selama beberapa dekade terakhir sebagai akibat
penggunaan sarana produksi terutama pupuk dan pestisida kimiawi. Selain itu juga untuk
mendapat gambaran mengenai ketersediaan unsur hara utama bagi tanaman padi sawah, sehingga
upaya perbaikan kesuburan tanah dan nutrisi tanaman serta peningkatan produksi tanaman padi
sawah dapat dijamin keberkelanjutannya.
Pada laporan ini disajikan kandungan C-organik, N-total, P-tersedia, dan K-tersedia, yang
merupakan indikator utama penentu tingkat kesuburan untuk mendukung pertumbuhan dan
produkasi tanaman. Kandungan dan ketersediaan unsur-unsur tersebut dibandingkan pada dua
sistem pertanian konvensioanal dan pertanian organik.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Prodi Agroekoteknologi atas
dukungan dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini, walaupun dengan dana
sendiri. Kepada pihak-pihak lain yang memberikan dukungan bantuan bagi pelaksanaan
penelitian ini kami ucapkan banyak terimakasih.
Penulis
i
ABSTRAK
Penggunaan sarana produksi seperti pupuk dan pestisida kimia pada pengelolaan padi
sawah dengan sistem pertanian konvensional pada awalnya telah mampu meningkatkat produksi.
Namun pada beberapa decade terakhir produktivitas lahan padi sawah disinyalir menurun dan
terjadi kerusakan lingkungan sebagai akibat terjadinya degradasi kandunga C-organik dan hara
makro. Penelitian tentang Degradasi Kandungan C-organik dan Hara Makro pada Lahan Sawah
dengan Sistem Pertanian Konvensional telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar terjadinya degradasi/penurunan kandungan C-organik dan hara utama pada lahan
sawah yang secara terus menerus dikelola secara konvensional. Penelitian ini dilakukan di Subak
Jatiluwih, Penebel, Tabanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kandungan C-organik tanah pada lahan sawah
dengan sistem pertanian organik selama 7 tahun aplikasi tergolong tinggi (3,225 %), sedangkan
pada pertanian konvensional tergolong sedang (2,267 %). Kandungan unsur hara makro (N-
total, P-tersedia, dan K-tersedia) dalam tanah pada lahan sawah dengan sistem pertanian organik
selama 7 tahun aplikasi berturut-turut tergolong sedang (0,237 %), rendah (13,445 ppm) dan
sedang (157,495 ppm), sedangkan pada pertanian konvensional tergolong rendah (0,184 %),
sangat rendah (7,623 ppm dan rendah (129,050 ppm). Besarnya penurunan atau degradasi
kandungan C- organik, unsur hara makro (N-total, P-tersedia dan K-tersedia) yang terjadi pada
sistem pertanian konvensional berturut-turut 29,71 %, 22,36 %. 43,30 % dan 19,97 %.
Perlu dilakukan penelitian tentang pemberian berbagai jenis pupuk organik yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik pada lahan padi sawah untuk mengkaji penurunan
penggunaan pupuk kimia pada lahan padi sawah dalam mendukung pertanian berkelanjutan.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……………………………………………………………………………… ii
iii
BAB V. PEMBAHASAN …………………………………………………………… 25
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
No Judul
2.1 Unsur hara makro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul ….. 11
2.2 Unsur hara mikro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul ……. 11
2.3 Unsur hara makro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul
dengan pemupukan dan tanpa pupuk N …………………………………….. 12
2.5 Estimasi jumlah enam hara penting yang diangkut dari tanah dan disimpan
dalam biji kedelai ……………………………………………………………... 14
2.6 Estimasi jumlah enam hara penting yang diangkut dari tanah dan disimpan
dalam bagian vegetatif tanaman (bukan biji) di atas tanah …………………… 14
4.1 Kadar C-organik, N-total, P-tersedia dan K-tersedia tanah pada lahan sawah
dengan sistem organik dan konvensional di Subak Jatiluwih, Penebel,
Tabanan ………………………………………………………………………. 22
v
BAB I
PENDAHULUAN
produksi gabah yang cukup tinggi secara cepat karena penggunaan input (pupuk
dan pestisida) kimia yang banyak, sementara penambahan bahan organik sangat
sedikit atau hampir tidak ada sama sekali, disamping benih unggul berdaya hasil
tinggi. Namun tanpa disadari akan terjadi penurunan kandungan unsur hara dan
berkelanjutan.
