Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENGGANTI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN

TEKNOLOGI PELILINAN PRODUK PASCA PANEN

Oleh:
Muhammad Razif
NIM. A1D018036

Kelas E
Dosen Pengampu:
Slamet Rohadi Suparto
Ni Wayan Anik Leana

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Selama pematangan buah mengalami perubahan nyata dalam warna dan tekstur,
yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan fisiologis di dalamnya. Hal
tersebut termasuk perubahan pada karbohidrat, asam organik, protein, asam amino dan
komponen lain dapat mempengaruhi cita rasa pada buah. Selanjutnya masa penyimpanan
buah dapat menjadi masalah dalam kegiatan pascapanen karena buah termasuk komoditas
yang mudah rusak (Paull dan Duarte, 2012)
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan buah
adalah pelapisan. Lilin umumnya digunakan sebagai bahan pelapis buah dan sayuran
untuk menekan kehilangan air selama penyimpanan dan untuk memperpanjang umur
simpan. Buah dan sayuran pada umumnya memiliki lapisan lilin alami yang membantu
menahan air, karena produk hortikultura mengandung 80% – 90% air. Pelapisan lilin
pada produk hortikultura untuk menggantikan lapisan lilin alami yang hilang selama
pencucian. Pelapisan lilin jika diaplikasikan dengan konsentrasi yang tepat mampu
mempertahankan kualitas fisik dan kimia pada berbagai buah-buahan (Li ​et al.​, 2018;
Mendeita ​et al.​, 2017; Shahid dan Abbasi, 2011; Shetty ​et al.​, 2018). Selain itu pelapisan
lilin juga dapat membantu menghambat pertumbuhan cendawan, melindungi dari luka
memar, dan meningkatkan penampilan (Machado ​et al.​, 2012; Pascall dan Lin, 2013,
Vasquez-Celestino ​et al.,​ 2016).
Memperlama masa simpan dapat dilakukan dengan menghambat laju respirasi dan
produksi etilen. Pendinginan adalah perlakuan yang selama ini paling efektif menurunkan
laju respirasi. Aktifitas metabolisme dan enzim akan menurun pada suhu rendah. Suhu
rendah juga akan menghambat produksi etilen. Pelapisan pada buah dapat memberikan
kekuatan mekanik pada kulit dan menahan gas masuk atau keluar serta mengurangi
transpirasi buah. Bahan yang dipakai untuk pelapis harus aman dikonsumsi manusia.
Salah satu bahan yang aman dan sudah banyak dipakai antara lain adalah kitosan.
Keunggulan kitosan selain aman dikonsumsi karena berasal dari cangkang hewan laut
juga mampu membentuk film yang kuat, elastis, fleksibel, menghambat pertumbuhan
mikroba dan sulit dirobek. Potensi Indonesia sebagai sebagai negara kelautan sangat
besar untuk menghasilkan kitosan. Proses pem- buatannyapun tidak sulit dan murah.

B. Tujuan

Tugas makalah Teknologi Pasca Panen ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui teknologi pelapisan lilin produk pasca panen beserta contohnya.
2. Mengetahui kekurangan dan kelebihan teknologi pelapisan lilin produk pasca panen.
3. Mengetahui pengaruh teknologi pelapisan lilin terhadap kualitas buah dan kesehatan
konsumen.
II. PEMBAHASAN

