Anda di halaman 1dari 4

Rizal Alam S – 170210090038

Untuk Hubungan Internasional di Asia Pasifik

Six Party Talks dan Liberalisme

Six Party Talks adalah sebuah pertemuan yang dibuat pertama kali ditahun 2003 atas konflik
yang terjadi di antara dua Korea yakni Utara dan Selatan. Pertemuan ini lebih kepada
pembahasan mengenai adanya pencarian solusi perdamaian terhadap Program Senjata Nuklir
Korea Utara, karena program nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara dikatakan cukup
berbahaya terlebih lagi jika melihat dampak yang dapat dihasilkan oleh nuklir ini sendiri. Secara
awal sebenarnya ini adalah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap
Korea Utara, namun Amerika Serikat berusaha untuk memberikan keterlibatan kepada beberapa
negara lainnya seperti Korea Selatan, China, Jepang, dan Rusia dank arena itulah pertemuan ini
dikatakan Six Party Talks.

Selain isu program nuklir Korea Utara, beberapa negara seperti Jepang tertarik dalam hal ini
karena untuk membantu mengoreksi isu terkait dan ada Rusia yang juga peduli mengenai
keberadaan kasus ini terhadap Asia wilayah Timur-Laut. Kedua negara ini akan memiliki
pengaruh yang cukup terhadap pembicaraan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Korea
Utara.

Dalam keterlibatannya, maksud dan tujuan yang dirasa oleh China dianggap terlalu dibesar-
besarkan. Meskipun begitu, China memiliki kepentingan nasional dengan Korea Utara yang
dapat dikatakan relatif stabil. Dalam hubungan kedua negara yakni antara China dan Korea Utara
terutama dalam kepentingan national security dan dari hal tersebut pula dapat menggagalkan
keberadaan negaranya.

Korea Utara pun dalam hal ini memiliki alasannya untuk program nuklirnya. Korea Utara
menganggap bahwa program nuklirnya tersebut dianggap sebagai elemen yang penting dalam
national security-nya dan juga terhadap keberlanjutan dari rezim keluarga Kim. Dan dapat
terlihat dari hal tersebut, adalah salah satu hal yang sulit terjadi jika negara ini, Korea Utara,
akan memberhentikan programnya tersebut. Program nuklir ini pun bisa dianggap sebagai nilai
plus bagi negara Korea Utara itu sendiri karena melihat ekonomi negara ini yang dapat dikatakan
mengalami stagnansi, jadi nuklir ini bisa dikatakan sebagai suatu pencapaian agar membuat
negara ini menjadi negara yang cukup aman akan eksistensinya dimata dunia.

Disini setiap negara menurut saya sebenarnya memiliki alasan masing-masing untuk
mempertahankan hak serta kebebasannya, dan jika kita membahas masalah kebebasan maka
akan sangat dapat mengaitkan kasus ini dengan liberalisme yang pada dasarnya mengusung
demokrasi dan kebebasan. Saya akan menjelaskan sedikit mengenai liberalisme serta akan
mengaitkan paradigma ini terhadap Six Party Talks. Liberalisme memiliki asumsi-asumsi dasar,
beberapa diantaranya adalah anggapan atau kepercayaan bahwa umat manusia adalah makhluk
yang rasional. Rasionalitasnya terhitung dari beberapa konteks yaknia bisa dalam pengertian
instrumen yakni sebagai kemampuan dalam mengungkapkan pikiran serta untuk mengejar
kepentingan suatu pihak.

Selain memandang bahwa kebebasan adalah segala yang seharusnya dimiliki oleh setiap
individu, liberalisme sangat berpandangan positif terhadap progresif yang dimiliki oleh manusia
untuk melakukan banyak perubahan yang bersifat positif dalam suatu hubungan internasional
yang hendak dicapai oleh pihak atau negara yang berhubungan.

Perubahan kepada hal yang lebih baik dan lebih damai adalah titik akhir dari liberalism yang
berujung pada kerjasama yang dapat dihasilkan oleh negara-negara yang saling terlibat. Karena
konsepsi yang dimiliki oleh liberalisme salah satunya adalah mengenai komunitas manusia yang
bersifat universal. Karena sifat universal inilah yang pada akhirnya membawa dunia terhadap
interdependensi antar negara serta adanya hubungan yang sangat dekat antar masyarakat dunia
tanpa melihat batas-batas antar negara yang ada.

Berbeda dengan realisme yang mengusung state dan sangat memungkinkan perang untuk terjadi
dalam hubungan internasional, liberalisme lebih mengusung kerjasama yang dilakukan oleh
negara-negara dalam mencapai tujuan yang diinginkan bahkan pada hal yang tidak diinginkan.
Dalam sebuah konflik, liberalisme lebih mengajak negara yang terlibat untuk saling mengadakan
pertemuan serta berbicara mengenai kasus yang sedang dibahas serta meminimalisir
kemungkinan konflik yang dapat terjadi, dan yang paling penting adalah bagaimana mereka
dapat mendapatkan hasil keputusan yang nantinya diharapkan menjadi solusi yang diinginkan
oleh segala pihak. Dari sini kita bisa melihat bahwa liberalisme lebih menginginkan perdamaian
serta mengurangi intensitas perang terlebih lagi melihat banyaknya dampak dan konsekuensi
yang akan dihadapi jika perang adalah titik ujung yang harus dihadapi.

Kembali membahas Six Party Talks, berita terakhir dari sumber BBC News yang saya dapat
mengenai pertemuan ini adalah ditanggal 21 desember dan 29 desember 2010 kemarin yang
membahas mengenai masuknya kembali keenam negara dalam pertemuan tersebut setelah
beberapa saat menemui titik kosong diantara negara-negara tersebut. Amerika Serikat sebagai
aktor utama serta Korea Utara pun sebelumnya sempat bertemu dalam pertemuan yang tidak
resmi demi menemukan titik balik lagi dalam Six Party Talks ini. Dan akhirnya yang dapat
dilihat di tanggal 29 Desember 2010 kembali lagi negara-negara tersebut untuk sama-sama
kembali membahas masalah nuklir ini yang cenderung juga berakibat pada Korea Selatan yang
sudah banyak menghasilkan korban masyarakat sipil atas tindakan yang selama ini dilakukan
oleh Korea Utara yang beraliansikan negara China. Korea Utara cenderung tidak begitu
menyukai sikap yang dilakukan oleh Korea Selatan dengan aliansi barat yang berada disisinya
yakni Amerika Serikat.

Dalam hal ini, sangat tidak ditutupi bahwa terjadi konflik diantara Korea Utara dan Selatan yang
didasari oleh adanya cara pandang yang berbeda dalam menjalankan negaranya masing-masing,
dan hal tersebut pun seakan menjadi pengusung panas konflik kedua negara serta bisa juga
menjadi alasan mengapa selama ini banyak tindakan yang tidak mengenakan yang dilakukan
oieh Korea Utara terhadap Korea Selatan.

Jika kita kembalikan lagi konflik ini dengan Six Party Talks dan liberalism, tujuan yang
dilakukan diantara negara ini sangatlah liberalisme. Meski pada awalnya konflik yang terjadi
sebelumnya sangat realisme dikarenakan adanya perang dan keinginan untuk menunjukan power
nya dimata internasional, kini kasus ini menjadi cukup liberalisme karena Six Party Talks
sebenarnya lebih berisi kepada perbicaraan-perbicaraan atau pembahasan yang sifatnya lebih
dingin mengenai konflik yang selama ini sedang terjadi diantara negara yang terkait serta
mengubungkannya dengan adanya nuklir yang terus dijaga dan berkembang di Korea Utara ini.
Liberalisme sangat menginginkan adanya suatu perubahan kearah yang sifatnya lebih progresif
serta meminimalisir adanya perang dan sudah tentu meminimalisir banyaknya korban yang
berjatuhan. Obrolan kepala dingin serta adanya sikap kooperasi adalah hal yang dilakukan oleh
liberalisme agar dapat menghasilkan keputusan-keputusang yang kembali lagi diharapkan dapat
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Six party Talks berjalan cukup alot
dikarenakan adanya sikap keras kepala yang dimiliki oleh Korea Utara serta aliansinya yang juga
menjadi pesaing Amerika Serikat dalam hal perekonomian, yakni China. Namun meskipun
begitu, negara-negara yang terlibat tetap bertahan dan berusaha untuk terus mencari solusi yang
terbaik mengingat konsekuensi yang dihadapi dapat berdampak luas dan bahkan dapat bersifat
global.

Terlepas dari hasilnya yang terus saja menggantung, kita bisa melihat bagaimana bentuk
tindakan yang berkelanjutan yang dilakukan sebagai contoh tindakan liberalisme ini lebih
menggunakan cara yang tidak merugikan satu sama lain dan tidak jauh berbeda dengan tujuan
yang hendak dicapainya yakni tindakan-tindakan positif yang juga progresif demi kepentinan
bersama mengingat liberalisme juga mengusung adanya kondisi masyarakat global serta
interdependensi antara negara yang sudah pasti dampaknya sangat mungkin mengakar dan
mempengaruhi satu sama lain karena adanya interdependensi itu sendiri.

Demikian yang bisa saya sampaikan mengenai suatu kasus yakni Six Party Talks dan
dihubungkan dengan pandangan liberalisme. Mohon maaf untuk kekurangannya dikarenakan
adanya keterbatasan pengetahuan yang masih saya miliki. Selebihnya saya ucapkan terima kasih.

Sumber:

Baylis, John, Steve Smith and Patricia Owens. 2005. The Globalization of World Politics. New
York: Oxford University Press.

Jackson, Robert and Georg Sorensen. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Belajar

http://www.bbc.co.uk/news/ world-asia-pacific-12053295

http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-12087986

http://deedde.wordpress.com/2010/12/15/teori-liberalisme-tokoh/

Anda mungkin juga menyukai