LK (Dr. Bambang W)
LK (Dr. Bambang W)
LAPORAN KASUS
Seorang bayi baru lahir (BBL), perempuan, umur 7 hari, dibawa berobat ke
UGD RS. Dr Kariadi Semarang dengan keluhan utama kulit mengelupas pada
hampir seluruh tubuh.
Tiga hari sebelum berobat penderita agak panas dan rewel, tidak batuk,
tidak pilek, dan mata tidak memerah. Keesokan harinya mulai timbul kemerahan
pada lipat paha kiri yang tidak gatal, kemerahan cepat meluas ke paha kanan,
kemaluan, kaki dan tangan, punggung, badan, dan wajah. Kemerahan berubah
menjadi lepuh lepuh besar berdinding kendur kemudian pecah sehingga kulit
mengelupas seperti terkena air panas. Satu hari kemudian penderita dibawa
berobat ke dokter umum dan dirujuk ke RS Dr Kariadi Semarang, dengan diagnosis
suspek Staphylococcus Scalded-Skin Syndrome.
Riwayat persalinan lahir bayi perempuan dari ibu G1P1A0 19 tahun hamil 9
bulan ante natal care positif (ANC (+), ante natal bleeding negatif (ANB (-), ketuban
pecah dini (KPD (+) 2 jam, ditolong bidan, lahir spontan berat badab lahir (BBL)
2900gr, langsung menangis, apgar skor tidak diketahui. Tidak ada anggota
keluarga yang sakit serupa maupun yang sakit panas, nyeri tenggorokan dan sakit
mata.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 2800gr, panjang badan
50cm. Keadan umum: sadar, kurang aktif, tangis kuat, kulit kemerahan dan
mengelupas. Tanda vital: denyut jantung: 140x/mnt, nadi isi dan tegangan cukup,
pernapasan 40x/mnt, suhu : 36,8 oC. Konjungtiva tidak merah tidak terdapat sekret,
sklera tak ikterik. Hidung tak terdapat sekret. Tidak didapati erosi pada mulut, bibir
maupun mukosa rongga mulut. Pada leher, dada, perut, punggung, genitalia, sekitar
mulut dan ektremitas terdapat makula eritema difus yang disertai epidermolisis pada
hampir seluruh tubuh, dengan daerah erosi yang luas disertai skuama lebar. Tanda
Nikolsky: positif. Pada palpasi pasien merasa nyeri (menangis).
1
Anak ialah dilakukan skrining sepsis dan preparat darah hapus dan dikonsultasikan
ke Subbagian Hematologi Anak. Hasil skrining belum didapatkan tanda-tanda
sepsis.
Pada hari ke-7 keadaan umum sadar, cukup aktif, tangis kuat. Tanda vital:
denyut jantung 140x/mnt; nadi: isi dan tegangan cukup; frekuensi nafas: suhu
40x/mnt, t:37 oC. Pada lokasi punggung, pantat, tumit, terdapat kelainan kulit berupa
erosi minimal, ulkus dangkal, skuama-skuama besar, dan krusta. Pengobatan
diganti dengan oral Cefiksim 2x 7mg, terapi topikal masih tetap. Pengawasan
dengan menjaga kehangatan dan keseimbangan cairan serta elektrolit
Pada hari ke-9 keluarga penderita minta pulang paksa. Keadan umum:
sadar, cukup aktif, tangis kuat. Tanda vital dalam batas normal. Pada punggung,
pantat, tungkai, tumit, terlihat erosi minimal, ulkus dangkal, dan krusta. Pengobatan
oral Cefiksim 2x 7mg, topikal dekspantenol krim 2x untuk lesi erosif.
DISKUSI
2
yang luas disertai skuama lebar, tanda Nikolsky positif dan palpasi nyeri
(menangis). Menurut kepustakaan biasanya diawali ruam berwarna kuning jingga
merah cerah dengan tanda Nikolsky yang sudah positif dan nyeri tekan. Kemudian
akan diikuti timbulnya bula besar yang kendur dari aksila, inguinal, atau sekitar
lubang tubuh yang kemudian meluas ke seluruh tubuh tapi tidak melibatkan
membran mukosa.1,2,6,7 Selanjutnya akan terjadi pengeriputan spontan disertai
pengelupasan lembaran kulit sehingga akan tampak daerah erosif, yang dalam
beberapa hari akan mengering dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan akan terjadi
pada 10-14 hari tanpa disertai sikatriks.1,6
Penyebab SSSS adalah eksotoksin dari Staphylococcus aureus grup II faga
3A, 3B, 3C,1,2 52, 55 dan atau 71. 3-8 Dua eksotoksin (ET) yaitu eksotoksin A dan B
yang bertanggung jawab terhadap perubahan patologis yang terlihat pada SSSS.1,2
Fokal infeksi bisa berasal dari mata, telinga, hidung, umbilikus, nasofaring,
vagina dan kulit.2,4,7,8 Pada penderita ini hasil kultur dari sekret mata didapatkan
Staphylococcus aureus.
Pemeriksaan histopatogi akan tampak celah intraepidermal pada stratum
granulosum, dan mengandung sel-sel akantolitik yang bebas atau melekat secara
parsial. Bagian lain epidermis tampak utuh tanpa disertai nekrosis sel.1-4 Pada
penderita ini tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan pertimbangan masih
neonatus.
Diagnosis banding dengan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) dapat
disingkirkan, karena NET terutama terjadi pada orang dewasa, disertai adanya
riwayat minum obat atau jamu sebelumnya dan ada keterlibatan dua mukosa atau
lebih.3,4,10 Penderita ini masih neonatus, tidak ada riwayat minum obat-obatan atau
jamu sebelumnya dan pada pemeriksaan klinis tidak ada keterlibatan mukosa.
Selanjutnya pada pemeriksaan histopatologi pada NET akan tampak celah
subepidermal sedangkan pada SSSS celah pada srtatum granulosum atau
intraepidermal.3,4,10
Penatalaksanaan penderita ini antara lain diberi terapi infus D5% + NaCl +
KCl, injeksi cefotaksim, injeksi gentamisin, oral parasetamol dan diet ASI/
prenagen 6x10cc. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan prinsip
terapi SSSS adalah eradikasi fokal infeksi dengan antibiotik antistafilokokal resisten
penisilinase secara intravena, keseimbangan cairan dan elektrolit dan pemberian
antibiotik topikal. 2 Pilihan antibiotik sistemik adalah penisilin semisintetik yang
tahan terhadap penisilinase atau betalaktamase seperti kloksasilin, dikloksasilin
atau golongan sefalosporin,4,7-11 klindamisin, dan eritromisin.10,11 Untuk terapi topikal
diberikan kompres NaCl, mupirosin dan bephanten®, yang diberikan 2x sehari
selang seling. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa terapi topikal untuk SSSS
adalah kompres, antibiotik topikal seperti mupirosin atau silver sulfadiasin, dapat
juga dengan sofratulle®.1,2,7-10
SSSS dapat menyebabkan kematian, pada neonatus berkisar antara 1-10%.
Penyebab kematian biasanya karena sepsis dan ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit.2,4 Prognosis penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam ad
bonam dan quo ad kosmetikam ad bonam.
3
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Kane KSM, Ryder JB, Johnson RA,Baden HP, Stratigos A. Cutaneous bacterial infektions. Dalam:
Color atlas & synopsis of pediatric dermatology. New York: 2002: 474-5.
2. Kim J. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome eMedicine journal, April 2003.[on
line]:URL.http://www.emedicine.com
3. Resnick SD, Elias PM. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,
Austen KF, Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Dermatology in general medicine. Edisi ke-6.USA:
Mc Graw Hill, 2003: 1878-83.
4. Djuanda A. Pioderma. Dalam : Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: BP FKUI, 2001: 55-61.
5. Lee PK, N Arnold, Weinberg, Swartz MN, Johnson RA, Weinberg AN. Pyodermas: Staphylococcus
aureus, Streptococcus and other gram-positive bacteria. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wollf K,
Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, editor. Dermatologi in general medicine. Edisi ke-5.USA: Mc
Graw Hill, 1999: 2182-206.
6. Sumaryo S. Pioderma. Edisi pertama, Semarang: BP UNDIP, 2001: 19-20.
7. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, Bacterial infections involving the skin. Dalam: Fitzpatrick’s color
atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-5. USA: Mc. Graw Hill, 2005: 620-3.
8. Braun-Falco O, Plewig G, Wolff HH, Burgdorf WHC.Bacterial Diseases. Dalam Dermatology. Second,
Completely Revised, editor. New York: Springer Verlag, 2000: 140-1.
9. Hartadi. Dermatosis Bakterial. Edisi kedua, Semarang: BP UNDIP, 1991: 36.
10. Maibach HI, Aly R. Bacterial infection in the skin. Dalam: Moscella SL, Hurley HJ, editor. Dermatology.
Edisi ke-3. Philadelphia: WB. Saunders, 1992: 1106-7.
11. Veraldi S, Caputo R, Impetigo dalam Katsambas AD, Lotti TM, editor. European Handbook of
dermatological treatments. Edisi ke-2. Berlin: Springer-Verlag, 2000: 267-71.
Kerangan:
Foto kasus ada di Sekretariat MDVI