kandungan C-organik tanah dan unsur hara utama dari dalam tanah oleh
tanaman padi (Oryza sativa L.) dapat terjadi melalui pengangkutan hara
1
K2O, 23 kg MgO, 20 kg CaO, 5 kg S, 2 kg Fe, 2kg Mn, 200 g Zn, 150 g Cu, 150
besar jika malai dan jerami diangkut dari lahan pada saat panen. Namun, jika
pengangkutan Si dan K2O dapat dikurangi, meskipun N dan P2O5 masih tetap
hara lainnya adalah kalcium (Ca), magnesium (Mg), iron (Fe), boron (B),
mangan (Mn), zinc (Zn), copper (Cu), and molybdenum (Mo) yang dibutuhkan
dalam konsentrasi lebih sedikit dan hanya terbatas pada lingkungan tertentu.
kedelai mengandung protein yang tinggi, kebutuhan akan N luar biasa tinggi
pertumbuhannya unsur hara diserap dari tanah dan dari proses fiksasi; tetapi
pada akhir masa pertumbuhannya banyak unsur hara juga di remobilisasi dari
2
Kedua jenis komoditas tersebut diatas sangat besar perannya dalam
berbagai upaya telah untuk mengatasi masalah degradasi lahan pertanian, yaitu
secara luas bagi sistem produksi pertanian secara berkelanjutan (Hsieh, 2005).
meningkat selain karena penambahan pupuk organik juga karena sisa tanaman,
respirasi mikroba tanah dan juga karena simpanan C-organik akibat sekuestrasi
yang terkait dalam siklus hara, air dan biologi (Lal, 2004), di samping
3
Untuk menjaga ketersediaan kandungan C-organik yang cukup dalam
tanah, selalu dilakukan evaluasi cadangan atau simpanan C-organik tanah baik
dapat diketahui perubahan yang terjadi pada kualitas tanah sebagai respon
C-organik tanah (soil organic carbon storage) dapat menjadi suatu ukuran bagi
tanah dan unsur hara makro (N-total, P-tersedia, K-tersedia) pada lahan padi
sawah, baik yang dikelola dengan sistem pertanian organik maupun pertanian
konvensional di Bali belum banyak tersedia. Oleh karena itu, penelitian tentang
degradasi kandungan C-organik dan unsur hara makro tanah, terutama pada
lahan sawah dengan sistem organik dan konvensional, perlu dilakukan terutama
Sampai saat ini gambaran tentang kandungan C-organik dan kandungan unsur
Bali belum tersedia. Perbaikan kesuburan tanah pada lahan sawah dilakukan
4
melalui pemupukan berdasarkan rekomendasi umum sehingga potensi hasil
tanaman padi sawah yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan lahan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
varietas unggul yang memiliki respon tinggi terhadap pemupukan dan irigasi.
bahwa penerapan revolusi hijau memiliki beberapa dampak negatif, antara lain
6
Terkait dengan pengertian dan persepsi berbagai pihak tentang pertanian
secara sederhana pertanian organik adalah cara dan sistem budidaya pertanaman
berupa pupuk dan pestisida (Irsal et al., 2006). Selanjutnya dikemukakan pula
yang kedua adalah terjadinya degradasi fisik dan kimia sebagian lahan, terutama
lahan sawah. Konsep pertanian organik yang dikemukakan Lotter et al. (2003)
dalam pengembalian kondisi tanah dapat digunakan bahan alami sebagai bahan
7
dilengkapi dengan sertifikat organik yang menandakan bahwa produk pertanian
pertanian organik (Scow et al., 1994). Pada kenyataanya untuk beralih dari
tahun. Sistem pertanian organik akan diawasi secara terus menerus oleh
lembaga sertifikasi (Steven et al., 1994). Hal ini ditujukan untuk menjamin
sistem pertanian organik memiliki harga jauh lebih mahal daripada produk
pupuk anorganik, pestisida sintesis dan zat perangsang tumbuh, organisme hasil
terkontrol dengan baik akan mempercepat terjadinya degradasi lahan yang pada
8
Pertanian konvensional telah bekerja dalam sistem pangan global
praktek pertanian secara menyeluruh untuk menjadi apa yang sekarang dikenal
sebagai industri pertanian (Fraser et al., 2005). Pertanian intensif yang menjadi
ciri khas pertanian konvensional menggunakan jumlah tenaga kerja dan bahan
kimia per satuan luas yang lebih tinggi daripada praktek pertanian lainnya.
yang intensif ini membutuhkan energi sangat tinggi yang membutuhkan bahan
bakar fosil untuk menyalakan mesin yang memungkinkan untuk usaha pertanian
dalam skala besar (Pimentel et al., 1973; Pimentel et al., 2005). Selanjutnya
Crews dan Peoples (2004) juga mengemukakan bahwa salah satu definisi
rasio NPK untuk aplikasi pada tanaman. Aplikasi pupuk ke tanah menyediakan
untuk mempertahankan dan mengisi hara tanah dan karbon organik tanah.
oksida masing-masing merupakan emisi GRK paling penting kedua dan ketiga
setelah karbon dioksida (IPCC, 2007), dan emisi tersebut dari bidang pertanian
9
alami. Misalnya, pupuk konvensional digunakan untuk memberikan jumlah
nutrisi yang melimpah dalam bentuk biokimia yang tersedia, tetapi skala di
mana pupuk diterapkan ditambah dengan siklus air alami telah menyebabkan
muatan nutrisi melalui limpasan yang masuk ke dalam sistem air (Goetz dan
Zilberman, 2000).
organik dari dalam tanah dapat melalui (a) respirasi tanah, (b) respirasi
tanaman, (c) terangkut panen, (d) dipergunakan oleh biota, dan (e) erosi. Siklus
bikarbonat atau terangkut dari dalam tanah bahkan sampai ke laut. Setiap
tahun, pergerakan karbon dalam jumlah besar dan terjadi perubahan dari satu
karbon dari tanaman dan 5% karbon dari bahan organik tanah (McLaren dan
Cameron, 1996).
10
MgO, 20 kg CaO, 5 kg S, 2 kg Fe, 2kg Mn, 200 g Zn, 150 g Cu, 150 g B, 250
sangat besar jika malai dan jerami diangkut dari lahan pada saat panen. Namun,
jika hanya gabah yang dipanen dan jerami dibenamkan kedalam tanah,
pengangkutan Si dan K2O dapat dikurangi, meskipun N dan P2O5 masih tetap
serta Fe dan Mn (unsur mikro) dibandingkan unsur lainnya (Datta, 1989) (Tabel
Tabel 2.1
Unsur hara makro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul
Unsur hara makro yang diangkut
Bagian tanaman kg/ton gabah
N P2O5 K2 O MgO CaO S
Jerami 7,6 1,1 28,4 2,3 3,80 0,34
Gabah 14,6 6,0 3,2 1,7 0,14 0,60
Total 22,2 7,1 31,6 4,0 3,94 0,94
*Sumber: Dihitung dari S.K. Datta, 1989. Data dihitung dari data pengangkutan hara
pada var. IR 36 pada level hasil 9,6 t/ha gabah dan 8,3 t/ha jerami (di Filipina).
Tabel 2.2
Unsur hara mikro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul
Unsur hara mikro yang diangkut
Bagian tanaman g/ton gabah Kg/ton gabah
Fe Mn Zn Cu B Si Cl
Jerami 150 310 20 2 16 41,9 5,5
Gabah 200 60 20 25 16 9,8 4,2
Total 350 370 40 27 32 51,7 9,7
*Sumber:Dihitung dari S.K. Datta, 1989. Data dihitung dari data pengangkutan hara
pada var. IR 36 pada level hasil 9,6 t/ha gabah dan 8,3 t/ha jerami (di Filipina).
11
Tabel 2.3
Unsur hara makro yang diangkut/dipindahkan oleh tanaman padi unggul
dengan pemupukan dan tanpa pupuk N
Tabel 2.4
Kebutuhan hara N, P, K bedasarkan analisis tanah
dibandingkan jagung, dan kedelai dapat memfiksasi N sampai 50% (Iowa State
12
air, fotosintesis dan produksi protein, minyak, dan karbohidrat tidak terjadi
menurun.
Hara lainnya adalah kalcium (Ca), magnesium (Mg), iron (Fe), boron (B),
mangan (Mn), zinc (Zn), copper (Cu), dan molybdenum (Mo) yang dibutuhkan
dalam konsentrasi lebih sedikit dan hanya terbatas pada lingkungan tertentu.
kedelai mengandung protein ynag tinggi, kebutuhan akan N luar biasa tinggi
pertumbuhannya unsur hara diserap dari tanah dan dari proses fiksasi; tetapi
pada akhir masa pertumbuhannya banyak unsur hara juga di remobilisasi dari
jaringan tua untuk mendukung perkembangan biji (Tabel 2.5 dan 2.6).
13
Tabel 2.5
Estimasi jumlah enam hara penting yang diangkut dari tanah
dan disimpan dalam biji kedelai
Tabel 2.6
Estimasi jumlah enam hara penting yang diangkut dari tanah dan disimpan
dalam bagian vegetatif tanaman (bukan biji) di atas tanah.
Hara Konsentrasi 2 t/ha (30 3,4 t/ha (50 4,7 t/ha (70
bushels/acre) bushels/acre) bushels/acre)
0,012 kg/liter 1,134 kg/ha (pounds/acre)
(pounds/bushel)
Nitrogen 1,30 39 65 91
Fosforus 0,13 4 7 9
Kalium 0,75 23 38 53
Kalsium 1,50 45 75 105
Magnesium 0.22 7 11 15
Sulfur 0.25 8 13 18
*Sumber: www.psu.missouri.edu/soyx)
14
2.3 Karbon Organik Tanah
pemasok karbon, yaitu : (a) tajuk tanaman pohon dan tanaman semusim yang
masuk sebagai serasah dan sisa panen; (b) akar tanaman, melalui akar-akar yang
mati, ujung-ujung akar, eksudasi akar dan respirasi akar; (c) biota. Serasah dan
akar-akar mati yang masuk ke dalam tanah akan segera dirombak oleh biota
berbagai faktor, yaitu iklim, tanah, vegetasi dan waktu dan dapat mencapai
lingkungan dan tingkat kehilangan saat ini adalah penyerapan karbon organik
tanah potensial, yaitu, C potensial, karena secara teoritis jumlah ini dapat
input serta kehilangan bahan karbon, yaitu produksi primer bersih, kualitas
15
Perbandingan relatif karbon dengan nitrogen dan fosfor dalam bahan
organik pada tanah mineral adalah dengan rasio 110:9:1 menurut berat.
Total karbon merupakan jumlah karbon yang berasal dari karbon organik
dan karbon anorganik. Karbon organik berada pada fraksi bahan organik tanah,
merupakan bagian dari vegetasi yang masih hidup, (b) nekromasa merupakan
bagian dari vegetasi yang telah mati, dan (c) bahan organik tanah merupakan
sisa mahluk hidup yang talah mengalami pelapukan baik sebagian maupun
seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah (Hairiah, et al., 2011).
Karbon labil tanah (fraksi labil) terdiri dari bahan yang mudah
didekomposisi, dengan umur berkisar dari beberapa hari sampai beberapa tahun.
Komponen bahan organik tanah labil terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu : (a)
bahan yang paling labil adalah bagian seluler tanaman, hama/binatang seperti
karbohidrat, asam amino, peptida, gula-amino, dan lipida, (b) bahan yang agak
16
hemiselulosa, dan (c) biomasa dan bahan metabolis dari mikrobia (microbial
tanah yaitu sebagai sumber hara tanaman karena komposisi kimia bahan asalnya
dan tingkat dekomposisinya yang cepat. Karbon labil meliputi cadangan yang
lebih besar dibandingkan dengan biomasa mikroba itu sendiri, dan ditemukan
pada sampel tanah pada bagian dalam profil tanah bersifat mobil dan
karbon tanah yang diduga dengan waktu paruh, yang menjadi salah satu
yang akurat adalah ukuran dan aktivitas mikroba. Pada proses aktivitas mikroba
tanah, karbon dan nitrogen hasil mikroba membantu proses seperti mineralisasi
dan immobilisasi yang secara nyata berpengaruh terhadap fungsi dan kesuburan
tanah, perubahan C global, dan siklus bahan organik tanah. Biomasa mikroba
ini digunakan sebagai bagian dari cadangan bahan organik tanah, dan menjadi
indikator penting bagi perubahan bahan organik dibanding kadar total karbon
tahun (Blair et al., 1995). Indeks yang sesuai dan penakar penting untuk
17
lahan adalah karbon mikroba (Cmic), dan mikroba quotient (Cmic/Corg). Mikroba
ada di atmosfir yang kadarnya sangat rendah, ditambah air yang diubah menjadi
bahan organik oleh klorofil dengan bantuan sinar matahari. Unsur yang diserap
Mekanisme perubahan unsur hara menjadi senyawa organik atau energi disebut
metabolisme.
Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak
terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau
berhenti sama sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang kekurangan atau
ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu organ tertentu
18
Unsur hara yang diperlukan tanaman adalah Karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu),
Molibdenum (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan
Silikon (Si). Unsur Na, Si, dan Co dianggap bukan unsur hara essensial, tetapi
tanah dengan kadar garam yang relatif tinggi dan sering melebihi kadar P
(Fosfor). Silikon (Si) pada tanaman padi dianggap penting walaupun tidak
Si yang cukup, maka tanaman tersebut lebih segar dan tidak mudah roboh
(Anonymous, 2013).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
berada pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 675 m di atas
daerah ini memiliki iklim tropis dengan dua musim, yakni musim hujan
(Oktober – Maret) dan musim kemarau (April – September). Curah hujan rata-
rata tahunan 2391 mm dan 140 hari hujan. Suhu udara maksimum berkisar dari
26,5 – 29,4 0C dengan rata-rata tahunan 22,5 0C dan suhu tanahnya 25,0 0C.
Jenis tanahnya pada katagori ordo termasuk Andisol, sub ordo : Aquands, great
marginal (S3) dengan faktor pembatas hara tersedia (n). Komponen hara
tersedia (n) yang menjadi pembatas adalah P-tersedia dalam tanah tergolong
20
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Tabanan. Analisis kandungan C-organik dan unsur hara makro tanah (N-total,
kantong plastik, karung plastik, meteran tanah. Untuk analisis sampel tanah
digunakan bahan dan alat untuk analisis sampel tanah di laboratorium, seperti
NH4OAc 1 N pH 7. Data sekunder berupa data curah hujan di catat dari station
meteorologi terdekat dengan lokasi penelitian dan data lain yang mempunyai
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN
organik dibandingkan dengan standar kriteria penilaian sifat kimia dan fisik
tanah berdasarkan kirteria laboratorium untuk kandungan unsur kimia dan fisik
Tanah. Kadar C-organik, N-total, P-tersedia dan K-tersedia tanah pada lahan
Tabel 4.1
Kadar C-organik, N-total, P-tersedia dan K-tersedia tanah pada lahan sawah
dengan sistem organik dan konvensional di Subak Jatiluwih,
Penebel, Tabanan.
No. Kadar
2. Sawah sistem 2,267 (S) 0,184 (R) 7,623 (SR) 129,050 (R)
konvensional
**)
Keterangan :
*) Pemberian pupuk kandang (sapi) 2,5 ton ha -1, sejak tahun 2008 (7 tahun)
**) Pupuk Urea sesuai anjuran : 100 -150 kg ha-1
T=tinggi; S=sedang ; SR=sangat rendah.
22
4.1 Kandungan Karbon (C) Organik Tanah
tanah sebesar 29,71 %. Pada lahan padi sawah dengan sistem pertanian organik
yang dilakukan dengan pemupukan dengan pupuk kandang rata-rata 2,5 ton ha-
1
, mampu mempetahankan kandungan bahan organik tanah sampai pada tingkat
dengan katagori tinggi, sedangkan pada lahan padi sawah dengan sistem
(Tabel 4.2). Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pengembalian
dalam tanah.
23
4.3 Kandungan P-tersedia dalam Tanah
organik yang dilakukan secara terus-menerus, yaitu dengan aplikasi lebih dari 7
pada tingkat sangat rendah (7,62 ppm), atau menurun dari tingkat rendah pada
ini mengindikasikan bahwa pupuk organik yang diberikan secara terus menerus
konvensional. Pemberian pupuk kandang sapi sebesar rata-rata 2,5 ton ha-1
sedangkan penggunaan pupuk kimia (urea) dengan dosis 100 – 150 kg ha-1
24
BAB V
PEMBAHASAN
unsur tersebut lebih tinggi pada sistem pertanian organik dibandingakan dengan
43,30 % dan 19,97 %. Hal ini berarti bahwa penggunaan pupuk kimia (urea
dengan dosis 100 – 150 kg ha-1) yang diberikan secara terus menerus pada
setiap musim tanam tanpa dibarengi dengan pemberina pupuk organik dapat
organik tanah pada lahan sawah dibutuhkan waktu lebih dari 7 tahun.
dibandingkan dengan pertanian organik (Tabel 4.1). Hasil ini didukung oleh
hasil penelitian (Reganold, 1993) yang membandingkan sifat tanah pada sistem
25
C-organik tanah secara signifikan lebih tinggi pada pertanian organik daripada
konvensional.
kapasitas tukar kation rendah, yang berakibat perlunya tambahan pupuk untuk
tanah meningkatkan respon hasil tanaman dan menjaga kualitas air, jadi berarti
menemukan bahwa hasil tanaman berhubungan dengan tekstur tanah, dan pada
tekstur yang sama, hasil tergantung pada total kadar bahan organik tanah.
dapat menjamin bahwa tanah dapat memegang 160 m 3 air yang dibutuhkan
bahan organik yang tidak cukup tidak mungkin dapat memegang cukup air atau
tanah serta mempertahankan kondisi fisik, kimia dan biologis yang dibutuhkan
26
Kandungan N-total dalam tanah pada pertanian organik lebih tinggi
klorofil, asam amino, lemak, enzim dan persenyawaan lain. Unsur N mudah
hilang dan sangat mobil dalam tanah sehingga tanah cepat mengalami
kekurangan N.
sangat rendah (7,62 ppm), atau menurun dari tingkat rendah pada pertanian
yang diberikan pupuk kandang secara terus-menerus pada lahan padi sawah.
Namun jika tidak dilakukan pemberian pupuk organik, maka akan terjadi
defisiensi K.
27
BAB VI
6.1. Kesimpulan
sebagai berikut:
turut tergolong sedang (0,237 %), rendah (13,445 ppm) dan sedang
(0,184 %), sangat rendah (7,623 ppm dan rendah (129,050 ppm).
6.2. Saran
28
2. Perlu diteliti analisis usahatani padi sawah dengan menggunakan
29
DAFTAR PUSTAKA
Allison, F. E. 1973. Soil Organic Matter and Its Role in Crop Production. Amsterdam
London New York. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. 647
pp.
Amezketa, E. 1999. Soil Aggregate Stability: A review. J. Sust. Agric, 14: 83-151.
Bhooshan, N., Prasad, C. 2011. Organic Farming: Hope of posterity. In: Hope of
Posterity. editors. Organic Agriculture. UP Council of Agricultural Research
(UPCAR), Lucknow, India. p. 1-10.
Cong Tu, Frank, J.L., Nancy, G., Creamer, J., Mueller, P., Brownie, C., Fger,
K., Melissa, B., and Shuijin, H. 2006. Responses of Soil Microbial
Biomass and N Availability to Transition Strategies from Conventional to
Organic Farming Systems. Agriculture, Ecosystems and Environment,
113:206-215.
Crews, T.E. and M.B. Peoples. 2004. Legume versus fertilizer sources of nitrogen:
Ecological tradeoffs and human needs. Agriculture Ecosystems & Environment
102:279-297.
De Datta, S.K. 1987. Advancees in soil fertility research and nitrogen fertilizer
management for lowland rice. In: Efficiency of nitrogen fertilizers for
rice. IRRI, Manila, Philippines.
De Datta, S.K. 1989. Rice. In: Plucknett, D.L.; Sprague, H.B. (eds.): Detecting
mineral nutrient deficiencies in tropical and temperate crops. Westview
Press Inc.
Doran, J.W. and Parkin T.B. 1994. Definiting and Assessing Soil Quality. In: Doran
J.W. et al., editors. Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. SSSA
Spec. Publ. No. 35. Ed. Madison: ASA and SSA, p.3-21.
Fraser, E.D.G., W. Mabee and F. Figge. 2005. A framework for assessing the
vulnerability of food systems to future shocks. Futures 37:465-479.
Hairiah K., Ekadinata A, Sari RR, dan Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan
Karbon : dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk partis. Edisi
kedua. Bogor, Word Agroforestry Center, ICRAF CEA Regional Office,
University of Brawijaya (UB). Malang, Indonesia. 88 pp.
30
Hsieh, S.C. 2005. Organic Farming for Sustainable Agriculture in Asia with
Special Reference to Taiwan Experience. Available from:
http://www.agnet.org/library/eb/ 558/ (accessed on 31 January 2010).
Huang, Y., Sun, W.J., Zhang, W., Yu, Y.Q. 2010. Changes in Soil Organic Carbon of
Terrestrial Ecosystems in China: A mini review. Sci. China Life Sci., 53: 766-
775.
Hudson B.D. 1994 Soil organic matter and available water capacity. J Soil
Water Conserv. 49(2):189–194
Ikemura, Y., Shukla, M.K. 2009. Soil Quality in Organic and Conventional Farms of
New Mexico. USA J. Org. Systems. Vol.4 No.1 : 34-47.
Iowa State University. 2009. Determine your corn and soybean rotation. Iowa
State University Soybean Extension and Research Program.
Extension.agron.iastate.edu/soybean/Mei 2009.
Irsal, L., K. Subagyono, dan A.P. Setiyanto. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan
dalam Revitalisasi Pertanian. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Petanian
25(3) : 173-193.
Komatsuzaki, M., Syuaib, M.F. 2010. Comparison of the Farming System and
Carbon Sequestration between Conventional and Organic Rice Production
in West Java, Indonesia. Sustainability, 2(3): 833-843.
Komatsuzaki, M., Ohta, H. 2007. Soil Management Practices for Sustainable Agro-
Ecosystems. Sust. Sci., 2:103-120.
Lal, R. 2004a. Soil Carbon Impact on Global Climate Change and Food Security.
Science, 304: 1623-1627.
Lotter, D.W., Seidel, R., and Liebhart, W. 2003. The performance of organic and
conventional cropping systems in an extreme climate year. American Journal of
Alternative Agriculture 18 (3):146-154.
Magdoff F (1998) Building soils for better crops, 2nd edn. University of
Nebraska Press,Lincoln, Nebraska.
31
Pillai, K.G. 1985. Rice (Oryza sativa L.) Nutrient Removal. Dept. of
Agronomy & Soil Science, Directorate of Rice research (ICAR),
Hyderabad, India. afgahanag.uedavis.edu/b_field/rice-1.
Reganold J.P. 1993. Effects of Biodynamic and Conventional Farming on Soil Quality
in New Zealand. Department of Crop and Soil Sciences Washington State
University Pullman, Washington, USA.
Scow, K.M., Somasco, O., Gunapala, N., Lau, S., Venette, R., Ferris, H., Miller, R.,
and Sennan, C. 1994. Transition from Conventional to Low-Input Agriculture
Changes Soil Fertility and Biology. California Agriculutre, 48(5): 20-26.
Seufert, V., Ramankutty, V., and Foley, J.A. 2012. Comparing the yields of organic
and conventional agriculture. Nature 48(5): 229-232.
Seybold, C.A., Mausbach, M.J., Karlen, D.L., Rogers, H.H. 1997. Quantification of
soil quality. pp. 387-404. In. R. Lal (ed.) Soil Processes and the Carbon Cycle.
CRC Press, Boca Raton, FL.
Shukla M.K., Lal, R., Ebinger, M.. 2006. Determining soil quality indicators by factor
analysis. Soil Tillage Research. 87 (2): 194-204.
Steven, R.T., Somasco, O.A., Mary, K., Friedman, D. 1994. Conventional Low-Input
and Organic Farming Systems Compared. California agriculture, 48 (5):14-19.
32