A. Teknologi Pelapisan Lilin Produk Pasca Panen

Menurut Pantastico (1986), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan


kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura.
Pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan memperpanjang
masa simpan komoditas hortikultura Lilin (wax) adalah ester dari asam lemak berantai
panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Emulsi lilin yang
dipakai dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan, mineral maupun
sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih lilin berikut;
beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm) dan
shellac (lilin dari insekta) (Winarno, 1981).
Lapisan lilin pada buah berfungsi sebagai pelindung alami dari buah-buahan
terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Mekanisme dari pelapisan lilin
pada buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami
yang terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Selain itu
pemberian lapisan lilin diharapkan dapat mengurangi laju respirasi sehingga dapat
memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Hong, 2006).
Lilin lebah termasuk pelapis edibel yang banyak digunakan sebagai bahan pelapis.
Menurut Pavlath dan Orts (2009), pelapis edibel merupakan semua jenis bahan yang
digunakan sebagai pelapis atau pembungkus berbagai makanan yang bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan produk, yang dapat dikonsumsi bersama-sama dengan
makanan baik dengan maupun tanpa pembuangan lapisan tersebut. Tujuan utama
pelapisan lilin pada produk hortikultura ialah menekan respirasi dan transpirasi agar buah
tidak cepat layu, berkerut, dan busuk. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh
pelapisan lilin lebah terhadap masa simpan dan kualitas buah jambu ‘Kristal’ (Susanto ​et
al.​, 2018).
B. Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Penghambatan Pematangan Buah

Pemberian lapisan lilin ini penting juga untuk menutupi luka-luka goresan kecil
pada buah. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat
memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada
buah dan menjadikan produk dapat lebih lama diterima oleh konsumen. Lapisan lilin
berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari
komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga
dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi. Dengan
demikian, lapisan lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari
buah-buahan dan sayur-sayuran segar (Pantastico, 1986).
Selanjutnya kelemahan pelilinan produk pasca panen yaitu pada perlakuan lilin
lebah 6% dan 8% masa simpan hanya sampai dengan 12 hari, disebabkan buah mulai
melunak dan membusuk pada pengamatan setelahnya. Hal ini diduga pelapisan lilin yang
terlalu tebal mengakibatkan jaringan buah kekurangan oksigen sehingga terjadi proses
fermentasi yang menghasilkan pelunakan jaringan kulit buah. Selain itu pelapisan lilin
yang terlalu tebal juga menghambat transpirasi yang mengakibatkan jaringan kulit buah
menjadi lembab sehingga buah lebih mudah terserang pathogen dan membusuk. Di sisi
lain perlakuan pelilinan 2% dan 4% dapat secara efektif menghambat laju transpirasi dan
respirasi tanpa menimbulkan kebusukan sehingga mampu memperpanjang masa simpan
buah lebih lama dibandingkan dengan perlakuan pelilinan 6% dan 8% serta kontrol
(Susanto ​et al​., 2018).

C. Pengaruh Teknologi Pelapisan Lilin Produk Pasca Panen Terhadap Kualitas


Produk dan Kesehatan Konsumen

Samad (2006) menjelaskan bahwa pembusukan lebih cepat terjadi akibat fermentasi
dari proses anaerobik dalam produk karena pori-pori yang tertutup lapisan lilin.
Perlakuan pelilinan merupakan salah satu upaya untuk menekan laju penyusutan buah,
namun ketebalan lapisan lilin perlu diperhatikan untuk keberhasilan pelilinan. Pelilinan
yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata pada pengurangan penguapan air dan usaha
dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan lilin terlalu
tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di
dalam sayuran, dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO​2​ dan sedikit O​2​.
Teknologi pelapisan lilin produk pasca panen tidak mempengaruhi kesehatan
konsumen karena lilin yang digunakan adalah lilin yang menggunakan jenis bahan yang
digunakan sebagai pelapis atau pembungkus berbagai makanan dengan tujuan untuk
memperpanjang umur simpan produk. Lilin yang digunakan pun merupakan lilin yang
mudah untuk dibersihkan dengan air mengalir atau bahkan yang dapat dikunosumsi
bersama-sama dengan makanan baik dengan maupun tanpa pembuangan lapisan lilin
tersebut (Pavlath dan Orts, 2009).
III. KESIMPULAN

Hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut.


