Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(Ward, C.R., 1984, Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific
Publications, Singapore)
Floor rolls
Floor roll terdiri dari material batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit, dan
subparalel, yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan. Seperti halnya
roof rolls, floor roll akan mangakibatkan ketebalan lapisan batubara berkurang.
Floor roll sering diterangkan sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat
pengembangan hidrasi and aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle (1970), roof
roll dibentuk oleh kegiatan sungai selama tahap awal akumulasi tanah gambut.
Cleat
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous, umumnya menunjukkan
pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang sejajar, biasanya
berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian retakan disebut “ face cleat”, biasanya
dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter. Pola
lainnya yang disebut “ butt cleat” , retakannya lebih pendek, sering melengkung dan
cenderung berakhir pada bidang face cleat.jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1mm
sampai sekitar 30 cm. Bidang cleat sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat,
lempung, jenis sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara
yang mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan
perencanaan penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi penambangan
yang menggunakan alat bajak atau hidrolik, maka arah penbambangan dan hubungannya
dengan pola cleat sangat mempengaruhi dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak cleat juga berpengaruh terhadap ukuran partikel batubara yang dihasilkan, apakah
berupa fine coal atau lumpy coal. Hal ini penting dalam perencanaan tambang karena
berkait dengan aspek penumpukan, pengangkutan, pemanfaatan, harga dan pemasaran.
Pola cleat dapat juga dhubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam tambang bawah
tanah.
Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara,
sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi
suatu daerah. Face cleat tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan
rekahan dalam bidang sejajar dengan paleostress kompresif maksimum suatu daerah
( Nickelsen & Hough 1967; Hanes & Shepherd 1981), meskipun melibatkan faktor lain
seperti gangguan shear, tetapi dikatakan juga bahwa pembentukan butt cleat kurang jelas,
mungkin berkaitan dengan sejarah pembentukan batubara dan proses pengendapan dari
lapisan-lapisan yang bersangkutan.
Intrusi batuan beku pada lapisan batubara
Karena material organik dalam batubara mengalami perubahan mendasar apabila
dipanaskan, adanya intrusi batuan beku memiliki pengaruh yang besar pada lapisan
batubara daripada yang dialami oleh batuan bukan batubara. Batubara yang dekat dengan
tubuh intrusi batuan beku, secara lokal meningkat derajatnya sehubungan dengan
meningkatan panas yang menyertainya.
Intrusi batuan beku biasanya berkembang menjadi komplek, dimana pada titik pertemuan
antara tubuh intrusi dengan lapisan batubara membentuk kontak yang meliuk. Hal ini
berhubungan dengan perilaku plastik dari bahan organik karena pemanasan serta
berkurangnya kandungan air didalam batubara.
“Cinder coal” (batubara terarangkan) akibat intrusi, biasanya lemah, massanya porous
dengan pola belahan hexagonal. Dalam banyak hal cinder coal kurang mempunyai nilai
ekonomi, dengan demikian cinder menunjukkan hilangnya sebagian lapisan batubara
yang dapat ditambang. Dari sudut peningkatan derajat batuabara, mungkin lebih
menguntungkan dari segi ekonomi jika pengaruh cinder coal tidak terbentuk.
Batulempung kaolinit
Istilah batulempung kaolinit digunakan oleh Loughnan (1978) untuk menggambarkan
sebuah individu khusus dari batuan sedimen masif yang terbentuk dari mineral lempung
kaolin.
Tekstur batuan ini bervariasi, berikut ini adalah tekstur pokok dalam batulempung
kaolinit :
1. Breksiasi, materialnya terbentuk dari clast-clast batulempung angular
penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai beberapa cm.
2. Pelletal, batuannya terbentuk dari partikel-partikel batulempung yang bulat atau
agrerat lempung, berukuran silt (kadang disebut graupen) sampai partikel spheroidal
yang berdiameter 10 mm atau lebih.
3. Oolitik, terdiri dari oolitik spheroidal yang terlapisi secara konsentris oleh material
yang kaya kaolin.
4. Masif, merupakan mudstone yang berkembang dengan baik, terisi oleh kumpulan
kristal kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis.
Batuan ini disebut juga “flint clay” (Keller, 1967) dan “tonstein (Moore, 1964).
Kaolin merupakan mineral yang melimpah dalam batuan ini, biasanya terjadi dalam
bentuk kristal dan berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau illit. Variasi
batuannya berwarna putih sampai coklat keabu-abuan atau hitam tergantung dari bahan
karbonan dan material ferrugenous yang mungkin ada. Hal ini kadang digambarkan
sebagai tuf.
Asal usul batulempung kaolinit telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam
literatur ilmiah. Tinjauan komprehensif tentang terjadinya material secara petrografi dan
geokimia diberiakan oleh Keller (1968, 1981) dan Loughnan (1978). Secara mekanik
dijelaskan mengenai kekhususan mineral dan ciri-ciri teksturnya dibandingkan dengan
sedimen lain dalam sekuen dimana batuan tersebut terbentuk, dikelompokkan dalam 2
kategori, yaitu :
1. Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan lain
yang serupa karena perubahan kimiawi atau biokimiawi dari sedimen volkaniklastik,
epiklastik, atau bioklastik. Mekanisme seperti ini dibahas oleh Hosterman (1962),
Moore (1964, 1968), Keller (1968, 1981), Price dan Duff (1969).
2. Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau aluminosilikat koloid karena pelapukan di
luar rawa dan tertransport ke dalam rawa atau areal yang sesuai untuk pengemdapan
akhir detritus kasar. Suatu mekanisme dari tipe ini dibahas oleh Loughnan (1970,
1975, 1978).
Menurut Ward (1978), perlapisan tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam lapisan
batubara atau di dalam sekuen lapisan pembawa batubara secara luas telah digunakan
sebagai lapisan penunjuk untuk korelasi stratigrafi.
Coal balls
Coal balls merupakan massa yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk spheroidal dari
bahan mineral yang terjadi di dalam suatu lapisan batubara. Umumnya terbentuk dari
kalsit, dolomit, siderit, dan pirit dalam proporsi yang bervariasi, kadang menunjukkan
suatu zonasi yang bervariasi dari beberapa cm, m sampai luas. Bila kaya pirit disebut
“sulphur balls’.
Coal balls dapat sebagai sumber penelitian paleobotani lapisan batubara (Phillips, 1979),
karena sisa tumbuhan terawet dengan baik dari berbagai jenis di dalam coal balls.
Tidak adanya pengaruh kompaksi pada fragmen organik, menunjukkan bahwa coal balls
mengandung bahan mineral pada tahap awal pembentukannya. Tentu saja, batubara yang
terbentuk juga dapat memperlihatkan bukti adanya kompaksi lipatan di sekitarnya.
Sangat umum ditentukan di dalam lapisan yang berasosiasi dengan lapisan marin, juga
sebagai konkresi hadir pada lapisan atap maupun lapisan dasar.