1. Teknologi pelilinan produk pasca panen adalah metode yang digunakan untuk
memperpanjang masa simpan produk tersebut dengan menggunakan bahan pelapis
edibel.
2. Teknologi pelilinan produk pasca panen memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan
tampilan yang lebih menggoda kepada konsumen dan dapat memperpanjang masa
simpan produk tersebut. Kekurangan yang ada pada teknologi pasca panen ini adalah
penggunaan lapisan lilin yang tidak tepat atau terlalu tipis ataupun terlalu tebal dapat
memberikan kerugian yaitu terjadinya fermentasi dan pembusukan yang lebih cepat.
3. Teknologi pelilinan dapat meningkatkan kualitas dari segi tampilan luar yang terlihat
lebih mengkilap, namun dapat juga menimbulkan kerusakan seperti kerusakan kulit
produk, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam produk banyak
mengandung CO​2 dan sedikit mengandung O​2 tergantung pada ketebalan pelapisan
lilin.
DAFTAR PUSTAKA

Hong. 2006. ​Pelapisan Lilin Produk Hortikultura​. Kanisius. Yogyakarta.

Li, X.., X. Zhu, H. Wang, X. Lin, H. Lin, W. Chen. 2018. Postharvest application of wax
controls pineapple fruit ripening and improves fruit quality. ​Postharvest Biol.
and Tech.​ 136: 99-110.

Machado, F.L.C., J.M.C. Costa, E.N. Batista. 2012. Application of carnauba-based wax
maintains postharvest quality of “Ortanique” tangor. ​Cienc Tech​. Aliment.
32(2): 261-266.

Mendieta, B., J.A. Olaeta, R. Pedreschi, P. Undurraga. 2017. Reduction of cold damage
during cold storage of Hass avocado by a combined use of preconditioning and
waxing. Scientia Hort. 200: 119-124.

Pantastico ErB. 1986. ​Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika​. Penyimpanan dan
operasi penyimpanan secara komersial. Penerjemah: Kamaryani. Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada.

Pascall, M.A., S.J. Lin. 2013. The application of edible polymeric films and coatings in
the food industry. ​J. Food Process Tech​. 4(2): 1-2.

Paull, R.E., O. Duarte. 2012. ​Tropical Fruits 2nd ed​, Volume II. Hulbert S, editor.
London (GB): MPG Books Ltd.

Pavlath, A.E., W. Orts. 2009. Edible Films and Coatings: Why, What, and How?. In:
Huber, K., M. Embuscado (eds.) ​Edible Films and Coatings for Food
Applications​. Springer, New York.

Samad, M. Y. 2006. Pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap Mutu Komoditas


Hortikultura. ​Sains dan Teknologi Indonesia.​ 8(1): 31 36.

Shahid, M.N., N.A. Abbasi. 2011. Effect of bee wax coatings on physiological changes in
fruits of sweet orange cv. “Blood Red”. ​Sarhad J. Agric​. 27(3): 385-394.

Shetty, M.J., P.R. Geethalekshmi, C. Mini, R. Beena. 2018. Relationship of waxing


treatments to certain physiological, browning and sensory characteristics of
rambutan (Nephelium lappaceum L.). ​Int. J. Pure App. Biosci.​ 6(1): 265-271.

Susanto S., ​et al.​ 2018. Pelilinan Efektif Memperpanjang Masa Simpan Buah Jambu Biji
(Psidium guajava L.) ‘Kristal’. ​J. Hort. Indonesia​. 9(1): 19-26
Vázquez-Celestino, D., H. Ramos-Sotelo, D. M. Rivera-Pastrana, M. E. Vázquez Barrios,
E. M. Mercado-Silva. 2016. Effects of waxing, microperforated polyethylene
bag, 1-methylcyclopropene and nitric oxide on firmness and shrivel and weight
loss of ‘Manila’ mango fruit during ripening. ​Postharvest Biol. and Tech​. 111:
398-405.

Winarno. 1981. ​Penanganan Pasca Panen Produk Hortikultura​. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai